• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: LANDASAN TEORI DAN METODE PENELITIAN

B. Sumber Kewenangan

Di dalam negara hukum dikenal asas legalitas yang menjadi pilar utamanya dan merupakan salah satu prinsip utama dijadikan dasar dalam setiap

41 Ibid, hal.69

42 Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Makalah, (Universitas Airlangga, Surabaya, Tanpa 2011), hal.01

43 4Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum Edisi Revisi, (Kencana Pranadamedia Groub, Jakarta), cet-ke 6, 2014, hal.73

penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaran disetiap negera hukum terutama bagi negara-negara hukum dalam sistem kontinental.

Indroharto,mengemukakan, bahwa wewenang diperoleh secara atribusi, delegasi, dan mandat, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut: Wewenang yang diperoleh secara atribusi, yaitu pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Jadi, disini dilahirkan/diciptakan suatu wewenang pemerintah yang baru. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan TUN lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu atribusi wewenang. Pada mandat, disitu tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang

dari Badan atau Jabatan TUN yang satu kepada yang lain.44

Teori kewenangan sebagai dasar atau landasan teoritik pada penelitian skripsi ini, karena kewenangan Pengadilan Negeri dalam memutus sebuah perkara tidak terlepas dari teori kewenangan yang di dalamnya memuat ajaran tentang jenis dan sumber kewenangan. Jenis kewenangan meliputi kewenangan terikat dan kewenangan bebas. Sedangkan sumber-sumber kewenangan, antara lain: atribusi, delegasi dan mandat.

Asas legalitas sebagai pilar negara hukum memberikan pengertian bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundangundangan. Artinya, seluruh wewenang yang ada pada pemerintahan bersumber pada peraturan

perundang-undangan. Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa kewenangan

diperoleh melalui 3 sumber yaitu, atribusi, delegasi, dan mandat. a. Atribusi

44 Ibid….45

Suatu atribusi menunjuk kepada kewenangan yang asli atas dasar ketentuan hukum tata negara. Kewenangan atribusi merupakan wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang langsung bersumber kepada undang-undang dalam arti materiil. Rumusan lain mengatakan bahwa atribusi merupakan pembentukan wewenang tertentu dan pemberiannya kepada organ tertentu, yang dapat membentuk wewenang adalah organ yang berwenang berdasarkan peraturan

perundang-undangan.45 Menurut Indroharto bahwa: “Pada atribusi terjadi

pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam

peraturan perundang-undangan46. Di sini dilahirkan atau diciptakan suatu

wewenang baru”.

Menurut Fritz Heider sebagai pencetus teori atribusi, teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang. Teori atribusi menjelaskan mengenai proses bagaimana kita menentukan penyebab dan motif tentang perilaku seseorang. Teori ini mengacu tentang bagaimana seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya sendiri yang akan ditentukan apakah dari internal misalnya sifat, karakter, sikap, dll ataupun eksternal misalnya tekanan situasi atau keadaan tertentu yang akan memberikan

pengaruh terhadap perilaku individu.47

Teori atribusi menjelaskan tentang pemahaman akan reaksi seseorang terhadap peristiwa di sekitar mereka, dengan mengetahui alasan-alasan mereka atas kejadian yang dialami. Teori atribusi dijelaskan bahwa terdapat perilaku yang berhubungan dengan sikap dan karakteristik individu, maka dapat dikatakan bahwa hanya melihat perilakunya akan dapat diketahui sikap atau

45 Nur Basuki Minarno, Penyalahgunaan Wewenang Dan Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, (Laksbang Mediatama, Yogyakarta,2010), hlm 70.

46 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata. Usaha Negara, Buku I, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,2002), hlm 34.

47 Luthans, Perilaku Organisasi Edisi Sepuluh. (Yogyakarta : Penerbit. Andi.2005), hal. 76

karakteristik orang tersebut serta dapat juga memprediksi perilaku seseorang dalam menghadapi situasi tertentu.

Fritz Heider juga menyatakan bahwa kekuatan internal (atribut personal seperti kemampuan, usaha dan kelelahan) dan kekuatan eksternal (atribut lingkungan seperti aturan dan cuaca) itu bersamasama menentukan perilaku manusia. Dia menekankan bahwa merasakan secara tidak langsung adalah determinan paling penting untuk perilaku. Atribusi internal maupun eksternal telah dinyatakan dapat mempengaruhi terhadap evaluasi kinerja individu, misalnya dalam menentukan bagaimana cara atasan memperlakukan bawahannya, dan mempengaruhi sikap dan kepuasaan individu terhadap kerja. Orang akan berbeda perilakunya jika mereka lebih merasakan atribut internalnya daripada atribut eksternalnya.

Pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan perundang-undangan, sedangkan dalam delegasi terjadi pelimpahan wewenang yang telah ada oleh badan yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau pejabat pemerintahan lainnya. Pada atribusi maupun delegasi, adapun pihak yang bertanggung jawab kepada pelaksanaan tugas bersangkutan dibebankan kepada penerima kewenangan

b. Delegatif

Kewenangan Delegatif bersumber dari pelimpahan suatu organ pemerintahan kepada organ lain dengan dasar peraturan Perundang-undangan. Dalam hal kewenangan delegatif tanggung jawab dan tanggung gugat beralih kepada yang diberi wewenang tersebut dan beralih pada delegataris. Pada konsep delegasi menegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada badan pemerintahan

yang lain48. Kepemimpinan delegatif merupakan sebuah gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh pimpinan untuk bawahannya yang mempunyai kemampuan, agar bisa menjalankan aktivitasnnya yang untuk sementara waktu

tak bisa dilakukan oleh pimpinan dengan berbagai macam sebab.49delegasi) adalah

penyerahan wewenang pimpinan ke bawahan di dalarn sebuah organisasi dengan harapan tugas tersebut dapat dipertanggung jawabkan, dan diselesaikan tepat pada waktunya, serta tidak

bertentangan dengan tujuan yang ingin dicapai.50

Delegasi adalah kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi dari suatu organ (institusi) pemerintahan kepada organ lainnya,sehingga delegator (organ yang telah memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan tersebut atas namanya, sedangkan pada Mandat, tidak terdapat suatu pemindahan kewenangan tetapi pemberi mandat (mandator) memberikan kewenangan kepada organ lain (mandataris) untuk membuat keputusan atau mengambil suatu

tindakan atas namanya.51

a. Delegasi harus definitif dan pemberian delegasi (delegans) tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu; b. Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan; c. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi.

Dalam delegatif, tidak ada penciptaan wewenang dari pejabat yang satu kepada yang lainnya, atau dari badan administrasi yang satu pada yang lainnya. Penyerahan wewenang harus dilakukan dengan bentuk peraturan hukum

48 Philipus M. Hadjon, “Tentang Wewenang Pemerintahan (bestuurbevoegdheid)” Pro Justitia Tahun XVI Nomor I Januari 1998, hlm. 94

49 Pengawasan sebagai sarana penegekan hukum administrasiNegara. Jurnal Depdagri. 2010, hlm. 45

50 Sadjijono. Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi. Yogyakarta: LaksBang Pressindo.2008. hlm. 19

tertentu. Pihak yang menyerahkan wewenang disebut delegans, sedangkan pihak yang menerima wewenang tersebut disebut delegataris. Setelah delegans menyerahkan wewenang kepada delegataris, maka tanggung jawab intern dan tanggung jawab intern dan tanggung jawab ekstern pelaksanaan wewenang sepenuhnya berada pada delegataris tersebut. Pendelegasian diberikan biasanya antara organ Pemerintah satu dengan organ Pemerintah lain, dan biasanya pihak pemberi wewenang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak yang diberikan wewenang. Hal ini tercermin dalam kedudukan ParlemenNasionalmemberikan delegasi kewenangankepada Pemerintah untuk membentuk undang-undang sesuai dengan materi muatan yang ditetapkandalam konstitusi.

Pada delegatif, terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata usaha negara lainnya. Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi

wewenang.52 Misal, dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 Tentang

Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara Pasal 93 (1) Pejabat struktural eselon I diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri yang bersangkutan (2) Pejabat struktural eselon II ke bawah diangkat dan diberhentikan oleh Menteri yang bersangkutan. (3) Pejabat struktural eselon III ke bawah dapat diangkat dan diberhentikan oleh Pejabat yang diberi pelimpahan wewenang oleh Menteri yang bersangkutan. Ada perbedaan mendasar antara kewenangan atribusi dan delegasi. Pada atribusi, kewenangan yang ada siap dilimpahkan, tetapi tidak demikian pada delegasi. Berkaitan dengan asas legalitas, kewenangan tidak dapat didelegasikan secara besar-besaran, tetapi hanya mungkin dibawah kondisi bahwa peraturan hukum menentukan menganai

52 Bagir Manan. Wewenang Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah. Fakultas Hukum Unpad. Bandung, 2000. hlm. 1-2

kemungkinan delegasi tersebut.

Delegatif harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:53

a. delegatif harus definitif, artinya delegasn tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu

b. delegatif harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan yang memungkinkan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan;

c. delegatif tidak kepada bawahan, artinya dalam hierarki kepagawaian tidak diperkenankan adanya delegasi;

d. Kewajiban memberi keterangan (penjelasan), artinya delegans berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut;

e. Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.

