• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber Penghasilan atas Harta

Dalam dokumen Penetapan Pembagian Hak Pemajakan Berdas (Halaman 33-44)

Ketentuan Perpajakan mengenai pengenaan pajak atas harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak diatur dalam Undang – Undang Pajak Penghasilan Pasal 4 (UU No. 36 Tahun 2008) ayat 1, yang disebutkan bahwa keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta merupakan bagian dari objek pajak. Dalam Pasal 4 ayat 1 huruf d dijabarkan bahwa yang termasuk penjualan atau pengalihan harta antara lain :

1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modalk

2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnyak

3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,

pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa punk

4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihakpihak yang bersangkutank dan

penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.

Ketentuan Perpajakan mengatur bahwa beberapa jenis penghasilan atas harda dapat dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, hal tersebut diatur dalam Pasal 4 ayat 2, yang dimana berupa :

1. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadik

2. penghasilan berupa hadiah undiank

3. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal venturak

4. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunank dan

5. penghasilan tertentu lainnya.

Dapat dilihat bahwa berkaitan dengan pengalihan dan penggunaan harta dapat dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, hal itu terdiri atas penghasilan dari bunga deposito, transaksi saham, penghasilan dari sewa dan penghalihan harta tanah dan/atau bangunan dan lainnya yang termasuk ke dalam harta.

Dalam aturan perpajakan terdapat ketentuan mengenai penghalihan dan penggunaan harta di luar negeri. Berkaitan dengan perolehan penghasilan berupa

pengalihan maupun penggunaan harta yang terutang pajak di luar negeri, maka atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang – Undang Perpajakan dalam tahun pajak yang sama. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 24 (UU No. 36 Tahun 2008) yang dimana mennentukan sumber penghasilan atas harta yang dapat dijadikan batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, antara lain :

1. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukank

2. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau beradak

3. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletakk

4. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah Negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau beradak

5. penghasilan bentuk usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatank

6. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan beradak

7. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap beradak dan,

8. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.

Penghasilan atas pengalihan dan penjualan harta di Indonesia yang diterima oleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri dipotong pajak sebesar 20% bersifat final dari perkiraan penghasilan neto dan bersifat final, hal tersebut diatur dalam Pasal 26 ayat 2, namun terdapat pengecualian terhadap apa yang sudah diatur dalam Pasal 4 ayat 2. Sebagai petunjuk pelaksaan Pasal 26 ayat 2, pada tanggal 22 April 2009 Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan PMK-82/PMK.03/2009. Dalam peraturan tersebut terdapat objek PPh pasal 26 ayat 2 yang dikenakan PPh Final tersebut yaitu penjualan atau penghalihan harta berupa perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar, dan/atau pesawat terbang ringan. Lalu terdapat ketentuan bahwa terhadap Wajib Pajak Luar Negeri yang berkedudukan di negara-negara yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada Peraturan Menteri Keuangan tersebut hanya dilakukan apabila berdasarkan P3B yang berlaku, hak pemajakannya ada pada pihak Indonesia. Besarnya perkiraan penghasilan neto berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersebut adalah 25 % dari harga jual.

Perlakuan pajak atas penghasilan berupa harta terdapat banyak perbedaan baik dari segi tariff maupun perlakuannya baik itu Wajib Pajak dalam maupun

luar negeri. Perbedaan ketentuan tersebut diatur dalam masing – masing peraturan perundang – undangan yang berlaku maupun aturan penjelas yang dapat berupa peraturan lainnya selain Undang – Undang Perpajakan.

Dalam pengenaan pajak penghasilan atas harta terdapat beberapa ketentuan yang diatur dalam masing – masing pasal baik OECD model maupun UN model, penjabaran dalam pasal tersebut terbagi menjadi beberapa jenis penghasilan yang diatur dalam masing – masing pasal. Khusus untuk penghasilan atas harta secara spesifik terdapat dalam pasal 6 dan pasal 13 yang mengatur mengenai penghasilan atas harta tidak bergerak dan keuntungan dari pemindahtanganan harta. Definisi dari harta tak bergerak diserahkan kepada ketentuan domestik Negara Sumber, akan tetapi untuk tujuan penerapan P3B maka hal tersebut dapat meliputi :

1. Benda-benda yang menyertai harta tidak bergerakk

2. Ternak dan peralatan yang dipergunakan dalam pertanian dan kehutanank 3. Hak-hak dimana ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan umum

yang berkenaan dengan pertanahan berlakuk

4. Hak memungut hasil atas harta tidak bergerak, dan hak atas pembayaran-pembayaran tidak tetap atau tetap sebagai imbalan atas pengerjaan atau hak untuk mengerjakan, kandungan mineral dan sumber-sumber daya alam lainnya.

