BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritik
2. Supervisi Kepala Sekolah
a. Pengertian Supervisi Kepala Sekolah
Supervisi merupakan proses yang digunakan oleh
personalia sekolah yang bertanggung jawab terhadap aspek-aspek
tujuan sekolah dan yang bergantung secara langsung kepada para
personalia yang lain, untuk menolong mereka menyelesaikan
tujuan sekolah itu (Sergiovanni dalam Pidarta, 1992:2).
Sedangkan menurut Carter (dalam Soetopo dan Soemanto,
1984:39) supervisi adalah segala usaha dari petugas-petugas
memperbaiki pengajaran termasuk mestimulir, menyelesaikan
pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru dan merevisi
tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, metode
mengajar dan evaluasi pengajaran.
Sementara itu Neagley (dalam Pidarta, 1992:2)
mengemukakan bahwa setiap layanan kepada guru-guru yang
bertujauan menghasilkan perbaikan instruksional, belajar, dan
kurikulum dikatakan supervisi. Rumusan ini lebih operasional
daripada rumusana pertama di atas. Supervisi di sini diartikan
bantuan, pengarahan, dan bimbingan kepada guru-guru dalam
bidang-bidang instruksional, belajar dan kurikulum. Mereka
bekerja untuk meningkatkan ketiga bidang dalam usaha mencapai
tujuan sekolah.
Dari berbagi definisi di atas kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa supervisi adalah segala usaha dan upaya yang
dilakukan oleh petugas-petugas sekolah, dalam hal ini kepala
sekolah dalam usaha membantu guru dan petugas lainnya
memperbaiki situasi pembelajaran sehingga kemampuan mereka
lebih berkembang dan kompeten sesuai dengan profesi mereka.
Dan pada akhirnya proses pembelajaran dapat berjalan dengan
b. Tujuan Supervisi Pendidikan
Menurut Rifai (1982:39), tujuan supervisi pendidikan
adalah sebagai berikut:
1) Membantu guru agar lebih mengerti atau menyadari
tujuan-tujuan pendidikan di sekolah dan fungsi sekolah dalam usaha
mencapai tujuan pendidikan.
2) Membantu guru agar lebih menyadari dan mengerti kebutuhan
dan masalah-masalah yang dihadapi siswanya, supaya dapat
membantu para siswanya tersebut.
3) Untuk melaksanakan kepemimpinan yang efektif dengan cara
yang demokratis dalam rangka meningkatkan kegiatan-kegiatan
profesional di sekolah dan hubungan antar staf yang kooperatif
untuk bersama-sama meningkatkan kemampuan masing-masing.
4) Menemukan kemampuan dan kelebihan tiap guru dan
memanfaatkan, serta mengembangkan kemampuan itu dengan
memberikan tugas dan tanggung jawab yang sesuai dengan
kemampuannya.
5) Membantu guru meningkatkan penampilannya di depan kelas,
baik dari segi kemampuan pengetahuan, keterampilan, maupun
6) Membantu guru baru dalam masa orientasinya supaya cepat
menyesuaikan diri dengan tugasnya dan dapat mendayagunakan
kemampuannya secara maksimal.
7) Membantu guru menemukan kesulitan belajar siswanya dan
merancankan tindakan-tindakan perbaikan.
8) Menghindari tuntutan-tuntutan terhadap guru yang diluar batas
atau tidak wajar, baik dari sekolah maupun masyrakat.
c. Tipe-tipe Supervisi Pendidikan
Menurut Burton dan Bruechner (dalam Purwanto, 1987: 88)
mengemukakan ada lima tipe supervisi, yaitu:
1) Supervisi sebagai inspeksi
Dalam admistrasi dan kepemimpinan yang otoraktis, supervisi
berarti inspeksi. Dalam bentuk inspeksi ini, supervisi
semata-mata merupakan kegiatan menginspeksi pekerjaan-pekerjaan
guru atau bawahan. Orang-ornang yang bertugas/mempunyai
tanggung jawab tentang pekerjaan itu disebut inspektur. Istilah
ini masih berlaku resmi dan umum di negara kita meskipun
sebenarnya tugas dan pelaksanaan sudah banyak mengalami
perubahan.
2) Laissez faire
Kepengawasan yang bertipe laissez faire sesungguhnya
merupakan kepengawasan yang tidak konstruktif.
bekerja sekehendaknya tampa diberi petunjuk dan bimbingan.
Guru-guru boleh menjalankan tugasnya menurut apa yang
mereka sukai, boleh mengajar apa yang mereka ingini dan
dengan cara yang mereka kehendaki.
