• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

E. Sumber Data

Lofland dan Lofland (1984 : 47) dalam Moleong (2010:157) menyebutkan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen, dan lain-lain. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui wawancara, observasi, maupun dokumentasi terhadap narasumber yang menjadi informan penelitian. Data penelitian ini data diambil secara langsung ke kantor Radio Republik Indonesia, dengan cara wawancara langsung dengan informan yakni Pimpinan dari Radio Republik Indonesia, yaitu : Direktur Utama Radio Republik Indonesia, Direktur Program dan Produksi Radio Republik Indonesia dan Kasubbag SDM RRI stasiun Yogyakarta.

2. Data sekunder

Adalah data tertulis yang diperoleh dari buku, majalah ilmiah, arsip dari instansi, laporan pertanggung jawaban program, dokumen pribadi maupun dokumen resmi. Data sekunder yang digunakan yaitu Peraturan Direksi LPP RRI, 50 Tahun RRI

Yogyakarta mengudara, Suara Publik mendukung LPP “ Kompilasi Road Show,

diskusi publik RUU penyiaran 2013” Radio Republik Indonesia, RRI Story 2012 “ Pengembangan wawasan RRI bagi staf Direktorat Program dan Produksi LPP RRI”, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002,Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2005, Keputusan Dewan Pengawas LPP-RRI Nomor 009/KEP/DEWAS/RRI/2010 Tahun 2010.

F. Teknik Pegumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Observasi dilakukan dengan cara mengamati secara langsung perilaku individu dan interaksinya dalam aktivitas sehari-hari. observasi dilakukan untuk mengamati kejadian-kejadian dilapangan yang berhubungan dengan perubahan status RRI. Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi nonpartisipan, peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Hal ini dikarenakan dengan observasi nonpartisipan peneliti bisa mendapatkan data yang lebih lengkap dan mendalam sehingga data yang terkumpul lebih akurat dan lengkap.

Dalam melakukan observasi penulis mengamati lingkungan internal organisasi, adapun hal – hal yang di amati dalam penelitian ini adalah sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Radio Republik Indonesia serata isi dari siaran yang disampaikan kepada masyarakat.

2. Wawancara

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan mengacu pada strategi yang dilakukan untuk merespon dan melakukan perubahan serta pertanyaan untuk menjawab rumusan masalah. Wawancara dilakukan terhadap pihak RRI, dalam hal ini adalah Direktur Utama Radio Republik Indonsia, Direktur Program dan Produksi, dan Kasubag SDM RRI stasiun Yogyakarta. Wawancara pada awalnya dilakukan pada Kasubag SDM RRI stasiun Yogyakarta, dikarenakan RRI stasiun Yogyakarta merupakan, RRI yang berada satu kota dengan peneliti, namun informasi yang didapatkan belum mewakilkan data, tentang apa saja yang dilakukan RRI dalam melaksanakan perubahan. Kemudian peneliti disarankan untuk melakukan penelitian langsung di RRI pusat (RRI Jakarta).

Wawancara selanjutnya dilakukan pada RRI pusat, yaitu dengan Direktur Utama RRI, hal ini dikarenakan penulis mengaggap beliau lebih mengetahui segala hal tentang perubahan status RRI dan Prosesnya dalam meyesuaikan diri dengan status LPP. Dari wawancara tersebut kemudian peneliti disarankan untuk mewawancarai bagian Program dan Produksi untuk mengetahui perubahan konten dari RRI.

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi dalam penelitian ini antara lain diperoleh dalam bentuk arsip, visi misi RRI, struktur organisasi, Peraturan Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik RRI nomor 2 tahun 2013, Peraturan Direksi LPP RRI, 50 Tahun RRI

Yogyakarta mengudara, Suara Publik mendukung LPP “ Kompilasi Road Show,

diskusi publik RUU penyiaran 2013” Radio Republik Indonesia, RRI Story 2012 “ Pengembangan wawasan RRI bagi staf Direktorat Program dan Produksi LPP RRI”, Keputusan Dewan Pengawas LPP-RRI Nomor 009/KEP/DEWAS/RRI/2010 Tahun 2010. dan peraturan pemerintah antara lain :

a) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomer 37 tahun 2000, tentang

pendirian Perusahaan Jawatan

b) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002

c) Peraturan Pemerintah Nomor 11 dan 12 tahun 2005 penjabaran lebih lanjut

dari Undang Undang Nomor 32/2002 G. Teknik Analisis Data

Menurut Lexy J. Moleong (2010:247), Analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan/observasi yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar,

foto, dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, maka langkah berikutnya ialah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan rangkuman yang inti, proses dengan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya.

