• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI & PRAKTEK KEWENANGAN PEMERINTAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEORI & PRAKTEK KEWENANGAN PEMERINTAHAN"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

TEORI & PRAKTEK

KEWENANGAN PEMERINTAHAN

Penulis :

Prof. Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H,. M.Hum Dr. H. Soni Akhmad Nulhaqim, S.Sos., M.Si

Dr. Suryanto, SE., M.Si Dr. Ir. Iwang Gumilar, M.Si Dr. Novie Indrawati Sagita, S.IP., M.Si

Ufa Anita Afrilia, S.IP., M.I.Pol Dian Fitriani Afifah, S.IP., M.I.Pol Nuraini Els Jasmine Abidin, S.H., M.H

(3)

TEORI & PRAKTEK

KEWENANGAN PEMERINTAHAN Penulis :

Prof. Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H,. M.Hum Dr. H. Soni Akhmad Nulhaqim, S.Sos., M.Si

Dr. Suryanto, SE., M.Si Dr. Ir. Iwang Gumilar, M.Si Dr. Novie Indrawati Sagita, S.IP., M.Si

Ufa Anita Afrilia, S.IP., M.I.Pol Dian Fitriani Afifah, S.IP., M.I.Pol Nuraini Els Jasmine Abidin, S.H., M.H

Unpad Press, (Anggota IKAPI dan APPTI)

Direktorat Sumber Daya Akademik dan Perpustakaan (DSDAP), UNPAD Grha Kandaga (Gedung Perpustakaan Pusat Unpad),

Jl. Raya Bandung-Sumedang km 21 Bandung 45363 Telepon : +62-22-84288812 ext 3806

Web : http://press.unpad.ac.id

Email: press@unpad.ac.id atau pressunpad@yahoo.co.id atau

pressunpad@gmail.com

Fb: unpadpress/ pressunpad .twitter @unpadpress, IG unpadpress No ISBN : 978-602-439-482-0

(4)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan | iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan atas kelancaran yang diberikan Allah SWT kepada kami dalam menyelesaikan penyusunan buku “Teori & Praktek Kewenangan Jilid II”. Buku ini berisi tentang teori-teori kewenangan, dasar hukum, serta contoh konkret permasalahan kewenangan yang berkaitan dengan pelayanan dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan pada tingkat Provinsi khususnya pada dinas-dinas di Provinsi Jawa Barat. Buku yang dirancang untuk para insan academika dalam menambah khazanah keilmuan ini memiliki beberapa bab pembahasan, seperti:

Bab 1 Bab ini terdiri atas tiga bagian, yang berisi tentang

Konsep dan Istilah Kewenangan; Unsur-Unsur

Kewenangan; serta Sifat Wewenang. Ketiga bagian tersebut merupakan dasar serta pengantar yang mengarahkan pembaca untuk dapat memahami makna dan ruang lingkup kewenangan dari berbagai ahli.

Bab 2 Bab ini membahas tentang sumber kewenangan yang diperoleh melalui tiga cara yakni atribusi, delegasi, dan mandat. Ketiga sumber kewenangan tersebut dibahas secara dialogis dari berbagai ahli, serta perbedaan karakteristik dari masing-masing sumber kewenangan tersebut.

(5)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan | iv

Bab 3 Bab ini terdiri atas empat bagian yang berisi tentang Ruang Lingkup Keabsahan Tindak Pemerintahan; Dua Alat Ukur Keabsahan Tindak Pemerintahan; Tanpa Kewenangan; serta Pembatasan Kewenangan. Keempat bagian tersebut tergabung dalam Bab Ruang Lingkup Kewenangan,

Bab 4 Bab ini membahas tentang definisi pembagian kewenangan pusat dan daerah, model hubungan kewenangan pemerintah pusat dan daerah, serta perbedaan dari masing-masing model tersebut yang

terangkum dalam Bab Hubungan Kewenangan

Pemerintah.

Bab 5 Bab ini membahas tentang penyelesaian sengketa kewenangan yang dapat dilakukan melalui upaya administratif dan melalui gugatan. Selain itu dalam bab ini dibahas mengenai faktor terjadinya sengketa dan unsur-unsur yang dipenuhi untuk adanya suatu sengketa. Bab 6 Bab ini terdiri atas tiga bagian yang berisi tentang praktek kewenangan pemerintah dari masa ke masa. terhitung sejak kependudukan Belanda (tahun 1800) hingga pasca kemerdekaan. Sehingga pembahasan ini terbagi kedalam tiga masa yaitu pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda; Masa Pemerintahan Jepang, dan Pasca Kemerdekaan 1945.

(6)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan | v

Bab 7 Bab ini membahas kasus konkret kewenangan, yang digunakan sebagai contoh/bukti permasalahan tentang kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik di tingkat Provinsi ataupun kabupaten/kota.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih mengandung banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat berterimakasih apabila pembaca bersedia memberikan kritik dan saran, sehingga dapat digunakan untuk penyempurnaan kedepannya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Tim Academic Leadership Grant (ALG) “Membangun Model Hubungan Kewenangan Antar Pemerintah Dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Implikasinya Terhadap Pelaksanaan Otonomi Dan Pembangunan Lokal (Studi Hubungan Kewenangan Pemerintah dalam Pelaksanaan Otonomi dan Pembangunan Lokal di Jawa Barat)” yang telah memberikan sumbang pemikiran dan pendapat pada buku ini. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dalam penulisan buku ini.

Semoga bermanfaat

(7)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan | vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENGERTIAN KEWENANGAN ... 1

A. Konsep dan Istilah Kewenangan ... 1

B. Unsur-Unsur Kewenangan ... 13

C. Sifat Wewenang ... 14

BAB II SUMBER WEWENANG ... 18

BAB III RUANG LINGKUP KEWENANGAN ... 35

A. Ruang Lingkup Keabsahan Tindak Pemerintahan ... 35

B. Dua Alat Ukur ... 43

C. Tanpa Kewenangan ... 44

D. Pembatasan Kewenangan ... 48

BAB IV HUBUNGAN KEWENANGAN PEMERINTAH ... 54

BAB V PENYELESAIAN SENGKETA KEWENANGAN .. 74

BAB VI PRAKTEK KEWENANGAN PEMERINTAHAN DARI MASA KE MASA ... 88

A. Masa Pemerintahan Hindia Belanda ... 88

B. Masa Pemerintahan Jepang ... 93

(8)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan | vii

BAB VII KASUS KONKRET KEWENANGAN ... 109 A. Kewenangan Penentuan Tarif Pelayanan

Kesehatan di Kota Tasikmalaya ... 109 B. Pelaksanaan Kewenangan Bidang Pendidikan oleh

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat ... 114 C. Pelaksanaan Kewenangan Bidang Kesehatan oleh

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat ... 124 D. Pelaksanaan Kewenangan Bidang Pekerjaan Umum

dan Penataan Ruang oleh Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Barat ... 130 E. Pelaksanaan Kewenangan Bidang Perumahan dan

Kawasan Permukiman oleh Dinas Perumahan dan Pemukiman Provinsi Jawa Barat ... 135 F. Pelaksanaan Kewenangan Bidang ketentraman,

ketertiban umum, dan Perlindungan Masyarakat Oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Barat ... 138 G. Pelaksanaan Kewenangan Bidang Sosial Oleh Dinas

Sosial Provinsi Jawa Barat ... 142 H. Pelaksanaan Kewenangan Bidang Kelautan Oleh

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat ... 159 I.

(9)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 1

BAB I

PENGERTIAN KEWENANGAN

A. Konsep dan Istilah Kewenangan

Konsep kewenangan diawali dari ciri khas suatu

negara yaitu adanya kekuasaan yang memiliki

kewenangan. Miriam Budiardjo dalam bukunya

mengemukakan bahwa kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam arti bahwa ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain yang diperintah (the rule and the ruled).1

Selain itu, Miriam Budiardjo mengemukakan bahwa kekuasaan merupakan inti dari penyelenggaraan Negara agar Negara dalam keadaan bergerak (de staat in beweging) sehingga Negara itu dapat berkiprah, bekerja, berkapasitas, berprestasi, dan berkinerja melayani warganya. Oleh karena itu Negara harus diberi kekuasaan. Kekuasaan menurut Miriam Budiardjo adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang atau Negara.2

Kekuasaan negara juga dapat disebut ‘otoritas’ atau ‘wewenang’. Apabila dipergunakan istilah kekuasaan 1 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm. 35

(10)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 2 dalam hubungan dengan negara, istilah itu selalu dimaksud dalam arti otoritas. Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan istilah otoritas sebagai berikut:3

1. kekuasaan yang sah yang diberikan kepada lembaga di masyarakat yang memungkinkan para pejabatnya menjalankan fungsinya;

2. hak untuk bertindak; 3. kekuasaan, wewenang;

4. hak untuk melakukan tindakan atau hak membuat peraturan untuk memerintah orang lain.