3) Corrective supervision
Hampir sama dengan kepengawasan yang bersifat inspeksi,
tipe kepengawasan yang bersifat otoriter. Di dalam tindakan
kepengawasannya si pengawas bersifat memaksakan segala
sesuatu yang dianggapnya benar dan baik menurut
pendapatnya sendiri. Dalam hal ini pendapatan dan inisiatif
guru tidak dihiraukan atau tidak dipertimbangkan. Yang
penting, guru harus tunduk dan menuruti petunjuk-petunjuk
yang dianggap baikoleh supervisor itu sendiri. Mungkin dalam
hal-hal tertentu kepengawasan tipe korektif ini berguna dan
sesuai, misalnya bagi guru yang mulai belajar dan mengajar.
Akan tetapi, untuk perkembangan pendidikan pada umumnya
tipe korektif ini banyak kelemahannya. Tidak semua kepala
sekolah atau supervisi cara-cara yang baik untuk seluruh mata
pelajaran.
4) Supervisi sebagai latihan bimbingan
Dibandingakan dengan tipe-tipe supervisi yang telah
dibicarakan di atas, tipe ini lebih baik. Tipe supervisi ini
merupakan proses pertumbuhan bimbingan. Juga berdasarkan
pandangan bahwa orang-orang yang diangkat sebagai guru
pada umumnya telah mendapat pendidikan pre-service di
sekolah guru. Oleh karena itu, supervisi yang dilakukan
selanjutnya ialah untuk melihat (to train) dan memberi
bimbingan (to guide) kepada guru-guru tersebut dalam tugas
pekerjaannya sebagai guru.
5) Kepengawasan yang demokratis
Dalam kepemimpinan yang demokratis, kepengawasan atau
supervisi bersifat demokratsi pula. Supervisi merupakan
kepemimpinan pendidikan secara kooperatif. Dalam tingkat
ini, supervisi bukan lagi suatu pekerjaan yang dipegang oleh
seorang petugas, melainkan pekerjaan bersama yang
dikoordinasikan. Tanggung jawab tidak dipegang sendiri oleh
supervisor, melainkan dibagi-bagikan kepada anggota sesuai
dengan tingkat, keahlian dan kecakapannya masing-masing.
d. Prinsip-prinsip Supervisi Pendidikan
Menurut Rifai (dalam Purwanto, 1987:129), untuk
menjalankan tindakan-tindakan supervisi, kepala sekolah
hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1) Supervisi hendaknya bersifat konstruktif dan kreatif, yaitu pada
yang dibimbing dan diawasi harus dapat menimbulkan
2) Supervisi harus didasarkan atas keadaan dan kenyataan yang
sebenar-benarnya (realistis, mudah dilaksanakan).
3) Supervisi harus sederhana dan informal dalam pelaksanaannya.
4) Supervisi harus dapat memberikan perasaan aman pada
guru-guru dan pegawai-pegawai sekolah yang disupervisi.
5) Supervisi harus didasarkan atas hubungan profesional, bukan
atas hubungan pribadi.
6) Supervisi harus selalu memperhitungkan kesanggupan, sikap
dan mungkin prasangka guru-guru dan pegawai sekolah.
7) Supervisi tidak bersifat mendesak (otoriter) karena dapat
menimbulkan perasaan gelisah atau bahkan antipati dari
guru-guru.
8) Supervisi tidak boleh didasarkan atas kekuasaan pangkat,
kedudukan atau kekuasaan pribadi.
9) Supervisi tidak boleh bersifat mencari-cari kesalahan dan
kekurangan.
10)Supervisi tidak terlau dapat cepat mengharapkan hasil dan tidak
boleh lekas merasa kecewa.
11)Supervisi hendaknya juga bersifat preventif, korektif dan
kooperatif. Preventif berarti berusaha mencegah jangan sampai
timbul hal-hal negatif; mengusahakan/memenuhi syarat-syarat
sebelum terjadinya sesuatu yang tidak kita harapkan. Korektif
Kooperatif berarti bahwa mencari kesalahan-kesalahan atau
kekurangan-kekurangan dan usaha memperbaikinya dilakukan
bersama-sama oleh supervisior dan orang-orang yang diawasi.
e. Teknik-teknik Supervisi
Untuk menolong guru berkembang terus menerus dalam
jabatannya, banyak cara yang bisa dilakukan oleh kepala sekolah.
Cara-cara menolong tersebut dikenal dengan teknik-teknik
supervisi. Supervisi dapat dilakukan dengan berbagai cara, dengan
tujuan agar apa yang diharapkan bersama dapat menjadi kenyataan.
