• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEWENANGAN WAKIL PRESIDEN DI INDONESIA SAAT PRESIDEN TIDAK BERHALANGAN BERDASARKAN UUD 1945 PASAL 4 AYAT 2 SKIRPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEWENANGAN WAKIL PRESIDEN DI INDONESIA SAAT PRESIDEN TIDAK BERHALANGAN BERDASARKAN UUD 1945 PASAL 4 AYAT 2 SKIRPSI"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

UUD 1945 PASAL 4 AYAT 2

SKIRPSI

Diajukan Oleh: RITA YURNALIS

Mahasiswi Fakultas Syari’ah dan Hukum Prodi Hukum Tata Negara

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH 2020 M/ 1441 H

(2)

Mahasiswi Fakultas Syari’ah dan Hukum Prodi Hukum Tata Negara

(3)

. .

(4)
(5)

v ABSTRAK

Nama : Rita Yurnalis

NIM : 150105070

Fakultas/Prodi : Syariah dan Hukum/ Hukum Tata Negara

Judul Skripsi : Kewenangan Wakil Presiden di Indonesia Saat Presiden

Tidak Berhalangan Berdasarkan UUD 1945 Pasal 4 Ayat 2

Tanggal Sidang : 10 Agustus 2020

Tebal Skripsi : 60

Pembimbing I : Dr.Soraya Devi, M.Ag

Pembimbing II : Rispalman, SH.,MH

Kata Kunci : Kewenangan Wakil Presiden di Indonesia Saat Presiden Tidak Berhalangan

Kedudukan seorang wakil presiden juga tidak dapat dipisahkan dengan presiden sebagai satu kesatuan psangan jabatan yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum.Sejauh ini perihal tentang tugas dan wewenang wakil presiden tidak diatur dalam UUD 1945 maupun dalam UU lainnya.Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kewenangan wakil presiden dalam menjalankan kerja presiden pada saat presiden tidak berhalangan, untuk mengetahui kewenangan wakil presiden yang ideal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tugas, dan wewenang Wapres sangat tergantung pada keinginan Presiden dankinerja Wapres tergantung pada kemampuan dan kemauan pribadi yang bersangkutan, bukan karena aturan yang baku dan jelas. Menurut Pasal 8 ayat (2) UUD 1945 hanya dinyatakan bahwa Jika presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh wakil presiden sampai habis masa

jabatannya. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab bahwa

pertanggungjawaban wakil presiden menjadi kurang jelas. Sistem presidensial tidak mengenal adanya lembaga pemegang supremasi tertinggi. Kedaulatan negara dipisahkan menjadi tiga cabang kekuasaan, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif, Sebelum terjadinya perubahan terhadap UUD 1945, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dengan alasan-alasan yang bersifat politik, bukan yuridis. Hal ini tidak lazim diterapkan di negara dengan sistem pemerintahan presidensial. Oleh karena itu, Perubahan Ketiga UUD 1945 memuat ketentuan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya yang semata-mata didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat yuridis dan hanya mengacu pada ketentuan normatif-limitatif yang disebutkan di dalam konstitusi.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

ميح رلا نحم رلا الله مسب

دعب اما هلااو نمو هب احصا و هلا ىلعو الله لوسر ىلع ملاسلاو ةلاصلاو لله دملحا

Segalapujibagi Allah, Tuhan semesta alam yang telah member rahmat serta karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat penulis selesaikan yang dituangkan dalam bentukkarya tulis berupa skripsi.Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan ummad Nabi Besar Muhammad SAW yang pasti dinanti syafaatnya diyaumil akhir kelak. Adapun skripsi ini diberi judul: Kewenangan Wakil Presiden di Indonesia Saat Presiden Tidak Berhalangan Berdasarkan UUD 1945 Pasal 4 Ayat 2,yang penulis susun sebagai syarat kelulusan pendidikan Strata Satu (S1) sekaligus untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syari’ah dan Hukum Prodi Hukum Tata Negara UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Dalam penulisan karya ilmiah ini, telah banyak pihak yang membantu penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Muhammad Shiddiq, MH.,PhD selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Selanjutnya, ucapan terima kasih kepada Bapak Ketua Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah) H. Mutiara Fahmi Lc.,MAsekaligus sebagai Penasehat Akademik penulis yang telah memberikan semangat dan keberanian penulis untuk mengangkat judul skripsi ini, serta seluruh dosen Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah) dan juga kepada para pihak akademik Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah membantu. Tak lupa pula ucapan terima kasih penulis kepada Ibu Dr. Hj.Soraya Devi, M. Ag selaku pembimbing I dan Bapak Rispalman, SH., MH,selaku pembimbing II dimana kedua beliau dengan penuh ikhlas dan sungguh-sungguh telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, ide, pengarahan, dan motivasi disela-sela

(7)

vii

kesibukan mereka sebagai dosen senantiasa menyempatkan diri untuk membimbing penulis dari awal hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Rasa terima kasih dan penghargaan terbesar penulis hantarkan kepada Ibunda tercinta Hidayatusnaini (almh) dan Ayahanda tercinta Drs. Fakhruddin yang telah memelihara dengan setulus cinta dan penuh kasih, mendidik dengan pengorbanan yang hakiki, memberikan dukungan baik secara moril maupun materil, dan doa yang tiada hentinya dipanjatkan kepada penulis. Selanjutnya, terima kasih penulis ucapkan kepada Kakanda Rahmah Mufidhah, S.Sy dan adik-adik tersayang Miftahurrizqi Mufidhah dan Muhammad Muhajir Seninoto. Dan terima kasih yang setulusnya penulis ucapkan kepada para sahabat seperjuangan yakni Al- munadia, Widia Ningsih, Mutia Rahmi, Siti Farah Liza yang setia memberikan semangat kepada penulis, dan seluruh teman-teman Prodi Hukum Hukum Tata Negara angkatan 2015, serta para senior yang telah memberikan bantuan kepada penulis. Semoga balasan bantua nsaudara-saudara mendapat keridhaan dari Allah SWT.sebagai Yang Maha Memberi ganjaran dan pahala setimpal. Amin aminyarabbal ‘alamin.

Penulis menyadari.sepenuhnya bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun serta dukungan dari seluruh pihak agar skripsi ini jadi lebih baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Akhir kata, kepada Allah SWT. jualah penulis menyerahkan diri karena tidak ada satu pun kejadian di muka bumi ini kecuali atas kehendak-Nya.

Banda Aceh, 18 Juli 2020 Penulis,

Rita Yurnalis

(8)

viii

TRANSLITERASI

KeputusanBersamaMenteri Agama danMenteri P dan K Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987 1. Konsonan

No. Arab Latin Ket. No. Arab Latin Ket.

1 ا Tidak Dilam- Bangkan 61 ط ṭ t dengantitik di bawahnya 2 ب B 61 ظ ẓ z dengantitik di bawahnya 3 ت T 61 ع ‘ 4 ث ṡ s dengantitik di atasnya 61 غ g 5 ج J 02 ف f 6 ح ḥ h dengantitik di bawahnya 06 ق q 7 خ Kh 00 ك k 8 د D 02 ل l 9 ذ Ż z dengantitik 02 م m

(9)

ix di atasnya 10 ر R 02 ن n 11 ز Z 01 و w 12 س S 01 ه h 13 ش Sy 01 ء ᾽ 14 ص ṣ s dengantitik di bawahnya 01 ي y 62 ض ḍ d dengantitik di bawahnya 2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab sama seperti vocal dalam bahasa Indonesia, yaitu terdiri dari vocal tunggal atau monoftongdan vocal rangkap atau diftong.

