• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Kawasan Lindung Sungai Lesan

4.9 Kondisi Setiap Plot Pengamatan yang Ditelit

4.9.2 Sungai Lejak

Plot pengamatan kedua yaitu Sungai Lejak. Pada plot ini Jalur akuatiknya merupakan sungai yang alirannya berasal dari lokasi pertama dengan karakteristik yang berbeda. Lokasi ini memiliki aliran air yang lebih tenang dan badan sungai yang lebih lebar dibandingkan plot pertama.

Jalur terestrial pada plot ini merupakan jalur yang baru dibuat berbeda dengan jalur terestrial pada plot pertama. Di luar jalur ini terdapat sungai berarus tenang dengan air berwarna gelap bercampur dengan lumpur. Jalur ini berupa berupa hutan dengan tutupan kanopi rapat yang didominasi tumbuhan tingkat semai dan pancang dari jenis meranti (Shorea sp.). Terdapat dua aliran sungai yang masih mengalir dan satu bekas aliran air, serta kontur jalur yang berbukit dan bersemak cukup rapat. Ketebalan serasah mencapai 10 cm dan banyak ditemukan pohon tumbang. Banyak dijumpai pohon dengan banir besar yang dijadikan tempat berlindung.

21

Gambar 5 Jalur terestrial Sungai Lejak

Jalur akuatik pada plot ini merupakan induk dari jalur akuatik plot pertama. Jalur ini merupakan sungai yang mengalir sepanjang tahun yang disekitar sungai didominasi oleh tumbuhan jambu-jambuan dengan tinggi rata-rata 1 m, namun banyak juga dijumpai pandan-pandanan dibagian tepi sungai. Rata-rata lebar sungai pada plot ini sebesar 10 m. Sungai ini memiliki tigacabang sungai kecil di sepanjang jalur. Arus sungai pada plot ini sangat tenang tetapi ada juga yang berarus deras. Sungai ini berwarna keruh dan banyak ditemukan pohon tumbang disekitar pinggir sungai. Substrat dasar sungai didominasi oleh pasir dan serasah namun pada beberapa titik didominasi oleh bebatuan besar. Suhu air pada saat pengamatan yaitu 24° C dengan kelembapan 80 %dan pH 8.

4.9.3 Sungai Lesan

Plot pengamatan ketiga yaitu Sungai Lesan. Sungai Lesan merupakan satu- satunya sungai yang dilewati untuk menuju ke kawasan lindung Sungai Lesan. Jalur akuatik yang digunakan adalah anak sungai yang mengalir langsung ke Sungai Lesan.

Jalur terestrial pertama pada plot ini merupakan jalur yang dilalui untuk menuju plot pertama dan plot kedua. Jalur ini berupa hutan yang memiliki tutupan kanopi cukup rapat dengan kontur jalur yang berbukit dan ditemukan satu kubangan yang sudah kering serta melewati satu aliran sungai kecil. Tegakan dominan berupa tumbuhan tingkat pancang dan rapat dengan ketebalan serasah lebih dari 10 cm.

Gambar 7 Jalur terestrial pertama sungai Lesan dan kubangan dipinggir jalur

Jalur terestrial kedua pada plot ini merupakan jalur utama masuk lokasi Lesan, plot ini merupakan jalur yang paling berbeda dari plot lainnya karena jalur pengamatannya sudah dibangun jalan yang permanen dan di sepanjang jalur terdapat bangunan rumah sehingga kondisi habitatnya sudah tidak alami lagi. Plot ini diambil sebagai pembanding tingkat keanekaragaman terhadap plot lainnya. plot ini merupakan hutan dengan tutupan kanopi yang rapat namun dengan vegetasi dominan tingkat pohon.

