• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

B. Sumber dan Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Kedua jenis data tersebut bersumber dari:

1. Data Primer, yaitu data yang bersumber dari penelitian di lokasi penelitian terhadap pihak-pihak yang terlibat langsung dalam penyelesaian perkara pidana dengan menerapkan hukum progresif, seperti penyidik, kasat Reskrim Polresta Bandar Lampung, anggota Pokdar Kamtibmas, serta sub sistem dalam sistem peradilan pidana seperti jaksa, hakim, petugas Lembaga Pemasyarakatan.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakan yang meliputi:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, seperti:

1) Undang Undang Dasar 1945

2) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana 3) Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

4) Undang Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan 5) Skep Kapolri No. Pol. : Skep/737/X/2005 tentang Kebijakan dan Strategi

Penerapan Model Polmas dalam Penyelenggaraan Tugas Polri

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer, seperti rancangan Undang Undang, hasil-hasil penelitian, dan petunjuk teknis dalam penyelesaian perkara pidana maupun dalam pembinaan narapidana.

c. Bahan hukum tersier, meliputi bahan hukum yang fungsinya melengkapi bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, literatur, dll.

C. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam melakukan pengumpulan data, langkah-langkah yang digunakan penulis adalah sebagai berikut:

1. Studi Kepustakaan (library research)

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara membaca, mencatat, mengutip hal-hal penting dari berbagai buku literatur, internet, perundang-undangan, dan informasi lain yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

2. Studi Lapangan (field research)

Studi lapangan dilakukan dengan teknik pengumpulan data primer melalui wawancara kepada responden dengan mengajukan pertanyaan secara terbuka dan terarah dengan mempersiapkan pertanyaan terlebih dahulu. Adapun responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kasat Reskrim Polresta Bandar Lampung : 1 orang b. Penyidik/ P. Pembantu Polresta Bandar Lampung : 2 orang

c. Jaksa : 1 orang

d. Hakim : 1 orang

e. Petugas Lembaga Pemasyarakatan : 1 orang f. Pokdar Kamtibmas Bandar Lampung : 1 orang g. Dosen Magister Hukum Unila : 1 orang +

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan data dengan jalan mencatat atau merekam data-data yang ada pada lokasi penelitian sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Data yang diperoleh dari data kepustakaan, lapangan, maupun dari dokumentasi penelitian kemudian diproses, diperiksa, dan diteliti dengan cermat, dengan tahapan sebagai berikut:

1. Editing, yaitu melakukan pemeriksaan ulang terhadap data yang diperoleh mengenai kelengkapan dan kejelasan dari data.

2. Mengevaluasi semua data yang mempunyai relevansi dengan penelitian.

3. Sistematika data, yaitu melakukan penyusunan data yang diperoleh satu sama lain untuk memudahkan kegiatan analisis.

D. Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Yang dimaksud dengan analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif analisis tentang apa yang dikatakan responden baik secara lisan maupun tulisan dan juga perilakunya secara nyata dipelajari sebagai suatu kesatuan yang utuh. Data hasil analisis tersebut kemudian diinterpretasikan dan dihubungkan dengan teori-teori maupun peraturan-peraturan hukum yang ada guna pengambilan kesimpulan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang dikemukakan.

V. PENUTUP

A. Simpulan

1. Penyelesaian perkara pidana pada tahap penyidikan dapat berupa pelimpahan berkas perkara dan tersangka ke kejaksaan, penghentian penyidikan dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan(SP3), dan adanya pencabutan laporan dalam kasus yang tergolong delik aduan. Prosedur hukum formal tidak mengatur penghentian penyidikan pada pencabutan laporan yang tergolong dalam delik biasa. Penyidik Polresta Bandar Lampung sering menghadapi kasus-kasus yang tergolong delik biasa namun dalam perjalanannya terjadi perdamaian sehingga korban mencabutnya laporannya di kepolisian. Pada kasus seperti ini, merupakan suatu dilema bagi penyidik untuk mengambil keputusan untuk menghentikan penyidikan atau tetap melanjutkannya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, penyidik Polresta Bandar Lampung, menerapkan hukum progresif apabila menghadapi permasalahan tersebut. Penyidik mencoba keluar dari ajaran legalistik positivistik yang selama ini selalu mengejar kepastian hukum. Sesuai dengan teori tujuan hukum, penyidik mencoba lebih mementingkan keadilan dan kemanfaatan hukum itu sendiri. Hal ini selaras dengan apa yang menjadi asumsi dasar hukum progresif menurut Satjipto Rahardjo bahwa hukum adalah untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Penyidik berusaha menempatkan hukum sebagai sarana untuk

mencapai tujuan yang diinginkan manusia, bukan sebaliknya karena terbentur oleh prosedur hukum yang ada, tujuan hukum yang diingankan manusia tidak tercapai.

