• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumberdaya beragam: Para actor adalah pihak yang rasional. Masing pihak berupaya memaksimalkan

SISTEM APLIKASI MODEL DALAM FORMULASI KEBIJAKAN

A. Modul formulasi kebijakan

4) Sumberdaya beragam: Para actor adalah pihak yang rasional. Masing pihak berupaya memaksimalkan

kepentingannya. Dalam rangka mencapai tujuannya tersebut, tokoh-tokoh ini bersaing menanamkan pengaruhnya. Keberhasilan dalam mencapai tujuannya tersebut ditentukan antara lain oleh sumberdaya yang dimilikinya baik sumberdaya ekonomi maupun politik.Sumber-sumberdaya tersebut menjadi sarana dalam menanamkan pengaruhnya dalam proses kebijakan publik di era desentralisasi.

Dalam Bab dua (II) berisikan pokok bahasan yang meliputi proses peningkatan partisipasi para pihak dalam formulasi kebijakan di era desentralisasi. Proses aplikasi system modul ini diselaraskan dengan kegiatan diskusi public kepada birokrasi,DPRD dan para pelaku bisnis di Riau. Dalam pokok bahasan dua (II) berisikan materi penyadaran dan peningkatan partisipasi para actor dalam formulasi kebijakan. Adapun yang menjadi tujuan adalah diharapkan peserta sosialisasi formulasi kebijakan mendapatkan pemahaman pengetahuan tentang definisi dan bentuk-bentuk partisipasi dalam setiap tahapan formulasi kebijakan. Pemahaman dan komitmen pentingnya partisipasi semua pihak dalam setiap tahapan. Adapun tahapan tersebut meliputi perumusan kebijakan publik di tingkat

lokal; Kesadaran bersama pentingnya mempertimbangkan wujud partisipasi para pihak yang terlibat proses kebijakan

/. Materi,Metode,dan Alat ;

Se cara umum, proses (eksprimen) ini memperkirakan jumlah peserta. Apabila peserta berjumlah lebih dari /0 orang sampai /00 orang, waktu yang dibutuhkan untuk sosialisasi materi formulasi kebijakan publik diperkirakan memakan waktu /80 sampai 240 menit. Adapun proses diskusi tersebut mencakup tahapan sebagai berikut:

Pertama; menata tempat diskusi/pertemuan dalam posisi yang sejajar (dianjurkan dalam bentuk lingkaran), selanjutnya regristrasi peserta dan dilanjutkan pembukaan oleh penyelenggara,sambutan para pihak yang diangggap mewakili tuan rumah. Setelah itu acara diambil alih oleh fasilitator (pimpinan diskusi). Fasilitator bersama nara sumber menggunakan metode FGD (focus group discussion) tujuannya adalah untuk mengggali isu-isu bersama terkait kebijakan yang akan dirumuskan. Dalam Menyampaikan materi diskusi bisa dumulai terlebih dahulu dengan pembukaan oleh nara sumber,kemudian ditanggapi (komentar) para peserta diskusi.Peran Fasilitator mengamati dan mencatat isu-isu bersama terkait kebijakan yang akan dirumuskan dan menggali isuisu,masalah-masalah kebijakan dari para peserta agar diskusi berjalan dinamis.

Sebagai alternatif,diskusi dapat dilakukan dengan cara membagi kelompok-kelompok kerja (pokja). Kelompok-kelompok tersebut dapat

dibentuk berdasarkan tugas dan fungsi (tupoksi) SKPD atau posisi dan reputasi tokoh/peserta di tengah masyarakat. Masing-masing kelompok dipimpin seorang fasilitator dan seorang notulis.Peran fasilitator tetap mencatat dan menggali isu-isu kebijakan,masalah kebijakan terkait kebijakan yang akan dirumuskan.Durasi waktu diskusi Pokja Kemudian dilanjutkan dengan diskusi pleno,masing-masing kelompok mempresentasekan hasil diskusi kelompok kerja.