Analisis data dilakukan dalam suatu proses, proses berarti pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data dan dilakukan secara intensif, yakni setelah meninggalkan lapangan, pekerjaan menganalisis data memerlukan usaha pemusatan perhatian dan pengarahan tenaga fisik dan pikiran dari peneliti, dan selain menganalisis data peneliti juga perlu mendalami kepustakaan guna mengkonfirmasikan atau menjustifikasikan teori baru yang mungkin ditemukan. Miles and Huberman dalam Sugiyono (2010: 91), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Berikut ini teknik analisis data yang digunakan:

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan kegiatan merangkum catatan-catatan lapangan dengan memilah hal-hal yang pokok yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, rangkuman catatan-catatan lapangan itu kemudian disusun secara sistematis agar memberikan gambaran yang lebih tajam serta mempermudah pelacakan kembali apabila sewaktu-waktu data diperlukan kembali.

2. Display data

Display data berguna untuk melihat gambaran keseluruhan hasil penelitian. Dari hasil reduksi data dan display data itulah selanjutnya peneliti dapat menarik kesimpulan sehingga menjadi kebermaknaan data.

3. Kesimpulan dan Verifikasi

Untuk menetapkan kesimpulan yang lebih beralasan dan tidak lagi berbentuk kesimpulan yang coba-coba, maka verifikasi dilakukan sepanjang penelitian berlangsung sejalan triangulasi sehingga menjamin signifikansi atau kebermaknaan hasil penelitian. Selain itu pengambilan kesimpulan dilakukan dengan cara berpikir induktif yaitu menyimpulkan dari hal-hal khusus ke hal-hal yang lebih umum.

H. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan adalah Teknik Tringulasi. Tringulasi adalah teknik pemerikasaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Lexy J. Moleong, 2010:330). Langkah yang digunakan dalam teknik tringulasi data ini adalah dengan menggunakan metode.

Tringulasi dengan menggunakan metode dapat dilakukan dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan wawancara, membandingkan hasil wawancara antara informan satu dengan informan lain, membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan. Teknik tringulasi dengan metode dilakukan untuk mengecek derajat kepercayaan

penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data. Hal ini dilakukan dengan pengecekan terhadap beberapa sumber data dengan metode yang sama, selain itu untuk teknik tringulasi dengan metode dapat dilakukan dengan mengecek balik hasil wawancara dan observasi. Dengan demikian data yang diperoleh bersifat valid dan diakui kebenarannya. Data dapat dikategorikan absah apabila telah didapat konsistensi atau kesamaan jawaban antara informan yang satu dengan informan lain.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Lokasi Penelitian

a. Profil Radio Republik Indonesia

RRI adalah satu-satunya radio yang menyandang nama Negara yang siarannya ditujukan untuk kepentingan bangsa dan Negara. RRI terletak di Jalan Merdeka Barat no.4-5 jakarta pusat. RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik yang independen, netral dan tidak komersial yang berfungsi memberikan pelayanan siaran informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol sosial, serta menjaga citra positif bangsa di dunia internasional.

Radio Republik Indonesia, secara resmi didirikan pada tanggal 11 September 1945, oleh para tokoh yang sebelumnya aktif mengoperasikan beberapa stasiun radio Jepang di 6 kota. Rapat utusan 6 radio di rumah Adang Kadarusman, Jalan Menteng Dalam Jakarta, menghasilkan keputusan mendirikan Radio Republik Indonesia dengan memilih Dokter Abdulrahman Saleh sebagai pemimpin umum RRI yang pertama.

Rapat tersebut juga menghasilkan suatu deklarasi yang terkenal dengan sebutan Piagam 11 September 1945, yang berisi 3 butir komitmen tugas dan fungsi RRI yang kemudian dikenal dengan Tri Prasetya RRI. Butir Tri Prasetya yang ketiga merefleksikan komitmen RRI untuk bersikap netral tidak memihak kepada salah satu aliran/keyakinan partai atau golongan. Hal ini memberikan dorongan serta semangat kepada penyiar RRI pada era Reformasi untuk menjadikan

RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik yang independen, netral dan mandiri serta senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat.