Rumusan diatas mengecualikan penghasilan dari kapal, perahu, dan pesawat terbang yang diatur khusus di Pasal 8 OECD dan UN Model. Terdapat ketentuan yang mengatur perlakuan pajak terhadap penghasilan pajak atas harta tak bergerak, berikut merupakan isi dari pasal 6 baik UN maupun OECD model.

“OECD MODEL dan UN MODEL Article 6

INCOME FROM IMMOVABLE PROPERTY

1. Income derived by a resident of a Contracting State from immovable property (including income from agriculture or forestry) situated in the other Contracting State may be taxed in that other State.

2. The term "immovable property" shall have the meaning which it has under the law of the Contracting State in which the property in question is situated. The term shall in any case include property accessory to immovable property, livestock and equipment used in agriculture and forestry, rights to which the provisions of general law respecting landed property apply, usufruct of immovable property and rights to variable or fixed payments as consideration for the working of, or the right to work, mineral deposits, sources and other natural resources; ships, boats and aircraft shall not be regarded as immovable property.

3. The provisions of paragraph 1 shall apply to income derived from the direct use, letting, or use in any other form of immovable property.

4. The provisions of paragraphs 1 and 3 shall also apply to the income from immovable property of an enterprise.”

Dalam model OECD dan UN, pengenaan pajak terhadap penghasilan dari harta tak bergerak yang terletak di Negara sumber yang dimiliki oleh subjek pajak dalam negeri dari Negara lainnya atau bisa juga dikatakan negara domisili. Dalam pasal 6 ayat 1 dikatakan bahwa pasal tersebut memberikan hak kepada Negara sumber untuk mengenakan pajak yang timbul dari harta tak bergerak yang terletak

( S atau Situated) di Negara Sumber tersebut. Negara sumber dapat mengenakan pajak sepanjang memenuhi persyaratan situs test atau tempat usaha yang tetap. Sehingga implikasinya adalah jika herta tak bergerak tersebut tidak terletak di negara sumber, maka negara sumber tidak dapat mengenakan pajak yang timbul dari harta tak bergerak tersebut, terlepas dari harta tersebut dimiliki oleh subjek pajak dalam negeri di negara sumber. Kedua model tersebut tidak membatasi hak pemajakan negara sumber, sehingga dapat terjadi negara sumber mengenakan pajak dengan tarif lebih tinggi.

Lalu dalam pemindahtanganan harta dua model dalam menentukan perlakuannya yaitu UN model dan OECD model, sebagai berikut.

“UN MODEL ART 13 CAPITAL GAINS

1. Gains derived by a resident of a Contracting State from the alienation of immovable property referred to in Article 6 and situated in the other Contracting State may be taxed in that other State.

2. Gains from the alienation of movable property forming part of the business property of a permanent establishment which an enterprise of a Contracting State has in the other Contracting State or of movable property pertaining to a fixed base available to a resident of a Contracting State in the other Contracting State for the purpose of performing independent personal services, including such gains from the alienation of such a permanent establishment (alone or with the whole enterprise) or of such fixed base, may be taxed in that other State.

3. Gains from the alienation of ships or aircraft operated in international traffic, boats engaged in inland waterways transport or movable property pertaining to the operation of such ships, aircraft or boats, shall be taxable only in the Contracting State in which the place of effective management of the enterprise is situated.

