• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUMBER WEWENANG

Dalam dokumen TEORI & PRAKTEK KEWENANGAN PEMERINTAHAN (Halaman 26-43)

SUMBER WEWENANG

Secara teoretis, kewenangan yang bersumber dari

peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh

melalui tiga cara yakni atribusi, delegasi, dan mandat. Hal ini dilihat dari pendapat para pakar, J.B.J.M. ten Berger, sebagaimana dikutip oleh Ridwan H.R.,

mengemukakan bahwa cara suatu kewenangan

diberikan dan dijalankan oleh organ pemerintah, ada tiga macam sumber kewenangan, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. H.D. Van Wijk/ Willem Konijnenbelt juga berpendapat sama dengan J.B.J.M. ten Berger bahwa terdapat tiga macam sumber kewenangan. Pertama, atribusi. Atribusi diartikan sebagai berikut:30

“Wijze waarop een bestuurorgaan een

besturbevoegdheid krijgt toegekend. Een organ met regelgevende bevoegdheid schept een niewe bestuurbevoegdheid en kent die toe aan een ander overheidsorgaan; soms wordt het overheidsorgaan special voor de gelegeneheid in het leven geroepen. Onder een organ met regelgevende bevoegdheid kan zowel de formale wetgever als de largere wetgever worden verstaan.”

30 Ridwan H.R., Diskresi & Tanggungjawab Pemerintah, Yogyakarta: FH UII Press, 2014, hlm. 114-115.

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 19 (Cara organ pemerintah mendapatkan wewenang pemerintahan yang ditentukan. Organ dengan kewenangan membuat peraturan itu menciptakan wewenang pemerintahan baru dan memberikannya pada organ pemerintah lain; organ pemerintah kadang-kadang secara khusus menciptakan kesempatan – untuk munculnya suatu wewenang. Organ dengan kewenangan mengatur itu dapat diketahui baik dari pembuat undang-undang formal maupun pembuat peraturan daerah).

Atribusi sebagai toekenning van een

bestuurbevoegdheid door een wetgever aan een bestuursorgaan, yakni pemberian wewenang

pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintah. Pembuat undang-undang itu ada yang bersifat asli (originaire wetgevers) ada pula yang bersifat delegasian (gedelegeerde wetgevers)31. Indroharto mengemukakan bahwa atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah yang baru oleh suatu ketentuan dalam perundang-undangan baik diadakan oleh original

legislator ataupun delegated legislator yang dibedakan

sebagai berikut:32

1. Original legislator; di negara kita tingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk konstitusi dan DPR bersama-sama dengan pemerintah

31 Ibid., hlm. 115-116.

32 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Sinar Harapan, 1991, hlm. 91.

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 20 sebagai yang melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Pemerintah daerah yang melahirkan Peraturan Daerah.

2. Delegated legislator; seperti Presiden yang berdasar pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan Peraturan Pemerintah, dalam mana diciptakan wewenang pemerintahan kepada badan atau jabatan pemerintahan tertentu.

Pada atribusi, terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang menciptakan suatu wewenang baru.33

Pengertian atribusi dan delegasi berdasarkan apa yang termuat dalam Algemene Bepalingen van

Administratief Recht (ABAR) dinyatakan, bahwa

wewenang atribusi ialah bilamana dalam undang-undang (dalam arti materiel) menyerahkan atau memberikan wewenang tertentu kepada organ tertentu (van attributie

van bevoegdheid kan warden gesproken wanner de wet (in materiele zin) een bepaalde bevoegdheid aan een bepaald organ toekent).

Berdasarkan penjelasan original legislator dan

delegated legislator, di Indonesia pembuat

undang-undang yang asli itu di tingkat Pusat adalah MPR sebagai pembentuk UUD dan Ketetapan MPR, DPR

33 Sadjijono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi, Yogyakarta: LaksBang, 2008, hlm. 51

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 21 bersama-sama dengan Pemerintah sebagai pembentuk undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Kepala Daerah yang berwenang membentuk peraturan daerah. Adapun pembuat peraturan yang bersifat delegasian adalah Presiden, para Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, dan Kepala Desa, yang masing-masing pejabat ini dapat membuat peraturan perundang-undangan seperti Peraturan Pemerintah Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota, dan Peraturan Kepala Desa. Dari peraturan perundang-undangan itu diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan untuk diberikan kepada organ pemerintahan tertentu34.