Besarnya tugas dan fungsi RRI yang diberikan oleh negara melalui UU no 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, PP 11 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik, serta PP 12 tahun 2005, RRI dikukuhkan sebagai satu-satunya lembaga penyiaran yang dapat berjaringan secara nasional dan dapat bekerja sama dalam siaran dengan lembaga penyiaran Asing. Dengan kekuatan 67 stasiun penyiaran termasuk Siaran Luar Negeri dan 5 (lima) satuan kerja (satker) lainnya yaitu Pusat Pemberitaan, Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbangdiklat) Satuan Pengawasan Intern, serta diperkuat 16 studio produksi serta 11 perwakilan RRI di Luar negeri RRI memiliki 61 (enampuluh satu) programa 1, 61 programa 2, 61 programa 3, 14 programa 4 dan 7 studio produksi maka RRI setara dengan 205 stasiun radio.

b. Visi dan Misi RRI

a. VISI LPP RRI:

Menjadikan LPP RRI radio berjaringan terluas, pembangunan karakter bangsa, berkelas dunia.

b. Misi LPP RRI

1. Memberikan pelayanan informasi terpecaya yang dapat menjadi acuan dan sarana

kontrol sosial masyarakat dengan memperhatikan kode etik jurnalistik/kode etik penyiaran.

2. Mengembangkan siaran pendidikan untuk mencerahkan, mencerdaskan, dan

memberdayakan serta mendorong kreatifitas masyarakat dalam kerangka membangun karaktek bangsa.

3. Menyelenggarakan program siaran berperspektif gender yang sesuai dengan budaya bangsa dan melayani kebutuhan kelompok minoritas.

4. Memperkuat program siaran di wilayah perbatasan untuk menjaga kedaulatan NKRI.

5. Meningkatkan kualitas siaran luar negeri dengan program siaran yang mencerminkan

politik negara dan citra positif bangsa.

6. Meningkatkan partisipasi publik dalam proses penyelenggaraan siaran mulai dari

tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi program siaran.

7. Meningkatkan kualitas audio dan memperluas jangkauan siaran secara nasional dan

internasional dengan mengoptimalkan sumberdaya teknologi yang ada dan mengadaptasi perkembangan teknologi penyiaran serta mengefisienkan pengelolaan operasional maupun pemeliharaan perangkat teknik.

8. Mengembangkan organisasi yang dinamis, efektif, dan efisien dengan sistem

manajemen sumber daya (SDM, keuangan, asset, informasi dan operasional) berbasis teknologi informasi dalam rangka mewujudkan tata kelola lembaga yang baik ( good corporate governance).

9. Meningkatkan kualitas siaran luar negeri dengan program siaran yang mencerminkan

politik negara dan citra positif bangsa.

10.Memberikan pelayanan jasa-jasa yang terkait dengan penggunaan dan pemanfaatan

asset negara secara profesional dan akuntabel serta menggali sumber-sumber penerimaan lain untuk mendukung operasional siaran dan meningkatkan kesejahteraan pegawai.

c. Struktur Organisasi LPP RRI

Gambar 4. Struktur Organisasi LPP RRI

Gambar 4. Struktur Organisasi LPP RRI

d. Badan Hukum Instansi

Peraturan Pemerintah Republik Indonensia No.12 Tahun 2005 Tentang Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) terdiri 11 Bab, 47 Pasal, 12 Bagian, 102 Ayat. Ditetapkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Maret 2005 oleh Presiden RI, Dr.H. Susilo Bambang Yudoyono dan Menteri Hukum dan HAM, Dr.Hamid Awaludin. DIREKSI  DEWAN PENGAWAS DIREKTUR UTAMA  DIREKTUR  PROGRA  DAN  PRODUKSI DIREKTUR  TEKNOLO GI DAN  MEDIA  BARU  DIREKTUR  LAYANAN  DAN  PENGENB ANGAN  USAHA DIREKTUR  KEUANGAN  DIREKTUR  SDM DAN  UMUM  KAPUSLITBA NGDIKLAT KEPALA 

PUSAT  KEPALA SPI

e. Variasi Siaran

RRI didaerah hampir seluruhnya menyelenggarakan siaran dalam 3 program, dengan segmennya masing-masing yaitu:

1. PRO 1, sebagai siaran Pusat Pemberdayaan Masyarakat yang melayani

segmen masyarakat yang luas sampai pedesaan.