23

Gambar 8 Jalur terestrial kedua sungai Lesan

Jalur akuatik pada plot ini merupakan sungai kecil yang mengalir sepanjang tahun yang disekitar sungai didominasi oleh tumbuhan jambu-jambuan dan rotan (Daemonorops sp.). Sungai berarus tenang dan banyak dijumpai genangan namun terdapat arus yang cukup deras pada beberapa titik. Aliran sungai ini langsung mengalir ke Sungai Lesan dimana sungai ini merupakan sungai terbesar di Kawasan Lindung Sungai Lesan. Dasar sungai ini berpasir dan berserasah dengan tutupan kanopi yang cukup rapat dan semak yang lebat sehingga hanya terdapat sedikit celah matahari masuk, yang mengakibatkan plot ini lebih lembab dibanding lokasi lainnya.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Keanekaragaman jenis Anura

Jumlah jenis amfibi yang berhasil ditemukan pada seluruh lokasi penelitian di kawasan lindung Sungai Lesan yaitu 31 jenis dari lima famili dimana 22 jenis dijumpai dalam plot pengamatan dan sembilan jenis di luar plot pengamatan. Jumlah jenis dari masing-masing famili antara lain famili Bufonidae (5 jenis), famili Megophryidae (4 jenis), famili Microhylidae (3 jenis), famili Ranidae (11 jenis), dan famili Rhacophoridae (8 jenis). Ordo Gymnophiona tidak ditemukan selama pengamatan. Sebanyak 12 (38%) jenis katak yang ditemukan merupakan katak endemik Borneo. Secara umum, total jenis yang ditemukan pada pengamatan akuatik (22 jenis) lebih tinggi dibandingkan pada pengamatan terestrial (16 jenis). Status katak yang ditemukan di lokasi penelitian menurut IUCN terbagi 2 status yaitu Near Threatened (NT) dan Least Concern (LC). Kecuali untuk jenis Bufo asper, Rana nicobariensis, dan Staurois natator semua jenis lainnya diambil untuk spesimen awetan yang disimpan di Laboratorium Satwaliar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan & Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.Keterangan diatas dapat tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 Daftar jenis amfibi yang ditemukan di lokasi penelitian

No Jenis Jumlah

Individu % Terestrial Akuatik Endemik Status

1 Ansonia leptopus* 1 0.46 √ NT 2 Ansonia longidigita* 1 0.46 √ √ NT 3 Bufo asper 5 2.30 √ √ LC 4 Leptophryne borbonica* 1 0.46 √ LC 5 Pedostibes hosii 7 3.22 √ LC 6 Leptobrachella mjobergi* 1 0.46 √ √ LC 7 Leptobrachium abbotti 5 2.30 √ √ LC 8 Leptobrachium hendricksoni* 1 0.46 √ LC 9 Leptolalax gracilis 2 0.92 √ √ NT 10 Chaperina fusca 1 0.46 √ √ LC 11 Kalophrynus pleurostigma 1 0.46 √ LC 12 Microhyla borneenis 1 0.46 √ LC

25

Tabel 2 (Lanjutan)

No Jenis Jumlah

Individu % Terestrial Akuatik Endemik Status 13 Limnonectes ibanorum 45 20.73 √ √ √ NT 14 Limnonectes kuhli 7 3.22 √ √ NT 15 Limnonectes leporinus* 1 0.46 √ √ NT 16 Limnonectes malesianus 1 0.46 √ NT 17 Limnonectes paramacrodon 39 17.97 √ √ NT 18 Meristogenys phaeomerus* 2 0.92 √ √ NT 19 Meristogenys whiteheadi* 1 0.46 √ √ NT 20 Rana chalconota 40 18.43 √ √ LC 21 Rana nicobariensis* 1 0.46 √ LC 22 Rana picturata 25 11.52 √ LC 23 Staurois natator 1 0.46 √ √ LC 24 Nyctixalus pictus 1 0.46 √ NT 25 Polypedates colletti 9 4.14 √ LC 26 Polypedates macrotis 1 0.46 √ LC 27 Rhacophorus appendiculatus 8 3.68 √ LC 28 Rhacophorus cyianopunctatus 2 0.92 √ LC 29 Rhacophorus gauni 1 0.46 √ √ NT 30 Rhacophorus harrissoni 1 0.46 √ √ NT 31 Rhacophorus pardalis 4 1.84 √ √ LC Total Jenis 217 100 16 22 12