Wewenang itu sendiri ialah:4

1. hak dan kekuasaan untuk bertindak; kewenangan;

2. kekuasaan membuat keputusan, memerintah, dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain.

Adapun kewenangan adalah: 1. hal berwenang;

2. hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu.

Dalam hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan. Kekuasaan memiliki makna yang sama dengan wewenang karena kekuasaan yang dimiliki oleh Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif merupakan kekuasaan

3 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus

Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2001, Hlm. 805.

(11)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 3 formal. Kekuasaan merupakan unsur esensial dari suatu Negara dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di samping unsur-unsur lainnya, yaitu:5

1. hukum 2. kewenangan (wewenang) 3. keadilan 4. kejujuran 5. kebijakbestarian, dan 6. kebijakan.

Kekuasaan mempunyai dua aspek, yaitu aspek politik dan aspek hukum, sedangkan kewenangan hanya beraspek hukum semata yang artinya; kekuasaan itu dapat bersumber dari konstitusi, juga dapat bersumber dari luar konstitusi (inkonstitusional), misalnya melalui kudeta atau perang, sedangkan kewenangan jelas bersumber dari konstitusi.

Selanjutnya, dalam literatur hukum administrasi

dijelaskan bahwa istilah wewenang sering kali

disepadankan dengan istilah kekuasaan. Padahal, istilah kekuasaan tidaklah identik dengan istilah wewenang. Kata “wewenang” berasal dari kata “authority” (Inggris) dan “gezag” (Belanda). Adapun, istilah kekuasaan berasal dari kata “power” (Inggris) dan “macht”

(Belanda).6 Dari kedua istilah ini jelas tersimpul

perbedaan makna dan pengertian sehingga dalam

5 Rusadi Kantaprawira, Makalah: Hukum dan Kekuasaan, Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 1998, hlm. 37

6 Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, Makassar: Universitas Hasanuddin, 2013, hlm. 115

(12)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 4 penempatan kedua istilah ini haruslah dilakukan secara cermat dan hati-hati. Penggunaan atau pemakaian kedua istilah ini tampaknya tidak terlalu dipermasalahkan dalam realitas penyelenggaraan pemerintahan kita. Hal itu memberikan kesan dan indikasi, bahwa bagi sebagian aparatur dan pejabat penyelenggara negara atau pemerintahan kedua istilah tersebut tidaklah begitu penting untuk dipersoalkan. Padahal dalam konsep hukum tata negara dan hukum administrasi keberadaan wewenang pemerintahan memiliki kedudukan sangat penting. Kewenangan sering disejajarkan dengan istilah wewenang. Istilah “wewenang” dan “kewenangan” berasal dari kata “wenang” keduanya berbentuk noun. Wewenang dimaknai Hak dan kekuasaan untuk bertindak; kewenangan. Sedangkan kewenangan berarti:

1. Hak berwenang

2. Hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu.

Secara terminologis, antara istilah wewenang digunakan dalam bentuk kata benda dan sering disejajarkan dengan istilah “bevoegheid” dalam istilah hukum Belanda. Istilah wewenang dalam bahasa Belanda sering menggunakan

kata bovoegdheid, meskipun istilah bekwaamheid pun

ada yang menerjemahkan dengan kewenangan atau kompetensi.7

Robert Bierstedt, sebagaimana dikutip oleh Miriam Budiardjo, mengemukakan bahwa wewenang (authority)

7 Ridwan H.R., Diskresi & Tanggungjawab Pemerintah, Yogyakarta: FH UII Press, 2014, hlm. 110-111.

(13)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 5

adalah institutionslized power (kekuasaan yang

dilembagakan)8, yaitu kekuasaan yang tidak hanya de facto menguasai, melainkan juga berhak untuk menguasai. Selain itu, Harold D. Laswell dan Abrahan

Kaplan berpendapat bahwa wewenang adalah

kekuasaan formal (formal power).

Ni’matul Huda dalam karya tulisnya menyebutkan bahwa yang mempunyai wewenang (authority) untuk mengeluarkan perintah dan membuat peraturan-peraturan, serta berhak untuk mengharapkan kepatuhan

terhadap peraturan-peraturannya.9 Wewenang semacam

itu bersifat deontis (dari kata Yunani deon, “yang harus”; untuk dibedakan dari “wewenang epistemis”, wewenang dalam bidang pengetahuan)10.

Istilah authority dalam Blacks Law Dictionary

diartikan sebagai berikut:11

“the right or permission to act legally on another’s behalf; esp., the power of one person to affect another’s legal relation by act done in accordance with the other’s manifestations of assen; the power delegated by a principal to an agent; also termed power over other person; b) governmental power or

8 Miriam Budiardjo, Op.cit, hlm. 64.

9 Ni’matul Huda, Artikel: Sengketa Kewenangan Lembaga

Negara Dalam Teori dan Praktik di Mahkamah Konstitusi, hlm. 1 10 Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Cetakan ke-6, Jakarta: Rajawali Press, 2014, hlm. 109.

11 Bryan A. Garner, Blacks Law Dictionary, Eight Edition, USA: Thomson West, 2004, hlm. 142-143.

(14)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 6 jurisdiction; a governmental agency or corporation that administer a public enterprise. Also termed public authority.”

Selanjutnya, Bagir Manan mengemukakan penggunaan istilah bovoegdheid dalam konsep hukum publik, menurut Bagir Manan:12

“Istilah ini lazim dipadankan dengan wewenang yang diartikan sebagai kekuasaan yang diberikan oleh atau berdasarkan hukum atau disebut juga legal authority. Dalam bovoegdheid terkandung makna kemampuan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu berdasarkan suatu atau beberapa ketentuan hukum. Dalam bovoegdheid perbuatan melakukan atau tidak melakukan bukan untuk dirinya sendiri tetapi ditujukan untuk orang lain seperti wewenang memerintah dan wewenang mengatur.”

Bagir Manan menyatakan bahwa wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus

berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten).13

12 Bagir Manan, Perkembangan UUD 1945, Yogyakarta: FH UII Press, 2004, hlm. 59-60

13 Bagir Manan, “Wewenang Propinsi, Kabupaten dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah”, Makalah pada seminar nasional yang diselenggarakan Fakultas Hukum UNPAD, Bandung, 13 Mei 2000, hlm. 1-2.

(15)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 7 Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindakan hukum publik. Sedangkan kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari atau yang diberikan oleh undang-undang, yaitu kekuasaan legislatif dan kekuasaan ekskutif atau administratif. Jadi, di dalam kewenangan terdapat

wewenang-wewenang (rechtsbevoegheden).14

Terkait dengan proses penyelenggaraan

pemerintahan, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelfregelen) dan mengelola sendiri (zelfbestuuren), sedangkan kewajiban berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Substansi dari wewenang pemerintahan adalah kemampuan untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan.15

P. Nicolai, sebagaimana dikutip oleh Aminuddin Ilmar, mengemukakan bahwa wewenang pemerintahan adalah kemampuan untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum tertentu yakni, tindakan atau perbuatan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, dan mencakup mengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum. dalam wewenang pemerintahan itu tersimpul adanya hak dan kewajiban dari pemerintah dalam

14 Ateng Syafrudin, “Pasang Surut Otonomi Daerah”, Orasi Dies Natalis Unpar, Bandung, 1983, hlm. 20.

15 Sadjijono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum

(16)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 8 melakukan tindakan atau perbuatan pemerintahan tersebut.16

Pengertian hak menurut P. Nicolai berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan atau perbuatan tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban dimaksudkan sebagai pemuatan keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan atau perbuatan.