Penulis menganalisis bahwa penerapan hukum progresif dalam penyelesaian perkara pidana oleh penyidik Polresta Bandar Lampung dilakukan dengan beberapa metode yaitu dengan:

a. melakukan mediasi penal dengan prinsip-prinsip keadilan restoratif b. menerapkan diskresi kepolisian

c. menerapkan Pemolisian Masyarakat/ Community Policing.

2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penerapan hukum progresif dalam penyelesaian perkara pidana dibatasi pada kasus kejahatan ringan; kasus-kasus yang melibatkan anak-anak sebagai tersangka; kasus-kasus-kasus-kasus yang tidak berakibat korban jiwa; serta kasus-kasus yang apabila tidak segera didamaikan dapat menyebabkan potensi konflik yang lebih besar lagi. Penerapan hukum progresif dengan melakukan mediasi penal tidak dilakukan terhadap kasus-kasus yang meresahkan masyarakat walaupun sudah ada perdamaian antara kedua belah pihak yang terkait. Tidak ada batasan tertulis yang mengatur kategori kasus yang bisa diselesaikan dengan menerapkan hukum progresif. Menurut penulis, pada kondisi ini lah penyidik dapat cermat dan cerdik dalam menerapkan hukum progresif, sehingga permasalahan antara pelapor dan terlapor dapat terselesaikan tanpa menimbulkan permasalahan yang baru.

3. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis terhadap sub sistem dalam sistem peradilan pidana, semuanya berpendapat bahwa hukum progresif perlu diterapkan penyidik dalam penyelesaian perkara pidana. Kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan berpendapat bahwa pertambahan jumlah sumber daya manusia yang dimilikinya tidak sebanding dengan bertambahnya perkara pidana yang masuk. Penerapan hukum progresif dapat memberikan keefektifan terlangsungnya proses perkara pidana, terutama terkait dengan terbatasnya jumlah anggaran yang dimililki. Lembaga Pemasyarakatan juga berpendapat bahwa dengan penerapan hukum progresif, beban pembinaan narapidana yang dimiliki lembaga Pemasyarakatan akan berkurang. Over kapasitas di lembaga Pemasyarakatan sedikit demi sedikit akan berkurang, sehingga upaya pembinaan terhadap narapidana dapat optimal dan nantinya narapidana dapat diterima oleh masyarakat.

4. Hambatan yang dihadapi dalam penerapan hukum progresif adalah:

a. Tidak adanya aturan hukum yang mengatur proses mediasi penal dalam penyelesaian perkara pidana. Hal ini menyebabkan penyidik dianggap melakukan penyimpangan apabila tidak melanjutkan perkara walaupun sudah ada perdamaian. Tidak adanya undang undang yang mengatur tentang penerapan hukum progresif menyebabkan penyidik harus menjalankan kewenangan diskresi yang dimilikinya. Diskresi yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

b. Terjadinya penyimpangan kewenangan diskresi yang dilakukan penyidik dalam mengambil langkah-langkah penyelesaian perkara pidana. Kewenangan diskresi kepolisian yang begitu besar akan menimbulkan kerawanan terjadinya penyimpangan yang dilakukan penyidik dalam mengambil keputusan untuk tidak memajukan suatu perkara apabila ada perdamaian. Penyidik tetap dapat memajukan suatu perkara walaupun sudah ada perdamaian dalam perkara pidana yang tergolong delik biasa. Celah hukum ini dapat dimanfaatkan penyidik untuk meminta sejumlah imbalan kepada pihak-pihak yang berperkara.

c. Aparat penegak hukum yang selalu berpegang pada asas legalistik formal menyebabkan penyidik mengenyampingkan rasa keadilan dan kemanfaatan yang ada di masyarakat. Kekhawatiran akan anggapan melakukan penyimpangan dari bagian pengawasan penyidikan maupun bagian Profesi dan Pengamanan (Propam) dari internal Polri menyebabkan timbulnya keraguan penyidik untuk menerapkan hukum progresif dalam rangka penyelesaian perkara pidana.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan, maka penulis mempunyai saran-saran sebagai berikut:

1. Polri agar menekankan kepada seluruh penyidik yang berada di seluruh jajarannya agar selalu mengedepankan hukum progresif dalam melakukan

langkah-langkah penyidikan. Penyidik sebisa mungkin melakukan mediasi dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat yang terlibat sehingga proses penyelesaian perkara pidana pada tahap penyidikan dapat terlaksana sebelum melangkah ke proses peradilan selanjutnya.