Keterangan: * = Di luar plot pengamatan NT = Near Threatened LC = Least Concern

Dari total 217 individu yang ditemukan yang terdiri dari 31 jenis, famili Ranidae memiliki jumlah individu terbanyak (75,11%), selanjutnya famili Rhacophoridae (12,44%), famili Bufonidae (6,91%), famili Megophryidae (4,14%), dan famili Microhylidae (1,38%), sedangkan spesies yang memiliki jumlah individu yang terbanyak adalah Limnonectes ibanorum (20,73%), Rana chalconota (18,43%) dan Limnonectes paramacrodon (17,97%), sedangkan 17 jenis memiliki jumlah individu yang sedikit hanya satu individu saja.

Kurva penambahan jenis yang ditemukan dalam 20 hari pengamatan menunjukkan bahwa penambahan jenis amfibi pada pengamatan terestrial belum ada penambahan jenis sampai hari ke 5. Penambahan jenis mulai terjadi pada pengamatan ke 6 dimana terdapat penambahan 3 jenis. Pada hari ke 18

penambahan jenis sudah tidak lagi ditemukan pada pengamatan terestrial. Penambahan jenis pada pengamatan akuatik sudah terjadi pada hari pertama pengamatan dimana terdapat 4 jenis. Pada hari ke 12 penambahan jenis sudah tidak lagi ditemukan pada pengamatan akuatik. Melihat grafik gabungan antara penambahan jenis pada akuatik dan terestrial dari 20 hari pengamatan terdapat kemungkinan adanya penambahan jenis, hal ini ditunjukkan dari kurva yang terus meningkat hingga hari ke-18.

Gambar 10 Grafik perbandingan jumlah jenis dan individu tiap famili.

Keanekaragaman jenis dapat diketahui dengan menggunakan berbagai parameter diantaranya dengan menghitung nilai indeks keanekaragaman. Indeks yang dihitung meliputi indeks keanekaragaman jenis (H’) dan indeks kemerataan jenis (E). Perhitungan hanya dilakukan terhadap jenis yang ditemukan di dalam jalur lokasi penelitian sedangkan perbandingan tingkat keanekaragaman yang digunakan berdasarkan tipe habitat yaitu akuatik dan terestrial.

Nilai indeks keanekaragaman (H’) tertinggi untuk habitat akuatik terdapat pada plot pengamatan Sungai Lejak dengan nilai 2,00 sedangkan untuk habitat terestrial terdapat pada plot pengamatan Sungai Lesan dengan nilai 1,87. Plot pengamatan anak Sungai Lejak memiliki nilai keanekaragaman (H’) terendah pada habitat akuatik maupun terestrial dengan nilai 1,53 dan 0,75 (gambar 11). Nilai keanekaragaman (H’) gabungan antara habitat akuatik dan terestrial menunjukkan bahwa nilai keanekaragaman pada habitat akuatik (1,77) lebih tinggi dari pada habitat terestrial (1,29). Plot pengamatan Sungai Lejak memiliki

27

nilai kemerataan (E) tertinggi pada habitat akuatik dengan nilai 0,87 sedangkan nilai kemerataan (E) tertinggi pada habitat terestrial terdapat pada plot pengamatan Sungai Lesan dengan nilai 0,90. Nilai kemerataan (E) terendah pada habitat akuatik terdapat pada plot pengamatan Sungai Lesan dengan nilai 0,84 sedangkan untuk habitat terestrial terdapat pada plot pengamatan anak Sungai Lejak dengan nilai 0,54. Gambar 12 menunjukkan bahwa habitat akuatik memiliki nilai kemerataan lebih tinnggi dibandingkan habitat terestrial, nilai tersebut diperoleh bila ketiga lokasi dipisah.