Dalam delegasi tidak menciptakan wewenang baru, wewenang didapat melalui pelimpahan yang diberikan oleh pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Pejabat yang sudah mendelegasikan kewenangannya, tidak lagi memiliki tanggung jawab yuridis. Tanggung jawab yuridis beralih kepada penerima delegasi.

c. Kewenangan Mandat

Pengertian mandat dalam asas-asas Hukum Administrasi Negara, berbeda dengan pengertian mandat dalam konstruksi mandataris menurut penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan. Dalam Hukum Administrasi Negara mandat diartikan sebagai perintah untuk melaksanakan atasan, kewenangan dapat sewaktu-waktu dilaksanakan oleh pemberi mandat, dan tidak terjadi peralihan tanggung jawab.

Berdasarkan uraian tersebut, apabila wewenang yang diperoleh organ pemerintahan secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang-undangan, yaitu dari redaksi pasal-pasal tertentu dalam peraturan perundang-undangan. Penerima dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan sepenuhnya berada pada penerima

wewenang (atributaris).54

Kewenangan Mandat merupakan kewenangan yang bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan dari pejabat atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat atau badan yang lebih rendah. Kewenangan mandat terdapat dalam

hubungan rutin atasan dan bawahan, kecuali bila dilarang secara tegas.55

Kewenangan membuat keputusan hanya dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu atribusi atau delegasi. Oleh karena mandat merupakan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan. Pelimpahan ini bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk membuat keputusan a.n. pejabat tun yang memberi mandat. Keputusan itu merupakan keputusan pejabat tun yang memberi mandat. Dengan demikian tanggung jawab dan tanggung gugat tetap pada pemberi mandat. Untuk mandat tidak perlu ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang melandasinya karena mandat merupakan hal rutin dalam hubungan

intim-hirarkis organisasi pemerintahan”56

Pengaturan pendelegasian kewenangan dapat dilakukan dengan 3

alternatif syarat, yaitu57 :

54 Ibid. hlm. 109.

55 Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hlm. 29.

56 Philipus M. Hadjon, 1994, Fungsi Normatif Hukum Administrasi Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih, Pidato Peresmian Penerimaan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Airlangga., hlm. 7

a. Adanya perintah yang tegas mengenai subjek lembaga pelaksana yang diberi delegasi kewenangan dan bentuk peraturan pelaksana untuk menuangkan materi pengaturan yang didelegasikan;

b. Adanya perintah yang tegas mengenai bentuk peraturan pelaksana untuk menuangkan materi pengaturan yang didelegasikan; atau

c. Adanya perintah yang tegas mengenai pendelegasian kewenangan dari undang-undang atau lembaga pembentuk undang-undang kepada lembaga penerima delegasi kewenangan, tanpa penyebutan bentuk peraturan yang mendapat delegasi.

Ketiga syarat tersebut bersifat pilihan dan salah satunya harus ada dalam pemberian delegasi kewenangan pengaturan (rule-making power). Berbeda halnya dengan kewenangan delegasi maupun atribusi. Kewenangan mandat merupakan pemberian, pelimpahan, atau pengalihan kewenangan oleh suatu organ pemerintahan kepada pihak lain untuk mengambil keputusan atas

tanggungjawab sendiri.58 Apabila kewenangan yang dilimpahkan atau

didelegasikan tersebut merupakan kewenangan untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan (the power of rule-making atau lawmaking), maka dengan terjadinya pendelegasian kewenangan tersebut akan mengakibatkan terjadi pula peralihan kewenangan untuk membentuk undang-undang sebagaimana mestinya.

Perbedaan delegasi dan mandat adalah, pada delegasi terdapat pelimpahan wewenang, kewenangan tidak dapat dijalankan secara insidental oleh organ yang memiliki wewenang asli, terjadi peralihan tanggung jawab, harus berdasarkan undang-undang, dan harus tertulis, sedangkan padamandat terdapat perintah untuk melaksanakan, kewenangan dapat sewaktu-waktu

58 Ibid, hlm. 264.

dilaksanakan oleh mandans, tidak terjadi peralihan tanggung jawab, tidak harus dengan undang-undang, dan dapat tertulis atau lisan.

Sedangkan dalam mandat, pemberi mandat memberikan kuasa kepada penerima mandat untuk dapat bertindak dan atas nama pemberi mandat. Namun,

tanggung jawab akhir keputusan tetap berada di tangan pemberi mandat.59

Dokumen terkait