Berdasarkan pada pendapat tersebut, di dalam “kewenangan” akan melahirkan beberapa “wewenang”. Seiring dengan pilar utama negara hukum yaitu asas legalitas, maka berdasarkan prinsip negara tersebut tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan.

Selain itu, terkait dengan kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah sebagai bentuk dari kekuasaan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan, F.P.C.L. Tonnaer, sebagaimana dikutip oleh Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat dalam bukunya, menyatakan bahwa:17

16 Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, Makassar: Universitas Hasanuddin, 2013, hlm. 115

17 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum

Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Bandung: Nuansa, 2012, hlm. 136

(17)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 9 ”Overheidsbevoegdheid wordt in dit verband opgevat als het vermogen om positiefrecht vast te stellen n aldus rechtsbetrekking tussen burgers onderling en tussen overheid en te scheppen”.

(Kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu, dapat dirincikan hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negara).

Henc van Marseveen menggunakan dua istilah dalam menjelaskan konsep kewenangan, yakni ketika menganalisis UUD sebagai document van attribute, digunakan istilah kekuasaan (power), sedangkan dalam menganalisis “pendelegasian” digunakan istilah wewenang (authority). Marseveen juga mengemukakan ada dua konsep kekuasaan, yaitu kekuasaan yang tidak terikat dengan hukum disebut blotemacht atau dalam bahsa Inggris neck power. Di sisi lain, kekuasaan yang berdasar pada hukum disebut wewenang18.

Philipus M. Hadjon memakai istilah wewenang yang dapat dipertukarkan dengan istilah kewenangan. Kedua istilah itu sering disejajarkan dengan istilah bovoegheid dalam bahwa bahasa Belanda. Namun, harus dibedakan bahwa konsep bovoegheid digunakan baik dalam konsep

18 Suwoto Mulyosudarmo, Kekuasaan dan Tanggungjawab

Presiden RI Suatu Penelitian Segi-Segi Teoritik dan Yuridis Pertanggungjawaban Kekuasaan, Disertasi, Fakultas Pascasarjana Unair, Surabaya, 1990, Hlm. 30. Dikutip kembali oleh Lukman Hakim, Ibid, Hlm. 74.

(18)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 10 hukum publik maupun hukum privat, sedangkan konsep wewenang atau kewenangan hanya digunakan dalam konsep hukum publik19.

Sejalan dengan pengertian dari istilah kewenangan di atas, H.D Stout mengemukakan bahwa kewenangan berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat

dijelaskan sebagai seluruh aturan-aturan yang

berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang-wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik didalam hubungan hukum publik.

Robert Biersted mengemukakan bahwa kewenangan merupakan pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat diartikan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan

dengan perolehan dan penggunaan wewenang

pemerintahan oleh subjek hukum publik dalam hubungan dinas publik.20

Ridwan H.R. dalam bukunya mengaitkan kewenangan dengan asas legalitas sebagai salah satu prinsip negara hukum yang menjadi dasar penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan, dengan mengatakan bahwa setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi,

19 Philipus M. Hadjon, tentang wewenang Pemerintahan

(Bestuurbovoegheid), dalam Pro Justitia, Majalah Hukum Fakultas Hukum Universitas Katholik Parahyangan, Bandung, No. 1 Tahun XVI, 1998, hlm. 90

20 Nurul Qamar, Jurnal Ilmiah Hukum: Wewenang Dalam

(19)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 11 yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang atau hukum, sehingga substansi asas legalitas adalah kewenangan.21

Selain itu, F.A.M. Stroink mengatakan bahwa kewenangan berdasarkan hukum publik adalah kemampuan yuridis dari badan. Wewenang publik itu dapat bersifat ketatanegaraan (staatsrechtelijk bevoegdheid) maupun administrasi (administratief bevoegdheid). Wewenang yang bersifat ketatanegaraan merupakan wewenang yang diberikan dan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga negara, sedangkan wewenang yang bersifat administratif diberikan dan dilaksanakan oleh organ administrasi atau pemerintahan22.

Selain itu, kewenangan memiliki kedudukan yang penting dalam kajian hukum tata negara dan hkum administrasi negara. Pentingnya kedudukan kewenangan ini, sehingga F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek menyebut sebagai konsep inti dalam hukum tata negara dan hukum administrasi negara (Het Begriff bevoegdheid is dan ook een kembegrip in he staats-en administratief recht).23

Sebagai konsep hukum publik, wewenang (bevoegdheid) dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum

21 Ridwan H.R., Op.cit, hlm. 100

22 F.A.M. Stroink, Pemahaman tentang Dekonsentrasi, diterjemahkan oleh Ateng Syafrudin, Bandung: Refika Aditama, 2006, hlm. 24

23 Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 99

(20)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 12 (rechsmacht), dimana konsep tersebut diatas, berhubungan pula dalam pembentukan besluit (keputusan pemerintahan) yang harus didasarkan atas suatu wewenang. Dengan kata lain, keputusan pemerintahan oleh organ yang berwenang harus didasarkan pada wewenang yang secara jelas telah diatur, dimana wewenang tersebut telah ditetapkan dalam aturan hukum yang terlebih dulu ada.

Kewenangan adalah kekuasaan yang diformalkan baik terhadap segolongan orang tertentu maupun suatu bidang pemerintahan tertentu yang berasal dari kekuasaan legislatif atau dari kekuasaan pemerintah, sedangkan wewenang (competence) hanyalah mengenai onderdil tertentu atau bidang tertentu saja. Dengan

demikian, wewenang adalah kemampuan untuk

melakukan suatu tindakan hukum publik atau secara yuridis, wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan hukum tertentu.

Dalam konsep negara hukum wewenang

pemerintahan itu berasal dari peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dikemukakan Huisman yang menytakan bahwa organ pemerintahan tidak dapat menganggap ia memiliki sendiri wewenang pemerintahan. Kewenangan hanya diberikan oleh undang-undang. Pembuat undang-undang tidak hanya memberikan wewenang pemerintahan kepada organ pemerintahan, akan tetapi juga terhadap para pegawai atau terhdap badan khusus untuk itu. Pendapat yang

(21)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 13 sama dikemukakan oleh P. De Haan dengan menyebutkan, bahwa wewenang pemerintahan tidaklah jatuh dari langit, akan tetapi ditentukan oleh hukum (overheidsbevoegdheden komen niet uit de lucht vallen, zij worden door het recht genormeerd).24

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai

kewenangan sebagaimana dikemukakan diatas,

walaupun dirumusakan dalam bahasa yang berbeda, namun mengandung pengertian bahwa wewenang itu memberikan dasar hukum untuk bertindak dan mengambil keputusan tertentu berdasarkan wewenang yang diberikan atau melekat padanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. Unsur-Unsur Kewenangan

Selanjutnya, Nur Basuki Winarno, dalam bukunya Penyalahgunaan Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi, dan Lukman Hakim dalam bukunya Filosofi Kewenangan Organ Lembaga Daerah, berpendapat sama bahwa wewenang sebagai konsep hukum publik sekurang-kurangnya terdiri dari tiga unsur atau elemen, yaitu:25

1. Pengaruh merujuk pada penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subjek hukum.

24 Aminuddin Ilmar, Op.cit, hlm. 117

25 Lukman Hakim, Filosofi Kewenangan Organ Lembaga

(22)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 14 2. Dasar hukum berkaitan dengan prinsip bahwa setiap wewenang pemerintah yang harus dapat ditunjuk dasar hukumnya; dan

3. Konformitas hukum, mengandung makna adanya standar wewenang baik standar umum (semua jenis wewenang) dan standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu).