Adanya pengaruh perubahan pandangan dari

wetmatigheid van bestuur menjadi rechmatigheid van bestuur mempengaruhi juga konsep atribusi. Sumber

wewenang pemerintah tidak lagi mutlak semata-mata dari undang-undang sebagai produk gedelegeerde

wetgevers yang dipegang oleh pemerintah35.

Kedua, delegasi. Delegasi berasal dari bahasa Latin delegare yang artinya melimpahkan. Delegatie: het overdragen van regelgende of bestuurbevoegdheden en de daaraan gekoppelde veantwoordelijkheiden. Degene aan wie gedelegeerd is, gaat deze bevoegdheden op eigen naam en op eigen gezag uitoefen.(Delegasi:

pelimpahan membuat peraturan atau wewenang

34 Ridwan H.R., Op.,Cit.

35 Lukman Hakim, Filosofi Kewenangan Organ Lembaga Daerah, Malang: Setara Press, 2012, hlm. 62

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 22 pemerintahan dan terkait dengan pertanggungjawaban. Mereka yang mendapat delegasi, berwenang atas nama sendiri dan melaksanakan kekuasaannya sendiri)36.

Delegasi menurut H.D. van Wijk/Willem

Konijnenbelt adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu badan atau pejabat pemerintahan kepada badan atau pejabat yang lain (overdracht van een bevoegdheit van het ene

bestuursorgaan aan een ander). Setelah wewenang

diserahkan maka pemberi wewenang tidak mempunyai wewenang lagi37.

Sedangkan, F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek mengemukakan bahwa delegasi hanya dapat dilakukan apabila badan yang melimpahkan wewenang sudah mempunyai wewenang melalui atribusi. Delegasi menyangkut pelimpahan wewenang dari wewenang yang sudah ada oleh organ yang telah mempunyai wewenang secara atributif kepada orang lain38. F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek mengatakan: “bij delegatie gaat het om

het overdragen van een reeds bestande bevoegdheid (door het orgaan dad die bevoegdheid geattributueerd heft grekegen, aan een ander organ; aan delegatie gaat dus altijd logischewijs vooraf)” (delegasi berkenaan

dengan pelimpahan wewenang yang telah ada – oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif

36 Op.Cit., hlm. 117

37 Ibid.

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 23 kepada orang lain; dengan demikian delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi)39.

Selanjutnya, terkait sumber kewenangan, F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek memiliki pandangan yang berbeda dengan J.B.J.M, ten Berger dan H.D. Van Wijk/ Willem Konjinenbelt, mengemukakan bahwa hanya ada dua cara sumber kewenangan, yaitu atribusi dan delegasi. pengertian atribusi dan delegasl dengan tegas dikemukakan, bahwa atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru, sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada atau organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada organ lain sehingga delegasi secara logis selalu didahului dengan suatu atribusi. Dengan kata lain, delegasi tidak mungkin ada tanpa atribusi mendahuluinya.40

Selain itu, pengertian delegasi yang termuat dalam

Algemene Bepalingen van Administratief Recht (ABAR),

bahwa delegasi berarti pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan yang telah diberi wewenang kepada organ lainnya yang akan melaksanakan wewenang yang telah dilimpahkan itu sebagai wewenangnya sendiri.

Dalam Algemene Wet Bestuursrecht (AWB)

delegasi diartikan sebagai pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lain untuk mengambil keputusan dengan tanggung jawab sendiri dalam arti,

39 Ridwan, Op.Cit., hlm. 118

40 Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, Jakarta: Prenadamedia Group, 2014, hlm. 129

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 24 bahwa dalam penyerahan wewenang melalui delegasi ini, pemberi (delegans) telah lepas dari hukum atau dari tuntutan pihak ketiga, jika dalam penggunaan wewenang pemerintahan itu menimbulkan pelanggaran atau kerugian pada pihak lain.41

Kewenangan pemerintah melalui delegasi ini terdapat syarat-syarat, sebagaimana disebutkan Ridwan H.R. dalam bukunya sebagai berikut:

1. Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi (delegans) tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu. 2. Delegasi harus berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan

3. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi;

4. Adanya kewajiban mempertanggungjawabkan dari penerima delegasi(delegataris) kepada

delegans.

