• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4. HASIL PENELITIAN

4.6. Sumber Informasi

Pengetahuan informan tentang berbagai merek kosmetik tidak terlepas dari informasi yang mereka dapatkan, baik itu dari teman sekerja, tetangga dan juga dari media elektronika. Hal ini dapat dilihat dari para informan yang menyebutkan beberapa merk kosmetik pemutih seperti “Tje Fuk”, “Ponds”, “Kelly” dan Viva yang

pernah diiklankan di televisi, bahkan merk kosmetik yang baru dipromosikan di televisi pun mereka juga sudah mengetahuinya yaitu merk “na Jawa”.

Bagi para informan, bahwa dalam pemilihan dan penggunaan kosmetik pemutih, tidak terlepas dari pengaruh teman, khususnya teman sekerja mereka sesama penyapu jalan. Beberapa dari informan seperti Bu Jum, Bu Molek, Bu Arti, Puji dan Bu Sun, mengatakan bahwa mereka memakai kosmetik pemutih seperti yang dipakai temannya, karena melihat teman mereka sekarang lebih putih dan cantik. Seperti yang dikatakan Bu Jum,

“Saya tahu krim ini dari teman. Dia juga makai krim ini, karena waktu itu saya nggak tau mau makai produk apa jadi saya pakai saja produk yang sama dengan yang teman saya pakai. Wajahnya sih biasa saja. Nggak putih-putih banget juga”.

Sedangkan Jelita, Inung, mendapatkan informasi mengenai kosmetik pemutih yang dipakainya dari tetangganya.

“Saya tahunya dari tetangga. Ya biasa lah mbak, namanya perempuan, suka nanya-nanya produk apa yang kira-kira bagus untuk dipakai, tapi harganya murah dan terjangkau”, tutur Inung.

Lain halnya dengan Bu Isabella yang memakai produk Viva ini karena anaknya yang sudah menikah pun memakai produk yang sama. Ada juga yang mengatakan sumber informasi kosmetik pemutih yang dipakainya dari televisi, seperti yang dikatakan Bu Mala,

“Saya tau dari iklan di tv. Di iklan itu kan dibilang kalau viva aman untuk iklim tropis, ya sudah, saya pakai. Harganya terjangkau dan sepertinya aman, tidak dilarang beredar”.

Dari ungkapan-ungkapan di atas menggambarkan bahwa sumber informasi yang diperoleh informan mengenai kosmetik pemutih, cukup beragam. Walaupun begitu sebagian besar dari mendapatkan informasi tersebut dari temannya.

Hal di atas menunjukkan juga adanya keinginan dari informan untuk tidak berbeda dengan kelompoknya serta adanya dukungan dari orang-orang sekitarnya, seperti dukungan teman, tetangga dan keluarga. Dukungan yang diberikan teman, tetangga dan keluarga merupakan dukungan moril bagi informan dalam menggunakan kosmetik pemutih, agar informan dapat tampil lebih cantik. Bahkan ada diantara tetangga informan yang memberikan dukungan berupa fasilitas kredit dalam membeli kosmetik pemutih, seperti yang dikatakan Bu Arti,

“Tetangga saya, ada yang memakai bedak berganti-ganti merek dan harganya juga mahal, pernah saya ditawari olehnya untuk memakai bedak yang tetangga saya pakai, selain itu juga, banyak yang menawarkan pakai bedak ini bu, pakai ini boleh cicil beberapa kali, tetapi saya mengatakan tidak lah untuk apa saya sudah tua, kalau sudah tua untuk apa bergaya, ya sudah saya pakai “Kelly” saja, bagi saya sama saja, tidak ada bedanya”.

Adanya dukungan dari teman, tetangga dan keluarga, dalam penggunaan kosmetik pemutih juga berpengaruh kepada informan untuk bertindak ataupun tidak bertindak.

Selain teman, tetangga dan anggota keluarga, sumber informasi informan mengenai kosmetik pemutih juga mereka peroleh dari iklan. Seperti ungkapan Jelita:

“Saya juga ‘kepingin’ pakai bedak yang di iklan kan di televisi seperti produk “Ponds”. Karena modelnya kulit wajahnya cantik, putih, bersih dan mulus. Siapa sih bu yang tidak kepingin cantik. Saya sempat menanyakan harganya kepada tempat jual kosmetik tersebut, harganya mahal kira-kira 90an ribu gitu, wah itukan mahal sekali, menurut saya mendingan uang di pakai untuk bayar uang sekolah anak-anak”.