C. Sifat Wewenang

Prajudi Atmosudirjo mengemukakan bahwa pada dasarnya wewenang pemerintahan itu dapat dijabarkan ke dalam dua pengertian, yakni sebagai hak untuk menjalankan suatu urusan pemerintahan (dalam arti sempit) dan sebagai hak untuk dapat secara nyata memengaruhi keputusan yang akan diambil oleh instansi pemerintah lainnya (dalam arti luas).26

Peter Leyland dan Terry Woods dengan tegas menyatakan, bahwa kewenangan publik mempunyai dua ciri utama yakni: pertama, setiap keputusan yang dibuat oleh pejabat pemerintahan mempunyai kekuatan mengikat kepada seluruh anggota masyarakat, dalam arti harus dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat, dan kedua, setiap keputusan yang dibuat oleh pejabat pemerintah mempunyai fungsi publik atau melakukan pelayanan publik.Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa wewenang khususnya wewenang pemerintahan adalah kekuasaan yang ada pada pemerintah untuk

(23)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 15 menjalankan fungsi dan tugasnya berdasar peraturan

perundang-undangan.27

Safri Nugraha dan kawan-kawan mengemukakan, bahwa sifat wewenang pemerintahan itu meliputi tiga aspek yakni, selalu terikat pada suatu masa tertentu, selalu tunduk pada batas yang ditentukan dan pelaksanaan wewenang pemerintahan terikat pada hukum tertulis dan hukum tidak tertulis (asas-asas umum pemerintahan yang baik). Lebih lanjut, dikemukakan bahwa sifat wewenang yang selalu terikat pada suatu masa tertentu ditentukan secara jelas dan tegas melalui suatu peraturan perundang-undangan. Lama berlakunya wewenang tersebut juga disebutkan dalam peraturan yang menjadi dasarnya.

Sehingga bilamana wewenang pemerintahan

tersebut dipergunakan dan tidak sesuai dan sifat wewenang pemerintahan itu, maka tindakan atau perbuatan pemerintah itu bisa dikatakan tidak sah atau batal demi hukum. Selain itu, sifat wewenang yang berkaitan dengan batas wilayah wewenang pemerintahan itu atau wewenang itu selalu tunduk pada batas yang telah ditentukan berkaitan erat dengan batas wilayah kewenangan dan batas cakupan dari materi kewenangannya. Batas wilayah kewenangan terkait erat

dengan ruang lingkup kompetensi absolut dari

wewenang pemerintahan tersebut.28

27 Aminuddin Ilmar, Op.cit, hlm. 121 28Ibid, hlm. 122

(24)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 16 Kepustakaan hukum administrasi membagi sifat wewenang pemerintah yakni, bahwa terdapat wewenang pemerintahan yang bersifat terikat, fakultatif, dan bebas, terutama dalam kaitannya dengan kewenangan untuk membuat dan menerbitkan keputusan-keputusan yang bersifat mengatur (besluiten) dan keputusan-keputusan yang bersifat menetapkan (beschikkingen) oleh organ pemerintahan.

Selain itu, sebagaimana dikutip oleh Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat dalam bukunya, Indroharto mengemukakan bahwa wewenang pemerintahan yang bersifat terikat yakni, terjadi apabila peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan yang bagaimana wewenang tersebut dapat digunakan, atau peraturan dasarnya sedikit banyak menentukan tentang isi dari keputusan yang harus diambil. Dengan kata lain, terjadi apabila peraturan dasar yang menentukan isi dari keputusan yang harus diambil secara terinci, maka wewenang pemerintahan semacam

itu merupakan wewenang yang bersifat terikat.

Sedangkan wewenang fakultatif terjadi dalam hal badan atau pejabat pemerintah yang bersangkutan tidak wajib menerapkan wewenangnya atau sedikit banyak masih ada pilihan, sekalipun pilihan itu hanya dapat dilakukan dalam hal-hal atau keadaan-keadaan tertentu saja sebagaimana ditentukan dalam peraturan dasarnya. Wewenang pemerintahan yang bersifat bebas yakni, terjadi ketika peraturan dasarnya memberi kebebasan kepada badan atau pejabat pemerintah untuk

(25)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 17 menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang

akan dikeluarkannya atau peraturan dasarnya

memberikan ruang lingkup kebebasan kepada pejabat pemerintah untuk mengambil suatu tindakan atau perbuatan pemerintahan.29

29 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Op.cit, hlm. 140

(26)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 18

BAB II

SUMBER WEWENANG

Secara teoretis, kewenangan yang bersumber dari

peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh

melalui tiga cara yakni atribusi, delegasi, dan mandat. Hal ini dilihat dari pendapat para pakar, J.B.J.M. ten Berger, sebagaimana dikutip oleh Ridwan H.R.,

mengemukakan bahwa cara suatu kewenangan

diberikan dan dijalankan oleh organ pemerintah, ada tiga macam sumber kewenangan, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. H.D. Van Wijk/ Willem Konijnenbelt juga berpendapat sama dengan J.B.J.M. ten Berger bahwa terdapat tiga macam sumber kewenangan. Pertama, atribusi. Atribusi diartikan sebagai berikut:30

“Wijze waarop een bestuurorgaan een

besturbevoegdheid krijgt toegekend. Een organ met regelgevende bevoegdheid schept een niewe bestuurbevoegdheid en kent die toe aan een ander overheidsorgaan; soms wordt het overheidsorgaan special voor de gelegeneheid in het leven geroepen. Onder een organ met regelgevende bevoegdheid kan zowel de formale wetgever als de largere wetgever worden verstaan.”

30 Ridwan H.R., Diskresi & Tanggungjawab Pemerintah, Yogyakarta: FH UII Press, 2014, hlm. 114-115.

(27)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 19 (Cara organ pemerintah mendapatkan wewenang pemerintahan yang ditentukan. Organ dengan kewenangan membuat peraturan itu menciptakan wewenang pemerintahan baru dan memberikannya pada organ pemerintah lain; organ pemerintah kadang-kadang secara khusus menciptakan kesempatan – untuk munculnya suatu wewenang. Organ dengan kewenangan mengatur itu dapat diketahui baik dari pembuat undang-undang formal maupun pembuat peraturan daerah).

Atribusi sebagai toekenning van een

bestuurbevoegdheid door een wetgever aan een bestuursorgaan, yakni pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintah. Pembuat undang-undang itu ada yang bersifat asli (originaire wetgevers) ada pula yang bersifat

delegasian (gedelegeerde wetgevers)31. Indroharto

mengemukakan bahwa atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah yang baru oleh suatu ketentuan dalam perundang-undangan baik diadakan oleh original legislator ataupun delegated legislator yang dibedakan sebagai berikut:32

1. Original legislator; di negara kita tingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk konstitusi dan DPR bersama-sama dengan pemerintah

31Ibid., hlm. 115-116.

32 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang

Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Sinar Harapan, 1991, hlm. 91.

(28)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 20 sebagai yang melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Pemerintah daerah yang melahirkan Peraturan Daerah.

2. Delegated legislator; seperti Presiden yang berdasar pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan Peraturan Pemerintah, dalam mana diciptakan wewenang pemerintahan kepada badan atau jabatan pemerintahan tertentu.

Pada atribusi, terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang menciptakan suatu wewenang baru.33

Pengertian atribusi dan delegasi berdasarkan apa yang termuat dalam Algemene Bepalingen van Administratief Recht (ABAR) dinyatakan, bahwa wewenang atribusi ialah bilamana dalam undang-undang (dalam arti materiel) menyerahkan atau memberikan wewenang tertentu kepada organ tertentu (van attributie van bevoegdheid kan warden gesproken wanner de wet (in materiele zin) een bepaalde bevoegdheid aan een bepaald organ toekent).

Berdasarkan penjelasan original legislator dan delegated legislator, di Indonesia pembuat undang-undang yang asli itu di tingkat Pusat adalah MPR sebagai pembentuk UUD dan Ketetapan MPR, DPR

33 Sadjijono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum

(29)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 21 bersama-sama dengan Pemerintah sebagai pembentuk undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Kepala Daerah yang berwenang membentuk peraturan daerah. Adapun pembuat peraturan yang bersifat delegasian adalah Presiden, para Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, dan Kepala Desa, yang masing-masing pejabat ini dapat membuat peraturan perundang-undangan seperti Peraturan Pemerintah Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota, dan Peraturan Kepala Desa. Dari peraturan perundang-undangan itu diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan untuk diberikan kepada organ pemerintahan tertentu34.

Adanya pengaruh perubahan pandangan dari wetmatigheid van bestuur menjadi rechmatigheid van bestuur mempengaruhi juga konsep atribusi. Sumber wewenang pemerintah tidak lagi mutlak semata-mata dari undang-undang sebagai produk gedelegeerde wetgevers yang dipegang oleh pemerintah35.