Kedua,fasilitator memfasilitasi peserta untuk mengikuti diskusi pleno dan mempersilakan masing-masing seorang mewakili pokja mempresentasikan hasil diskusi kelompok dengan metode FGD dengan durasi waktu antara /0 sampai /5 menit. Metode presentasi bias oral, atau menggunakan alat bantu tulisan di kertas plano, atau menggunakan alat bantu power point-LCD. Setelah presentasi hasil diskusi kelompok selesai, fasilitator memberi kesempatan kepada anggota kelompoknya untuk memberi tambahan atau pembetulan. Kemudian fasilitator memberi kesempatan dari kelompok lain untuk memberi komentar atau masukan. Kedua, nara sumber (bisa juga fasilitator) memberi komentar/masukan terhadap hasil diskusi pleno. Kemudian fasilitator memberi penegasan dan input tentang: (a) beberapa isu-isu bersama terkait kebijakan yang akan dirumuskan (b) masalah-masalah kebijakan ( c) rekomendasi kebijakan public yang dirumuskan selaras dengan peta permasalahan kebijakan yang didapat dalam diskusi kelompok.

Keempat, fasilitator (pimpinan diskusi) membuat kesimpulan diskusi dan menyampaikan tindak lanjutnya. Kesimpulan diikuti beberapa usulan atau rekomendasi diskusi yang terkait dengan kebijakan publik yang akan dirumuskan. Fasilitator juga perlu memperjelas posisi hasil diskusi yang akan disampaikan kepada pemerintahan Daerah.

a. Dalam proses pemodelan formulasi kebijakan public

Di era desentralisasi ini diskusi dilakukan juga kepada birokrasi salah satu poin penting eksprimentasi. Sosialisasi terhadap kelompok ini dimasudkan untuk memperkuat identifikasi terhadap unusr-unsur formulasi kebiajakan meliputi; para pemangku kepentingan yang terkait perumusan kebijakan,apa saja upaya masingmasing pihak mencapai tujuannya, apa yang menjadi basis organisasi sosialnya,dan apa saja sarana yang dipakai dalam mencapai tujuan. Setiap unsur itu diidentifikasi pada setiap tahap formulasi kebijakan yang meliputi; isu kebijakan (hal-hal yang dipandang sebagai kebutuhan masyarakat), masalah kebijakan dan formula kebijakan itu sendiri.

Proses diskusi atau sosialisasi dimulai dari pemaparan nara sumber (fasilitator) menyampaikan materi, terlebih dahulu nara sumber menjelaskan dengan ringkas,padat siapa saja peserta. Para birokrat adalah sebagai mesin pembuat kebijakan, kelompok ini memiliki kewenangan yang telah didelegasikan dan tugas dan fungsi sebagai manesfestasi amanah masyarakat yang harus dijalankan sedemikian rupa. Kebijakan adalah sarana untuk menjalankan amanah tersebut sebaik-baiknya.Se cara ringkas substansi materinya adalah: Pertama;isuisu strategis baik yang berdampak lokal, nasional, dan global. Isu-isu ini

diperbincangkan dan diperdebatkan di tengah-tengah masyarakat. Pemetaan terhadap isu-isu strategis menjadi bahan untuk mengidentifikasi masalah-masalah kebijakan.Seringkali di tingkat isu ini para birokrat memiliki referensi dan persepsi yang sama,tetapi ditingkat masalah dapat berbeda-beda. Misalnya isu kelangkaan lahan,kemiskinnan,pendidikan. Kedua,visi dan misi pemerintah Daerah yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).RPJMD tertuang dalam Kebijakan,program,kegiatan dalam rentang waktu lima tahun.Kebijakan yang akan dirumuskan selaras dengan rencana pembangunan,visi dan misi yang sudah disusun dalam RPJMD dan RPJPD.