2. PRO 2, sebagai siaran Pusat Kreativitas Anak Muda yang melayani

masyarakat muda di perkotaan, dan

3. PRO 3, merupakan siaran dari Jakarta sebagai siaran Jaringan Berita

Nasional yang menyajikan berita dan informasi (News Channel) selama 24 jam yang dipancarluaskan/ direlay oleh Setiap Stasiun RRI daerah kepada masyarakat luas di seluruh wilayah Indonesia.

Sedangkan untuk cabang utama atau RRI pusat yang berkedudukan di Jakarta terdapat 4 programa dan siaran manca negara yaitu :

1. PRO 1 siaran Pusat Pemberdayaan Masyarakat untuk pen dengar di Propinsi

DKI Jakarta Usia Dewasa (Siaran Khusus Informasi, Pendidikan, Hiburan & Budaya),

2. PRO 2 siaran Pusat Kreativitas Anak Muda untuk segment pendengar remaja

dan pemuda di Jakarta (Siaran Khusus Musik,Informasi & Gaya Hidup) 3. PRO 3 siaran Jaringan Berita Nasional,

4. PRO 4 siaran Pusat Kebudayaan Indonesia.

5. Channel V atau Suara Indonesia (Voice of Indonesia) sebagai Siaran Luar

2. Deskripsi Data Penelitian

a. Perkembangan Perubahan RRI

Usia RRI hampir sama tuanya dengan umur NKRI, umur RRI dan NKRI hanya berbeda 24 hari. Suatu usia sebuah organisasi RRI yang telah cukup lanjut seiring dengan perjalanan sejarah dan dinamika negerinya. Dalam kurun waktu selama itu jugalah RRI ikut serta dalam pasang surutnya negeri ini tanpa pernah absen dan selalu menyertai panggilan tugas sejarahnya dari masa ke masa sejak masa menegakkan kemerdekaan NKRI, mempertahankankan kedaulatan NKRI, dan mengarungi masa Orde Lama (Orla) masa pemerintahan Presiden Soekarno, RRI juga senantiasa menemani perjalanan Orde Baru (Orba) dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto, dan masa Reformasi ,masa yang merupakan masa kebangkitan RRI, dan hingga saat ini RRI senantiasa mengudara sebagai sarana penyampaian berita dan penyebar luasan informasi yang mendidik dan berkualitas.

Gambar 5. Skema Perubahan RRI

Berdasarkan skema diatas ada 4 tahap perubahan status RRI sebelum menjadi LPP, 4 tahap tersebut adalah :

a) Radio perjuangan

Radio Hoso Kyoku adalah radio militer jepang yang mengudara dengan aktif pada masa perjuangan, radio ini adalah cikal bakal dari RRI. Pada masa kemerdekaan radio ini mengambil peran penting dalam kemerdekaan Indonesia, yaitu sebagai media yang menyiarkan kemerdekaan Indonesia ke seluruh wilayah Indonesia dan bahkan keseluruh dunia melalu siaran radio yang siarkan secara diam-diam. Sebelum kemerdekaan siaran radio ini telah banyak memberikan pesan-pesan dan kode rahasia dari pemimpin bangsa yang disiarkasn secara sembunyi-sembuyi, maka dari itu tercetuslah RRI sebagai radio untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. b) Radio Republik Indonesia

(Sebelum Kemerdekaan) Radio Perjuangan

(1945 – 1968) Radio Republik Indonesia

(1968 – 1998)

RRI masa Pemerintahan Presiden Soeharto

(1998-2000)

Radio Republik Indonesia, secara resmi didirikan pada tanggal 11 September 1945, oleh para tokoh yang sebelumnya aktif mengoperasikan beberapa stasiun radio Jepang di 6 kota. Rapat utusan 6 radio di rumah Adang Kadarusman Jalan Menteng Dalam Jakarta menghasilkan keputusan mendirikan Radio Republik Indonesia dengan memilih Dokter Abdulrahman Saleh sebagai pemimpin umum RRI yang pertama. Rapat tersebut juga menghasilkan suatu deklarasi yang terkenal dengan sebutan Piagam 11 September 1945, yang berisi 3 butir komitmen tugas dan fungsi RRI yang kemudian dikenal dengan Tri Prasetya RRI yang berbunyi :

1) Kita harus menyelamatkan segala alat siaran radio dari siapapun juga yang hendak menggunakan alat tersebut untuk menhancurkan negara kita dan membela alat itu dengan segala jiwa raga dalam keadaan bagaimanapun juga.