2. Persepsi tentang batasan penerapan hukum progresif harus dapat disamakan antar penyidik sehingga masyarakat menerima perlakuan yang sama dalam proses penyidikan. Hal ini untuk menghindari komplain dari masyarakat yang merasa penyidik tidak adil dalam melakukan proses penyidikan. Polri juga harus memberikan penyuluhan kepada masyarakat terkait batasan perkara pidana yang dapat diselesaikan dengan hukum progresif.

3. Perlu adanya sinergitas antara sub sistem dalam sistem peradilan pidana untuk membahas penerapan hukum progresif dalam penyelesaian perkara pidana pada tahap penyidikan sehingga terjadi persamaan persepsi antara lembaga yang terkait sebagai upaya mengurangi beban sistem peradilan pidana. Penyidik dan jaksa juga perlu membahas mekanisme penyelesaian perkara apabila perdamaian terjadi ketika penyidik sudah memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke kejaksaan termasuk apabila berkas perkara sudah ditelitikan.

4. Perlu adanya suatu aturan yang mengatur batasan-batasan penerapan hukum progresif melalui mediasi penal sehingga penyidik mempunyai landasan hukum yang kuat dalam melaksanakan tindakannya. Peraturan Mahkamah Agung

Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP pada Peradilan Pidana hendaknya dapat ditingkatkan lebih tinggi menjadi undang undang sehingga sifatnya lebih mengikat bagi aparat penegakan hukum. KUHP juga sebaiknya diubah disesuaikan dengan perkembangan perkenomian Indonesia saat ini. Perubahan Kitab Undang Undang Hukum Pidana nantinya diharapkan juga memuat tentang mekanisme mediasi penal sehingga tujuan hukum baik dari segi kepastian, keadilan, dan kemanfaatan dapat tercapai.

Dalam rangka menghindari penyimpangan yang dilakukan penyidik, atasan penyidik perlu melakukan pengawasan terhadap setiap langkah yang dilakukan penyidik dengan melakukan gelar perkara. Atasan penyidik juga harus melakukan pembinaan mental penyidik secara berkala sehingga penyidik mempunyai hati nurani yang bersih dalam mempertimbangkan langkah-langkah penyidikan yang akan diambil.

Untuk menghindari keraguan penyidik dalam menerapkan hukum progresif perlu disamakan persepsi di internal Polri tentang langkah-langkah penyelesaian perkara pidana yang tidak selalu berdasarkan asas legalistik formal, akan tetapi tetap mempertimbangkan rasa keadilan dan kemanfaatan yang berkembang di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

A. B. Wiranata, I Gede. 2006. Membedah Hukum Progresif. Jakarta. PT. Kompas Media Nusantara.

Ali, Achmad. 2002. Menyibak Tabir Hukum. Jakarta. Gunung Agung.

Ali, Mahrus. 2013. Membumikan Hukum Progresif, Yogyakarta. Aswaja Pressindo.

Bernard, dkk. 2010. Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Yogyakarta. Genta Publishing.

Faal, M. 1991. Penyaringan Perkara Pidana oleh Polisi (Diskresi Kepolisian). Jakarta. Pradnya Paramita.

Faisal. 2010. Menerobos Positivisme Hukum. Yogyakarta. Rangkang Education. Kartanegara, Satochid. 1992. Telah Dikupas Dalam Bahasa Belanda Indonesia

dari Bahasa Belanda Hukum Pidana Kumpulan Kuliah. Jakarta. Balai Lektur Mahasiswa.

Kelana, Momo. 2002. Memahami Undang Undang Kepolisian.Jakarta. PTIK Press.

Khoidin. 1995. Polisi, Masyarakat dan Penegakan Hukum (Dalam Buku Merenungi Kritik terhadap Polri. Jakarta. Cipta Manunggal.

