• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Sistem Pengendalian Mutu

4. Supervisi

6. Pengembangan profesional 7. Promosi

8. Penerimaan dan keberlanjutan klien 9. Inspeksi

Dalam penerapan sistem pengendalian mutu, kesembilan unsur tersebut saling mempengaruhi. Kantor Akuntan Publik dalam meyakinkan bahwa sistem pengendalian mutunya telah sesuai atau tidak dengan standar audit yang ditetapkan, maka diterapkanlah prosedur pengendalian mutu mengenai supervisi yang mana dipengaruhi oleh faktor kerumitan masalah, kualifikasi staf pelaksana perikatan dan lingkup konsultasi yang digunakan. Prosedur pengendalian mengenai konsultasi juga digunakan agar staf pelaksana atau personel audit dapat memperoleh informasi memadai sesuai yang dibutuhkan dari orang yang memiliki tingkat pengetahuan, kompetensi, pertimbangan dan wewenang memadai.

Prosedur supervisi dan konsultasi digunakan secara berkesinambungan untuk mendukung jalannya prosedur pengendalian mutu kantor akuntan publik. Dalam meyakinkan lebih lanjut mengenai kelengkapan elemen dalam

prosedur pengendalian mutu, inspeksi merupakan langkah yang dilakukan supaya keefektifan dari prosedur pengendalian mutu tetap terjaga.

1. Penelitian Terdahulu a. Parwanto (1999)

Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Parwanto (1999), yaitu meneliti dengan menganalisa terhadap penerapan sistem pengendalian mutu pada KAP Djaka Surasa dan rekan. Di dalam penelitiannya tersebut, dijelaskan secara deskriptif mengenai penerapan sistem pengendalian mutu pada KAP Djaka Surasa dan rekan. Masing-masing unsur sistem pengendalian mutu tersebut dipaparkan bagaimana penerapan sistem tersebut di dalam KAP Djaka Surasa dan rekan.

Selain memaparkan secara deskriptif terhadap pengaplikasian sistem pengendalian mutu, penelitian ini juga menganalisis terhadap penerapan sistem pengendalian mutu pada KAP Djaka Surasa dan rekan. Dalam analisa tersebut, dilakukan beberapa cara penelitian yakni seperti secara langsung ke lapangan dengan menanyakan atau mewawancara pihak klien dan pihak KAP, membandingkan hasil pemeriksaan audit terhadap beberapa contoh kertas kerja audit dan laporan hasil audit, kemudian menganalisa sistem pengendalian mutu dengan penerapannya.

b. Wahyudiono (2000)

Penelitian ini melakukan penelitian dengan mengevaluasi atas penerapan sistem pengendalian mutu pada KAP H dan M. Di dalam

penelitiannya, penulis mengevaluasi terhadap penerapan yang dilakukan oleh KAP H dan M terhadap sistem pengendalian mutu. Pengevaluasian tersebut dipaparkan berdasarkan masing-masing unsur yang terkandung dalam sistem pengendalian mutu. Proses pengevaluasian diikuti penulis sesuai dengan prosedur penerapan sistem pengendalian mutu yang diterapkan oleh KAP H dan M. Sehingga hasil dari penelitian ini terdapat suatu penilaian tersendiri dari penulis terhadap hasil penerapan sistem pengendalian mutu yang dilakukan oleh KAP H dan M.

c. Meldasari (2002)

Dalam penelitian ini dilakukan dengan mengevaluasi atas penerapan standar pekerjaan lapangan pada KAP Husnul Mucharam dan Rosidi. Didalam penelitiannya, Meldasari mengevaluasi terhadap standar pekerjaan lapangan yang telah dilakukan oleh KAP Husnul Mucharam dan Rosidi. Penulis lebih memperhatikan bagaimana penerapan tahap pekerjaan lapangan audit yang dilakukan oleh KAP Husnul Mucharam dan Rosidi. Tahap pekerjaan lapangan audit yang diperhatikan ialah mengenai perencanaan audit, supervisi audit, pemahaman terhadap SPI (Sistem Pengendalian Internal) dan terhadap bukti audit.

d. Rahmawati (2004)

Dalam penelitiannya dibahas mengenai analisis faktor penentu kualitas audit. Penelitian bersifat deskriptif yang bertujuan memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang menentukan kualitas audit auditor independen di Indonesia. Sehingga terdapat dua golongan

variabel dalam penelitian ini, yaitu kualitas audit sebagai variabel terikat dan kedelapan faktor yang menentukan kualitas audit, yaitu (1) pengalaman audit, (2) pemahaman terhadap industri klien, (3) responsif terhadap kebutuhan klien, (4) ketaatan terhadap standar umum audit, (5) keterlibatan pimpinan KAP, (6) keterlibatan komite audit, (7) Independensi anggota tim audit, (8) komunikasi tim audit dan manajemen klien, sebagai variabel bebas.