Gambar 11 Nilai indeks keanekaragaman jenis

5.1.2 Sebaran ekologis

Sebaran ekologis merupakan sebaran posisi katak pada habitatnya. Sebaran ini dibagi menjadi sebaran horisontal dan vertikal. Sebaran horisontal merupakan sebaran posisi anura terhadap badan air sedangkan vertikal merupakan sebaran posisi katak terhadap permukaan tanah. Kisaran posisi beberapa jenis anura disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kisaran posisi beberapa jenis anura saat ditemukan di kawasan lindung Sungai Lesan

Jenis Posisi Horisontal Posisi Vertikal

Bufo asper Ditengah aliran hingga ditepi sungai

hingga 3 m dari tepian air

Diatas Batu dan kerikil

Pedostibes hosii Ditengah aliran hingga ditepi sungai hingga 8 m dari tepian air

Diatas batu dengan ketinggian hingga 1 m dari permukaan air

Leptobrachium abbotti Ditepi sungai hingga 2 m dari tepian air Diserasah pinggir sungai hingga diatas batu

Leptolalax gracilis Diserasah pada meter ke 40 dan ditepi sungai.

Diatas serasah dan diatas batu

Chaperina fusca Terdapat pada meter ke 406 pengamatan terestrial

Diatas pohon tumbang dengan ketinggian 50 cm

Kalophrynus pleurostigma Terdapat pada meter ke 60 pengamatan terestrial

Diatas serasah

Microhyla borneensis Terdapat pada meter ke 200 pengamatan terestrial

Diatas serasah

Limnonectes ibanorum Ditengah aliran hingga ditepi sungai hingga 2 m dari tepian air

Diserasah pada pengamatan terestrial hingga diatas batu ditengah sungai

Limnonectes kuhli Terdapat pada meter ke 230 pengamatan, terestrial hingga ditepian sungai

Dikubangan dan diatas batu pinggiran sungai

Limnonectes malaisianus Ditepian sungai hingga 0.5 m dari tepian air

Diatas batu tepian sungai hingga ketinggian 3 m

Limnonectes paramacrodon Ditengah aliran hingga ditepi sungai hingga 2 m dari tepian air

Diatas batu hingga ketinggian 1 m

Rana chalconota Ditepian sungai hingga 0.5 m dari tepian air

Diatas pohon pinggiran sungai hingga ketinggian 2 m

Rana picturata Ditepian sungai hingga 0.5 m dari tepian air

Diatas pohon pinggiran sungai hingga ketinggian 2 m

Staurois natator Di tengah aliran air Diatas batu dengan ketinggian

2 m dari permukaan air

Nyctixalus pictus Terdapat pada meter ke 406 pengamatan terestrial

Diatas pohon tumbang dengan ketinggian 50 cm

Polypedates colletti Terdapat pada meter ke 40 pengamatan terestrial di sekitar kubangan

Diatas pohon hingga ketinggian 3 m

Polypedates macrotis Terdapat pada meter ke 75 pengamatan terestrial

Diatas pohon dengan ketinggian 1 m

Rhacophorus appendiculatus Terdapat pada meter ke 40 pengamatan terestrial di sekitar kubangan

Diatas pohon hingga ketinggian 3 m

Rhacophorus cyianopunctatus Ditepian sungai hingga 1 m dari tepian air Diatas pohon dengan ketinggian hingga 2 m

Rhacophorus gauni Ditepian sungai hingga 3 m dari tepian air Diatas pohon dengan ketinggian hingga 2 m

Rhacophorus harrissoni Terdapat pada meter ke 100 pengamatan terestrial

Dikubangan dan diatas pohon dengan ketinggian 2 m

29

5.1.3 Kisaran ukuran tubuh

Kisaran ukuran tubuh dinyatakan dalam panjang dari ujung moncong hingga kloaka (Snout-Vent Length). Dari kisaran tubuh ini dapat menggambarkan perbandingan antara individu dewasa dan individu anak. Adapun kisaran ukuran tubuh (SVL) beberapa jenis anura disajikan pada Tabel 4. Jenis yang tercantum dalam tabel ditemukan dengan jumlah individu ≥ 2.

