• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sungai Ciwaringin

Dalam dokumen Laporan Akhir Pengendalian Banjir (Halaman 52-55)

KRITERIA PERENCANAAN YANG DIGUNAKAN SEBAGAI ACUAN

B. Sungai Ciwaringin

Tanggul yang ada, di kanan-kiri alur sungai sepanjang sekitar 10 km di bagian pusat lokasi proyek, relatif tinggi (pada beberapa lokasi melebihi 4 m). Pada bagian pusat lokasi proyek tersebut, di kanan-kiri alur sungai, juga terdapat dusun/desa berpenduduk padat dan banyak infrastruktur/fasilitas umum. Pada bagian hulu dan hilir daerah itu tanggulnya lebih rendah sehingga dataran banjir di daerah itu secara reguler tergenang banjir.

Alur sungai di hilir jembatan jalan raya Cirebon-Indramayu, sekitar 1979, telah dilebarkan oleh PROSIDA (Proyek Irigasi dengan bantuan IDA) Cirebon-Rentang. Karena besarnya biaya konstruksi dan adanya gangguan sosial, debit rencana Sungai Ciwaringin tidak mengadopsi debit rencana seperti sungai-sungai lainnya, yaitu Q25, tetapi Q5, berhubung Q25 tidak akan tertampung di alur sungai yang ada. Sehubungan masalah debit tersebut maka diterapkan suatu strategi pengendalian banjir sebagai berikut:

 tanggul kanan di daerah padat penduduk, mulai dari ± 1,14 km di hilir jembatan Tegalgubug ke hilir sepanjang ±1,21 km, diperkuat agar tahan terhadap limpasan;

 debit banjir > Q5 akan dilimpaskan di atas mercu tanggul kanan kemudian dialirkan ke kolam retensi banjir (shallow depression) yang berada di dataran banjir di dekat jembatan kereta api;

 ketika muka air banjir di alur sungai sudah turun, air yang tertampung dalam kolam retensi akan dialirkan kembali masuk ke alur sungai atau ke saluran drainase di sekitarnya; dan

 sepanjang ± 1,2 km dataran banjir di hulu jembatan Tegalgubug masih merupakan daerah genangan banjir.

 Pekerjaan yang diusulkan terutama berupa pelebaran alur sungai dan relokasi atau peninggian/penguatan tanggul yang ada dengan lebar mercu 2,5 m dan tinggi jagaan (freeboard) untuk debit rencana (Q25) adalah 0,5 m.

Data Dasar

 Luas daerah tangkapan air (DTA) sampai siphon saluran induk Gegesik sekitar 84 km2 merupakan daerah berhutan dengan kemiringan terjal, tetapi mulai dari siphon itu ke hilir (sekitar 15 km) merupakan daerah yang datar.

 Stasiun pengamatan muka air otomatik (AWLR) terdapat di dua lokasi, yaitu di Gegesik dan di jembatan Kapetakan yang dioperasikan oleh DPUP Jawa

Barat. Data yang tercatat sekitar dua tahun di mana ada tiga kejadian banjir tercatat di Gegesik dan hanya sekali kejadian tercatat di Kapetakan. Pengukuran dengan current meter di Gegesik menghasilkan debit tertinggi 32,5 m3/d; tidak ada pengukuran serupa di Kapetakan.

 Konsultan telah memasang empat peak level indicators (PLI) yang terbentang dalam jarak sekitar 20 km, tetapi tidak ada debit besar yang tercatat sebelum desain dilakukan.

 Untuk mengetahui tinggi muka air banjir yang biasa terjadi telah dilakukan inspeksi dan wawancara di 12 lokasi.

 Tidak tersedia data sedimen, kecuali laporan adanya endapan sedimen setebal 1,0 m di hilir jembatan Kapetakan akibat pelebaran alur yang dimulai pada 1977.

Estimasi Debit Banjir

 Rating curve di stasiun AWLR Gegesik telah dikembangkan menggunakan hasil running IFR model dan dari metode Einstein-Barbarossa (ASCE, 1977). Hal serupa tidak bisa dilakukan di jembatan Kapetakan karena di antara Gegesik dengan Kapetakan banyak terjadi limpasan banjir.

 Data dari AWLR Gegesik, data muka air lainnya, dan IFR model digunakan untuk mengestimasi hidrograf banjir kala-ulang 1,1 di siphon suluran induk Gegesik.

 Hidrograf banjir rencana yang lebih tinggi (sampai 25 tahun) diestimasi menggunakan gradient dari metode Regional Flood Frequency (SMEC, 1977) dan analisis frekuensi hujan harian di DAS Ciwaringin.