Dalam tahapan ketiga, berbagai ancaman terhadap upaya mengatasi masalah kebijakan yang ditemui yang dihadapi para birokrat baik dalam birokrasi maupun diluar birokrasi adalah tindakan/kepentingan masing-masing pihak terkait kebijakan dalam mencapai tujuannnya.Tindakan yang beragam ini karena latar belakang so cial-politik-ekonomi-budaya yang beragam.Sensitivitas berbagai tindakan inilah yang dipetakan para birokrat. Empat; Partisipasi yang paling tepat dari birokrat adalah memasukan materi ini pada berbagai dialog dan kunjungan, bulusukan ke tengah-tengah masyarakat seperti monitoring, dialog publik, dan kegiatan sosial lainnya yang dilaksanakan pada lapisan masyarakat di tingkat bawah.

Dalam proses penyampaian materi,para fasilitator dapat menggunakan metode yang dianggap tepat misalnya tatap muka, wawancara, Focus Group Discusion, diskusi kelompok, dilanjutkan dengan ceramah. Metode yang paling

tepat untuk para birokrat adalah metode tukar pengalaman, FGD. Cara kerja ini akan lebih efektif apabila menggunakan alat bantu seperti photo, gambar, animasi, brosur, liflet, materi yang sudah dimasukan dalam power point

,

laptop, LCD dan Listrik, materi yang telah ditulis sebagai bahan diskusi,dan tabel matrik berisikan pertanyaan penuntun.

b. Sosialisasi terhadap Dewan Perwakilan Politik Daerah (DPRD).

Proses diskusi publik kepada para actor DPRD (tingkat Kabupaten) ini dimasudkan untuk memperkuat identifikasi terhadap unusr-unsur formulasi kebijakan meliputi; para pemangku kepentingan yang terkait perumusan kebijakan,apa saja upaya masing-masing pihak mencapai tujuannya, apa yang menjadi basis organisasi sosialnya,dan apa saja sarana yang dipakai dalam mencapai tujuan. Setiap unsure itu diidentifikasi pada setiap tahap formulasi kebijakan yang meliputi; isu kebijakan (hal-hal yang dipandang sebagai kebutuhan masyarakat), masalah kebijakan dan formula kebijakan itu sendiri. Substansi materinya adalah: Pertama; materi yang harus diketahui oleh para politisi adalah isu-isu strategis baik yang berdampak lokal, nasional, dan global. Isu-isu ini diperbincangkan dan diperdebatkan di tengah-tengah masyarakat. Pemetaan terhadap isu-isu strategis menjadi bahan untuk mengidentifikasi masalah-masalah kebijakan. Seringkali di tingkat isu ini para politisi memiliki referensi dan persepsi yang sama,tetapi ditingkat masalah dapat berbeda-beda. Misalnya isu kelangkaan lahan, kemiskinnan, pendidikan.

Kedua, para politisi/DPRD harus mengacu pada dokumen yang sudah disepakati dan menjadi komitmen bersama yaitu visi dan misi pemerintah Daerah

yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).RPJMD tertuang dalam Kebijakan,program,kegiatan dalam rentang waktu lima tahun.Kebijakan yang akan dirumuskan selaras dengan rencana pembangunan,visi dan misi yang sudah disusun dalam RPJMD dan RPJPD.Ketiga, berbagai ancaman terhadap upaya mengatasi masalah kebijakan yang ditemui yang dihadapi para politisi baik dalam lembaga/partai politik maupun diluar adalah tindakan/kepentingan masing-masing pihak terkait kebijakan dalam mencapai tujuannnya.Tindakan yang beragam ini karena latar belakang so cial-politik-ekonomi-budaya yang beragam.Sensitivitas berbagai tindakan inilah yang dipetakan para politisi. Keempat; partisipasi yang paling tepat dari politisi/DPRD adalah memasukan materi ini pada berbagai dialog dan kunjungan,bulusukan ke tengah-tengah masyarakat seperti monitoring,dialog public, dan kegiatan social lainnya yang dilaksanakan pada lapisan masyarakat di tingkat bawah. Wujud partisipasi tersebut bermuara kepada dukungan politisi terhadap berbagai peraturan daerah (Perda),dimana proses formulasinya memposisikan kepentingan masyarakat yang bertujuan mensejahterakan masyarakat lokal.