Tabel 4 Kisaran ukuran tubuh (SVL) beberapa jenis anura di Kawasan Lindung Sungai Lesan, Kalimantan Timur

No Jenis n SVL

Min. Max. Rata2

1 Bufo asper 5 3.75 5.87 4.44 2 Leptobrachium abbotti 3 4.85 6.43 5.47 3 Leptolalax gracilis 2 2.94 3.90 3.42 4 Limnonectes ibanorum 3 3.73 5.90 4.48 5 Limnonectes kuhli 7 2.46 4.10 3.13 6 Limnonectes paramacrodon 24 4.13 8.85 5.17 7 Pedostibes hosii 7 5.40 6.65 6.00 8 Polypedates colletti 4 4.12 4.97 4.66 9 Rana chalconota 37 3.12 4.53 3.75 10 Rana picturata 10 2.87 3.50 3.16 11 Rhacophorus appendiculatus 3 3.15 3.64 3.45 12 Rhacophorus cyianopunctatus 2 2.99 3.12 3.06 13 Rhacophorus pardalis 4 4.51 5.84 5.48

Dari hasil pengukuran terhadap semua individu yang tertangkap dilapangan, kisaran terbesar adalah jenis Limnonectes paramacrodon dengan ukuran minimum 4,13 cm dan ukuran maksimum 8,85 cm, dengan jumlah individu tertangkap sebanyak 39 individu. Sedangkan kisaran terkecil adalah jenis

Rhacophorus cyianopunctatus dengan ukuran minimum 2,99 cm dan ukuran maksimum 3,12 cm, dengan jumlah individu tertangkap sebanyak dua individu.

5.1.4 Aktifitas saat dijumpai

Aktivitas diam merupakan aktivitas yang paling banyak dijumpai pada amfibi yang ditemukan. Pada saat ditangkap sebagian besar amfibi dalam keadaan diam diatas batu, daun, dan serasah. Aktivitas loncat juga ditemukan pada amfibi hal ini dibuktikan bahwa ada sebagian jenis amfibi yang ditemukan meloncat pada saat hendak ditangkap. Pada lokasi pengamatan juga ditemukan jenis amfibi yang sedang bertelur yaitu jenis Leptophryne borbonica yang pada saat pengamatan sedang bertelur.

Untuk jenis-jenis yang ditemukan di habitat sungai yaitu Ansonia longidigita, Ansonia leptopus, Bufo asper, Limnonectes ibanorum dan Pedostibes hosii, umumnya ditemukan dalam keadaan diam menandakan jenis ini kurang sensitif terhadap gerakan. Beberapa jenis yang ditemukan lebih sering loncat dari pada diam yaitu Limnonectes kuhlii, Rana chalconota dan Rana picturata, menandakan jenis ini termasuk jenis yang sensitif terhadap gerakan bahkan sering sekali tidak tertangkap dan atau lepas kembali.

Beberapa jenis yang jika terganggu lebih memilih loncat kedalam air yaitu jenis Bufo asper, Limnonectes kuhlii, Limnonectes ibanorum dan Rana picturata,

beberapa jenis yang jika terganggu lebih memilih loncat dari batu ke batu atau substrat keras (kayu) yaitu Limnonectes paramacrodon, Meristogenys phaeomerus dan Staurois natator yang jika terganggu akan meloncat dari batu ke batu, serta beberapa jenis yang jika terganggu memilih loncat ke ranting-ranting tumbuhan yaitu Rana picturata, Polypedates macrotis dan Rhacophorus pardalis.