1. Vokal Tunggal

Vokal tunggal dalam bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harkat, transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin

َ Fatḥah A

َ Kasrah I

(10)

x 2. Vokal Rangkap

Vokal rangkap dalam bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harkat dan huruf, transliterainya sebagai berikut:

TandadanHuruf Nama GabunganHuruf

ي َ Fatḥahdanya Ai

و َ Fatḥahdanwaw Au

Contoh:

فْي ك : kaifa لْو ح : haula

3. Maddah

Maddah atau vocal panjang yang lambangnya berupa gabungan antara

harkat dan huruf, transliterasinya sebagai berikut:

TandadanHuruf Nama HurufdanTanda

ا َ / ي Fatḥahdanalifatauya Ā ي َ Fatḥahdanya Ī ي َ Fatḥahdanwaw Ū Contoh: لا ق : qāla ل ْي ق : qīla ى م ر : ramā لْو ق ي : yaqūlu

(11)

xi 4. Ta Marbutah ( ة )

Ada 2 (dua) transliterasibagi ta marbutah.

a. Ta Marbutah(ة ) hidup, yaitu Ta Marbutah ( ة ) yang hidup atau mendapa tharkat fatḥah, kasrah dan ḍammah. Transliterasinya adalah t.

b. Ta Marbutah(ة ) mati, yaitu Ta Marbutah ( ة ) yang mati atau mendapa tharka tsukun. Transliterasinya adalah h.

c. Bilasuatu kata berakhiran dengan huruf Ta Marbutah(ة ) dan diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata tersebut terpisah, maka Ta Marbutah ( ة ) itu di transliterasi dengan h. Contoh:

ْن أْر قْلا ة ض ْو ر : Rauḍah al-Quran

ْة رَّو ن مْلا ة نْي د ملا : al-Madinah al-Munawwarah

ْة حْل ط :ṭalḥah

Catatan:

1. Nama orang berkebangsaan Indonesia ditulis seperti biasa tanpa transliterasi, sepertiM.Syuhudi Ismail. Sedangkan nama-nama lainnya ditulis sesuai kaidah penerjemahan. Contoh: Ḥamad ibn Sulaiman.

2. Nama Negara dan kota ditulis menurut ejaan bahasa Indonesia, seperti: Mesir, bukanmisr; Beirut, bukanBayrut; dansebagainya.

3. Kata-kata yang sudah dipakai (serapan) dalam bahasa Indonesia tidak ditransliterasi. Contoh: tasauf, bukan tasawuf.

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I SK Penetapan Pembimbing Skripsi

(13)

xiii DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

PENGESAHAN PEMBMBING ... ii

PENGESAHAN SIDANG ... iii

LEMNAR KESALIAN SKRIPI ... iv

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

TRANSLITERASI ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7 C. Tujuan Penelitian ... 7 D. Kajian Pustaka ... 7 E. Penjelasan Istilah ... 12 F. Metode Penelitian ... 13 1. Pendekatan Penelitian ... 13 2. Jenis Openelitian ... 13 3. Sumber Data ... 13

4. Teknik Pengumpulan Data ... 14

5. Objektivitas dan Validitas data... 14

6. Teknik Analisis Data ... 15

7. Pedoman penulisan ... 15

G. Sistematuika Pembahasan ... 16

BAB II: LANDASAN TEORI DAN METODE PENELITIAN A. Pengertian Kewenangan ... 17

B. Sumber Kewenangan ... 23

C. Sifat Kewenangan ... 32

D. Pemberhentian dan Pengangkatan Presiden dan wakil ... 34

E. Kewenangan Presiden dan wakil Presiden ... 38

BAB III: KEWENANGAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN A. Pembagian Tugas presiden dan wakil presiden ... 48

(14)

xiv

C. Kewenangan wakil presiden pada saat presiden tidak

berhalangan... 52 D. Kewenangan Wakil Presiden yang Seharusnya ... 56 BAB IV: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 61 B. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA ... 62

(15)

1

BAB SATU

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemerintahan sistem presidensial adalah suatu pemerintahan di mana kedududkan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat, dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan (langsung)

parlemen.1 Negara dengan sistem pemerintahan presidensial menunjukkan

bahwa penyelenggaraan pemerintahan berada di tangan presiden dan wakil presiden sebagai pembantunya. Sedangkan sistem pemerintahan parlementer merupakan sistem pemerintahan dimana hubungan antara eksekutif dan badan

perwakilan (legislatif) sangat erat. Hal ini disebabkan adanya

pertanggungjawaban para menteri terhadap parlemen. Maka setiap kabinet yang dibentuk harus memperoleh dukungan kepercayaan dengan suara terbanyak dari

parlemen.2 Dengan demikian kebijakan pemerintah atau kabinet tidak boleh

menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh parlemen.

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang dasar 1945 menyebutkan bahwa Negara Indonesia ialah negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Sebagai negar yang berbentuk republik, presiden dipilih oleh rakyat bukan diangkat berdasar keturunan seperti di negara yang berbentuk kerajaan (monarcy). Dengan sistem Pemerintahan Presidensil artinya yang dianut dalam negara Republik adalah sistem presidensil, maka Presiden berfungsi sebagai kepala negara (head of state) sekaligus sebagai kepala pemerintahan (head of

government) Presiden Republik Indonesia Pasal 4 ayat (1) Undang Undang

Dasar 1945 memegang kekuasaan pemerintahan negara menurut undang-undang dasar, artinya bahwa Presiden dalam hal ini adalah kepala kekuasaan eksekutif

1 Tutik, Triwulan. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca AMandemen

UUD1945. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hl. 151.

(16)

dalam Negara. Pernyataan tersebut menurut Jimly disebut sebagai prinsip ”constitusional government” rumusan ini adalah rumusan asli BPUPKI yang tidak mengalami perubahan, artinya prinsip tersebut merupakan salah satu ciri yang penting dalam negara hukum, yang telah dirumuskan oleh the founding

fathers sejak sebelum kemerdekaan.

Presiden memiliki kekuasaan dalam bidang ekekutif yaitu bersama pembantu-pembantunya memerintah negara Indonesia. Selain itu, presiden juga memiliki kekuasaan dalam bidang pemerintahan (penguasa administrasi

negara).3 Selain presiden dalam pasal 4 Undang-undang Dasar Negara republic

Indonesia 1945 juga diatur tentang satu orang wakil presiden. Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 6A menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satau pasangan secara langsung oleh rakyat. Ketentuan mengenai satu pasangan ini menunjukkan bahwa jabatan presiden dan wakil presiden adalah satu kesatuan pasangan dan merupakan dwitunggal atau satu kesatuan lembaga kepresidenan. Meskipun merupakan satu kesatuan instusi kepresidenan keduanya adalah dua jabatan konstitusional yang terpisah. Karena itu meskipun di satu segi keduanya merupakan satu kesatuan tetapi di segi yang lain keduanya merupakan dua organ negara yang berbeda satu sama lain, artinya dua organ yang tak terpisahkan tetapi dapat dan harus dibedakan satu dengan yang lain.

Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut undang-undang Dasar. Demikian bunyi pasal 4 ayat (2) UUD 1945 yang menjadi dasar presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan. Pasal tersebut sama sekali tidak mengalami perubahan, hal serupa juga terjadi pasal 4 ayat (2) yang tidak mengalami perubahan. Pasal tersebut tetap ber bunyi “dalam

melakukan kewajibannya presiden dibantu oleh seorang wakil presiden”.4

3 Anggriani, Hukum Administrasi Negara. (Yogyakarta: Graha Ilmu 2012), hlm. 72. 4 Abdul Ghoffar, Perbandingan kekuasaan presiden Indonesia (setelah perubahan UUD

(17)

Wakil presiden adalah jabatan pemerintahan yang berada pada satu tingkat lebih rendah dari pada presiden, akan tetapi dari masa kemasa wewenang wakil presiden sungguh agak berbeda dari pada presiden. Wakil presiden dalam menjalankan roda pemerintahan menjadi orang yang sangat penting bersama dengan presiden dalam menjalankan pemerintahannya, UUD 1945 mengisyaratkan bahwa wakil presiden hanya pelengkap presiden saja.