4. Gains from the alienation of shares of the capital stock of a company, or of an interest in a partnership, trust or estate, the property of which consists directly or indirectly principally of immovable property situated in a Contracting State may be taxed in that State. In particular: (a) Nothing contained in this paragraph shall apply to a company, partnership, trust or estate, other than a company, partnership, trust or estate engaged in the business of management of immovable properties, the property of which consists directly or indirectly principally of immovable property used by such company, partnership, trust or estate in its business activities. (b) For the purposes of this paragraph, “principally” in relation to ownership of immovable property means the value of such immovable property exceeding 50 per cent of the aggregate value of all assets owned by the company, partnership, trust or estate. 5. Gains, other than those to which paragraph 4 applies, derived by a

resident of a Contracting State from the alienation of shares of a company which is a resident of the other Contracting State, may be taxed in that other State if the alienator, at any time during the 12 month period preceding such alienation, held directly or indirectly at least ___ per cent

(the percentage is to be established through bilateral negotiations) of the capital of that company.

6. Gains from the alienation of any property other than that referred to in paragraphs 1, 2, 3, 4 and 5 shall be taxable only in the Contracting State of which the alienator is a resident.”

“OECD Model, Pemindahtanganan harta CAPITAL GAINS, ART 13

1. Gains derived by a resident of a Contracting State from the alienation of immovable property referred to in Article 6 and situated in the other Contracting State may be taxed in that other State.

2. Gains from the alienation of movable property forming part of the business property of a permanent establishment which an enterprise of a Contracting State has in the other Contracting State, including such gains from the alienation of such a permanent establishment (alone or with the whole enterprise), may be taxed in that other State.

3. Gains from the alienation of ships or aircraft operated in international traffic, boats engaged in inland waterways transport or movable property pertaining to the operation of such ships, aircraft or boats, shall be taxable only in the Contracting State in which the place of effective management of the enterprise is situated.

4. Gains derived by a resident of a Contracting State from the alienation of shares deriving more than 50 per cent of their value directly or indirectly from immovable property situated in the other Contracting State may be taxed in that other State.

5. Gains from the alienation of any property, other than that referred to in paragraphs 1, 2, 3 and 4, shall be taxable only in the Contracting State of which the alienator is a resident.”

Keuntungan dari pemindahtanganan harta atau bisa juga disebut sebagai

capital gains diatur dalam Pasal 13 dari masing – masing model baik OECD model maupun UN model. Dalam model tersebut keuntungan dari pengalihan harta dapat dikenai pajak di negara sumber, untuk Indonesia mengenakan pajak atas penjualan saham ke luar negeri dengan tarif 20% x 25 % x penghasilan bruto, hal ini berkaitan dengan ketentuan yang diatur pada Pasal 26 ayat 2 Undang – Undang Pajak Penghasilan. Pasal tersebut menjelaskan bahwa penduduk asing yang menjalankan usaha berupa Bentuk Usaha Tetap, dalam menghitung laba rugi dari penjualan aktiva tersebut dengan menggabungkannya kedalam laba usaha BUT. Akan tetapi terdapat perbedaan dari penjualan kapal – kapal dan pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lintas internasional, seluruh harta bergerak yang ada hubungannya dengan pengoperasian kapal – kapal dan pesawat udara tersebut hanya akan dikenakan pajak di negara tempat manajemen dari perusahaan yang mengopeasikan berada, atau disebut juga negara domisili.

Ketentuan ini juga berlaku terhadap penduduk asing yang memiliki harta berupa jaminan atau tanah milik di negara lainnya, memiliki keuntungan pemindahtanganan saham – saham dari suatu perusahaan, atau penyertaan dalam suatu persekutuan, jaminan atau tanah milik, yang aktivanya secara langsung maupun tidak langsung terutama terdiri dari harta tak bergerak di salah satu negara dapat dikenai pajak di negara tersebut. harta lainnya selain yang disebut diatas, perlakuan pajaknya dilakukan di negara domisili. Pada model UN dan

model Indonesia apabila terdapat tempat usaha tetap untuk pekerjaan bebas terjadi pengalihan harta, maka keuntungannya dikenakan di suatu tempat tersebut, karena hal tersebut merupakan bagian dari definisi BUT.

3.3. Sumber Penghasilan atas Pekerjaan

Dalam dokumen Penetapan Pembagian Hak Pemajakan Berdas (Halaman 33-44)

Dokumen terkait