5. Delegans dapat memberikan instruksi tentang penggunaan wewenang tersebut kepada

delegataris.

Pada wewenang delegasi tidak ada penciptaan wewenang pemerintahan baru, yang ada hanyalah pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya sehingga tanggung jawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi (delegans) tetapi telah beralih kepada penerima delegasi (delegataris).

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 25

Ketiga, mandat. Wewenang yang diperoleh melalui

atribusi maupun delegasi dapat dimandatkan kepada badan atau pegawai bawahan, apabila pejabat yang memperoleh wewenang itu tidak sanggup melakukan sendiri. J.B.J.M. ten Berge dan kawan-kawan mengatakan tentang mandat sebagai berikut: “mandaat:

rechtsfiguur waarbij door een overheidsorgaan een machtiging wordt verleen aan iemand om onder naam en verantwoordelijkheid van het overheidsorgaan dat de machtiging heft varleend, bepalde beslissingen te nemen.” (mandat: bentuk hukum dimana organ

pemerintah memberikan tugas pada seseorang untuk mengambil keputusan tertentu atas nama dan tanggungjawab organ pemerintah yang telah memberikan tugas itu)42.

Dalam Algemene Wet Bestuursrecht (AWB), mandat dikenal sebagai pemberian wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lainnya untuk mengambil keputusan atas namanya.

Lebih lanjut J.B.J.M. ten Berge mengatakan:43

“mandaat is een ‘opdracht’ aan de hierarchiisch

ondergeschte ambtenaar om de uittoefening van een bevoegdheid ter hand te nemen. Ook mandaat

aan niet-ondegeschikten bijvoorbeeld een

ambtenaar van een ander openbaar lichaam, een college of een stichtingsbestuur is denkbaar, maar

42 Op.cit., hlm. 120

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 26

dan behoeft de mandaatverlening de instemming van de gemandateerde.”

(mandat adalah suatu ‘perintah’ terhadap pegawai yang secara hierarkis merupakan bawahan untuk melaksanakan wewenang mengambil keputusan. Mandat kepada pegawai yang tidak memiliki hubungan hierarkis seperti pegawai dari badan publik, dewan atau yayasan pemerintah yang berbeda dapat dipertimbangkan, namun pemberian mandat seperti itu memerlukan persetujuan dari pihak yang diberi mandat).

Berbeda dengan ‘delegasi’, pada ‘mandat’, mandan atau pemberi mandat tetap berwenang untuk melakukan sendiri wewenangnya apabila ia menginginkan, dan memberi petunjuk kepada mandataris mengenai apa yang diinginkannya. Mandan tetap bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukan mandataris44.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa wewenang yang diperoleh secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 27 wewenang yang sudah ada, dengan tanggungjawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan sepenuhnya berada pada penerima wewenang (atributaris). Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, yang ada hanya pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Bersamaan dengan peralihan wewenang dari pemberi delegasi kepada penerima delegasi, tanggungjawab yuridis juga beralih, yakni tidak lagi berada pada pemberi delegasi (delegans) tetapi beralih pada penerima delegasi (delegataris). Sementara pada mandat, penerima mandat (mandataris) secara hierarki kepegawaian adalah bawahan (ondergeschikt) dari pemberi mandat dan karenanya hanya menjalankan tugas dan bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat (mandans). Mandataris tidak dilekati dengan wewenang, sehingga konsekuensi yuridisnya mandatari tidak memikul tanggungjawab hukum. Semua tindakan hukum yang dilakukan oleh mandataris tanggungjawabnya ada pada pemberi mandat (mandans), kecuali jika mandataris dalam melaksanakan tugas tersebut melakukan tindakan maladministasi45.

Selanjutnya, untuk memperjelas perbedaan antara delegasi dan mandat oleh R.J.H.M. Huisman dalam bukunya Algemeen Bestuursrecht, sebagaimana dikutip oleh Aminuddin Ilmar, perbedaannya adalah sebagai berikut:46

45 Ridwan, Diskresi., Op.Cit., hlm. 122-123.

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 28

PERBEDAAN ANTARA DELEGASI DAN MANDAT

No. Delegasi Mandat

1. Overdracht van

bevoegdheid (pelimpahan

wewenang)

Opdracht tot uitvoering

(perintah untuk melaksanakan) 2. Bevoegdheid kan foor het

oorspron-kelijk bevoegde organ niet incindenteel uftgoefend worden

(kewenangan tidak dapat

dijalankan secara incidental oleh organ yang memiliki wewenang asli).