2) Kita harus mengemudikan siaran RRI sebagai alat perjuangan dan alat

revolusi seluruh bangsa indonesia, dengan jiwa kebangsaan yang murni , hati yang bersih dan jujur serta budi yang penuh kecintaan dan kesetiaan kepada tanah air dan bangsa.

3) Kita harus berdiri diatas segala aliran dan keyakinan partai atau golongan, dengan mengutamakan persatuan bangsa dan keselamatan Negara, serta berpegang pada jiwa proklamasi 17 agustus 1945.

c) RRI masa Pemerintahan Presiden Soeharto (1968 – 1998)

Radio Republik Indonesia berstatus sebagai Perusahaan Jawatan yang berada di bawal kementrian penerangan dan didalam Dirjen Radio Televisi (RTF). Pada masa ini RRI dijadika radio pemerintah atau biasa disebut dengan “ Corong Pemerintah “.

Status sebagai corong pemerintah membuat RRI beralih fungsi dari yang semula dicita-citakan yaitu netral dan berdiri diatas semua golongan, pada masa ini RRI hanya menyiarkan hal-hal positif dari pemerintah. Bukan hanya sebagai corong pemerintah, bahkan menjadi corong partai Golkar, yang notabennya adalah partai penguasa pada masa ini. Sistem komunikasi yang otoritarian atau sitem komunikasi

topdown yang tidak memiliki ruang rakyat. Semua hal mengenai penyiaran sudah di atur, tidak ada kritik mapun dialog interaktif, RRI hanya sebagai alat penyampai dari pemerintah ke seluruh masyarakat Indonesia.

d) RRI Masa Reformasi 1998-2000

Pada masa reformasi Departeman Penerangan dibubarkan, maka RRI mencari solusi akan status mereka yang beradaa di bawah Depatemen Penerangan. Semangat Tri Prasetya pun berkobar kembali dimana butir yang ketiga merefleksikan komitmen RRI untuk bersikap netral tidak memihak kepada salah satu aliran / keyakinan partai atau golongan. Hal ini memberikan dorongan serta semangat kepada broadcaster RRI pada era reformasi untuk menjadikan RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik yang independen, netral dan mandiri serta senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Dengan terbitnya UU No.32 Tahun 2002 tentang penyiaran dan peraturan pemerintah No.11 Tahun 2005 tanggal 18 Maret 2005 tentang penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Publik serta Peraturan Pemerintah No.12 Tahun 2005 tanggal 18 maret 2005 tentang penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Publik, maka RRI secara keseluruhan berubah status menjadi LPP terhitung mulai tanggal 18 Maret 2005.

b. Identifikasi Perubahan

Sebagai media penyiaran pertama yang dimiliki oleh Indonesia, RRI memiliki peran penting untuk membantu pemerintah dalam menyebarluaskan berita bagi seluruh rakyat Indonesia, dimana pada era Soekarno RRI berperan sebagai penyebar berita kemerdekaan. Pada tahap perkembangannya kemudian RRI menjadi media yang diintervensi penuh oleh pemerintah, terutama pada era Soeharto. Perubahan RRI sebagai corong pemerintah menjadi Lembaga Penyiaran Publik (LPP) dimulai pada pasca reformasi, dimana transparansi informasi menjadi penting bagi masyarakat. Direktur Utama menyatakan sebagai berikut:

“Kalau tadinya RRI hanya menyuarakan hal-hal yang positif bagi pemerintah, sebagai LPP RRI mempunyai banyak tugas, melayanai tidak hanya pemerintah, tapi juga

Yudikatif, Legislative dan masyarakat secara umum. RRI tetap melayani pemerintah tapi bukan sebagai corong pemerintah” (wawancara 24 Desember)

LPP merupakan badan hukum yang didirikan oleh Negara bersifat independen, netral, tidak komersial yang sepenuhnya melayani masyarakat Bangsa dan Negara. Siarannya harus menjangkau seluruh lapisan masyarakat di tanah air. Sebagai salah satu lembaga milik Negara, RRI kemudian mulai merintis bahwa keberadaan RRI ini bukan untuk kepentingan pemerintah yang berkuasa saja, akan tetapi kepada masyarakatlah RRI harus memberikan pelayanan ekstranya. Beberapa faktor yang mendukung perubahan RRI adalah sebagai berikut:

1. Tututan Reformasi, reformasi di Indonesia menandakan beralihnya sistem

pemerintahan di Indonesia yang semua otoriter menjadi demokrasi. Sistem pemerintahan yang berubah membuat pemerintah kehilangan hak istimewanya untuk menyetir RRI.