Istilah dari wakil adalah orang yang dikuasakan mengantikan orang lain, kedudukan sebagai penganti dapat dilihat penjelasannya dari pasal 8 ayat(1) : “jika presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibanya dalam masa jabatan, ia digantikan oleh wakiln presiden sampai

habis masa jabatannya”.5 Kekuasaan adalah kewenagan yang didapatkan oleh

seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenagan tersebut sesuwai kewenagan yang diberikan, kewenagan tidak boleh dijalankan melebihi kewenagan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memegaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keiginan pelaku. Kekuasaan juga bisa dikatakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi tingkah lakunya menjadi keinginan dan tujuan dari orang yang

mempunyai kekuasaan.6 Menyalurkan pendapat, dari rakyat, wilayah Negara,

dasar Negara, hak asasi manusia, lagu, bahasa, lambing, dan sebagainya. Menurut J.H.A Logemann hukum tata Negara adalah hukum yang mengatur

organisasi Negara.7

Wakil Presiden, menurut pasal 4 ayat (2) jelas merupakan pembantu bagi presiden, dalam melakukan kewajiban kepresidenan. Sesuai dengan kewajibannya waki presiden itu bertindak mewakili presiden dalam hal presiden

5 Ni’matul Huda, Politik Ketata Negaraan Indonesia Kajian Terhadap Dinamika

Perubahan UUD 1945 (Yogyakarta: FH UII Press, 2004) hlm.66.

6 Imam Hidayat, Teori-Teori Politik, (Malang:SETARA Press, 2009) hlm.31.

7 Ni’matul Huda, Hukum tata Negara Indonesia (Raja Grafindo Persada: Jakarta). hlm.

(18)

berhalangan untuk menghadiri kegiatan tertentu atau melakukan sesuatu dalam lingkungan kewajiban konstitusional presiden. Dalam berbagai kesempatan dimana presiden tidak dapat memenuhi kewajiban konstitusionalnya karena sesuatu alasan yang dapat dibenarkan menurut hukum, maka wakil presiden dapat bertindak sebagai pengganti presiden. Sementara itu dalam berbagai kesempatan yang lain wakil presiden juga dapat bertindak sebagai pendamping bagi presiden dalam melakukan kewajibannya. Disamping kemungkinan posisi tersebut wakil presiden juga mempunyai posisi yang tersendiri sebagai seorang pejabat publik. Setiap warga negara, kelompok warga negara, ataupun organisasi masyarakat dapat saja berkomunikasi dan berhubungan langsung dengan wakil presiden.

Akan tetapi, kewenangan wakil presiden pada saat presiden tidak berhalangan (ada), maka kewenangan wakil presiden sebagai pembantu presiden. Wakil presiden dapat secara bebas menjadi pendamping presiden atau melakukan kegiatannya secara mandiri dalam jabatannya sebagai wakil presiden. Dalam kapasitasnya sebagai pembantu presiden, kedudukan wakil presiden seolah mirip dengan menteri negara yang juga bertindak membantu presiden. Tentu saja kedudukan wakil presiden lebih tinggi daripada menteri, karena menteri bertanggung jawab kepada presiden dan wakil presiden sebagai satu kesatuan jabatan. Namun dalam pelaksanaan bantuan itu, yaitu: ada bantuan yang diberikan karena diminta atas inisiatif wakil presiden sendiri; ada bantuan yang diberikan karena diminta oleh presiden; ada pula bantuan yang harus diberikan oleh wakil presiden karena ditetapkan dalam Keputusan Presiden. Selanjutnya dalam kedudukannya sebagai yang mewakili (wakil) dan sebagai yang menggantikan, terdapat perbedaan mendasar

Kedudukan seorang wakil presiden juga tidak dapat dipisahkan dengan presiden sebagai satu kesatuan pasangan jabatan yang dipilih secara langsung

(19)

melalui pemilihan umum. Karena itu kedudukan wakil presiden jauh lebih tinggi dan lebih penting dari jabatan menteri. Wakil presiden akan sebagai orang pertama jika presien berhalangan. Pengertian ”dibantu” akan tetap berlaku selama presden masih berfungsi, tetapi kata ’dibantu’ akan hilang jika presiden berhalangan tetap dan wakil presiden tampil kedepan sebagai pengganti presiden sampai habis masa jabatannya.

Jabatan Wakil Presiden adalah jabatan pemerintahan yang berada satu tingkat dari presiden. Dalam menjalankan tugas kpresidenan dimana presiden tidak dapat memenuhi kewajiban konstitusionalnya karena suatu alasan yang dapat dibenarkan oleh hukum, maka wakil presiden dapat bertindak sebagai pengganti presiden. Wakil presiden adalah orang pertama jika presiden berhalangan, pengertian “Bantu” akan tetap berlaku selama presiden masih berfungsi akan tetapi jika presiden tidak berfungsi lagi maka wakil presidenlah yang akan tampil kedepan sebagai pengganti presiden sampai habis masa

jabatannya.8

Semestinya wakil presiden harus bekerja sama dengan presiden, karena wakil presiden bukan oposisi terhadap presiden secara garis besar tugas dan wewenang wakil presiden, meliputi membantu presiden dalam melakukan kewajibannya, menggantikan presiden sampai habis waktunya jika presiden meninggal dunia,berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama masa jabatan yang telah ditentukan, memerhatikan secara khusus, menampung masalah-masalah yang perlu menyangkut bidang tugas kesejahteraan rakyat, melakukan pengawasan opsional pembagunan, dengan bantuan-bantuan departemen-departemen, lembanga-lembaga non departemen,

8 Lusia Indrastuti, SH.MSI.MH., Kedudukan, Tugas Dan Pertanggung Jawaban wakil

(20)

dalam hal ini inspektur Jendral dalam departemen yang bersangkutan atau deputi pengawasan dari lembaga nondepartemen yang bersangkutan.

Sejauh ini perihal tentang tugas dan wewenang wakil presiden tidak diatur dalam UUD 1945 maupun dalam UU lainnya. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga tidak memberikan penegasan tentang tugas dan kewenagan wakil presiden dalam menjalankan kepemerintahan. Kedudukan wakil presiden dibawah UUD 1945 cukup unik, disatu pihak kedudukan presiden sebagai pembantu presiden, dilain pihak wakil presiden tidak dipilih oleh presiden tetapi dipilih oleh MPR. Sebagai wakil presiden maka tugasnya tergantung pada presiden, namun presiden tidak mempunyai hak untuk memecat wakil presiden walaupun dalam perjalanan tugas wakil presiden telah merugikan

kedudukan presiden.9

Tugas yang begitu berat dilimpahkan pada presiden untuk mengatur Negara demi kesejahteraan seluruh rakyat. Oleh karena itu, presiden memerlukan wakil yang dapat membantunya dalam mengurus kepentingan Negara yang sangat rumit. Akan tetapi, pada kenyataannya, peran wakil presiden dalam pemerintahan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan president tidak melibatkan wakil presiden dalam berbagai urusan negara, bahkan presiden lebih banyak melibatkan pihak partai dalam membantu urusannya. Sehingga, peran wakil presiden hanya sebatas formalitas dalam pemerintahan. Berbagai tugas yang seharusnya dilakukan oleh wakil presiden, tetap dilakukan oleh presiden. Sehingga terjadi tumpang tindih dalam melakukan pekerjaan.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk menganalis kewenangan wakil presiden pada Negara berdasarkan Undang-Undang 1945. Hal ini dikarenakan dalam UUD tersebut tidak ditetapkan tugas wakil presiden secara terperinci. Sehingga, perlu dilakukan analisis dalam suatu penelitian yang

(21)

dapat mengkaji secara jelas kewenangan wakil presiden dalam pelaksanaan roda pemerintahan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraukan diatas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah:

1. Bagaimana kewenangan wakil presiden menurut Undang-Undang pasal 4 ayat 2

2. Bagaimana kewenangan wakil presiden pada saat presiden tidak berhalangan?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian tentu ada tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang diuraikan diatas, maka penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui kewenangan wakil presiden menurut Undang-Undang pasal 4 ayat 2

2. Untuk mengetahui kewenangan wakil presiden pada saat presiden tidak berhalangan

D. Kajian Pustaka

Penelitian yang berkaitan dengan peranan wakil presiden di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian pertama dilakukan oleh Ansori dengan judul Pertanggungjawaban Wakil Presiden Menurut Sistem

Pemerintahan Indonesia (Studi Pertanggungjawaban Wakil Presiden Pasca Perubahan UUD 1945). Berdasarkan pendekatan yuridis-normatif dalam

penelitian ini dipe-roleh kesimpulan bahwa dengan adanya beberapa perubahan dalam UUD 1945 nampak semakin memperjelas bahwa pertanggungjawaban

(22)