Kedua, delegasi. Delegasi berasal dari bahasa Latin delegare yang artinya melimpahkan. Delegatie: het overdragen van regelgende of bestuurbevoegdheden en de daaraan gekoppelde veantwoordelijkheiden. Degene aan wie gedelegeerd is, gaat deze bevoegdheden op eigen naam en op eigen gezag uitoefen.(Delegasi: pelimpahan membuat peraturan atau wewenang

34 Ridwan H.R., Op.,Cit.

35 Lukman Hakim, Filosofi Kewenangan Organ Lembaga

(30)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 22 pemerintahan dan terkait dengan pertanggungjawaban. Mereka yang mendapat delegasi, berwenang atas nama sendiri dan melaksanakan kekuasaannya sendiri)36.

Delegasi menurut H.D. van Wijk/Willem

Konijnenbelt adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu badan atau pejabat pemerintahan kepada badan atau pejabat yang lain (overdracht van een bevoegdheit van het ene bestuursorgaan aan een ander). Setelah wewenang diserahkan maka pemberi wewenang tidak mempunyai wewenang lagi37.

Sedangkan, F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek mengemukakan bahwa delegasi hanya dapat dilakukan apabila badan yang melimpahkan wewenang sudah mempunyai wewenang melalui atribusi. Delegasi menyangkut pelimpahan wewenang dari wewenang yang sudah ada oleh organ yang telah mempunyai wewenang secara atributif kepada orang lain38. F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek mengatakan: “bij delegatie gaat het om het overdragen van een reeds bestande bevoegdheid (door het orgaan dad die bevoegdheid geattributueerd heft grekegen, aan een ander organ; aan delegatie gaat dus altijd logischewijs vooraf)” (delegasi berkenaan dengan pelimpahan wewenang yang telah ada – oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif

36Op.Cit., hlm. 117 37Ibid.

(31)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 23 kepada orang lain; dengan demikian delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi)39.

Selanjutnya, terkait sumber kewenangan, F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek memiliki pandangan yang berbeda dengan J.B.J.M, ten Berger dan H.D. Van Wijk/ Willem Konjinenbelt, mengemukakan bahwa hanya ada dua cara sumber kewenangan, yaitu atribusi dan delegasi. pengertian atribusi dan delegasl dengan tegas dikemukakan, bahwa atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru, sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada atau organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada organ lain sehingga delegasi secara logis selalu didahului dengan suatu atribusi. Dengan kata lain, delegasi tidak mungkin ada tanpa atribusi mendahuluinya.40

Selain itu, pengertian delegasi yang termuat dalam Algemene Bepalingen van Administratief Recht (ABAR), bahwa delegasi berarti pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan yang telah diberi wewenang kepada organ lainnya yang akan melaksanakan wewenang yang telah dilimpahkan itu sebagai wewenangnya sendiri.

Dalam Algemene Wet Bestuursrecht (AWB)

delegasi diartikan sebagai pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lain untuk mengambil keputusan dengan tanggung jawab sendiri dalam arti,

39 Ridwan, Op.Cit., hlm. 118

40 Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, Jakarta: Prenadamedia Group, 2014, hlm. 129

(32)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 24 bahwa dalam penyerahan wewenang melalui delegasi ini, pemberi (delegans) telah lepas dari hukum atau dari tuntutan pihak ketiga, jika dalam penggunaan wewenang pemerintahan itu menimbulkan pelanggaran atau kerugian pada pihak lain.41

Kewenangan pemerintah melalui delegasi ini terdapat syarat-syarat, sebagaimana disebutkan Ridwan H.R. dalam bukunya sebagai berikut:

1. Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi (delegans) tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu. 2. Delegasi harus berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan

3. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi;

4. Adanya kewajiban mempertanggungjawabkan dari penerima delegasi(delegataris) kepada delegans.

5. Delegans dapat memberikan instruksi tentang penggunaan wewenang tersebut kepada delegataris.

Pada wewenang delegasi tidak ada penciptaan wewenang pemerintahan baru, yang ada hanyalah pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya sehingga tanggung jawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi (delegans) tetapi telah beralih kepada penerima delegasi (delegataris).

(33)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 25 Ketiga, mandat. Wewenang yang diperoleh melalui atribusi maupun delegasi dapat dimandatkan kepada badan atau pegawai bawahan, apabila pejabat yang memperoleh wewenang itu tidak sanggup melakukan sendiri. J.B.J.M. ten Berge dan kawan-kawan mengatakan tentang mandat sebagai berikut: “mandaat: rechtsfiguur waarbij door een overheidsorgaan een machtiging wordt verleen aan iemand om onder naam en verantwoordelijkheid van het overheidsorgaan dat de machtiging heft varleend, bepalde beslissingen te nemen.” (mandat: bentuk hukum dimana organ pemerintah memberikan tugas pada seseorang untuk mengambil keputusan tertentu atas nama dan tanggungjawab organ pemerintah yang telah memberikan tugas itu)42.

Dalam Algemene Wet Bestuursrecht (AWB),

mandat dikenal sebagai pemberian wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lainnya untuk mengambil keputusan atas namanya.

Lebih lanjut J.B.J.M. ten Berge mengatakan:43

“mandaat is een ‘opdracht’ aan de hierarchiisch ondergeschte ambtenaar om de uittoefening van een bevoegdheid ter hand te nemen. Ook mandaat aan niet-ondegeschikten bijvoorbeeld een ambtenaar van een ander openbaar lichaam, een college of een stichtingsbestuur is denkbaar, maar

42Op.cit., hlm. 120 43Ibid., hlm. 121

(34)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 26 dan behoeft de mandaatverlening de instemming van de gemandateerde.”

(mandat adalah suatu ‘perintah’ terhadap pegawai yang secara hierarkis merupakan bawahan untuk melaksanakan wewenang mengambil keputusan. Mandat kepada pegawai yang tidak memiliki hubungan hierarkis seperti pegawai dari badan publik, dewan atau yayasan pemerintah yang berbeda dapat dipertimbangkan, namun pemberian mandat seperti itu memerlukan persetujuan dari pihak yang diberi mandat).

Berbeda dengan ‘delegasi’, pada ‘mandat’, mandan atau pemberi mandat tetap berwenang untuk melakukan sendiri wewenangnya apabila ia menginginkan, dan memberi petunjuk kepada mandataris mengenai apa yang diinginkannya. Mandan tetap bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukan mandataris44.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa wewenang yang diperoleh secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas

(35)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 27 wewenang yang sudah ada, dengan tanggungjawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan sepenuhnya berada pada penerima wewenang (atributaris). Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, yang ada hanya pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Bersamaan dengan peralihan wewenang dari pemberi delegasi kepada penerima delegasi, tanggungjawab yuridis juga beralih, yakni tidak lagi berada pada pemberi delegasi (delegans) tetapi beralih pada penerima delegasi (delegataris). Sementara pada mandat, penerima mandat (mandataris) secara hierarki kepegawaian adalah bawahan (ondergeschikt) dari pemberi mandat dan karenanya hanya menjalankan tugas dan bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat (mandans). Mandataris tidak dilekati dengan wewenang, sehingga konsekuensi yuridisnya mandatari tidak memikul tanggungjawab hukum. Semua tindakan hukum yang dilakukan oleh mandataris tanggungjawabnya ada pada pemberi mandat (mandans), kecuali jika mandataris dalam melaksanakan tugas tersebut melakukan tindakan maladministasi45.

Selanjutnya, untuk memperjelas perbedaan antara delegasi dan mandat oleh R.J.H.M. Huisman dalam

bukunya Algemeen Bestuursrecht, sebagaimana dikutip

oleh Aminuddin Ilmar, perbedaannya adalah sebagai berikut:46

45 Ridwan, Diskresi., Op.Cit., hlm. 122-123. 46 Aminuddin Ilmar, Op.cit, hlm. 131

(36)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 28

PERBEDAAN ANTARA DELEGASI DAN MANDAT

No. Delegasi Mandat

1. Overdracht van

bevoegdheid (pelimpahan wewenang)

Opdracht tot uitvoering

(perintah untuk melaksanakan) 2. Bevoegdheid kan foor het

oorspron-kelijk bevoegde organ niet incindenteel uftgoefend worden

(kewenangan tidak dapat

dijalankan secara incidental oleh organ yang memiliki wewenang asli).