5.2 Pembahasan

Jumlah jenis amfibi yang ditemukan pada semua plot pengamatan di lokasi penelitian di kawasan lindung Sungai Lesan lebih tinggi bila dibandingkan dengan Mediyansyah (2008) yang menemukan 25 jenis Anura di Gunung Palung Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat ataupun Utama (2003) yang menemukan 27 jenis Anura di PT. Intracawood Manufacturing Kalimantan Timur dan Himakova (2008) yang menemukan 29 jenis amfibi di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya Kalimantan Barat. Kawasan Lindung Sungai Lesan sebelumnya tercatat terdapat 12 jenis amfibi dari 4 Famili yang ditemukan pada survei keanekaragaman hayati yang dilakukan TNC tetapi hanya 5 jenis saja yang berhasil diidentifikasi. Dibandingkan dengan hasil penelitian di Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), total jenis hasil penelitian ini relatif lebih rendah dan komposisi jenis yang berbeda. Komposisi spesies amfibi dapat berubah sangat cepat dalam kaitannya dengan kondisi ekologi (Iskandar 2001). Sebagian besar jenis yang ditemukan pada penelitian ini terdapat di TNBK tetapi ada lima jenis yang tidak ditemukan di TNBK seperti: Ansonia longidigita, Staurois natator, Kalophrynus pleurostigma, Polypedates colletti dan Rhacophorus gauni. Hal ini

31

dikarenakan perbedaan dalam usaha pencarian dan metode yang digunakan. Hasil penelitian di Taman Nasional Betung Kerihun menggunakan modifikasi dari metode Heyer et al. (1994) dengan melakukan analisis kuantitatif dengan menggunakan petak (30 m x lebar sungai) sehingga memungkinkan untuk mendapatkan jenis amfibi yang tinggi. Menurut Iskandar, et al (1998) di TNBK telah tercatat 55 jenis amfibi yang termasuk ke dalam enam famili (termasuk

Ichtyophis sp.) yang sangat jarang ditemukan. Perbandingan jumlah jenis anura dapat disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Perbandingan jumlah jenis anura (Terestrial dan Akuatik) yang ditemukan di Pulau Borneo No Lokasi Metode/panjang transek Waktu penelitian ∑ Sp./ ∑ Fam Sumber 1 Taman Nasional Betung

Kerihun, Kalimantan Barat - Tidak Tercantum 55 sp 6 fam Iskandar, et al. (1998) 2 Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat Akuatik: Transek 200 m Terestrial: Transek 800 m Januari- Februari 2008 25 sp 5 fam Mediyansyah (2008) 3 PT. Cipta Usaha Sejati

dan PT. Jalin Vaneo

Transek 1-2 km 6 lokasi April-Juni 2010 30 sp 5 fam Mediyansyah & Rachmansyah (2010) 4 Taman Nasional Bukit

Baka Bukit Raya, Kalimantan Barat

Time search 2 jam 4 lokasi Agustus 2008 29 sp 6 fam HIMAKOVA (2008) 5 Areal HPH PT Intracawood Manufacturing (S. Pensiangan, S. Akad, S. Mangkuasar), Kalimantan Timur Transek (3 lokasi), 500 m, selama 3-4 jam Juni-Juli 2002 27 sp 5 Fam Utama (2003)

6 Kawasan hutan lindung Sungai Lesan, Kalimantan Timur Transek (3 lokasi) 400 m, selama 2-3 jam Juli- Agustus 2010 31 sp 5 Fam Hasil Penelitian

Dibandingkan dengan hasil penelitian di seluruh pulau Kalimantan termasuk bagian Sarawak dan Sabah, Malaysia (Tabel 6), total jenis yang ditemukan pada transek sungai (akuatik) relatif sama. Namun dibandingkan dengan hasil peneltian di Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), total jenis hasil penelitian ini relatif lebih rendah dan komposisi jenis yang berbeda.