Wakil Presiden adalah kepada Presiden. Hal ini berdasarkan pada penafsiran kedudukan Wakil Presiden di dalam sistem pemerintahan Indonesia yang tidak sederajat. Kedudukan yang tidak sederajat ini menunjukkan lembaga kepresidenan sebagai penyelenggara pemerintahan bersifat tunggal (single

executive). Akan tetapi, untuk menghindari kesan Wakil Presiden sebagai ban

serep, maka Wakil Presiden harus diberi tugas yang jelas secara konstitusional dengan cara pelimpahan atau pembagian tugas dan bukan melalui pelimpahan

atau pembagian kekuasaan.10

Penelitian kedua dilakukan oleh Hermanto dengan judul Rekonstruksi

Kejelasan Kedudukan Wakil Presiden Dalam Kerangka Penguatan Dan Penegasan Sistem Presidensiil Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

perubahan UUD NRI Tahun 1945 yang membawa sistem ketatanegaraan Indonesia menuju sebuah era baru yang berbeda dibandingkan masa yang sebelumnya, yakni adanya paradigma baru terkait pergeseran dari executive heavy menuju legislative heavy. Hal tersebut juga berimplikasi terhadap sistem pemerintahan presidensiil di Indonesia. Dalam hal ini, tampak ketidakjelasan rekonstruksi kedudukan, tugas dan wewenang wakil presiden dalam Lembaga Kepresidenan dengan mempertimbangkan faktor obyektif, faktor subyektif, serta

ukuran kualitas wakil presiden dalam perspektif teori kewenangan.11

Penelitian ketiga dilakukan oleh Maksum dengan judul Tugas Dan Fungsi Wakil Presiden di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wvakil Presiden dapat diberhentikan dengan alasan-alasan yang bersifat politik, bukan yuridis. Hal ini tidak lazim diterapkan di negara dengan sistem

10 Ansori. Pertanggungjawaban Wakil Presiden Menurut Sistem Pemerintahan Indonesia

(Studi Pertanggungjawaban Wakil Presiden Pasca Perubahan UUD 1945). Jurnal Yuridis Vol. 1 No. 1, Juni 2014 : 23 – 41

11 Hermanto. Rekonstruksi Kejelasan Kedudukan Wakil Presiden Dalam Kerangka

Penguatan Dan Penegasan Sistem Presidensiil Indonesia, Jurnal Yuridis Vol. 3 No. 3, April 2016 :22-28.

(23)

pemerintahan presidensial. Oleh karena itu, Perubahan Ketiga UUD 1945 memuat ketentuan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya yang semata-mata didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat yuridis dan hanya mengacu pada ketentuan normatiflimitatif yang disebutkan di

dalam konstitusi.12

Penelitian keempat dilakukan oleh Elvina Luhulima dengan judul

Kedudukan Wakil Presiden dalam Sistem Pemerintahan Presidensial. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa wakil Presiden sebagai pengganti di saat presiden tidak dapat melakukan tugasnya, maka Wakil Presiden harus diberi tugas yang jelas secara konstitusional dengan cara pelimpahan atau pembagian

tugas dan bukan melalui pelimpahan atau pembagian kekuasaan.13

Penelitian kelima dilakukan oleh Efendi dengan judul Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Pemberhentian Presiden Dan/Atau Wakil Presiden Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hasil penelitian menunjukkann bahwa Indonesia semakin mantap dalam menjalankan prinsip negara hukum karena dilibatkannya Mahkamah Konstitusi dalam pengambilan putusan. Dengan demikian diharapkan tidak ada lagi pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dengan alasan politik. Namun ternyata mekanisme dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 masih terdapat celah untuk melakukan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dengan alasan politik. Di mana keputusan

12 Maksum, Tugas dan Fungsi Wakil Presiden Di Indonesia, Jurnal Yuridis Vol. IV/No.

1/Jan-Mar/2015

13 Elvina Luhulima, Kedudukan Wakil Presiden dalam Sistem Pemerintahan

(24)

akhir berada di MPR melalui rapat paripurna dengan pengambilan keputusan

menggunakan model suara mayoritas.14

Penelitian keenam dilakukan oleh Aryani dengan judul Kejelasan

Kewenangan Wakil Presiden dan Relasi Antara Presiden Dan Wakil Presiden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Wakil Presiden sebagai pengganti. Penggantian Presiden oleh Wakil Presiden dilakukan karena dua kemungkinan, yaitu: (i) Presiden berhalangan sementara, atau (ii) Presiden berhalangan tetap. Jika Presiden berhalangan sementara, maka Wakil Presiden diharuskan menerima kewenangan resmi berupa pendelegasian wewenang (delegation of authority) sebagai pengganti dengan Keputusan Presiden. Bila Presiden dalam keadaan berhalangan tetap maka proses pengalihan wewenang dengan bentuk

hukum yang dikenal dengan Ketetapan MPR.15

Penelitian ke tujuh dilakukan oleh Dewi Mulyanti, dengan judul Rekonstruksi Jabatan Wakil Presiden Dalam Ketatanegaraan Di Indonesia (Tinjauan Perbandingan Hukum Negara Amerika Serikat, Cina Dan Filipina). Tugas Wakil Presiden yang diatur dalam masing – masing konstitusi negara tersebut didasarkan pada sistem pemerintahan yang dianut oleh masing- masing negara seperti sistem pemerintahan presidensial yang dianut oleh Amerika Serikat dan Filipina atau sistem pemerintahan parlementer yang dianut oleh Cina maupun sistem pemerintahan gabungan seperti dianut oleh Irak dan Uganda. Dipengaruhi pula oleh bentuk negara yang dianut oleh masing – masing negara tersebut, baik negara serikat seperti Amerika Serikat dan India maupun negara kesatuan seperti Filipina, Siprus, Cina, Afrika Selatan, Bulgaria, Irak serta Uganda. Mengenai kewenangan yang dimiliki semua Wakil Presiden pada

14 Efendi, Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Pemberhentian

Presiden Dan/Atau Wakil Presiden Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Skripsi, Surakarta: Universitas Muhammadiyah, 2016.

15 Aryani, Kejelasan Kewenangan Wakil Presiden dan Relasi Antara Presiden Dan Wakil

(25)

masing-masing negara, yakni sebagai pengganti presiden dengan kondisi tertentu

sebagaimana diatur pada konstitusi masing- masing negara.16

Penelitian ke delapan yang dilakukan Oleh Harahap Kepedudukan Wakil Presiden Dalam Memperkuat Sistem Pemerintahan Presidensial Di Indonesia Berdasarkan Uud 1945. Hasil penelitian menunjukan bahwa tugas dan wewenang Wakil Presiden tidak diatur secara tegas melalui Undang-Undang Dasar 1945 maupun peraturan perundang-undangan dibawahnya sehingga pemberian tugas dan wewenang Wakil Presiden dilakukan oleh Presiden. dengan kemungkinan faktor objektif dan faktor subjektif dalam pemberian tugas dan wewenang. Sementara itu, dalam berbagai kesempatan Wakil Presiden juga dapat bertindak sebagai pendamping bagi Presiden dalam melakukan kewajibannya. Dengan demikian Wakil Presiden memiliki lima kemungkinan posisi yaitu sebagai wakil yang mewakili Presiden, sebagai pengganti yang menggantikan Presiden, sebagai pembantu yang membantu Presiden sebagai pendamping yang mendampingi Presiden, sebagai Wakil Presiden yang bersifat

mandiri.17

Perbandingan penelitian orang lain dengan penelitian sendiri adalah penelitian orang lain membahas tentang Kejelasan Kewenangan Wakil Presiden, kewajiban presiden. Akan tetapi penelitian yang peneliti lakukan yaitu kewenangan wakil presiden di indonesia saat presiden tidak berhalangan.