Bevoegdheid kan door mandaat gever nog incidenteel uitfgeofend worden (kewenangan dapat sewatu-waktu dilaksanakan oleh mandans) 3. Overgang van verantwoofdelijk-heid (terjadi peralihan tanggung jawab) Behooud van verantwoor-delijk-heid

(tidak terjadi suatu perlihan tanggung jawab)

4. Wettelijke basis vereist

(harus berdasarkan UU)

Geen wettelijke basis vereist (tidak harus berdasarkan UU)

5. Moet schriftelijke (harus

tertulis)

Kan schrifielijk mag ook mondeling (dapat tertulis, atau dapat pula secara lisan

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 29 Selain itu, Philipus M. Hadjon dalam tulisannya membuat perbedaan antara delegasi dan mandat, sebagai berikut:47

PERBEDAAN ANTARA DELEGASI DAN MANDAT

Mandat Delegasi

a. Prosedur pelimpahan

Dalam hubungan rutin atasan-bawahan: hal biasa kecuali dilarang secara tegas

Dari suatu organ pemerintahan kepada organ lain: dengan peraturan perundang-undangan b. Tanggung jawab dan tanggung gugat Tetap pada pemberi mandate Tanggung jawab dan tanggung gugat beralih kepada delegataris. c. Kemungkinan si pemberi menggunakan wewenang itu lagi

Setiap saat dapat menggunakan sendiri wewenang yang dilimpahkan itu Tidak dapat menggunakan

wewenang itu lagi kecuali setelah ada pencabutan dengan berpegang pada asas “contrarius actus”

Sebuah kewenangan yang berbasis pada peraturan untuk melaksanakan kewenangan setidaknya

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 30 memiliki empat karakteristik utama sebagai berikut48.

Pertama, hak untuk membuat keputusan-keputusan yang

berkepastian hukum. Hal ini sangat berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan yang dilahirkannya sebbagai bagian dari pelaksanaan kewenangannya. Potensi konflik pelaksanaan kewenangan lembaga negara sangat mungkin lahir dari adanya produk hukum yang dikeluarkan sebuah lembaga negara dan kemudian produk tersebut mengikat kepada lembaga negara lainnya. Karakteristik tersebut akan memetakan potensi konflik dari sudut pandang produk.

Kedua, perbedaan pelegitimasian antara kekuasaan

dan kewenangan. Hal tersebut berkaitan dengan beberapa lembaga negara yang secara legitimatif kekuasaannya diberikan dalam landasan hukum yang berbeda dengan landasan hukum kewenangannya. Hal itu dapat menimbulkan perbedaan tafsiran antara kekuasaan, fungsi, tugas, wewenang, dan kewajiban maupun penjabaran terhadap unsur-unsur tersebut. Sebuah lembaga negara seringkali memiliki perangkat hukum yang berbeda baik dalam menentukan unsur-unsur tersebut maupun menjabarkan unsur-unsur-unsur-unsur

48 Harjono, “Kedudukan dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia”, makalah dan Seminar dan Lokakarya RUU Mahkamah Konstitusi yang diselenggarakan Pusat pengembangan Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, bekerjasama dengan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, Batu-Jawa Timur, 18-19 Desember 2002. Dikutip kembali dalam Firmansyah Arifin Dkk., (Tim Peneliti), Lembaga Negara dan..., Op.Cit., Hlm. 115-116.

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 31 tersebut. Akibatnya, yang terjadi adalah seringnya suatu lembaga negara “merasa” lebih memiliki kekuasaan ataupun kewenanganterhadap suatu hal daripada lembaga negara lainnya.

Ketiga, aturan hierarkis yang jelas. Asas yang

khusus mengesampingkan yang umum (lex specialis

derogate legi generale) ataupun asas kedudukan

peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan aturan yang lebih rendah (lex superiori derogate legi inferiori) memang merupakan asas yang perlu dalam menjamin kepastian hukum, tetapi hierarki ini dapat membingungkan. Apalagi ketika beberapa jenis peraturan sudah tercabut atau terhilangkan oleh aturan hierarki yang baru.