Sedangkan Bu Isabella dan Bu Mala memakai kosmetik pemutih merek “Viva”, berdasarkan iklan di televisi, menurut iklan tersebut produk ini sesuai dengan wanita Indonesia dan tidak mengandung bahan-bahan berbahaya. Bu Mala memakai produk ini karena menurut anggapannya produk ini aman, juga berdasarkan informasi yang diperolehnya dari iklan di televisi. Walaupun demikian ada juga diantara informan yang tidak terpengaruh dengan iklan-iklan tersebut, seperti halnya Bu Puji yang mengatakan kepada peneliti,

“Saya sih memang sering menonton iklan kosmetik. Tetapi saya tidak terpengaruh tuh. Saya malah takut sama produk-produk yang diiklankan. Banyak bohongnya kayaknya”.

Berdasarkan ungkapan-ungkapan di atas peneliti membuat kesimpulan kecil bahwa sedikit banyaknya ada pengaruh iklan terhadap pembentukan konsep kecantikan menurut mereka dan ini juga terlihat dalam pilihan kosmetik pemutihnya, maka peneliti mencoba memperhatikan iklan-iklan kosmetik pemutih yang ada seperti di televisi, dan one way yang ada di angkutan kota.

Sebagai contoh iklan “Ponds” yang peneliti lihat di televisi, ternyata memang iklan tersebut berusaha meyakinkan pemirsa bahwa dengan menggunakan “Ponds” dalam waktu satu minggu akan terlihat perubahan pada warna kulit (dengan permainan tehnologi spektrum warna) dan terjadi perubahan sikap pada pasangan. Iklan ini terus menerus diulang dengan durasi yang cukup lama, dan dibuat cerita bersambungnya dan dengan menggunakan model berwajah Indo yang pada dasarnya memang berkulit putih.

Demikian juga dengan iklan one way yang dilekatkan pada kaca belakang di angkutan kota, seperti iklan Garnier, berusaha meyakinkan konsumen bahwa

perubahan kulit menjadi putih dapat diukur dan dilengkapi dengan kartu skala warna. Coba kita simak bunyi iklannya ”Kulit 2 tingkat lebih cerah hanya dengan 3.900 rupiah”. Ukuran kulit putih cerah yang semula merupakan ukuran kualitas bergeser menjadi ukuran kuntitas, yang dapat dibuktikan dengan ukuran skala, merupakan salah satu cara untuk meyakinkan konsumen. Pengetahuan yang mereka peroleh dari berbagai sumber, pemahaman tentang pengetahuan/informasi tersebut dan pengalaman informan, menurut peneliti akhirnya membentuk konsep mereka tentang makna kecantikan yang berpengaruh pada penentuan pilihan kosmetiknya, yaitu yang bisa memutihkan.

Lain halnya dengan Bu Ani dan Bu Laila, yang tidak memakai kosmetik apapun kecuali bedak baby atau bedak tabur “Viva”. Sebenarnya Bu Ani pernah melihat iklan kosmetik di televisi, dengan model yang wajahnya putih bersih, cantik, mulus dan memiliki keinginan untuk membeli kosmetik tersebut. Tetapi setelah dipikirkannya, keperluan yang lain rasanya lebih penting, seperti keperluan sekolah anaknya, ditambah lagi karena memang pada dasarnya ia memiliki kulit yang hitam, dan lucu rasanya bila wajahnya putih, tapi kulit lainnya tidak. Akhirnya ia memutuskan untuk tidak menggunakan kosmetik pemutih, dan tidak pernah sekalipun dia pernah memakai kosmetik pemutih, walaupun ia pernah ditawari oleh tetangganya untuk membeli bedak pemutih yang harganya Rp. 15.000,-.

Sedangkan Bu Laila memang tidak ada keinginan untuk membeli kosmetik yang dilihatnya di iklan maupun yang ditawarkan temannya. Bu Laila merasa dirinya sudah jelek sehingga memakai kosmetik apapun tidak akan merubah dirinya.

Menurutnya yang penting kulitnya bersih dan sehat. Untuk menjaga kulitnya agar tetap sehat, Bu Laila mengatakan ia rajin makan sayur dan mengkonsumsi air putih.

Seperti halnya Bu Ani, yang menurut peneliti memiliki konsep kecantikan yang berbeda, baginya cantik tidak harus putih. Bu Ani merasa cukup dengan keadaan kulit wajahnya yang coklat sawo matang. dan merasa tidak memerlukan kosmetik pemutih, sehingga Ani dijuluki teman-temannya “si lugu”. Bahkan ketika pacarnya yang merupakan seorang mandor meninggalkannya, karena Bu Ani tidak mau berdandan, baginya bukan merupakan masalah.

“Saya disuruh memakai bedak, bergaya seperti perempuan lainnya, tetapi saya tidak mau, akhirnya saya ditinggal olehnya, ya tidak apalah, saya pikir, nanti juga pasti ada yang mau dengan saya walaupun kulit saya hitam begini. Sekarang ini kan saya sudah punya suami, yang mau dengan saya, walaupun saya tidak putih seperti perempuan lainnya”, demikian penuturan bu Ani.

Dokumen terkait