16 Dewi Mulyanti, dengan judul Rekonstruksi Jabatan Wakil Presiden Dalam

Ketatanegaraan Di Indonesia (Tinjauan Perbandingan Hukum Negara Amerika Serikat, Cina Dan Filipina. Jurnal Ilmiah Galuh Justis. Vol. 6, N. 1

17 Harahap Kepedudukan Wakil Presiden Dalam Memperkuat Sistem Pemerintahan

(26)

E. Penjelasan Istilah 1. Presiden

Presiden (Latin: prae-sebelum dan sedere-menduduki) adalah suatu nama jabatan yang digunakan untuk pimpinan suatu organisasi, perusahaan, perguruan tinggi, atau negara. Pada awalnya, istilah ini dipergunakan untuk seseorang yang memimpin suatu acara atau rapat (ketua); tetapi kemudian secara umum berkembang menjadi istilah untuk seseorang yang memiliki kekuasaan eksekutif. Lebih spesifiknya, istilah "presiden" terutama dipergunakan untuk kepala negara suatu republik, baik dipilih secara langsung melalui pemilu, ataupun tak langsung. Presiden adalah pimpinan pelaksana perundang-undangan dalam sebuah negara Republik 2. Wakil Presiden

Wakil presiden adalah jabatan pemerintahan yang berada satu tingkat lebih rendah daripada Presiden. Biasanya dalam urutan suksesi, wakil presiden akan mengambil alih jabatan presiden bila ia berhalangan

sementara atau tetap.18 Wakil presiden yang dimaksud dalam penelitian

ini adaah wakil presiden Indonesia. 3. UUD 1945

Undang-undang Dasar ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar Negara. Undang-undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang disampingnya Undang-undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara, meskipun tidak tertulis.

18 Janedri M Goffar, Demokrasi Konstitusional Praktik Ketatanegaraan Indonesia

(27)

4. Kewenangan

Kewenangan merupakan hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai

tujuan tertentu.19 Kewenangan biasanya dihubungkan dengan kekuasaan.

Menurut Stout wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai seluruh aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang-wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik didalam hubungan

hukum publik.20 Penggunaan kewenangan secara bijaksana merupakan

faktor yang sangat penting dalam pemerintahan, salah satunya adalah kewenangan wakil presiden.

F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Penelitian ini dilakukan untuk mengindefikasi konsep dan asas-asas yang mengatur tentang

kewenagan wakil presiden di Indonesia.21Adapun yang menjadi lokasi penelitian

ini adalah perpustakaan UIN Ar-Raniry Darussalam, Banda Aceh. 2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yuridis dan normatif ini adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belakang. 3. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (secondary data) dan data primer (primary data), yaitu:

19 Jimly Assiddiqie, Format Kelembagaan Negara Dan Pergeseran Kekuasaan Dalam

UUD NRI 1945, (Yogyakarta: UU Press, 2004), hlm. 107.

20 Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013). hal

71.

21 Sedarmayanti, Syarifuddin Hidayat, Metodelogi Penelitian, (Mandar maju, Bandung,

(28)

a) Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumen, yang merupaka hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau dokumen yang biasanya disediakan diperpustakaan atau milik pribadi. Data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil buku-buku dan jurnal yang berkaitan dengan peranan wakil presiden dan hal-hal yang berkaiatan dengan pemerintahan di Indonesia.

b) Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat. a. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat

hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, yang didapat dari UUD 1945 ayat Pasal 1 ayat (1) , dan pasal 4 ayat 2.

b. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang didapatkan dari buku Anggriani Hukum

Administrasi Negara, Handoyo, B. Hestu Cipto. Hukum Tata Negara Indonesia. Jurnal Yuridis Vol. 1 No. 1, Juni 2014, Jurnal

Yuridis Vol. 3 No. 3, April 2016, Jurnal Yuridis Vol. IV/No. 1/Jan-Mar/2015.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder atau bahan hukum yang memberikan petunjuk.22

22 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri (UI Press)

(29)

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini dilakukan studi kepustakaan dengan membaca dan mempelajari literatur-literatur, peraturan perundang-undagan, majalah dan surat kabar, dan jurnal hukum serta pendapat para sarjana yang sesuai atau berhubungan dengan penulisan proposal skripsi ini. Studi kepustakaan juga dilakukan untuk menggali informasi dan data yang faktual yang terkait atau merepsentasikan masalah-masalah yang dijadikan objek penelitian yaitu kekuasaan wakil presiden di Indonesia.

5. Objektivitas dan validitas data

Objektivitas dalam penelitian ini berkaitan denan kewenangan wakil presiden dalam hal presiden tidak berhalangan. Validitas merupakan cara yang dilakukan untuk menguji keabsahan data yang diperoleh.

6. Teknik Analisis Data

Analis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu semua data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan dianalisis secara kualitatif, untuk mencapai kejelasan terhadap masalah yang sedang ditelaah. Analisis data kualitatif adalah suata cara penelitian yang menghahislkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh informal secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata, dipelajari dan diteliti dan dipelajari secara utuh.

7. Pedoman Penulisan

Penulisan skripsi ini berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry Tahun 2018.

(30)

G. Sistematika Pembahasan

Bab 1 Pendahuluan, Pada bab ini penulis mencoba membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, kerangka pemikiran, definisi istilah dan sistematika penulisa

Bab II Landasan Teoritis, yang membahas tentang perwakilan kewenangan, sumber kewenangan, sifat kewenangan, pemberhentian dan pengangkatan presiden dan wkil preside, kewenagan presiden dan wakil presiden.

Bab III Metode Penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.

(31)

17 BAB DUA

KEWENANGAN DALAM PEMERINTAHAN A. Pengertian Kewenangan

Menurut kamus besar bahasa indonesia, kata wewenang disamakan dengan kata kewenangan, yang diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan

tanggung jawab kepada orang/badan lain.23 Menurut H.D Stout wewenang

adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai seluruh aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang-wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik

didalam hubungan hukum publik.24

Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki seorang pejabat atau institusi menurut ketentuan yang berlaku, dengan demikian kewenangan juga menyangkut kompetensi tindakan hukum yang dapat dilakukan menurut kaedah-kaedah formal, jadi kewenangan merupakan

kekuasaan formal yang dimiliki oleh pejabat atau institusi.25 Kewenangan

memiliki kedudukan yang penting dalam kajian hukum tata negara dan hukum administrasi negara. Begitu pentingnya kedudukan kewenangan ini, sehingga F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek menyebut sebagai konsep inti dalam hukum

tata negara dan hukum administrasi negara.26Kewenangan merupakan suatu hak

yang dimiliki oleh seorang pejabat atau institusi yang beritindak menjalankan

kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.27

23 Kamal Hidjaz. Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem

Pemerintahan Daerah di Indonesia. (Pustaka Refleksi : Makasar. 2010). hlm 35.

24 Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. (Raja Grafindo Persada : Jakarta 2013). hal

71

25 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Gramedia Pustaka Utama : Jakarta,

2008), hlm. 35-36.

26 Ridwan HR. Op.Cit. hal….120

27Kamal Hidjaz. Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem Pemerintahan

(32)

Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-Undang atau legislatif dari kekuasaan eksekutif atau administrative. Kewenangan merupakan kekuasaan dari segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suat bidang pemerintahan atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan wewenang hanya mengenai suatu bagian tertentu saja dari wewenang. Wewenang (Authority) adalah hak untuk memberi perintah dan kekuasaan untuk meminta dipatuhi. Wewenang dapat juga didefinisikan sebagai kekuasaan membuat Keputusan, memerintah, dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain, fungsi yang boleh tidak dilaksanakan. Kewenangan harus dilandasi oleh ketentuan hukum yang ada (konstitusi), sehingga kewenangan merupakan kewenangan yang sah. Pejabat (organ) dalam mengeluarkan Keputusan

didukung oleh sumber kewenangan tersebut.28

Sedangkan dalam Black Law Dictionary kewenangan diartikan lebih luas, tidak hanya melakukan praktek kekuasaan, tetapi kewenangan juga diartikan dalam konteks menerapkan dan menegakan hukum, adanya ketaatan yang pasti, mengandung perintah, memutuskan, adanya pengawasan yuridiksi bahkan kewenangan dikaitkan dengan kewibawaan, kharisma bahkan kekuatan

fisik.29 Kewenangan sebagai kepala negara yakni sebagai pemegang kekuasaan

yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara, mengangkat duta dan konsul, memberikan grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi, memberikan gelar, tanda jasa, dan lainlain tanda kehormatan dengan pertimbangan lembaga negara yang lain seperti DPR dan MA, dan dibatasi serta

28 HD Van Wijk/Willem Konijnenbelt, Hoofdstukken Van Administratief Recht,

Vugas’Gravenhage, hal.129, Dikutip dari Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Rajawali Prees, Jakarta, 2010, hal. 102

29 Black Law Dictionary. kewenangan Universitas Islam Indonesia, Jogjakarta, 2008,

(33)

diatur dalam undang-undang. Presiden juga memiliki kekuasaan sebagai kepala pemerintahan.