2. Tuntutan perubahan internal (dorongan dari dalam diri RRI), selain tutuntan reformasi, tutuntutan internal RRI yang menjadi motor penggerak paling berpengaruh dalam perubahan status RRI. Para pemimpin RRI menyedari pergeseran peran RRI yng semua

didirikan sesuai dengan Tri Prastya, malah menjadi sarana yang dikuasai oleh satu golongan.

3. Tuntutan eksternal, yaitu para akademisi yang menjadi penggerak RRI sebagai LPP.

Para akademisi ini mengadakan kajian-kajian supaya RRI berubah. Melakukan kerjasama dengan IFES, mengadakan seminar di berbagai kota untuk pengenalan LPP. Tidak lagi menjadi corong pemerintah merupakan faktor utama bagi RRI untuk berubah menjadi LPP. Dengan menggunakan masyarakat sebagai orientasi utama bagi pelayanan yang diberikan oleh RRI. Hal ini sesuai dengan yang pernyataan Direktur Program dan Produksi yaitu sebagai berikut.

“Karena menjadi radio pemerintah sudah tidak masanya lagi sebuah radio sebagai

corong pemerintah, jadi dari situlah awalnya mengapa RRI berubah. Perubahan RRI

berasal dari dalam tubuh RRI sendiri. Dimana kami mau berubah, kami mau maju dan

melayani masyarakat” (hasil wawancara tanggal 24 desember 2013).

Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa tuntutan dari pihak internal maupun eksternal ialah perubahan RRI untuk menjadi milik Negara. Adanya kesadaran dari masing-masing pihak untuk membenahi peran dan fungsi RRI sebagaimana seharusnya, yaitu menjadi sebuah radio yang tidak hanya dimiliki atau melayani Pemerintah, melaikan menjadi hak milik Negara dimana dapat disimpulkan bahwa didalam sebuah Negara mengandung banyak aspek termasuk masyarakat secara umum.

Adapun tahapan perubahan bermula dari kembalinya Semangat Tri Prasetya dari RRI stasiun Yogyakarta, yang kemudian dibawa ke RRI pusat untuk dikaji secara lebih rinci, ternyata setelah mensosialisasikan pemikiran-pemikiran kepada RRI pusat, ternyata RRI pusat juga memiliki pemikiran yang sama mengenai perubahan status RRI. Pergerakan perubahan RRI semakin kuat dimana RRI pusat terus melakukan pertemuan pertemuan, sedangkan di

Yogyakarta segala bentuk aspirasi dituangkan dalam bentuk proposal. Pada akhirnya diputuskan bahwa seminar akan dilakukan di Yogyakarta dan dipimpin oleh bapak Beni Kusbani yang saat itu menjabat sebagai Direktur Penyiaran, dimana tim yang di Jakarta beserta Direktur utama yang saat itu adalah bapak Suryanta Saleh, ikut bergabung ke Yogyakarta. Tidak hanya itu seminar ini juga melibatkan RRI di seluruh wilayah Jawa, Bali dan Madura, untuk merumuskan kearah mana RRI akan di bawa. Direktur utama menyatakan sebagai berikut :

“Jadi awalnya Yogyakarta mengusulkan ke pusat untuk mengadakan kajian-kajian

semacam seminar secara terus menerus untuk me re-visioning, bagaimana visi RRI kedepannya, RRI mau kemana? Hal ini dilakukan sampai 5 kali. Disitulah kemudian

terumuslah rekomendasi bahwa RRI itu memilih menjadi Lembaga Penyiaran

Publik. (hasil wawancara tanggal 24 desember 2013)”

Setelah mengadakan kajian yang berulang kali maka diputuskan bahwa RRI sebagai

Dokumen terkait