• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer.

Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui pertama studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka. Data sekunder memiliki beberapa bagian yaitu :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum mempunyai kekuatan mengikat64, atau bahan hukum yang bersifat autoratif artinya yang bersifat mengikat65.Adapun landasan utama bahan hukum primer yang dipakai dalam rangka penelitian ini, yaitu :

1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi 5. Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik

Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi

6. Peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan objek penelitian.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku yang berkaitan dengan ilmu hukum,

64BambangSunggono, Metodologi Penenlitan Huk um Jurumetri,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998 ), hal 194

65 Piter Marzuki,Penelitian Huk um (Jakarta: Kencana Media), hal 141

hasil-hasil seminar, jurnal-jurnal ilmiah, majalah, surat kabar, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan ahli hukum sepanjang relevan dengan objek telaah penelitian ini.66

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan data yang memberikan petunjuk maupun penjelasan lebih mendalam terhdap bahan-bahan data primer dan data sekunder. Bahan data tersier yang digunakan dalam penelitian ini seperti kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya.67

d. Data primer, hasil wawancara dengan pimpinan Perguruan Tinggi 3.Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Berkenaan data yang digunakan data primer dan data sekunder, jadi teknik yang dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research),studi ini dilakukan dengan menggunakan alat pengumpulan data yang ada, yaitu dengan mengumpulkan data dan informasi baik berupa buku, karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bahan tertulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu dengan cara mencari,mempelajari, dan mencatat serta menginterpretasikan hal-hal yang berhubungan dengan obyek penelitian.68

Mengadakan wawancara (indepth interview) dengan pihak penyelenggara Perguruan Tinggi, yaitu: Akfar Arjuna, Akper Arjuna , STB HKBP, Akper HKBP, Universitas Sisingamangaraja XII Tapanuli Utara, Akper Pemkab Taput, Sekolah Tinggi Guru Huria HKBP, Akademi Kebidanan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara.

66 Jhony Ibrahim, Teori dan Metodologi Peneitian Huk um Normatif, (Surabaya: Bayumedia, 2006) hal. 192

67 Ibid, hal 192

68Ronny Hanitijo Soemitro, Op.cit., hal 225

4.Analisis Data

Analisis data yang diperoleh dari penelitian lapangan ditambah dengan data kepustakaan, selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu metode untuk mempreoleh data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.69Metode analisis data digunakan untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul, dimana pada penelitian ini digunakan metode analisis normatif kualitatif, karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-perarturan yang ada sebagai norma hukum positif, sedangkan kualitatif dimaksudkan analisis data yang bertitik tolak pada usaha penemuan asas-asas dan informasi-informasi. Dari data yang ada, maka akan dianalisis secara induktif kualitatif agar dapat semua sampai pada suatu kesimpulan akhir yang menjawab semua pokok permasalahan dalam penelitian ini

69 Lexy, J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Cetakan ke-27, (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2010), hal 248

PROGRAM STUDI DI INDONESIA

A.Sistem Pendidikan Tinggi di Indonesia 1. Landasan Hukum

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) merupakan keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional70. Di dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas tidak ditemukan penjelasan apa saja yang dimaksud dengan komponen-komponen tersebut. Namun dari beberapa pendapat di bawah ini dapat dipahami apa saja yang dimaksud dengan komponen-komponen tersebut.

Winch mengatakan “ The aims of any system of education tells us what it is for.Since they embody the fundamental purposes of education, they determine the character of everything else; institutions, curriculum, pedagogy and assessment71 (Terjemahan bebas “Tujuan dari setiap sistem pendidikan adalah untuk menyampaikan tujuannya mengapa sistem itu ada sebab sistem pendidikan mewujudkan tujuan dasar pendidikan, membentuk karakter, institusi, kurikulum, pedagogi dan penilaian).

Pendapat tersebut mengindikasikan bahwa komponen yang dimaksud diantaranya adalah tujuan pendidikan, lembaga pendidikan, kurikulum, pengajaran, dan penilaian.