Dengan demikian wewenang pemerintahan memiliki sifat, antara lain a) Express implied. b) Jelas mkasud dan tujuannya. c) Terikat pada waktu tertentu. d) Tunduk pada batasan tertulis dan tidak tertulis. e) Isi wewenang dapat berifat

umum.30 Asas legalitas menjadi dasar legitimasi tindakan pemerintah. Dengan

kata lain, setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Kewenangan (authority, gezag) itu sendiri adalah kekuasaan yang diformalkan untuk orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap bidang pemerintahan tertentu yang berasal dari kekuasaan legislatif maupun dari pemerintah. Memang hal ini tampak agak legalistis formal. Memang demikian halnya. Hukum dalam bentuknya yang asli bersifat membatasi kekuasaan dan berusaha untuk

memungkinkan terjadinya keseimbangan dalam hidup bermasyarakat31.

Sedangkan wewenang (bevoegdheid), ini adalah kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu. Berkaitan dengan hal ini, maka pada dasarnya kewenangan pemerintah dalam penyelenggara negara berhubungan dengan asas legalitas.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata wewenang disamakan dengan katakewenangan, yang diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan

tanggung jawab kepada orang/badan lain.32 Kewenangan adalah apa yang

disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberi oleh undang-undang) atau dari kekuasaan eksekutif administratif.

30 Marbun, Kamus Politik, (Jakarta: Pustaka Sinar harapan,2009), hlm 154-155.

31 Rusadi Kantaprawira, “Hukum dan Kekuasaan”, Makalah, Universitas Islam

Indonesia, Jogjakarta, 2008, hlm. 37-38.

32 Prajudi Atmosudirdjo. Hukum Administrasi Negara, (Ghalia Indonesia : Jakarta),

(34)

Kewenangan yang biasanya terdiri dari beberapa wewenang adalah kekuasaan terhadap segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan.

Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan disetiap negara hukum terutama bagi negara-negara hukum dalam sistem kontinental. Sumber dan Cara Memperoleh Kewenangan Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas, maka berdasarkan prinsip itu tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan

perundang-undangan.33

Pada hakekatnya, kewenangan merupakan implikasi dari hubungan hukum. Dalam hukum Administrasi negara (HAN). Hubungan hukum yang terjadi adalah antara penguasa sebagai subjek yang memerintah, danwarga masyarakat sebagai subjek yang diperintah. Hal ini selaras dengan yang disampaikan oleh A.V. Dicey, sebagaimana dikutip oleh Tedi Sudrajat,bahwa:

Adminstrative law determines (1) constitution and the relations of those organs of society which are charged with the care of those social interests (interests collectifs) which are the object of public administration, by which term is meant the different representatives of society among which the state is the most mportant, and (2) the relation of the administrative authorities toward the citizens of the state.34

Secara teoritik, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Mengenai atribusi, delegasi, dan mandat ini H.D van Wijk/ Willwm Konijnenbelt mendefenisikan sebagai berikut (H.D van Wijk/Willw. 1) Atribusi

33 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta:Raja Grafindo Persada 2013), hlm

101

34 Tedi Sudrajat, Hukum Biokrasi Pemerintah (kewenangan & jabatan), (Sinar Grafika,

(35)

adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang undang kepada organ pemerintah 2) Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya 3) Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. Dalam kajian hukum administrasi negara, mengetahui sumber dan cara memperoleh wewenang organ pemerintahan ini penting karena berkenaan dengan pertanggung jawabanhukum dalam penggunaan wewenang tersebut, seiring dari salah satu prinsip negara hukum tidak ada kewenangan

tanpa pertanggung jawaban.35

Menurut Nur Basuki Winanmo,bahwa wewenangsebagai konsep hukum publik, sekurang-kurangnya terdiri atas tiga komponen, yaitu:pengaruh, dasar hukum, dan konformitas hukum; Komponen pengaruhadalahbahwa, penggunaan wewenang dimaksudkanuntuk mengendalikan perilaku sujek hukum. Komponen dasar hukum bahwa, wewenang itu selaludapat ditunjukkandasar hukumnya dan komponen konformitas hukum, mengandung makna adanya standar wewenang yaitu standar umum (semua jenis wewenang), dan standar khusus (untuk jenis

wewenang tertentu).36

Marbun, menyebutkan wewenang mengandung artikemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum. Wewenang itu dapat mempengaruhi terhadap pergaulan hukum, setelah dinyatakan dengan tegas wewenang tersebut sah, baru

35 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara,(Jakarta:RajaGrafindo Persada 2013), hlm

105.

36 Nur Basuki Winanmo, Penyalahgunaan Wewenang Dan Tindak Pidana Korupsi,

(36)

kemudian tindak pemerintahan mendapat kekuasaan hukum (rechtskracht).

Pengertian wewenangitu sendiri akan berkaitan dengan kekuasaan.37

Wewenang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga komponen, yaitu : pengaruh, dasar hukum dan konformitas hukum. Komponen pengaruh dimaksudkan, bahwa penggunaan wewenang bertujuan untuk mengendalikan prilaku subyek hukum; komponen dasar hukum dimaksudkan, bahwa wewenang itu harus didasarkan pada hukum yang jelas; dan komponen konformitas hukum menghendaki bahwa wewenang harus memiliki standart yang jelas (untuk wewenang umum), dan standart khusus (untuk jenis wewenang tertentu). Secara yuridis, wewenang merupakan kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk melakukan perbuatan yang menimbulkan akibat

hukum.38

Di dalam negara hukum dikenal asas legalitas yang menjadi pilar utama dan merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum terutama

bagi negara-negara hukum dan sistem kontinental.39 Hadjon mengemukakan

bahwa kewenangan diperoleh melalui tiga sumber yaitu atribus, delegasi, mandate. Kewenangan atribus lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan negara oleh Undang-Undang Dasar, kewenangan delegasi dan mandat adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan. Setiap kewenangan dibatasi oleh isi atau materi wilayah dan waktu. Cacat dalam aspek-aspek tersebut dapat

menimbulkan cacat kewenangan.40

37 SF, Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia,

(FH UII Press : Yogyakarta, 2011), hal. 23

38 Indroharto, Usaha Memahami Peradilan Tata Usaha Negara, (Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta, 2002), hal.68

39 Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, Op. Cit, hlm.65.

40 Hadjon, P. Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: Gadjah Mada University

(37)

Penggunaan wewenang pemerintahan selalu dalam batas-batas yang ditetapkan sekurang-kurangnya oleh hukum positif. Dalam kaitannya dengan konsep negara hukum, penggunaan Kewenangan tersebut dibatasi atau selalu

tunduk pada hukum yang tertulis maupun tidak tertulis,41 yang selanjutnya untuk

hukum tidak tertulis di dalam hukum pemerintahan di Indonesia disebut dengan “asas-asas umum pemerintahan yang baik” hal ini sesuai dengan penjelasan Pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman, yang berbunyi : “Negara hukum adalah Negara yang dalam segala aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, termasuk dalam penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan hukum dan asas-asas umum pemerintahan yang baik yang bertujuan untuk meningkatkan kehidupan demokratis yang sejahtera, berkeadilan dan bertanggung jawab”

Seperti di kemukakan di atas, bahwa dalam hukum publik wewenang

berkaitan dengan kekuasaan.42 Kekuasaan memiliki makna yang sama dengan

wewenang karena kekuasaan yang dimiliki oleh eksekutif, legislatif dan yudisial adalah kekuasaan formal. Kekuasaan merupakan unsur esensial dari suatu negara dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Kekuasaan merupakan suat kemampuan individu atau kelompok untuk melaksanakan kemauannya

meskipun menghadapi pihak lain yang menentangnya.43

B. Sumber Kewenangan

Di dalam negara hukum dikenal asas legalitas yang menjadi pilar utamanya dan merupakan salah satu prinsip utama dijadikan dasar dalam setiap

41 Ibid, hal.69

42 Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Makalah, (Universitas Airlangga, Surabaya,

Tanpa 2011), hal.01

43 4Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum Edisi Revisi, (Kencana

(38)

penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaran disetiap negera hukum terutama bagi negara-negara hukum dalam sistem kontinental.