Dalam melaksanakan sosialisasi,para fasilitator dapat memakai berbagai metode.Namun metode yang diusulkan untuk dapat diterapkan dalam diskusi adalah tatap muka, wawancara, Focus Group Discusion, diskusi kelompok, dilanjutkan dengan ceramah. Metode yang paling tepat untuk para politisi/DPRD adalah metode tukar pengalaman, FGD, seminar dan loka karya. Dengan memakai alat bantu lazimnya berupa Foto, gambar, animasi, brosur, liflet, materi yang su-

dah dimasukan dalam power pointlaptop, LCD dan Listrik, konsultasi public (ditempat tertutup/terbuka), materi yang telah ditulis sebagai bahan diskusi,dan table matrik berisikan pertanyaan penuntun. Maka diharapkan diskusi dapat berlangsung lebih terbuka dan dialogis.

c. Sosialisasi bagi pelaku Bisnis.

Bahan sosialisasi yang disampaikan ini dimaksudkan untuk memperkuat identifikasi terhadap unusr-unsur formulasi kebiajakan meliputi; para pemangku kepentingan yang terkait perumusan kebijakan, apa saja upaya masing-masing pihak mencapai tujuannya, apa yang menjadi basis organisasi sosialnya, dan apa saja sarana yang dipakai dalam mencapai tujuan. Setiap unsur itu diidentifikasi pada setiap tahap formulasi kebijakan yang meliputi; isu kebijakan (hal-hal yang dipandang sebagai kebutuhan masyarakat), masalah kebijakan dan formula kebijakan itu sendiri. Substansi materinya adalah: Pertama; materi yang harus diketahui oleh para pelaku bisnis adalah isu-isu strategis baik yang berdampak lokal, nasional, dan global. Isu-isu ini diperbincangkan dan diperdebatkan di tengah-tengah masyarakat. Pemetaan terhadap isu-isu strategis menjadi bahan untuk mengidentifikasi masalah-masalah kebijakan. Seringkali di tingkat isu ini para pelaku bisnis memiliki referensi dan persepsi yang sama, tetapi ditingkat masalah dapat berbeda-beda. Misalnya isu kelangkaan lahan, kemiskinnan, dan pendidikan.

Kedua, para pelaku bisnis harus mengacu pada dokumen yang sudah disepakati dan menjadi komitmen bersama yaitu visi dan misi pemerintah Daerah yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).RPJMD tertuang dalam Kebijakan, program, kegiatan dalam rentang waktu lima tahun. Kebijakan yang akan dirumuskan selaras dengan rencana pembangunan,visi dan misi yang sudah disusun dalam RPJMD dan RPJPD.Ketiga, berbagai ancaman terhadap upaya mengatasi masalah kebijakan yang ditemui yang dihadapi para pelaku bisnis adalah tindakan/kepentingan masing-masing pihak terkait kebijakan dalam mencapai tujuannnya.Tindakan yang beragam ini karena latar belakang social-politik-ekonomi-budaya yang beragam. Sensitivitas berbagai tindakan inilah yang dipetakan para pelaku bisnis.Keempat; partisipasi yang paling tepat dari pelaku bisnis adalah memasukan materi ini pada berbagai usaha dan investasi di tengah-tengah masyarakat seperti keunggulan daerah dalam usaha, kesempatan kerja, dan CSR serta kegiatan sosial lainnya yang dilaksanakan pada lapisan masyarakat di tingkat bawah. Wujud partisipasi para pelaku bisnis tersebut bermuara kepada peningkatan pendapatan daerah dan masyarakat sehari-hari. Dalam menerapkan diskusi ini metode yang dipakai dapat tatap muka, wawancara, Focus Group Discusion, diskusi kelompok, dilanjutkan dengan ceramah. Metode yang paling tepat untuk para pelaku bisnis adalah metode tukar pengalaman, FGD, seminar dan loka karya. Foto, gambar, animasi, brosur, liflet, materi yang sudah dimasukan dalam power point , laptop, LCD dan Listrik, konsultasi public (ditempat tertutup/terbuka), materi yang telah ditulis sebagai bahan diskusi,dan table matrik berisikan pertanyaan penuntun.