70 Pasal 1 ayat (3) UU Sisdiknas

Tujuan pendidikan nasional yang dimaksud adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)

71 Chirstopher Winch dan John Gingell. The Key Concept in The Philosophy of Education . (New York. Routledge. 1999) . hal 10

Promila Sarma mengelompokkan komponen-komponen pendidikan ke dalam tiga bagian besar, yaitu (1) orientation yang mencakup philosofi, hukum, pembiayaan, (2) organization yang mencakup struktur umum, pendidikan dasar, pendidikan menengah, Pendidikan Tinggi , media massa, (3) Operation yang terdiri dari peserta didik, pendidik, kurikulum, metode pengajaran, materi ajar, evaluasi dan ujian, bimbingan, supervisi, dan administrasi72

Praktek pendidikan nasional diselenggarakan dengan mengacu kepada landasan hukum tertentu yang telah ditetapkan, baik berupa undang-undang maupun peraturan pemerintah mengenai pendidikan. Para pendidik dan tenaga kependidikan perlu memahami berbagai landasan hukum sistem pendidikan nasional tersebut dan menjadikannya sebagai titik tolak pelaksanaan peranan yang diembannya. Dengan demikian diharapkan akan tercipta tertibnya penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang menjadi salah satu prasyarat untuk dapat tercapainya tujuan pendidikan nasional.

Rochmat Wahab juga mengatakan“ hakekat, tujuan, prinsip-prinsip, subjek, dan penyelenggaraan pendidikan nasional, disamping ketenagaan, kurikulum, kelembagaan, evaluasi, dan partisipasi masyarakat merupakan hal penting diketahui dalam memahami Sistem Pendidikan Nasional.73

Sesuai dengan pemaparan di atas maka komponen-komponen Sisdiknas yang dimaksud adalah semua unsur dari Sisdiknas tersebut antara lain organisasi, kurikulum, pendidik, peserta didik, landasan hukum, landasan philosofis, pendanaan,

72 Promila Sharma. Education Administration, New Delhi, . (Darya Gan.SB.Nangia.2007) hal 317

73 Rochmat Wahab.” Mengkritisi Sistem Pendidikan Nasional, Aktualisasi Otonomi Pendidik an dan Alok asi Anggaran Pendidik an . Diakses dari htp://staff.uny.ac.id/ pada tanggal 28 Pebruari 2017

dan lain sebagainya dimana keseluruhannya saling terkait dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.

Santosh Kumar Madugula dari Research Scholar, Law Faculty, National University of Singapore mengatakan bahwa “

Every country has a unique higher education scenario and have experienced different historical and contemporary developments that have lead the current governments to lay education policies that would best suit the „development‟ or other such macro level objectives. However, there are certain similarities amongcountries that have put them in similar state of affairs”74

(Terjemahan bebas” Setiap negara memiliki skenario Pendidikan Tinggi yang unik dan telah mengalami perkembangan historis dan kontemporer yang berbeda yang mengarahkan pemerintah untuk meletakkan kebijakan pendidikan yang terbaik sesuai dengan „pembangunan‟ atau tujuan tingkat makro.Namun, ada kesamaan tertentu antara Negara yang telah menempatkan kebijakan-kebijakan tujuan tingkat makro.

Namun, ada kesamaan tertentu antara negara yang telah menempatkan kebijakan-kebijakan tersebut dalam keadaan serupa).

Apa yang disampaikan Santos di atas menunjukkan bahwa sistem pendidikan nasional suatu negara dibentuk berdasarkan kebijakan (politik) suatu negara khususya dalam bidang pendidikan yang disesuaikan dengan perkembangan negara tersebut untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian, Sisdiknas suatu negara dapat dikatakan sebagai identitas nasional negara yang bersangkutan yang menjadikannya berbeda dari sistim pendidikan negara lain.