Indroharto,mengemukakan, bahwa wewenang diperoleh secara atribusi, delegasi, dan mandat, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut: Wewenang yang diperoleh secara atribusi, yaitu pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Jadi, disini dilahirkan/diciptakan suatu wewenang pemerintah yang baru. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan TUN lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu atribusi wewenang. Pada mandat, disitu tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang

dari Badan atau Jabatan TUN yang satu kepada yang lain.44

Teori kewenangan sebagai dasar atau landasan teoritik pada penelitian skripsi ini, karena kewenangan Pengadilan Negeri dalam memutus sebuah perkara tidak terlepas dari teori kewenangan yang di dalamnya memuat ajaran tentang jenis dan sumber kewenangan. Jenis kewenangan meliputi kewenangan terikat dan kewenangan bebas. Sedangkan sumber-sumber kewenangan, antara lain: atribusi, delegasi dan mandat.

Asas legalitas sebagai pilar negara hukum memberikan pengertian bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundangundangan. Artinya, seluruh wewenang yang ada pada pemerintahan bersumber pada peraturan

perundang-undangan. Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa kewenangan

diperoleh melalui 3 sumber yaitu, atribusi, delegasi, dan mandat. a. Atribusi

44 Ibid….45

(39)

Suatu atribusi menunjuk kepada kewenangan yang asli atas dasar ketentuan hukum tata negara. Kewenangan atribusi merupakan wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang langsung bersumber kepada undang-undang dalam arti materiil. Rumusan lain mengatakan bahwa atribusi merupakan pembentukan wewenang tertentu dan pemberiannya kepada organ tertentu, yang dapat membentuk wewenang adalah organ yang berwenang berdasarkan peraturan

perundang-undangan.45 Menurut Indroharto bahwa: “Pada atribusi terjadi

pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam

peraturan perundang-undangan46. Di sini dilahirkan atau diciptakan suatu

wewenang baru”.

Menurut Fritz Heider sebagai pencetus teori atribusi, teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang. Teori atribusi menjelaskan mengenai proses bagaimana kita menentukan penyebab dan motif tentang perilaku seseorang. Teori ini mengacu tentang bagaimana seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya sendiri yang akan ditentukan apakah dari internal misalnya sifat, karakter, sikap, dll ataupun eksternal misalnya tekanan situasi atau keadaan tertentu yang akan memberikan

pengaruh terhadap perilaku individu.47

Teori atribusi menjelaskan tentang pemahaman akan reaksi seseorang terhadap peristiwa di sekitar mereka, dengan mengetahui alasan-alasan mereka atas kejadian yang dialami. Teori atribusi dijelaskan bahwa terdapat perilaku yang berhubungan dengan sikap dan karakteristik individu, maka dapat dikatakan bahwa hanya melihat perilakunya akan dapat diketahui sikap atau

45 Nur Basuki Minarno, Penyalahgunaan Wewenang Dan Tindak Pidana Korupsi

Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, (Laksbang Mediatama, Yogyakarta,2010), hlm 70.

46 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata. Usaha

Negara, Buku I, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,2002), hlm 34.

47 Luthans, Perilaku Organisasi Edisi Sepuluh. (Yogyakarta : Penerbit. Andi.2005), hal.

(40)

karakteristik orang tersebut serta dapat juga memprediksi perilaku seseorang dalam menghadapi situasi tertentu.

Fritz Heider juga menyatakan bahwa kekuatan internal (atribut personal seperti kemampuan, usaha dan kelelahan) dan kekuatan eksternal (atribut lingkungan seperti aturan dan cuaca) itu bersamasama menentukan perilaku manusia. Dia menekankan bahwa merasakan secara tidak langsung adalah determinan paling penting untuk perilaku. Atribusi internal maupun eksternal telah dinyatakan dapat mempengaruhi terhadap evaluasi kinerja individu, misalnya dalam menentukan bagaimana cara atasan memperlakukan bawahannya, dan mempengaruhi sikap dan kepuasaan individu terhadap kerja. Orang akan berbeda perilakunya jika mereka lebih merasakan atribut internalnya daripada atribut eksternalnya.

Pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan perundang-undangan, sedangkan dalam delegasi terjadi pelimpahan wewenang yang telah ada oleh badan yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau pejabat pemerintahan lainnya. Pada atribusi maupun delegasi, adapun pihak yang bertanggung jawab kepada pelaksanaan tugas bersangkutan dibebankan kepada penerima kewenangan

b. Delegatif

Kewenangan Delegatif bersumber dari pelimpahan suatu organ pemerintahan kepada organ lain dengan dasar peraturan Perundang-undangan. Dalam hal kewenangan delegatif tanggung jawab dan tanggung gugat beralih kepada yang diberi wewenang tersebut dan beralih pada delegataris. Pada konsep delegasi menegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada badan pemerintahan

(41)

yang lain48. Kepemimpinan delegatif merupakan sebuah gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh pimpinan untuk bawahannya yang mempunyai kemampuan, agar bisa menjalankan aktivitasnnya yang untuk sementara waktu

tak bisa dilakukan oleh pimpinan dengan berbagai macam sebab.49delegasi) adalah

penyerahan wewenang pimpinan ke bawahan di dalarn sebuah organisasi dengan harapan tugas tersebut dapat dipertanggung jawabkan, dan diselesaikan tepat pada waktunya, serta tidak

bertentangan dengan tujuan yang ingin dicapai.50

Delegasi adalah kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi dari suatu organ (institusi) pemerintahan kepada organ lainnya,sehingga delegator (organ yang telah memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan tersebut atas namanya, sedangkan pada Mandat, tidak terdapat suatu pemindahan kewenangan tetapi pemberi mandat (mandator) memberikan kewenangan kepada organ lain (mandataris) untuk membuat keputusan atau mengambil suatu

tindakan atas namanya.51

a. Delegasi harus definitif dan pemberian delegasi (delegans) tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu; b. Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan; c. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi.

Dalam delegatif, tidak ada penciptaan wewenang dari pejabat yang satu kepada yang lainnya, atau dari badan administrasi yang satu pada yang lainnya. Penyerahan wewenang harus dilakukan dengan bentuk peraturan hukum

48 Philipus M. Hadjon, “Tentang Wewenang Pemerintahan (bestuurbevoegdheid)” Pro

Justitia Tahun XVI Nomor I Januari 1998, hlm. 94

49 Pengawasan sebagai sarana penegekan hukum administrasiNegara. Jurnal Depdagri.

2010, hlm. 45

50 Sadjijono. Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi. Yogyakarta:

LaksBang Pressindo.2008. hlm. 19

(42)

tertentu. Pihak yang menyerahkan wewenang disebut delegans, sedangkan pihak yang menerima wewenang tersebut disebut delegataris. Setelah delegans menyerahkan wewenang kepada delegataris, maka tanggung jawab intern dan tanggung jawab intern dan tanggung jawab ekstern pelaksanaan wewenang sepenuhnya berada pada delegataris tersebut. Pendelegasian diberikan biasanya antara organ Pemerintah satu dengan organ Pemerintah lain, dan biasanya pihak pemberi wewenang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak yang diberikan wewenang. Hal ini tercermin dalam kedudukan ParlemenNasionalmemberikan delegasi kewenangankepada Pemerintah untuk membentuk undang-undang sesuai dengan materi muatan yang ditetapkandalam konstitusi.