Bevoegdheid kan door mandaat gever nog incidenteel uitfgeofend worden (kewenangan dapat sewatu-waktu dilaksanakan oleh mandans) 3. Overgang van verantwoofdelijk-heid (terjadi peralihan tanggung jawab) Behooud van verantwoor-delijk-heid

(tidak terjadi suatu perlihan tanggung jawab)

4. Wettelijke basis vereist

(harus berdasarkan UU)

Geen wettelijke basis vereist (tidak harus berdasarkan UU)

5. Moet schriftelijke (harus tertulis)

Kan schrifielijk mag ook mondeling (dapat tertulis, atau dapat pula secara lisan

(37)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 29 Selain itu, Philipus M. Hadjon dalam tulisannya membuat perbedaan antara delegasi dan mandat, sebagai berikut:47

PERBEDAAN ANTARA DELEGASI DAN MANDAT

Mandat Delegasi

a. Prosedur pelimpahan

Dalam hubungan rutin atasan-bawahan: hal biasa kecuali dilarang secara tegas

Dari suatu organ pemerintahan kepada organ lain: dengan peraturan perundang-undangan b. Tanggung jawab dan tanggung gugat Tetap pada pemberi mandate Tanggung jawab dan tanggung gugat beralih kepada delegataris. c. Kemungkinan si pemberi menggunakan wewenang itu lagi

Setiap saat dapat menggunakan sendiri wewenang yang dilimpahkan itu Tidak dapat menggunakan

wewenang itu lagi kecuali setelah ada pencabutan dengan berpegang pada asas “contrarius actus

Sebuah kewenangan yang berbasis pada peraturan untuk melaksanakan kewenangan setidaknya

(38)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 30 memiliki empat karakteristik utama sebagai berikut48. Pertama, hak untuk membuat keputusan-keputusan yang berkepastian hukum. Hal ini sangat berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan yang dilahirkannya sebbagai bagian dari pelaksanaan kewenangannya. Potensi konflik pelaksanaan kewenangan lembaga negara sangat mungkin lahir dari adanya produk hukum yang dikeluarkan sebuah lembaga negara dan kemudian produk tersebut mengikat kepada lembaga negara lainnya. Karakteristik tersebut akan memetakan potensi konflik dari sudut pandang produk.

Kedua, perbedaan pelegitimasian antara kekuasaan dan kewenangan. Hal tersebut berkaitan dengan beberapa lembaga negara yang secara legitimatif kekuasaannya diberikan dalam landasan hukum yang berbeda dengan landasan hukum kewenangannya. Hal itu dapat menimbulkan perbedaan tafsiran antara kekuasaan, fungsi, tugas, wewenang, dan kewajiban maupun penjabaran terhadap unsur-unsur tersebut. Sebuah lembaga negara seringkali memiliki perangkat hukum yang berbeda baik dalam menentukan unsur-unsur tersebut maupun menjabarkan unsur-unsur-unsur-unsur

48 Harjono, “Kedudukan dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia”, makalah dan Seminar dan Lokakarya RUU Mahkamah Konstitusi yang diselenggarakan Pusat pengembangan Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, bekerjasama dengan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, Batu-Jawa Timur, 18-19 Desember 2002. Dikutip kembali dalam Firmansyah Arifin Dkk., (Tim Peneliti),

(39)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 31 tersebut. Akibatnya, yang terjadi adalah seringnya suatu lembaga negara “merasa” lebih memiliki kekuasaan ataupun kewenanganterhadap suatu hal daripada lembaga negara lainnya.

Ketiga, aturan hierarkis yang jelas. Asas yang khusus mengesampingkan yang umum (lex specialis derogate legi generale) ataupun asas kedudukan peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan aturan yang lebih rendah (lex superiori derogate legi inferiori) memang merupakan asas yang perlu dalam menjamin kepastian hukum, tetapi hierarki ini dapat membingungkan. Apalagi ketika beberapa jenis peraturan sudah tercabut atau terhilangkan oleh aturan hierarki yang baru.

Keempat, kewenangan yang terbagi. Beberapa jenis kewenangan dimiliki lembaga negara tidak secara sendirian, tetapi berbagi dengan lembaga negara lainnya. Patokan jenis atau wilayah yang tidak boleh saling langgar seringkali menjadi rancu ketika mulai ditafsirkan. Wilayah mana yang merupakan kewenangan suatu lembaga negara dan wilayah mana merupakan kewenangan lembaga negara yang lain dan tidak boleh dilanggar49.

Salah satu asas penting negara hukum adalah asas legalitas. Susbtansi dari asas legalitas tersebut adalah menghendaki agar setiap tindakan badan/pejabat administrasi berdasarkan undang-undang. Tanpa dasar undang-undang,

(40)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 32 badan/pejabat administrasi negara tidak berwenang melakukan suatu tindakan yang dapat merubah atau mempengaruhi keadaan hukum warga masyarakat. Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum (het democratish ideal en het rechtsstaats ideal). Gagasan demokrasi menuntut agar setiap bentuk undang-undang dan berbagai keputusan mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat dan sebanyak mungkin memperhatikan kepentingan rakyat. Gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat yang tertuang dalam undang-undang50.

Secara teoritis dan yuridis sumber asas legalitas tersebut asalnya dapat diperoleh badan/pejabat administrasi melalui atributif (legislator), baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Di Indonesia, asas legalitas berupa atributif tersebut pada tingkat pusat sumbernya dapat diperoleh (berasal) dari MPR berupa UUD dan dari DPR bersama-sama Pemerintah berupa undang-undang, sedangkan atributif yang asalnya diperoleh dari pemerintahan di daerah yang sumbernya dari DPRD dan Pemerintah Daerah adalah peraturan daerah.

50 Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 68-69

(41)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 33 Kedua asal wewenang tersebut di atas disebut original legislator atau berasal dari pembuat undang-undang asli (originale wetgever). Atas dasar hal itulah kemudian terjadi penyerahan suatu wewenang (baru) dari pembentuk undang-undang (rakyat melalui wakil-wakilnya di parlemen) kepada badan/pejabat administrasi Indonesia. Selanjutnya atas dasar atributif itu tindakan badan/pejabat administrasi Indonesia menjadi sah secara yuridis dan mempunyai kekuatan mengikat umum karena telah memperoleh persetujuan dari wakil-wakilnya di parlemen51.

Penegasan Indonesia adalah negara hukum yang selama ini diatur dalam Penjelasan UUD 1945, dalam Perubahan UUD 1945 telah diangkat ke dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3), berbunyi sebagai berikut: “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Konsekuensi ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, kebijakan, dan perilaku alat negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai dengan hukum. Sekaligus ketentuan ini untuj

mencegah terjadinya kesewenang-wenangan dan

arogansi kekuasaan, baik yang dilakukan oleh alat negara maupun penduduk. Dalam negara hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Yang sesungguhnya memimpin dalam penyelenggaraan negara adalah

51 SF. Marbun, Disertasi: Eksistensi Asas-asas Umum

Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Layak Dalam Menjelmakan Pemerintahan yang Baik dan Bersih di Indonesia, Bandung: Program Pascasarjana UNPAD, 2001, hlm. 86

(42)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 34 hukum itu sendiri sesuai dengan prinsip “the Rule of Law And not of Man”, yang sejalan dengan pengertian ‘nomocratie’, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum, ‘nomos’52.

Paham negara hukum yang demikian, harus diadakan jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada pokoknya berasal dari kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat (democratische rechstaat). Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat). Prinsip negara hukum tidak boleh ditegakkan dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang dasar. Karena itu, perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilakukan menurut Undang-Undang Dasar (constitutional democracy) yang diimbangi dengan penegasan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis (democratische rechtsstaat)

52 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme

Indonesia, Kerjasama Mahkamah Konstitusi dengan Pusat Studi Hukum Tata Negara FH-UI, Jakarta: Universitas Indonesia, 2004, hlm. 56.