Tabel 6 Perbandingan jumlah jenis anura (Terestrial dan Akuatik) yang ditemukan di Pulau Kalimantan No Lokasi Metode/Panjang transek Waktu penelitian ∑ Sp./ ∑ Fam Sumber 1 Nanga Terkait (Ensurai, Sekentut, Serbong) Transek (3 lokasi) 250-600 m Tahun 1962, 1970 & 1984 15 sp 4 fam Voris dan Inger (1996) 2 Danum Valley (Pallum

Tambun, W68S), Sabah, Malaysia Transek (2 lokasi) 250-600 m Tahun 1986, 1989 & 1990 15 sp 4 fam Voris dan Inger (1996) 3 Bario, Kelabit Highlands, Sarawak Penyisiran, selama 2 jam Tidak tercantum 18 sp 5 fam Zainuddin (1999) 4 Crocker Range

National Park (Park Headquarters, Keningau, Mahua Waterfalls) Sabah Taransek (3 lokasi), 600 m, selama 2-3 jam Tidak tercantum 18 sp 5 fam Zainuddin, et al.(2002) 5 Areal HPH PT Intracawood Manufacturing (S. Pensiangan, S. Akad, S. Mangkuasar), Kalimantan Timur Transek (3 lokasi), 500 m, selama 3-4 jam Juni-Juli 2002 20 sp 4 fam Utama (2003) 6 Kawasan Hutan Lindung Sungai Lesan, Kalimantan Timur Transek (3 lokasi) 400 m, selama 2-3 jam Juli-Agustus 2010 22 sp 5 fam Hasil penelitian

Perbedaan ini antara lain disebabkan perbedaan usaha dalam pencariaan dan cakupan wilayah penelitian yang memiliki perbedaan ketinggian serta perbedaan kondisi habitat. Perbedaan variasi jenis anura di setiap lokasi berbeda karena adanya perbedaan topografi atau vegetasi, curah hujan ataupun karakteristik fisik sungai (Inger & Vorris 1993).

Bila dilihat dari topografi, Kawasan Lindung Sungai Lesan masuk dalam kategori dataran rendah (<500 mdpl) dengan fluktuasi suhu udara antara siang dan malam hari yang tidak jauh berbeda. Kawasan lindung Sungai Lesan memiliki ketinggian 200 sampai 350 mdpl berbeda dengan lokasi penelitian Mediyansyah (2008) yang terletak pada ketinggian 100 sampai 200 mdpl dan lokasi penelitian Utama (2003) yang terletak pada ketinggian 200 sampai 250 mdpl. Karakteristik fisik suhu udara, suhu air dan kelembapan di lokasi penelitian menunjukkan nilai yang sesuai bagi kehidupan amfibi secara umum. Suhu udara yang diperoleh di lokasi peneltian berkisar 220C sampai 250C. Mediyansyah(2008) mendapatkan suhu udara di Gunung Palung Kalimantan Barat 250C sampai 270C. Sementara dari hasil penelitian Utama (2008) yang dilakukan di PT. Intracawood

33

Manufacturing Kalimantan Timur mendapatkan suhu udara 240C sampai 270C. Menurut Goin & Goin (1971) katak memiliki toleransi suhu antara 3 sampai 410C, sehingga kisaran suhu udara yang diperoleh di lokasi penelitian dapat mendukung kehidupan amfibi.

Menurut Wong (2003) dalam Meijard et al. (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi katak adalah pH air sungai, suhu dan kelembaban serta struktur hutan. Selain itu, ketersediaan sumber makanan berkorelasi positif dengan kekayaan spesies katak. Amfibi selalu berasosiasi dengan air (Iskandar 1998). Amfibi memerlukan air untuk bertelur dan berkembang. Susanto (1999) mengatakan bahwa telur pada katak biasanya akan menetas pada air yang suhunya 240 sampai 270C. Berdasarkan kisaran suhu air yang diperoleh di lokasi penelitian yaitu berkisar 230 sampai 250C. Lokasi penelitian ini dapat mendukung perkembangbiakan amfibi. Hal ini terbukti bahwa adanya jenis Leptophryne borbonica dan Nyctixalus pictus yang sedang bertelur di plot pengamatan Sungai Lesan.