Pada delegatif, terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata usaha negara lainnya. Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi

wewenang.52 Misal, dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 Tentang

Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara Pasal 93 (1) Pejabat struktural eselon I diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri yang bersangkutan (2) Pejabat struktural eselon II ke bawah diangkat dan diberhentikan oleh Menteri yang bersangkutan. (3) Pejabat struktural eselon III ke bawah dapat diangkat dan diberhentikan oleh Pejabat yang diberi pelimpahan wewenang oleh Menteri yang bersangkutan. Ada perbedaan mendasar antara kewenangan atribusi dan delegasi. Pada atribusi, kewenangan yang ada siap dilimpahkan, tetapi tidak demikian pada delegasi. Berkaitan dengan asas legalitas, kewenangan tidak dapat didelegasikan secara besar-besaran, tetapi hanya mungkin dibawah kondisi bahwa peraturan hukum menentukan menganai

52 Bagir Manan. Wewenang Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Rangka Otonomi

(43)

kemungkinan delegasi tersebut.

Delegatif harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:53

a. delegatif harus definitif, artinya delegasn tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu

b. delegatif harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan yang memungkinkan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan;

c. delegatif tidak kepada bawahan, artinya dalam hierarki kepagawaian tidak diperkenankan adanya delegasi;

d. Kewajiban memberi keterangan (penjelasan), artinya delegans berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut;

e. Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.

Dalam delegasi tidak menciptakan wewenang baru, wewenang didapat melalui pelimpahan yang diberikan oleh pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Pejabat yang sudah mendelegasikan kewenangannya, tidak lagi memiliki tanggung jawab yuridis. Tanggung jawab yuridis beralih kepada penerima delegasi.

c. Kewenangan Mandat

Pengertian mandat dalam asas-asas Hukum Administrasi Negara, berbeda dengan pengertian mandat dalam konstruksi mandataris menurut penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan. Dalam Hukum Administrasi Negara mandat diartikan sebagai perintah untuk melaksanakan atasan, kewenangan dapat sewaktu-waktu dilaksanakan oleh pemberi mandat, dan tidak terjadi peralihan tanggung jawab.

(44)

Berdasarkan uraian tersebut, apabila wewenang yang diperoleh organ pemerintahan secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang-undangan, yaitu dari redaksi pasal-pasal tertentu dalam peraturan perundang-undangan. Penerima dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan sepenuhnya berada pada penerima

wewenang (atributaris).54

Kewenangan Mandat merupakan kewenangan yang bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan dari pejabat atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat atau badan yang lebih rendah. Kewenangan mandat terdapat dalam

hubungan rutin atasan dan bawahan, kecuali bila dilarang secara tegas.55

Kewenangan membuat keputusan hanya dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu atribusi atau delegasi. Oleh karena mandat merupakan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan. Pelimpahan ini bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk membuat keputusan a.n. pejabat tun yang memberi mandat. Keputusan itu merupakan keputusan pejabat tun yang memberi mandat. Dengan demikian tanggung jawab dan tanggung gugat tetap pada pemberi mandat. Untuk mandat tidak perlu ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang melandasinya karena mandat merupakan hal rutin dalam hubungan

intim-hirarkis organisasi pemerintahan”56

Pengaturan pendelegasian kewenangan dapat dilakukan dengan 3

alternatif syarat, yaitu57 :

54 Ibid. hlm. 109.

55 Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981,

hlm. 29.

56 Philipus M. Hadjon, 1994, Fungsi Normatif Hukum Administrasi Dalam Mewujudkan

Pemerintahan Yang Bersih, Pidato Peresmian Penerimaan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Airlangga., hlm. 7

(45)

a. Adanya perintah yang tegas mengenai subjek lembaga pelaksana yang diberi delegasi kewenangan dan bentuk peraturan pelaksana untuk menuangkan materi pengaturan yang didelegasikan;

b. Adanya perintah yang tegas mengenai bentuk peraturan pelaksana untuk menuangkan materi pengaturan yang didelegasikan; atau

c. Adanya perintah yang tegas mengenai pendelegasian kewenangan dari undang-undang atau lembaga pembentuk undang-undang kepada lembaga penerima delegasi kewenangan, tanpa penyebutan bentuk peraturan yang mendapat delegasi.

Ketiga syarat tersebut bersifat pilihan dan salah satunya harus ada dalam pemberian delegasi kewenangan pengaturan (rule-making power). Berbeda halnya dengan kewenangan delegasi maupun atribusi. Kewenangan mandat merupakan pemberian, pelimpahan, atau pengalihan kewenangan oleh suatu organ pemerintahan kepada pihak lain untuk mengambil keputusan atas

tanggungjawab sendiri.58 Apabila kewenangan yang dilimpahkan atau

didelegasikan tersebut merupakan kewenangan untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan (the power of rule-making atau lawmaking), maka dengan terjadinya pendelegasian kewenangan tersebut akan mengakibatkan terjadi pula peralihan kewenangan untuk membentuk undang-undang sebagaimana mestinya.

Perbedaan delegasi dan mandat adalah, pada delegasi terdapat pelimpahan wewenang, kewenangan tidak dapat dijalankan secara insidental oleh organ yang memiliki wewenang asli, terjadi peralihan tanggung jawab, harus berdasarkan undang-undang, dan harus tertulis, sedangkan padamandat terdapat perintah untuk melaksanakan, kewenangan dapat sewaktu-waktu

58 Ibid, hlm. 264.

(46)

dilaksanakan oleh mandans, tidak terjadi peralihan tanggung jawab, tidak harus dengan undang-undang, dan dapat tertulis atau lisan.

Sedangkan dalam mandat, pemberi mandat memberikan kuasa kepada penerima mandat untuk dapat bertindak dan atas nama pemberi mandat. Namun,

tanggung jawab akhir keputusan tetap berada di tangan pemberi mandat.59

C. Sifat Kewenangan

Sifat kewenangan secara umum dibagi atas 3 (tiga) macam, yaitu yang bersifat terikat, yang bersifat fakultatif (pilihan) dan yang bersifat bebas. Hal tersebut sangat berkaitan dengan kewenangan pembuatan dan penerbitan keputusan-keputusan (besluiten) dan ketetapan-ketetapan (beschikingen) oleh organ pemerintahan sehingga dikenal adanya keputusan yang bersifat terikat dan bebas.

Menurut Indroharto, kewenangan yang bersifat terikat terjadi apabila peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan yang bagaimana kewenangan tersebut dapat digunakan atau peraturan dasarnya sedikit banyak

menentukan tentang isi dan keputusan yang harus diambil60. Wewenang

pemerintahan yang bersifat terikat terjadi apabila peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan yang bagaimana wewenang tersebut dapat digunakan atau peraturan dasarnya sedikit banyak menentukan tentang isi

dari keputusan yang harus diambil.61

Kewenangan fakultatif apabila dalam hal badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan tidak wajib menerapkan kewenangannya atau sedikit

59 Sovia Hasanah, “Pengertian Atribusi, Delegasi, dan Mandat”, diakses dari

http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt5816ab6ea74a7/pengertian-atribusi--delegasi-danmandat, pada tanggal 31 Juli 2017, pukul 15.33 WIB

60 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata. Usaha

Negara, Buku I, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,2009), hlm 34.

61 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada.2002),

Referensi

Dokumen terkait

memperoleh pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran Cooperatif Script dengan handout, Cooperatif Script dan pembelajaran

Umumnya, para kepala sekolah tidak menganggap mereka sendiri sebagai pemimpin pengajaran dan banyak di antara mereka percaya bahwa apapun yang berhubungan dengan belajar

Bagaimana persiapan guru dalam pengembangan kecerdasan spiritual pada anak usia dini di RA AL- Wathoniyah Jabon Kalidawir Tulungagung .... Bagaimana penyampaian guru

Tanggung jawab Direksi ketika terjadinya Kepailitan pada Perseroan Terbatas menurut Ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, adalah dalam hal Kepailitan terjadi karena

Remaja juga ingin menghindari penolakan, pelecehan atau ejekan (Janes & Olson dalam Taylor, Peplau & Sears, 2009, h.259). Sebagaimana ditemukan pada penelitian ini bahwa

Tujuan dari kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Jurusan Tata Busana, Tata Boga dan Tata Kecantikan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang tahun 2012 ini antara

keseimbangan uang riil adalah fungsi dari pendapatan (Y) dan tingkat bunga nominal (i). Semakin tinggi tingkat pendapatan Y,

Berdasarkan pemikiran di atas dan melihat realitas dunia pendidikan sekarang, khususnya dengan adanya ujian nasional yang memberikan berbagai dampak psikologis siswa, maka