(43)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 35

BAB III

RUANG LINGKUP KEWENANGAN

A. Ruang Lingkup Keabsahan Tindak

Pemerintahan

E. Utrecht, sebagaimana dikutip oleh penulis, mengartikan “bestuurshandeling” dengan “perbuatan pemerintah” serta menyebutkan dua bentuk tindakan pemerintah ini (rechtshandeling dan feitelijkehandeling) sebagai dua golongan besar perbuatan pemerintah, yaitu tindakan berdasarkan hukum dan tindakan berdasarkan fakta.53

Kemudian mengenai ruang lingkup keabsahan tindak atau perbuatan pemerintahan itu menurut Philipus M. Hadjon meliputi tiga hal, yaitu:54

1. Kewenangan

Kewenangan yang sah diperoleh secara atribusi, delegasi dan mandat, serta dibatasi oleh isi (materiae), wilayah (locus) dan waktu (temporis). Setiap tindak pemerintahan disyaratkan harus bertumpu atas kewenangan yang sah. Bicara tentang kewenangan adalah berbicara tentang

53 Nandang Alamsah Deliarnoor, Hukum Pemerintahan, Bandung: UNPAD Press, 2017, hlm. 177

54 Philipus M. Hadjon, Fungsi Normatif Hukum Administrasi

Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih. Pidato penerimaan jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Senin tanggal 10 Oktober 1994, hlm. 4

(44)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 36 pembentukan kekuasaan dalam suatu negara, yang menyangkut bagaimana kewenangan atau kekuasaan itu diperoleh.

Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa kewenangan adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik”.55

Setiap perbuatan pemerintah diisyaratkan harus bertumpu pada kewenangan yang sah. Tanpa adanya kewenangan yang sah seorang pejabat ataupun Badan Tata Usaha Negara tidak dapat melakukan suatu perbuatan pemerintah. Oleh karena itu kewenangan yang sah merupakan atribut bagi setiap pejabat ataupun bagi setiap badan.56 Selain itu, wewenang pemerintah itu berasal dari peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dikemukakan oleh Huisman yang dikutip oleh Ridwan HR, bahwa organ pemerintahan tidak dapat menganggap ia memiliki sendiri

55 Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981, hlm. 29

56 Lutfi Effendi, Pokok-Pokok Hukum Administrasi, Malang: Bayumedia Publishing, 2004, hlm. 77

(45)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 37 wewenang pemerintahan. Kewenangan hanya diberikan oleh undang. Pembuat undang-undang tidak hanya memberikan wewenang pemerintahan kepada organ pemerintahan akan tetapi juga terhadap para pegawai atau badan khusus untuk itu.57

Tindakan melanggar wewenang dari segi wilayah (onbevoegdheid ratione loci) berarti organ administrasi melakukan tindakan yang melampaui batas wilayah kekuasaannya. Tindakan melanggar wewenang dari segi waktu (onbevoegdheid ratione temporis) terjadi bila wewenang yang digunakan telah melampaui jangka waktu yang ditetapkan untuk wewenang itu.58

Selanjutnya, diketahui bahwa kewenangan itu diperoleh melalui dua sumber, yaitu: atribusi dan pelimpahan wewenang yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Atribusi

Yaitu kewenangan yang asli yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan secara langsung. Indroharto mengemukakan bahwa wewenang yang diperoleh secara atribusi, yaitu pemberian wewenang pemerintahan yang baru

57 Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali Press, 2006, hlm. 103

(46)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 38 oleh suatu ketentuan dalam

peraturan-perundang-undangan.59

Ciri-ciri dari atribusi kekuasaan atau wewenang adalah sebagai berikut :

- Pembentukan kekuasaan secara atribusi

akan melahirkan kekuasaan baru.

- Pembentukan kekuasaan secara atribusi

harus dilakukan oleh suatu badan yang pembentukannya didasarkan pada peraturan perundang-undangan.

Namun, dengan diperolehnya kekuasan secara atributif tidak serta merta dapat diketahui kepada siapa penerima kekuasaan itu harus bertanggung jawab.

b. Delegasi atau Pelimpahan Wewenang Terdiri dari :

- Delegasi dan

- Mandat

Perbedaan antara delegasi dan mandat dilihat dari segi :

a. Prosedur Pelimpahan

- Delegasi

Yakni dari suatu organ pemerintahan kepada organ lain dengan disertai peraturan perundang-undangan. Jadi suatu

59 Indroharto, Usaha memahami Undang-Undang tentang

Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Pustaka Harapan, 1993, hlm. 90

(47)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 39 delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang.60

- Mandat

Yakni dalam hubungan rutin atasan-bawahan.

Selanjutnya, Indoharto mengemukakan bahwa pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh suatu Badan atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan TUN lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu atribusi wewenang. Pada mandat, disana tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Jabatan TUN yang satu kepada yang lain.61

Selain itu, Philipus M. Hadjon, sebagaimana dikutip Ridwan H.R., mengemukakan bahwa hal delegasi mengenai prosedur pelimpahannya berasal dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan yang lainnya dengan peraturan perundang-undangan, dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih ke delegataris. Pemberi delegasi tidak dapat menggunakan wewenang itu lagi, kecuali

60 Ridwan H.R., Op.cit, hlm. 105 61Op.cit

(48)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 40 setelah ada pencabutan dengan berpegang dengan asas ”contrarius actus”.

Artinya, setiap perubahan, pencabutan suatu peraturan pelaksanaan perundang-undangan, dilakukan oleh pejabat yang menetapkan peraturan dimaksud, dan dilakukan dengan peraturan yang setaraf atau yang lebih tinggi. Dalam hal mandat, prosedur pelimpahan dalam rangka hubungan atasan bawahan yang bersifat rutin. Adapun tanggung jawab dan tanggung gugat tetap pada pemberi mandat. Setiap saat pemberi mandat dapat menggunakan sendiri wewenang yang dilimpahkan itu.62

b. Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat

- Delegasi

Yakni tanggung jawab dan tanggung gugatnya beralih pada delegataris (orang yang diberi pelimpahan wewenang), tidak lagi berada di pihak delegan (orang yang memberi pelimpahan wewenang).

- Mandat

Yakni mandataris (orang yang diberi

mandat) tidak memiliki tanggung jawab terhadap pihak luar, sedangkan yang bertanggung jawab adalah orang yang memberi mandat atau mandan.

62 Ridwan H.R., Op.cit, hlm. 108

(49)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 41 c. Kemungkinan si pemberi menggunakan

wewenang itu lagi

- Delegasi

Yakni delegan tidak dapat menggunakan

wewenang itu lagi kecuali setelah ada pencabutan dengan berpegang kepada asas “Contrarius Actus”.

- Mandat

Yakni mandan setiap saat dapat

menggunakan sendiri wewenang yang dilimpahkannya itu.

2. Prosedur

Prosedur bertumpu pada landasan utama Hukum Administrasi atau Hukum Tata Pemerintahan, yaitu:63 a. Asas Negara Hukum

Asas negara hukum berkaitan dengan perlindungan hak-hak dasar.

b. Asas Demokrasi

Berkaiatan dengan asas keterbukaan atau transparan.

c. Asas Instrumental

Yaitu asas yang berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi.

Adanya wewenang dan prosedur merupakan landasan bagi legalitas formal suatu tindakan atau perbuatan pemerintahan. Dengan dasar legalitas formal tersebut maka lahirlah asas praesuptio iustae causa yang berarti bahwa setiap tindakan atau

(50)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 42 perbuatan pemerintahan harus dianggap sah sampai ada pembatalan untuk itu. Asas ini menjadi ratio legis dengan adanya norma aturan yang menyatakan bahwa gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya keputusan badan/atau pejabat pemerintahan serta tindakan atau perbuatan badan/atau pejabat yang digugat.

3. Substansi

Substansi bersifat mengatur dan mengendalikan apa

(sewenangwenang/legalitas ekstern) dan untuk apa

(penyalahgunaan wewenang, melanggar undang-undang/legalitas intern). Selain itu, aspek substansi menegaskan bahwa kewenangan pemerintah dibatasi secara substansial menyangkut “apa” dan “untuk apa”. Cacat subtansial menyangkut “apa” merupakan tindakan sewenang-wenang atau wilekeur, sedangkan cacat substansial menyangkut “untuk apa” merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang atau detournement de pouvoir.64

Kekuasaan pemerintah yang berisi wewenang pengaturan dan pengendalian kehidupan masyarakat dibatasi secara substansial. Misalnya wewenang menerapkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara substansial dibatasi oleh luas tanah dan bangunan serta tidak menyangkut isi rumah.