Dari penelitian tersebut maka terdapat beberapa kesimpulan yang dihasilkan, diantaranya mengenai faktor pengalaman audit dan faktor keterlibatan pimpinan KAP mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit dengan faktor keterlibatan pimpinan KAP yang berpengaruh paling signifikan terhadap kualitas audit.

e. Murtanto (2005)

Dalam penelitian ini dibahas mengenai tindakan supervisi, budaya organisasi, dan kinerja akuntan publik. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mendapatkan bukti empiris hubungan tindakan supervisi yang disarankan AECC (Accounting Education Change Commision) dalam Issues Statement No.4 dengan kepuasan kerja akuntan pemula di Indonesia dan apakah terdapat perbedaan pelaksanaan tindakan supervisi terhadap akuntan pemula dan perbedaan kepuasan kerja akuntan pemula di KAP besar dan KAP kecil.

Variabel Independen dari penelitian ini ialah Tindakan supervisi dan Budaya Organisasi. Untuk Variabel Intervening ialah Kepuasan Kerja. Lalu untuk Variabel Independen ialah Kinerja Individual. Sehingga dalam penelitian ini dibahas secara rinci bagaimana pengaruh supervisi dan dibahas juga mengenai hal budaya organisasi.

f. Christiawan (2005)

Dalam penelitian ini dibahas mengenai aktivitas pengendalian mutu jasa audit dalam laporan keuangan historis. Secara lebih ringkas saat ini mutu jasa audit lebih biasa dikenal dengan istilah mutu audit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara mendalam dan menyeluruh tentang aktivitas pengendalian mutu jasa audit yang terjadi di beberapa kantor akuntan publik di Surabaya. Sehingga hasil kesimpulan dari peneltian ini menunjukkan lima fenomena yaitu (1) sulitnya menetapkan suatu standar / ukuran independensi in fact, (2) penggunaan aturan-aturan yang ditetapkan oleh organisasi profesi sebagai dasar penetapan standar independensi in appearance, (3) digunakan prinsip dalam manajemen sumber daya manusia untuk menjamin adanya kompetensi pendidikan personel, (4) digunakan perencanaan, supervisi dan evaluasi kinerja untuk dipenuhinya kompetensi pengalaman personel dan (5) diberikannya sanksi tegas atas pelanggaran independensi dan kompetensi.

Dari beberapa peneltian sebelumnya tersebut, penulis tertarik untuk mengembangkan penelitian-penelitian sebelumnya yakni dengan meneliti pengaruh sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik terhadap pekerjaan lapangan audit yang akan dilakukan oleh auditor.

Di dalam sistem pengendalian mutu terdapat sembilan unsur yang mempengaruhinya. Tanpa mengabaikan kesembilan unsur tersebut, penulis tertarik terhadap tiga unsur dari kesembilam unsur tersebut, yaitu terhadap supervisi, konsultasi dan inspeksi. Penulis tertarik terhadap ketiga hal tersebut karena dalam pelaksanaan kerja audit ketiga hal tersebut biasanya sering dilakukan oleh auditor. Dan tidak hanya terhadap auditor saja, ketiga hal tersebut juga sangat umum digunakan terhadap proses pekerjaan di bidang lainnya seperti bidang hukum, kedokteran, teknik dan berbagai macam bidang lainnya.