 Banjir rencana di Siphon Saluran Induk Gegesik dirangkum pada tabel berikut ini.

Tabel 3. 4 Banjir Rencana di Siphon

KALA-ULANG (Tahun)

PUNCAK

BANJIR (m3/d) VOLUME BANJIR (106 m3)

1,1 150 3,6

2 240 5,8

5 330 7,9

10 385 9,3

25 450 10,8

Profil Banjir Rencana

Model IFR digunakan untuk mensimulasi estimasi profil muka air banjir dengan kala-ulang 1,1 untuk alur sungai yang ada (existing channel). Model yang telah dikalibrasi kemudian digunakan untuk menghitung profil muka air banjir dengan kala-ulang yang lebih tinggi untuk alur yang diusulkan. Muka air laut yang digunakan adalah pada elevasi 0,60 (IVP).

Tidak ada kegiatan proyek di sepanjang alur antara siphon saluran induk Gegesik sampai ke jembatan Tegalgubug, sehingga dataran banjir di sepanjang alur itu tetap menjadi daerah genangan banjir sampai banjir surut.

Pelebaran alur dan pembangunan tanggul direncanakan dari jembatan Tegalgubug sampai ke jembatan Kapetakan. Pada sisi kanan alur sungai, antara 1,2 km sampai 2,25 km dari jembatan Tegalgubug, dibangun konstruksi peluap (overflow) untuk melimpaskan semua debit banjir yang besarnya di atas banjir 5-tahunan (Q5). Limpasan itu dialirkan ke kolam retensi banjir yang berada di dataran banjir di dekat jembatan kereta api dan kalau muka air banjir sudah turun, melalui pintu klep, akan dialirkan kembali ke alur sungai; alternatif lain limpasan tersebut akan dialirkan ke laut melalui sistem drainase yang ada.

Model IFR digunakan untuk menghitung profil muka air banjir rencana, berdasarkan rencana desain seperti diuraikan di atas, untuk debit banjir rencana (Q25) di siphon saluran induk Gegesik. Profil muka air banjir Q25 pada beberapa lokasi adalah sbb:

Tabel 3. 5 Profil Muka Air Banjir Q25

LOKASI BM

JARAK SUNGAI

(km)

MUKA AIR BANJIR RENCANA

(m-IVP)

DEBIT RENCANA

(m3/d)

Sipon Sal. Induk Gegesik CMK 170 30,2 14,0 450

Jembatan Tegalgubug CMK 104 28,1 11,0 390 Limpasan 26,96 10,5 370 25,75 10,1 280 Jembatan KA CMK 100 24,0 8,5 250 Gegesik CMK 95 19,1 6,3 230 CMK 91 15,1 4,4 220 Jembatan Kapetakan CMK 86 10,0 2,5 210 Muara 4,9 0,6 210

Perkiraan ujung delta 0,0 0,6

Sedimen

 Meskipun tidak ada data dan pengukuran sedimen di Sungai Ciwaringin, observasi lapangan mengindikasikan bahwa sedimen tidak menimbulkan masalah besar. Pada beberapa lokasi di bagian hilir terdapat beberapa endapan kerikil yang mungkin berasal dari kaki Gunung Ciremai. Alur sungai pada umumnya lurus dengan kecenderungan ber-meander kecil.

 Antara Gegesik dan Jembatan Kapetakan tanggul yang ada rendah, alur sungai penuh endapan lumpur dengan kapasitas sekitar 100-150 m3/d sehingga limpasan sering terjadi.

 Sekitar tiga tahun sebelumnya, PROSIDA telah melebarkan alur sungai di hilir jembatan Kapetakan dari sekitar 30 m menjadi 50 - 60 m. Sejak itu, sekitar 1,0 m sedimen halus telah mengendap di alur-alur sungai yang dilebarkan. Dengan menggunakan rumus regime yang dikembangkan oleh Simons dan Albertson (Henderson, 1966, hal. 459) untuk alur kohesif, diestimasi bahwa

penyebaran endapan sedimen di hilir Jembatan Kapetakan akan berhenti setelah pekerjaan di hulu selesai. Diperkirakan endapan sedimen tersebut akan tergerus. Sebaiknya semua pekerjaan di hilir jembatan Kapetakan ditunda dulu sampai pekerjaan di hulu selesai.

Dalam dokumen Laporan Akhir Pengendalian Banjir (Halaman 52-55)

Dokumen terkait