Praktek pendidikan nasional memilki landasan filosofi dan hukum dalam operasionalnya. Landasan filosofis pendidikan adalah asumsi filosofis yang dijadikan titik tolak dalam rangka studi dan praktek pendidikan, sedangkan landasan

74 Santosh Kumar Madugula. Foreign University under WTO – GATS mechanism: Should WTOmembers of Pro-„Education Services Liberalization‟ allow Foreign Private Universities or Foreign Public Universities. Diunduh dari http://www.intconfhighered.org/Madugula.doc pada tanggl 05 April 2017

hukum/yuridis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundangan yang berlaku yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan75

Tiap-tiap negara memiliki peraturan perundang-undangan sendiri tentang proses pelaksanaan pendidikan, landasan yuridis atau landasan hukum pendidikan Indonesia juga mempunyai seperangkat peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan di Indonesia. Adapun yang menjadi landasan Pendidikan Tinggi di Indonesia, diantaranya:

a) Undang-Undang Dasar 1945

Pasal 31 ayat (1) , (2), (3), (4) dan (5) UUD 1945 tentang pendidikan berbunyi :

Ayat (1) Setiap warga negara negara berhak mendapatkan pendidikan.

Ayat (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar pemerintah wajib membiayainya. Ayat (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang. Ayat (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Ayat (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Dari uraian yang telah disebutkan, maka makna yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 tentang pendidikan adalah sebagai berikut76:

1) Setiap warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan, hak pendidikan yang dimiliki setiapa warga negara ini diharapkan mampu dimanfaatkan dengan baik oleh setiap warga negara, agar pendidikan yang dicita-citakan oleh masing- masing warga negara dapat tercapai.

2) Setiap pendidikan dasar yang ditempuh oleh warga negara wajib dibiayai oleh pemerintah yang dimaksudkan adalah pemerintah menyediakan dana

75 Y. Suyitno. Landasan filosofis pendidikan. Universitas pendidikan indonesia.2009 Diaksesdari:http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEDAGOGIK/ 195009081981011Y._ SUYIT NO / LANDASAN_ FILOSOFIS_PENDIDIKAN_ DASAR.pdfY. , 05 April 2017

76Alfin,Santono.2011,Mak naUUD1945 https://santonoalvin.wordpress.com/2011/02/26/uud -1945-Pasal- 1/(Online) diakses tanggal 06 April 2017

khusus untuk pendidikan dasar bagi warga negara Indonesia, sehingga semua warga bisa memperoeh pendidikan yang layak dari tingkat dasar.

3) Pendidikan nasional diharapkan mampu menciptakan pribadi (generasi penerus) yang bermoral, mandiri, matang dan dewasa, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, dan berperilaku santun.

4) Negara mempunyai kewajiban untuk menyediakan dana pendidikan dari sebagian APBN sehingga penyelengaraan pendidikan di Indonesia dapat berjalan dan tersebar secara merata di seluruh wilayah di Indonesia.

5) Pemerintah diharapkan mampu memprioritaskan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat membantu peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

b) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara77. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (Pasal 1 ayat 2 UU Sisdiknas).

Peraturan perundangan-undangan yang paling banyak membicarakan pendidikan adalah Undang Nomor 20 Tahun 2003 (UU Sisdiknas) Undang-undang ini mengatur pendidikan pada umumnya artinya segala sesuatu yang bertalian dengan pendidikan, mulai dari prasekolah sampai dengan Pendidikan Tinggi

77 Pasal 1UU Sisdiknas

ditentukan dalam undang-undang ini. UU Sisdiknas, dimana salah satunya mengatur tentang Pendidikan Tinggi . Pengaturan tentang Pendidikan Tinggi terdapat pada Pasal 19 sampai dengan Pasal 25.

c) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

Penddikan bangsa Indonesia sendiri telah diatur dalam UUD 1945 dan hal ini diperjelas dengan dirumuskannya norma-norma pokok yang harus menjiwai usaha pendidikan dan pengembangan kebudayaan yang dilaksanakan oleh penyelenggara Negara. Landasan yuridis atau landasan hukum pendidikan Indonesia juga mempunyai seperangkat peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan di Indonesia.

Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak, sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati.

Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah ini, bila dilanggar akan mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pula. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan78. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (selanjuntya disingkat UU Dikti), merupakan landasan hukum bagi Perguruan Tinggi yang melaksanakan Pendidikan Tinggi di Indonesia dan penyelenggaraan Pendidikan Tinggi di Indonesia.

Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor,

78 Baharuddin, Enrekang. 2012. Landasan Huk um Pendidik an Nasional. http:// baharuddin-enrekang.blogspot.co.id/2012/09/landasan-hukum-pendidikan-nasional.html (Online) diakses tanggal 6 April 2017

dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia.

Istilah Pendidikan Tinggi dan Perguruan Tinggi sering saling dipertukarkan dengan anggapan mempunyai arti sama, sedangkan sebenarnya mempunyai arti berlainan. Pendidikan Tinggi adalah pendidikan pada jalur pendidikan sekolah pada jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan menengah di jalur pendidikan sekolah.

Sebaliknya, Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan Pendidikan Tinggi .79

d).Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Guru dan Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pengakuan kedudukan guru dan Dosen sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik. UUGD mendefenisikan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Guru dan Dosen adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.Undang-Undang Guru dan Dosen ( UUGD ) merupakan suatu ketetapan politik bahwa pendidik adalah pekerjaan profesional, yang berhak

79 Richardus, Eko Indrajit dan Richardus Djokopranoto, Manajemen Perguruan Tinggi Modern, (Yogyakarta: Andi, 2006), hal 3

mendapatkan hak-hak sekaligus kewajiban profesional. Dengan itu diharapkan, pendidik dapat mengabdikan secara total pada profesinya dan dapat hidup layak dari profesi tersebut. Dalam UUGD ditentukan bahwa seorang pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran.

Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan Pendidikan Tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik Dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui Pendidikan Tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.

Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum: (a). lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan ( b.) lulusan program doktor untuk program pascasarjana.

e)

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen

Pengakuan Dosen sebagai pendidik profesional merupakan pembaharuan dalam sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan, dan pemerintahan daerah. Pemberian sertifikat pendidik bagi Dosen dilakukan melalui sertifikasi dengan mempertimbangkan penilaian portofolio pengalaman pendidikan dan penelitian serta kegiatan akademik atau profesional lain yang diperoleh selama bertugas. Hal ini dilandasi oleh pertimbangan bahwa bagi Dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuwan, pemerolehan dan pendalaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dapat dilakukan melalui pengalaman langsung

yang diinternalisasi dan dimaknai secara reflektif. Oleh karena itu, pengakuan atas pengalaman tersebut merupakan bagian integral dari proses pembentukan kompetensi Dosen sebagai agen pembelajaran.80

Pengaturan lain tentang Dosen adalah sertifikasi bagi Dosen yang belum memenuhi kualifikasi akademik, tetapi menduduki jabatan struktural, ekuivalensi antara pengalaman mengajar dengan angka kredit kumulatif, serta pembatasan usia Dosen berdasarkan jabatan fungsional. Pengaturan khusus ini dilandasi oleh pertimbangan untuk memotivasi dan menghargai dedikasi Dosen dalam melaksanakan tugas profesional sebagai pendidik dan ilmuwan yang bermartabat.

Tujuan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen, adalah :

a. meningkatkan martabat Dosen;

b. menjamin hak dan kewajiban Dosen;

c. meningkatkan kompetensi Dosen;

d. memajukan profesi serta karier Dosen;

e. meningkatkan mutu pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;

f. meningkatkan mutu pendidikan nasional;

g. mengurangi kesenjangan ketersediaan Dosen antar-Perguruan Tinggi dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi;

h. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar-Perguruan Tinggi; dan i. meningkatkan pelayanan Pendidikan Tinggi yang bermutu.81

f. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggara Pendidikan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi

Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi adalah pengaturan, perencanaan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi serta pembinaan dan koordinasi pelaksanaan

80 Penjelasan Umum Alinea Ke 3 atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tentang Dosen

81 Penjelasan Umum Alinea Ke 6 atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tentang Dosen

jalur, jenjang, dan jenis Pendidikan Tinggi oleh Menteri untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi .82

Pengaturan Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi meliputi: (a.) Tanggung jawab, tugas, dan wewenang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dalam Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi ; (b). Pendirian Perguruan Tinggi, Program Studi, dan program Pendidikan Tinggi ; dan (c). Gelar, ijazah, dan sertifikat profesi.