Dalam standar pekerjaan lapangan, terdapat banyak faktor penentu dalam pelaksanaan pekerjaan lapangan audit. Pekerjaan lapangan audit ini merupakan hal-hal yang harus terdapat dalam proses pekerjaan audit. Faktor penentu merupakan hal yang sangat mempengaruhi terhadap hasil audit yang akan disampaikan kepada klien. Tanpa mengabaikan kembali kesembilan unsur dalam sistem pengendalian mutu, penulis ingin meneliti mengenai pengaruh ketiga unsur pengendalian mutu tersebut terhadap pekerjaan lapangan yang akan dilakukan oleh auditor.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik ingin mengetahui lebih dalam bagaimana pengaruh supervisi, konsultasi dan inspeksi dalam sistem

pengendalian mutu kantor akuntan publik terhadap pekerjaan lapangan audit. Untuk itu penelitian ini diberi judul:

“Pengaruh Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik Terhadap Pekerjaan Lapangan Audit”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka variabel yang digunakan peneliti dibatasi pada supervisi, konsultasi dan inspeksi sebagai variabel independen dan pekerjaan lapangan audit sebagai variabel dependen. Untuk pertanyaan penelitian dalam rumusan masalah ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh supervisi dalam sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik terhadap pekerjaan lapangan audit?

2. Bagaimana pengaruh konsultasi dalam sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik terhadap pekerjaan lapangan audit?

3. Bagaimana pengaruh inspeksi dalam sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik terhadap pekerjaan lapangan audit?

4. Bagaimana pengaruh supervisi, konsultasi, dan inspeksi secara keseluruhan dalam sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik terhadap pekerjaan lapangan audit?

C. Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah supervisi dalam sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik berpengaruh secara signifikan terhadap pekerjaan lapangan audit.

2. Untuk mengetahui apakah konsultasi dalam sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik berpengaruh secara signifikan terhadap pekerjaan lapangan audit.

3. Untuk mengetahui apakah inspeksi dalam sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik berpengaruh secara signifikan terhadap pekerjaan lapangan audit.

4. Untuk mengetahui apakah supervisi, konsultasi, dan inspeksi dalam sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik berpengaruh secara keseluruhan terhadap pekerjaan lapangan audit.

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Auditor

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi auditor dalam penerapan sistem pengendalian mutu di kantor akuntan publik.

2. Bagi Peneliti

Mendapatkan gambaran mengenai pentingnya penerapan sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik dalam pelaksanaan pekerjaan lapangan audit yang dilakukan.

3. Bagi Mahasiswa dan Pembaca

Memberikan informasi dan gambaran mengenai pentingnya penerapan sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik dalam pekerjaan lapangan audit serta sebagai salah satu sarana bahan bacaan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Auditing

1. Pengertian Auditing

Menurut Report of the Committee on Basic Auditing Concepts of the American Accounting Association”(Accounting Review, Vol.47), definisi audit ialah “suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak yang berkepentingan”.

Dari pengertian tersebut dapat diambil beberapa unsur penting yakni proses sistematis, bukti yang objektif, peristiwa ekonomi, derajat kesesuaian, dan penyampaian hasil kepada pihak yang berkepentingan.

Orang yang melakukan tindakan audit disebut sebagai auditor yang pada umumnya diklasifikasikan menjadi tiga yaitu auditor internal, auditor eksternal (auditor independen), dan auditor pemerintah. Auditor internal ialah auditor yang bekerja di dalam suatu perusahaan yang dimana posisi auditor dibawah pihak dan pengaruh manajemen perusahaan. Auditor eksternal (auditor independen) ialah auditor yang bekerja secara independen atau biasa sebagai praktisi audit yang bekerja pada kantor akuntan publik, atau partner dari kantor akuntan publik dalam memberikan

jasa profesinya secara professional. Sedangkan auditor pemerintah ialah auditor yang melakukan pekerjaan audit terhadap lembaga-lembaga yang dimiliki oleh negara. Walaupun terdapat perbedaan posisi dalam proses kerja audit yang dilakukan, ketiga klasifikasi auditor harus tetap menjaga tingkat independensi dan profesionalitas dalam melakukan profesinya sebagai auditor.

Dalam auditing, terdapat banyak tahap pekerjaan yang harus dilalui oleh auditor untuk memperoleh hasil akhir yang maksimal dengan melaksanakan pekerjaan audit secara sistematis. Proses sistematis yang diterapkan dalam mengaudit tergantung terhadap jenis audit atau bidang jasa yang dilakukan, karena hal ini dipengaruhi oleh jenis klien yang sedang diaudit oleh auditor.