Secara garis besar cara atau teknik-teknik supervisi menurut
Purwanto (1987:133), dapat digolongkan menjadi dua kelompok,
yaitu:
1) Teknik perseorangan
Teknik perseorangan ialah supervisi yang dilakukan secara
perseorangan. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam
teknik supervisi perseorangan ini, adalah:
a) Mengadakan kunjungan kelas (classroom visitation)
Yang dimaksud dengan kunjungan kelas adalah kunjungan
sewaktu-waktu yang dilakukan oleh seorang supervisor
(kepala sekolah, penilik atau pengawas) untuk melihat atau
mengamati seorang guru yang sedang mengajar. Tujuannya
untuk mengobservasi begaimana guru mengajar, apakah
sesuai. Dengan kata lain, untuk melihat apa kekurangan
atau kelemahan yang sekiranya masih perlu diperbaiki.
b) Mengadakan kunjungan observasi (observation visits)
Guru-guru di suatu sekolah sengaja ditugaskan untuk
melihat/mengamati sorang guru yang sedang
mendemonstrasikan cara-cara mengajar suatu mata
pelajaran tertentu. Misalnya menggunakan alat atau media
yang baru, audio-visual aids, cara mengajar dengan metode
tertentu, misalnya sosiodrama, problem solving, diskusi
panel, fish bowl, metode penemuan (discovery) dan
sebagainya.
c) Membina guru-guru tentang cara-cara mempelajari pribadi
siswa dan atau mengatasi masalah yang dihadai siswa
Banyak masalah yang dialami guru dalam mengatasi
kesulitan belajar siswa. Misalnya yang lamban dalam
belajar, tidak dapat memusatkan perhatian, siwa yang
nakal, siswa yang mengalami perasaan rendah diri dan
kurang dapat bergaul dengan teman-temannya. Meskipun
diberbagai sekolah mungkin telah dibentuk bagian
bimbingan dan konseling, masalah-masalah yang sering
timbul di dalam kelas yang disebabkan oleh siswa itu
sendiri daripada diserahkan kepada guru bimbingan atau
untuk mengatasinya. Di samping itu, kita pun harus
menyadari bahwa guru kelas atau wali kelas adalah
pembimbing yang utama. Oleh karena itu, peranan
supervisor, terutama kepala sekolah, sangat diperlukan.
d) Membimbing guru-guru dalam hal-hal yang berhubungan
dengan pelaksanaan kurikulum sekolah
Antara lain:
(1) Menysusun program semesteran
(2) Menysusn atau membuat program satuan pembelajaran
(3) Mengorganisasi kegiatan-kegiatan pengelolaan kelas
(4) Melaksanakan teknik-teknik evaluasi pembelajaran
(5) Menggunakan media dan sumber dalam pembelajaran
(6) Mengorganisasi kegiatan-kegiatan siswa dalam bidang
ekstrakurikuler, study tour dan sebagainya.
2) Teknik kelompok
Teknik supervisi kelompok adalah supervisi yang dilakukan
secara kelompok. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan
dalam teknik supervisi kelompok ini adalah:
a) Mengadakan pertemuan atau rapat (meeting)
Seorang kepala sekolah yang baik umumnya menjalankan
tugas-tugasnya berdasarkan rencana yang telah disusunnya.
Termasuk di dalam perencanaan itu antara lain mengadakan
dapat dijadikan bahan dalam rapat-rapat yang diadakan
dalam rangka kegiatan supervisi seperti, hal-hal yang
berhubungan dengan pelaksanaan dan pengembangan
kurikulum, pembinaan administrasi atau tata laksana
sekolah, termasuk BP3 atau POMG dan pengelola keuagan.
b) Mengadakan diskusi kelompok (group discussion)
Diskusi kelompok dapat diadakan dengan membentuk
kelompok-kelompok guru bidang studi sejenis (biasanya
untuk sekolah lanjutan). Untuk SD dapat pula dibentuk
kelompok-kelompok guru yang berminat pada mata
pelajaran-mata pelajaran tertentu. Kelompok-kelompok
yang telah terbentuk diprogramkan untuk mengadakan
pertemuan/diskusi guna membicarakan hal-hal yang
berhubungan dengan usaha pengembangan dan peranan
proses belajar-mengajar. Di dalam setiap diskusi,
supervisor atau kepala sekolah dapat memberikan
pengarahan, bimbingan, nasihat-nasihat ataupun
saran-saran yang diperlukan.
c) Mengadakan penataran-penataran (inservice-training)
Teknik supervise kelompok yang dilakukan melalui
penataran-penataran sudah banyak dilakukan. Misalnya
penataran untuk guru-guru bidang studi tertentu, penataran
tentang administrasi pendidikan. Mengingat bahwa
penataran-penataran tersebut pada umumnya
diselenggarakan oleh pusat atau wilayah, maka tugas kepala
sekolah terutama adalah mengelola dan membimbing
pelaksanaan tindak lanjut (follow-up) dari hasil penataran,
agar dapat dipraktikan oleh guru-guru.