Adapun pengaturan Pengelolaan Perguruan Tinggi meliputi: (a) Otonomi Perguruan Tinggi; (b). Pola Pengelolaan Perguruan Tinggi; (c.) Tata kelola Perguruan Tinggi; dan (d.) Akuntabilitas publik. Dalam Peraturan Pemerintah ini ditegaskan, tanggung jawab Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi mencakup: (a). Pengaturan; (b).

Perencanaan; (c.) Pengawasan, pemantauan, dan evaluasi; dan (d.) Pembinaan dan koordinasi.83

Pasal 4 Peraturan Pemerintah ini menegaskan, dalam melaksanakan tanggung jawab di bidang pengaturan, Mendikbud memiliki tugas dan wewenang mengatur mengenai sistem Pendidikan Tinggi , anggaran Pendidikan Tinggi , hak mahasiswa, akses yang berkeadilan, mutu Pendidikan Tinggi , relevansi hasil Pendidikan Tinggi , dan ketersediaan Perguruan Tinggi.

Selain itu, Mendikbud juga memiliki tugas dan wewenang meliputi antara lain:

(a). Pemberian dan pencabutan izin pendirian Perguruan Tinggi dan izin pembukaan Program Studi, selain Pendidikan Tinggi Keagamaan (meliputi izin pendirian dan perubahan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) serta pencabutan izin PTS, dan izin pembukaan Program Studi dan pencabutan izin Program Studi pada PTN); (b). Penetapan biaya operasional Pendidikan Tinggi dan subsidi kepada Perguruan Tinggi Negeri (PTN); dan (c). Pemberian kesempatan yang lebih luas kepada calon mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi, dan calon mahasiswa dari daerah terdepan, terluar, dan tertinggal.

82 Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2014 tentang Penyelenggara Pendidikan Tinggi dan Pengeloloan Perguruan Tinggi

83 http://www.kopertis12.or.id/2014/02/26/pp-no-4-tahun-2014-tentang-penyelenggaraan-pendidikan-tinggi-dan-pengelolaan-perguruan-tinggi.html, diakses 12 April 2017

g) Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi

Standar Nasional Pendidikan, adalah kriteria minimal tentang pembelajaran pada jenjang Pendidikan Tinggi di Perguruan Tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Pendidikan Tinggi terdiri atas84 :

1) Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Menteri atas usul suatu badan yang bertugas menyusun dan mengembangkan Standar Nasional Pendidikan Tinggi ; dan

2) Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh setiap Perguruan Tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi .

Pasal 1 ayat (1) Permenristekdikti No. 44/2015, ditetapkan bahwa Standar Nasional Pendidikan Tinggi adalah satuan standar yang meliputi Standar Nasional Pendidikan, ditambah dengan Standar Nasional Penelitian, dan Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat.

Standar Nasional Pendidikan, ditambah dengan Standar Nasional Penelitian, dan Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat, pengertiannya di atur pada Pasal 1 ayat (2), (3) dan ayat (4), yang berbunyi sebagai berikut :

Ayat (2) Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang pembelajaran pada jenjang Pendidikan Tinggi di Perguruan Tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.Ayat (3) Standar Nasional Penelitian adalah kriteria minimal tentang sistem penelitian pada Perguruan Tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ayat (4) Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat adalah kriteria minimal tentang sistem pengabdian kepada masyarakat pada Perguruan Tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

84 Kementerian Riset,Teknologi, dan Pendidikan Tinggi , Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Penjaminan Mutu, Standar Nasional Pendidik an Tinggi Berdasarkan Permenristekdikti RI Nomor 44 tahun 2015, September 2016

Landasan yuridis pendidikan Indonesia dapat juga diartikan sebagai seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan Indonesia, y meliputi :

1. UUD 1945 sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Indonesia.

2. Pancasila sebagai Landasan Idiil Sistem Pendidikan Indonesia.

3. Ketetapan MPR sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Nasional

4. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Nasional

5. Keputusan Presiden sebagai Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan Nasional

6. Keputusan Menteri sebagai Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan

6. Keputusan Menteri sebagai Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan

Dokumen terkait