d .Sosialisasi dan Diskusi public Terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah

Sosialisasi terhadap para Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ini dimaksudkan untuk memperkuat identifikasi terhadap unsur-unsur formulasi kebijakan meliputi; para pemangku kepentingan yang terkait perumusan kebijakan, apa saja upaya masing-masing pihak mencapai tujuannya, apa yang menjadi basis organisasi sosialnya, dan apa saja sarana yang dipakai dalam mencapai tujuan. Setiap unsure itu diidentifikasi pada setiap tahap formulasi kebijakan yang meliputi; isu kebijakan (hal-hal yang dipandang sebagai kebutuhan masyarakat), masalah kebijakan dan formula kebijakan itu sendiri. Substansi materinya adalah: Pertama; materi yang harus diketahui oleh para satuan kerja adalah isu-isu strategis baik yang berdampak lokal, nasional, dan global. Isu-isu ini diperbincangkan dan diperdebatkan di tengah-tengah masyarakat. Pemetaan terhadap isu-isu strategis menjadi bahan untuk mengidentifikasi masalah-masalah kebijakan. Seringkali di tingkat isu ini para SKPD memiliki referensi dan persepsi yang sama, tetapi ditingkat masalah dapat berbeda-beda. Misalnya isu kelangkaan lahan, kemiskinnan, dan pendidikan.

Kedua, para SKPD harus menga cu pada dokumen yang sudah disepakati dan menjadi komitmen bersama yaitu visi dan misi pemerintah Daerah yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).RPJMD tertuang dalam Kebijakan, program, kegiatan dalam rentang waktu lima tahun. Kebijakan yang akan dirumuskan selaras dengan rencana pembangunan,visi dan misi yang sudah disusun dalam RPJMD dan RPJPD.Ketiga, berbagai ancaman terhadap upaya

mengatasi masalah kebijakan yang ditemui yang dihadapi para SKPD adalah tindakan/kepentingan masing-masing pihak terkait kebijakan dalam mencapai tujuannnya.Tindakan yang beragam ini karena latar belakang so cial-politik-ekonomi-budaya yang beragam. Sensitivitas berbagai tindakan inilah yang dipetakan para satuan kerja. Empat; Partisipasi yang paling tepat dari birokrat adalah memasukan materi ini pada berbagai dialog dan kunjungan,blusukan ke tengah-tengah masyarakat seperti monitoring,dialog publik, dan kegiatan social lainnya yang dilaksanakan pada lapisan masyarakat di tingkat bawah. Adapun cara kerja yang dipakai dalam diskusi adalah tatap muka, wawancara, Focus Group Discusion, diskusi kelompok, dilanjutkan dengan ceramah. Metode yang paling tepat untuk para SKPD adalah metode tukar pengalaman, FGD, seminar dan loka karya. Foto, gambar, animasi, brosur, liflet, materi yang sudah dimasukan dalam power point , laptop, LCD dan Listrik, konsultasi publik (ditempat tertutup/terbuka), materi yang telah ditulis sebagai bahan diskusi,dan table matrik berisikan pertanyaan penuntun.

e. Sosialisasi dan diskusi Bagi Para Kepala Desa

Bahan sosialisasi ini dimasudkan untuk memperkuat identifikasi terhadap unsur-unsur formulasi kebiajakan meliputi; para pemangku kepentingan yang terkait perumusan kebijakan,apa saja upaya masing-masing pihak mencapai tujuannya, apa yang menjadi basis organisasi sosialnya, dan apa saja sarana yang dipakai dalam mencapai tujuan. Setiap unsur itu diidentifikasi pada setiap tahap formulasi kebijakan yang meliputi; isu kebijakan (hal-hal yang dipandang sebagai kebutuhan masyarakat), masalah kebijakan dan formula kebijakan itu sendiri.