Dengan demikian, aspek substansial menyangkut apa dan untuk apa. Cacat substansial menyangkut apa

(51)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 43 yang merupakan tindakan sewenang-wenang atau penyalahgunaan wewenang.

Berdasarkan uraian di atas, yang prinsip-prinsipnya penulis ambil dari isi pidato pengukuhan guru besar Philipus M. Hadjon dapat disimpulkan bahwa jika ada tindakan atau perbuatan pemerintah yang “tanpa kewenangan”, kesalahan prosedur dan kesalahan substansi maka merupakan tindakan yang tidak sah atau absah. Teori keabsahan tersebut merupakan titik awal dalam memahami kewenangan pemerintahan, sehingga dapat menjelaskan validasi dari tindak atau perbuatan pemerintahan dalam kaitannya dengan diskresi.

B. Dua Alat Ukur

Selanjutnya, Sadjijono dalam bukunya mengemukakan bahwa untuk mengukur keabsahan tindakan pemerintah dapat menggunakan dua alat ukur, yaitu peraturan perundang-undangan dan asas-asas

umum pemerintahan yang baik (AAUPB).65 Peraturan

perundang-undangan berkaitan dengan dasar hukum yang memberi wewenang bagi pemerintah untuk bertindak (legitimasi pemerintah), sedangkan asas-asas umum pemerintahan yang baik berkaitan dengan dasar-dasar dan pedoman bertindak bagi pemerintah diluar aturan yang bersifat normatif. Asas-asas umum

65 Sadjijono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum

(52)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 44 pemeritahan yang baik dijadikan sebagai penilaian terhadap moralitas setiap tindakan pemerintah.66

Selain itu, dalam Hukum Administrasi alat ukur yang digunakan untuk menilai keabsahan suatu tindak pemerintahan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata usaha negara adalah sebagai berikut:

1. Peraturan perundang-undangan (hukum tertulis),

2. Norma hukum tidak tertulis. Dalam praktek pemerintahan di Belanda dikenal dengan

sebutan algemene beginselen van behoorlijk

bestuur, dalam norma dan praktek Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia dikenal dengan sebut asas-asas umum pemerintahan yang baik

Tindakan atau perbuatan hukum pemerintah yang tidak boleh mengandung unsur kecacatan seperti kekhilafan (dwaling), penipuan (bedrog), dan paksaan (dwang) serta hal-hal lain yang menimbulkan akibat hukum tidak sah.67

C. Tanpa Kewenangan

Selanjutnya, pengertian “tanpa kewenangan” diartikan terhadap suatu beschikking yang dikeluarkan oleh seorang pejabat yang tidak mempunyai kewenangan (kompetensi) sama sekali untuk

66Op.cit, hlm. 184

(53)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 45

mengeluarkan beschikking yang bersangkutan, atau

kewenangan itu sesungguhnya ada pada pejabat yang lain.68 Paulus Effendie Lotulung mengemukakan adanya perbedaan kriterium “tanpa kewenangan” dalam 3 bentuk, yaitu :69

1. “Tanpa kewenangan” yang bersifat materiil, artinya seorang pejabat yang mengeluarkan

suatu beschikking tentang materi (masalah)

yang sebetulnya materi tersebut menjadi wewenang dari pejabat lainnya. Misalnya: suatu beschikking yang dikeluarkan oleh seorang pejabat Pemerintah Daerah sedangkan materi yang bersangkutan sesungguhnya termasuk wewenang Menteri untuk memutuskannya. (Ketidakwenangan yang bersifat rationae materiae).

2. “Tanpa kewenangan” yang ditinjau dari segi wilayah atau tempat di mana wewenang itu seharusnya dapat diperlakukan. Misalnya :

suatu beschikking yang dikeluarkan oleh

seorang pejabat di wilayah DKI Jakarta,

sedangkan beschikking itu menyangkut

persoalan yang berlaku bagi wilayah kota Bogor. (Ketidakwenangan yang bersifat rationae locus).

68 Paulus Effendie Lotulung, Beberapa Sistem tentang Kontrol

Segi Hukum Terhadap Pemerintah, Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer,1986, hlm.5-6.

(54)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 46 3. “Tanpa kewenangan” yang ditinjau dari segi

waktu berlakunya atau dikeluarkannya suatu beschikking yang menyimpang dari waktu yang seharusnya diperhatikan. Misalnya: suatu beschikking yang dikeluarkan itu telah kadaluwarsa, atau juga dikeluarkan sebelum waktunya. (Ketidakwenangan yang bersifat rationae temporis).

Selanjutnya, Philipus M. Hadjon dalam bukunya mengemukakan terkait dengan keabsahan keputusan pemerintahan berlaku asas praesumptio iustae causa. Asas itu mengandung makna bahwa setiap tindakan (keputusan) Pemerintahan harus dianggap sah sampai ada pembatalan. Asas itu menjadi ratio legis Pasal 67 ayat (1) Undang No. 5 Tahun 1986 jis. Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang-Undang-Undang No. 51

Tahun 2009 yang menyatakan:70

Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara serta tindakan badan atau pejabat yang digugat.

Atas dasar tu harus diatur tentang perubahan, pencabutan dan pembatalan keputusan. Harus diatur pula tentang perbedaan antara batal, dapat, dibatalkan dan batal demi hukum. Tindakan pemerinth (a.l.

keputusan pemerintahan) dapat berakibat batal demi

hukum (van rechtswege nietig), batal (nietig), atau

70 Philipus M. Hadjon, et.al., Hukum Administrasi dan Good

(55)

Teori & Praktek Kewenangan Pemerintahan| 47

dapat dibatalkan (vernietigbaar) tergantung dari essensial-tidaknya kekurangan atau cacat yuridis yang terdapat di dalam keputusan itu. Suatu tindakan

pemerintahan a.l. keputusan pemerintahan bisa batal

demi hukum apabila tindakan atau keputusan itu dibuat

dengan nyata-nyata tanpa wewenang. Contoh:

Gubernur menerbitkan Keputusan Pemberhentian dosen

PNS pada sebuah PTN merupakan keputusan

nyata-nyata tanpa wewenang. Keputusan seperti itu batal demi hukum.

Secara singkat, perbedaan antara: nietig, van

rechtswegenietig dan vernietigbaar, dapatlah dilihat dalam bagian di bawah ini.71

Uraian Nietig Van Rechtswege Nietig Vernietigbaar 1. Sejak kapan batal

Ex tunc *) Ex tunc Ex nunc *)

2. Tindaka n Pembat alan Tidak harus dengan putusan atau keputusan Sifat putusan atau keputusan: Konstatering atau deklaratur Tanpa perlu ada putusan atau keputusan Mutlak harus ada putusan atau keputuan Sifat putusan atau keputusan: Konstitutif 71Ibid, hlm. 31

Gambar

Gambar 4.2. Tiga Model Hubungan Kewenangan  Pemerintah Pusat-Daerah
Tabel 7.1 Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang  Pendidikan
Tabel 7.3 Data Penyandang Masalah  Kesejahteraan Sosial (PMKS) Di Jawa Barat
Tabel 7.4 Data Potensi Dan Sumber Kesejahteraan  Sosial (PSKS) Di Jawa Barat Tahun 2012

Referensi

Dokumen terkait

Mampu menguraikan secara sistematis implikasi dari teori pembangunan terhadap praktek ilmu administrasi negara Implikasi teori pembangunan dalam perkembangan ilmu

Dalam hal ini sesuai dengan adanya asas desentralisasi ataupun dekosentrasi dimana pemerintahan pusat memberikan wewenang terhadap pemerintahan daerah dalam

Urusan yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah terdiri dari urusan wajib. dan urusan

mendasarkan tindakan pada wewenang. Tindakan pemerintahan yang didasarkan pada asas legalitas mengandung arti mendasarkan tindakan itu pada kewenangan terikat,

Kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa meliputi kewenangan di bidang

Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang berasal dari undang-undang, sedangkan wewenang adalah suatu spesifikasi dari kewenangan, artinya barang siapa (subyek

(2) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan

4 Menurut Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan pada Pasal 1 Ayat (6) yang menyatakan bahwa “Kewenangan Pemerintahan