Kelembaban yang diperoleh di lokasi penelitian berkisar 73% sampai 91%. Sementara Mediyansyah (2008) memperoleh kisaran kelembaban antara 86% sampai 89% dan Utama (2008) memperoleh kisaran kelembaban antara 72% sampai 89%. Kelembaban di hutan relatif tinggi, hal ini disebabkan oleh adanya penutupan tajuk pohon yang menghalangi sinar matahari dan angin (Inger 1966). Kebanyakan jenis amfibi hidup di kawasan berhutan, karena membutuhkan kelembaban yang cukup untuk melindungi tubuh dari kekeringan (Iskandar 1998).

Selain kelembaban amfibi juga memerlukan derajat keasaman atau pH yang cukup. Perubahan komposisi gizi, tingkat pH dan suhu dapat menyebabkan kematian pada larva anura (Meijard et al. 2005). Menurut Meijard et al. (2005) efek sedimentasi dapat merugikan reproduksi katak dan mencegah kelangsungan hidup berudu. Menurut Payne (1986) menyatakan bahwa kisaran pH air yang berada di tropis adalah antara 4,3 sampai 7,5. Derajat keasaman atau pH yang didapatkan di habitat akuatik pada lokasi penelitian berkisar antara 5 sampai 8. Kawasan Lindung Sungai Lesan memiliki sungai yang lebar dan tutupan kanopi yang lebih terbuka sehingga lebih banyak cahaya matahari yang masuk, intensitas cahaya matahari yang masuk dapat mempengaruhi suhu dan kelembaban habitat

serta keberadaan amfibi. Pada ketiga plot pengamatan banyak terdapat pohon yang tumbang dan lapuk sehingga memungkinkan menjadi mikrohabitat bagi jenis tertentu.

Bisa dikatakan bahwa tidak ada perbedaan ketinggian, suhu dan kelembaban antara lokasi penelitian ini dengan lokasi lain yang telah disajikan sebelumnya, sehingga hal ini tidak menjadi faktor yang mempengaruhi perolehan jenis. Akan tetapi adanya faktor lain seperti keanekaragaman habitat, mikrohabitat dan struktur vegetasi yang diduga mempengaruhi komposisi jenis yang ditemukan di setiap lokasi. Kawasan Lindung Sungai Lesan memiliki komposisi mikrohabitat yang cukup beragam seperti serasah, semak, pohon tumbang dan bebatuan namun cenderung memiliki struktur vegetasi yang seragam dengan tegakan yang tidak terlalu rapat.

Habitat akuatik plot pengamatan Sungai Lejak memiliki jenis yang paling banyak ditemukan karena habitat ini masih alami karena terletak pada lokasi yang sulit untuk dijangkau. Sepuluh jenis yang ditemukan pada habitat akuatik Sungai Lejak, yaitu Rhacophorus pardalis, Rhacophorus gauni, Rhacophorus cyianopunctatus, Bufo asper, Pedostibes hosii, Rana picturata, Rana chalconota, Limnonectes paramacrodon, Limnonectes kuhli dan Limnonectes malesianus.

Jenis yang paling sedikit ditemukan di lokasi penelitian seperti Ansonia leptopus, Ansonia longidigita, Leptophryne borbonica, Leptobrachella mjobergi, Leptobrachium hendricksoni, Chaperina fusca, Kalophrynus pleurostigma, Microhyla borneensis, Limnonectes leporinus, Meristogenis whiteheadi, Staurois natator, Nyctixalus pictus, Rhacophorus gauni dan Rhacophorus harrisoni adalah

Dokumen terkait