Sebelum fasilitator menyampaikan materi, terlebih dahulu nara sumber menjelaskan kepada peserta kepala desa bahwa posisi politik kepala desa dewasa ini adalah sebagai mesin pembuat kebijakan di tingkat desa, kepala desa memiliki kewenangan yang telah didelegasikan dan tugas dan fungsi sebagai manesfestasi amanah masyarakat yang harus dijalankan sedemikian rupa di desa.

Kebijakan adalah sarana untuk menjalankan amanah tersebut sebaik-baiknya.Se cara ringkas substansi materinya adalah: Pertama;isu-isu strategis baik yang berdampak lokal, nasional, dan global. Isu-isu ini diperbincangkan dan diperdebatkan di tengah-tengah masyarakat. Pemetaan terhadap isu-isu strategis menjadi bahan untuk mengidentifikasi masalah-masalah kebijakan.Seringkali di tingkat isu ini para kepala desa perangkat desa memiliki referensi dan persepsi yang sama,tetapi ditingkat masalah dapat berbeda-beda. Misalnya isu kelangkaan lahan, kemiskinnan, pendidikan. Kedua,visi dan misi pemerintah Daerah yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD). RPJMD tertuang dalam Kebijakan, program, kegiatan dalam rentang waktu lima tahun.Kebijakan yang akan dirumuskan selaras dengan rencana pembangunan,visi dan misi yang sudah disusun dalam RPJMD dan RPJPD dan program-program pembangunan desa.

Ketiga, berbagai ancaman terhadap upaya mengatasi masalah kebijakan yang ditemui yang dihadapi para kepala desa baik dalam birokrasi desa maupun diluar birokrasi desa adalah tindakan/keentingan masing-masing pihak terkait kebijakan dalam mencapai tujuannnya.Tindakan yang beragam ini karena latar belakang so cial-politik-ekonomi-budaya yang beragam.Sensitivitas berbagai

tindakan inilah yang dipetakan para kepala desa.Empat; Partisipasi yang paling tepat dari kepala desa adalah memasukan materi ini pada berbagai pidato, dialog, kunjungan, musyawarah perencanaan pembangunan desa, dan bulusukan ke tengah-tengah masyarakat seperti monitoring, dialog public, dan kegiatan social lainnya yang dilaksanakan pada lapisan masyarakat di tingkat bawah.

B. ANIMASI

Model animasi yang disajikan ini dimaksudkan untuk mencoba merekonstruksi interaksi aktor dalam situasi konflik memperebutkan sumberdaya perkebunan di Riau masa sesudah /999. Perkembangan politik lokal mengenai kebijakan perkebunan kelapa sawit di Riau selama ini ditentukan oleh interaksi antara birokrat, politisi, dan pengusaha perkebunan. Para pemain ini adalah pihakpihak yang diuntungkan dalam perebutan sumberdaya perkebunan kelapa sawit di Riau. Karena aktor ini berpijak pada berbagai regulasi pembangunan yang dibuat pusat sebagai alat untuk memperebutkan sumberdaya perkebunan kelapa sawit di Riau..

Sebelum kebijakan OTDA, para aktor birokrat pusat (lokal), partai politik berkolaborasi dengan pemilik modal dalam mengeksploitasi sumber daya perkebunan kelapa sawit di Riau dengan cara menerapkan berbagai kebijakan pembangunan yang menguntungkan pihak pemilik modal besar , birokrat dan para politisi misalnya dalam memperebutkan lahan, akses ke pembuat keputusan perizinan. Sementara itu, para tokoh lokal tidak bisa berbuat banyak, karena sistem politik Orba yang otoriter tidak memungkin munculnya elit lokal yang independen. Isu kebijakan perkebunan kelapa sawit tidak muncul kepermukaan.