Kristiana,Yudi. 2009. Menuju Kejaksaan Progresif Studi Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan Tindak Pidana Korupsi. Yogyakarta. LHSP. Moeljatno. 1985. Membangun Hukum Pidana. Jurnal Hukum Pidana Fak Hukum

UNDIP. Jakarta. PT. Bina Aksara.

---. 1993. Asas Asas Hukum Pidana . Jakarta. Rineka Cipta. Muhammad, Rusli. Sistem Peradilan Pidana. Yogyakarta. UII Press.

Muladi & Barda Nawawi Arief. 2010. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung. PT. Alumni.

Muladi. 1995. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang. BP UNDIP, 1995.

Puspa,Yan Pramadya. 2004. Kamus Hukum. Semarang. Aneka Ilmu.

Rahardjo, Satjipto. 2007. Membagun Polisi Sipil, Perspektif Hukum, Sosial, dan

Kemasyarakatan. Jakarta. PT Kompas Media Nusantara.

---. 2009. Hukum Progresif, Sebuah Sintesa Hukum Indonesia. Yogyakarta. Genta Press.

Rasjidi, Ira & Lili Rasjidi. 2001. Dasar Dasar Filsafat dan Teori Hukum. Bandung. Citra Aditya Bakti.

Rasjidi, Lili & B. Arief Sidharta. 1989. Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya. Bandung. Remaja Karya.

Reksodiputro, Mardjono. 1994. Sistem Peradilan Pidana di Indonesia (Peran

Penegak Hukum Melawan Kejahatan). Jakarta. Lembaga Kriminologi

Universitas Indonesia.

Soebekti. 1979. Sistem Hukum Nasional yang Akan Datang, termuat dalam Hukum dan Pembangunan No. 4 tahun IX. Jakarta. Fakultas Hukum UI) Sudarto. 1981. Hukum dan Hukum Pidana . Bandung. Alumni.

Sudirman, Antonius. 2007. Hati Nurani Hakim dan Putusannya Suatu Pendekatan dari Perspektif Ilmu Hukum Perilaku Kasus Hakim Bismar Nasution.

Bandung. Citra Aditya Bakti.

Soekanto, Soerjono. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Susanto, Anthon F. 2010. Dekonstruksi Hukum: Eksplorasi Teks dan Model Pembacaan. Yogyakarta. Genta Publishing.

Utrecht. 1957. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Jakarta. Ictisar.

Ujan, Andrea Ata. 2009. Filsafat Hukum: Membangun Hukum, Membela Keadilan. Yogyakarta. Kanisius.

Zulfa, Eva Achjani. 2010. Pergeseran Paradigma Pemidanaan. Bandung. Lubuk Agung.

Makalah/ Seminar, Artikel, Jurnal

Muladi. 1998. Pembinaan Narapidana dalam kerangka Rancangan Undang Undang Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta. Makalah FH-UI.

Rahardjo, Satjipto. Hukum Progresif: Hukum yang Membebaskan, Jurnal Hukum Progresif, Vol. 1/ No.1/ April 2005, PDIH Ilmu Hukum UNDIP.

---. Menuju Produk Hukum Progresif, Makalah disampaikan dalam diskusi yang diselenggarakan oleh FH UNDIP, 24 Januari 2004 ---.Sisi Lain di balik rusuh Lapas Tanjung Gusta, Kamis 18 Juli 2013, diakses dari www. Tribunnews.com pada hari Senin, tanggal 11 November 2013 pukul 20.45 WIB.

---.Warning Kapolres, Tahanan Tewas, Copot, Radar lampung, Kamis, 15 September 2013

---.Lapas Rajabasa Bandar Lampung Rusuh, 11 Oktober 2013, diakses dari http://m.antaranews.com/berita/400018/lapas-rajabasa-bandarlampung-rusuh pada hari Sabtu, tanggal 25 Januari 2014, pukul 21.30 WIB.

B. Peraturan dan Perundang-Undangan

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana.

Undang Undang Darurat (UUDRT) Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Acara Pengadilan Sipil.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Jakarta. Diperbanyak oleh Sinar Harapan.

Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jakarta. Diperbanyak oleh Fokus Media.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP pada Peradilan Pidana

Skep Kapolri No. Pol. : Skep/737/X/2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Polmas dalam Penyelenggaraan Tugas Polri

Dokumen terkait