Dari proses yang sistematis diharapkan auditor dapat memperoleh dan mengevaluasi bukti yang kompeten berupa bukti material. Maksud dari material disini ialah bahwa jumlah nominal dari bukti tersebut sangatlah mempengaruhi dari total asset yang dimiliki oleh klien. Bukti-bukti dalam audit ini bisa berupa lembar kuitansi pembayaran, rekening koran perusahaan, buku kas perusahaan, catatan aset perusahaan dan bukti lainnya yang mendukung terhadap proses audit.

Peristiwa ekonomi yang dimaksud dari definisi audit tersebut merupakan segala jenis informasi yang terkandung dalam laporan keuangan, laporan operasi intern, dan laporan biaya maupun pendapatan berbagai pusat pertanggung jawaban pada suatu perusahaan.

Dalam mengaudit, auditor menentukan tingkat kesesuaian laporan klien dengan kriteria standar yang telah dtetapkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP, 2001). Namun standar yang dilihat tidak hanya dari segi akuntan publik, melainkan juga harus tetap memperhatikan terhadap aturan dasar dari akuntansi yang terdapat dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).

Ketika proses audit sudah selesai dilakukan, auditor menyampaikan hasil auditnya kepada pihak yang membutuhkan dengan mengeluarkan opini audit berdasarkan keadaan yang sebenarnya dari klien yang ditangani oleh auditor. Apabila diketahui auditor eksternal mengeluarkan opini audit yang tidak sesuai dengan keadaan klien, maka auditor eksternal akan dicabut nomor izin usaha auditnya oleh departemen keuangan.

Memang tidak mudah untuk menjaga tingkat independensi yang tinggi ketika dalam memberikan opini audit kepada klien. Disatu sisi auditor merupakan suatu profesi yang harus tetap menjaga nilai-nilai integritas, professional dan independensi profesi. Disisi lain, klien merupakan pemberi kerja bagi auditor. Auditor mendapatkan pekerjaan dan pendapatan bagi kantor akuntan publiknya dari klien. Untuk mengatasi masalah seperti ini, auditor terus mengkomunikasikan segala sesuatunya kepada klien, sehingga kejadian salah paham yang fatal bisa dihindari.

2. Jenis audit

a. Audit Laporan Keuangan

Audit laporan keuangan mencakup penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai laporan keuangan suatu entitas dengan tujuan untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).

b. Audit Operasional

Audit operasional berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti tentang efisiensi dan efektivitas kegiatan operasi entitas dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan tertentu. Menurut Gondodiyoto (2003: 90), audit operasional memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Terhadap operasionalisasi entitas atau segmen atau divisi tertentu 2) Lebih berorientasi pemeriksaan kinerja

3) Pelaksanaan dan frekuensi tergantung kebutuhan atau kemauan pimpinan organisasi

4) Data potensial atau kecenderungan kedepan yang mungkin terjadi. c. Audit Kepatuhan

Audit kepatuhan bertujuan untuk menentukan apakah kegiatan finansial maupun operasi tertentu dari suatu entitas sesuai dengan kondisi, aturan, dan regulasi yang telah ditentukan. Kriteria yang

ditentukan tersebut dapat berasal dari berbagai sumber seperti manajemen, kreditor, maupun lembaga pemerintah. (Halim, 2003: 5).

B. Sistem Pengendalian Mutu

Sistem pengendalian mutu biasa terdapat dalam tiap elemen organisasi atau perusahaan tertentu yang bertujuan menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sistem pengendalian mutu merupakan tindakan peninjauan terhadap pelaksanaan kegiatan untuk disesuaikan dengan standarnya agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Di dalam penelitian ini, sistem pengendalian mutu yang dimaksud ialah sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik.

1. Pengertian Sistem Pengendalian Mutu

Terdapat banyak definisi yang diberikan untuk pengendalian mutu yang dalam banyak literatur bahasa Inggris dikenal dengan istilah quality control. Definisi quality control dijelaskan oleh J.M. Juran dan Frank M. Gryna sebagai berikut: “This process is used by operating forces as an aid to meeting the product and process goals. It is based on the feedback loop, and consist of the following steps: (1) evaluate actual operating performance, (2) compare actual performance to goals, (3) act on the difference”.

Definisi lain tentang quality control dikemukakan oleh Harrison M. Wadsworth, Jr., Kenneth S. Stephens, dan A. Blanton Godfrey sebagai berikut: “Quality control is the operational technique and the activities

which sustain a quality of product or service that will satisfy given needs; also the use of such techniques and activities”.