Sehingga sebenarnya kebijakan perkebunan kelapa sawit berjalan karena daerah tidak bisa menolak.Dalam kondisi seperti itu, munculah isu kebijakan perkebunan kelapa sawit di Riau misalnya konflik sosial yang berbasiskan pertanahan .

Sesudah Otda dilaksanakan, perkembangan perpolitikan di Riau mengenai kebijakan kelapa sawit semakin dinamik ditandai munculnya kelompok-kelompok lokal yang bersaing dengan birokrat lokal, politisi, dan pengusaha perkebunan. Kelompok-kelompok lokal ini seolah-olah se cara sendiri-sendiri berinisiatif menangkap peluang sumberdaya perkebunan. Yang direbut adalah kendali atas perkebunan sawit di Riau baik milik swasta ,Negara ataupun rakyat. Apa yang dilakukan oleh para aktor ini untuk memperkuat "laverage"- nya dalam perpolitikan Riau.Misalnya kendali dalam SIUP, para aktor lokal berebut menanamkan pengaruh dalam proses perizinan, sehingga perizinan memerlukan waktu yang panjang dan biaya yang besar. Perebutan kendali itu dapat diilustrasikan misalnya, sesuai Kep.Mentan No.357/Kpts/HK.350/5/2002.Izin ini harus diurus untuk lahan diatas 25 ha. Seorang yang ingin IUP harus ada lahan yang di cadangkan Pemprov, selanjutnya IPK (Izin Pelepasan Kawasan Hutan) pada hal kawasan hutan itu tidak ada lagi yang ada perkebunan kelapa sawit atau HTI. Jika bupati mengueluarkan izin Gubernur menolak alasannya karena tidak sesuai dengan RTRWP. Jika Gubernur merekomenadasi bisa jadi Menteri kehuatanan menolak karena alasan tidak sesuai dengan RTRWN".misalnya lahan kebun, kesempatan kerja, kayu, akses ke produksi, fee, dan suara dalam Pilkada-l. Diantara kelompok lokal ini misalnya LSM, tokoh adat, pimpinan parpol, kelompok preman, akademisi, elit lokal di Jakarta, dan pimpinan koperasi. Para tokoh lokal ini bersaing dengan cara mengusung kebijakan lokal misalnya Keputusan Gubernur Riau

No.Kpts.327/VII/2005 tentang Program K2I dan surat Gybernur Riau No.525/Ekbang/2005 mengenai rekomendasi ketersediaan bahan baku. Selama ini kelompok-kelompok lokal mengkalim diri sebagai pihak yang dirugikan sejak kebijakan perkebunan kelapa sawit di terapkan di Riau tahun /980-an. Lahan perkebunan sebagian besar dikuasai pemilik modal perkebunan swasta/Negara. Sementara itu, perkebunan rakyat hanya lebih banyak menanggung resiko misalnya berkurangnya lahan usaha, fluktuasi harga, konflik sosial, banjir, asap, dan kebakaran hutan dan lahan. Di bawah ini tabel III./ berupaya menggambarkan perpolitikan lokal mengenai isu kebijakan perkebunan kelapa sawit yang eksploitatif di Riau.

Tabel: V./

Matrik Perpolitikan Lokal mengenai Kebijakan Perkebunan Kelapa Sawit Yang Eksploitatif di Riau /980-200//.

Aktor Unsur (/080-/985) (/988-/998) (/998-2003) (2003-2007) Penguasaan lahan PBS/PBN PBS/PBN PBS/PBN PBS dan Pemda Kepemilik a n PBS/PBN PBS/PBN- Swadaya PBS/PBN,Swadaya (Perebutaan Eks Salim Group) PBS/PBN-

Pemda,Swadaya