Keempat, kewenangan yang terbagi. Beberapa

jenis kewenangan dimiliki lembaga negara tidak secara sendirian, tetapi berbagi dengan lembaga negara lainnya. Patokan jenis atau wilayah yang tidak boleh saling langgar seringkali menjadi rancu ketika mulai ditafsirkan. Wilayah mana yang merupakan kewenangan suatu lembaga negara dan wilayah mana merupakan kewenangan lembaga negara yang lain dan tidak boleh dilanggar49.

Salah satu asas penting negara hukum adalah asas legalitas. Susbtansi dari asas legalitas tersebut adalah menghendaki agar setiap tindakan badan/pejabat administrasi berdasarkan undang-undang. Tanpa dasar undang-undang,

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 32 badan/pejabat administrasi negara tidak berwenang melakukan suatu tindakan yang dapat merubah atau mempengaruhi keadaan hukum warga masyarakat. Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum (het democratish ideal en het rechtsstaats ideal). Gagasan demokrasi menuntut agar setiap bentuk undang-undang dan berbagai keputusan mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat dan sebanyak mungkin memperhatikan kepentingan rakyat. Gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat yang tertuang dalam undang-undang50.

Secara teoritis dan yuridis sumber asas legalitas tersebut asalnya dapat diperoleh badan/pejabat administrasi melalui atributif (legislator), baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Di Indonesia, asas legalitas berupa atributif tersebut pada tingkat pusat sumbernya dapat diperoleh (berasal) dari MPR berupa UUD dan dari DPR bersama-sama Pemerintah berupa undang-undang, sedangkan atributif yang asalnya diperoleh dari pemerintahan di daerah yang sumbernya dari DPRD dan Pemerintah Daerah adalah peraturan daerah.

50 Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 68-69

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 33 Kedua asal wewenang tersebut di atas disebut

original legislator atau berasal dari pembuat

undang-undang asli (originale wetgever). Atas dasar hal itulah kemudian terjadi penyerahan suatu wewenang (baru) dari pembentuk undang-undang (rakyat melalui wakil-wakilnya di parlemen) kepada badan/pejabat administrasi Indonesia. Selanjutnya atas dasar atributif itu tindakan badan/pejabat administrasi Indonesia menjadi sah secara yuridis dan mempunyai kekuatan mengikat umum karena telah memperoleh persetujuan dari wakil-wakilnya di parlemen51.

Penegasan Indonesia adalah negara hukum yang selama ini diatur dalam Penjelasan UUD 1945, dalam Perubahan UUD 1945 telah diangkat ke dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3), berbunyi sebagai berikut: “Negara

Indonesia adalah negara hukum”. Konsekuensi

ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, kebijakan, dan perilaku alat negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai dengan hukum. Sekaligus ketentuan ini untuj

mencegah terjadinya kesewenang-wenangan dan

arogansi kekuasaan, baik yang dilakukan oleh alat negara maupun penduduk. Dalam negara hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Yang sesungguhnya memimpin dalam penyelenggaraan negara adalah

51 SF. Marbun, Disertasi: Eksistensi Asas-asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Layak Dalam Menjelmakan Pemerintahan yang Baik dan Bersih di Indonesia, Bandung: Program Pascasarjana UNPAD, 2001, hlm. 86

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 34 hukum itu sendiri sesuai dengan prinsip “the Rule of Law

And not of Man”, yang sejalan dengan pengertian

‘nomocratie’, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum, ‘nomos’52.

Paham negara hukum yang demikian, harus diadakan jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada pokoknya berasal dari kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat (democratische

rechstaat). Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan,

ditafsirkan dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat). Prinsip negara hukum tidak boleh ditegakkan dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang dasar. Karena itu, perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilakukan menurut Undang-Undang Dasar (constitutional democracy) yang diimbangi dengan penegasan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis (democratische rechtsstaat)

52 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Kerjasama Mahkamah Konstitusi dengan Pusat Studi Hukum Tata Negara FH-UI, Jakarta: Universitas Indonesia, 2004, hlm. 56.

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 35

Dalam dokumen TEORI & PRAKTEK KEWENANGAN PEMERINTAHAN (Halaman 26-43)

Dokumen terkait