Menurut (Wahyudiono,2000) “quality control atau sistem pengendalian mutu merupakan suatu proses yang dilakukan untuk memastikan bahwa suatu output dapat memenuhi tujuan dan spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya yang diwujudkan dengan mengunakan pedoman atau standar yang telah ditetapkan”.

Menurut (Meldasari, 2002) “sistem pengendalian mutu yang baik harus memiliki rencana standar mutu, pelaksanaan dari rencana tersebut, pembandingan antara pelaksanaan dengan rencana, dan perbaikan, apabila dalam pelaksanaan terjadi penyimpangan dari rencana”.

Definisi sistem pengendalian mutu KAP menurut Standar Profesional Akuntan Publik SPM 100 no.03 ialah “sistem pengendalian mutu KAP mencakup struktur organisasi, kebijakan dan prosedur yang ditetapkan KAP untuk memberikan keyakinan memadai tentang kesesuaian perikatan professional dengan (SPAP, 2001)”.

Tujuan pengendalian mutu bagi kantor akuntan publik adalah untuk meningkatkan kemampuan individu dan organisasi dan memastikan kepatuhan terhadap standar teknis dan kode etik yang telah ditetapkan. 2. Pengertian Peer Review

Dari pelaksanaan sistem pengendalian mutu, terdapat kemungkinan bahwa sistem tersebut tidak berjalan sebagaimana semestinya. Untuk mengatasi hal tersebut maka kantor akuntan publik biasa mengenal dengan

istilah peer review. Evaluasi atas penerapan sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik umumnya dinamakan peer review.

Pengertian peer review menurut (Sukrisno, 1999: 10) ialah: “suatu penelahaan yang dilakukan terhadap kantor akuntan publik untuk menilai apakah kantor akuntan tersebut telah mengembangkan secara memadai kebijakan dan prosedur pengendalian mutu sebagaimana yang diisyaratkan dalam (SPAP, 2001) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia”.

Peer review dapat dilakukan oleh kantor akuntan publik lain atau oleh suatu tim yang anggotanya dipilih oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia. Selain dilakukan oleh profesi, penelahaan mutu terhadap kantor akuntan publik juga dilakukan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan).

Menurut (SPAP, 2001) dalam SPM seksi 300 no.01 dinyatakan bahwa tujuan program review mutu IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) adalah untuk meningkatkan mutu kinerja anggota IAI dalam perikatan audit, atestasi, akuntansi dan konsultasi. Tujuan program ini dicapai melalui tindakan pendidikan dan perbaikan, serta tindakan koreksi.

Jadi dalam menjaga terhadap berjalannya suatu sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik, peer review menjadi penting dalam mengevaluasi sistem pengendalian mutu suatu kantor akuntan publik. 3. Unsur-unsur sistem pengendalian mutu

Dalam pelaksanaan jasa professional, kantor akuntan publik bertanggung jawab untuk mematuhi terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Dalam pemenuhan tanggung jawab tersebut, KAP wajib mempertimbangkan intregritas stafnya dalam menentukan hubungan

profesionalnya, yakni seperti tingkat independensi, kompetensi, objektivitas, dan kesungguhan untuk menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan tepat. Untuk mempertimbangkan hal tersebut, maka setiap kantor akuntan publik wajib memiliki sistem pengendalian mutu dan menjelaskan unsur pengendalian mutu dan yang terkait dengan implementasi secara efektif dalam sistem.

Dalam merumuskan suatu kebijakan dan prosedur pengendalian mutu, KAP harus memperhatikan terhadap beberapa faktor penting yaitu mengenai ukuran kantor yang dimiliki, tingkat otonomi yang diberikan kepada personel dan kantor-kantor cabangnya, sifat praktik yang dijalankan, struktur organisasi kantor, dan pertimbangan atas biaya dengan manfaat yang akan diperoleh olen kantor akuntan publik.

Untuk dapat memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tentang sistem pengendalian mutu KAP, maka terdapat unsur-unsur dari sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik yang tercantum dalam (SPAP, 2001) SPM seksi 100 no.07, sebagai berikut: a. Independensi

Unsur independensi memberikan keyakinan memadai bahwa, pada setiap lapis organisasi, semua staf professional mempertahankan indepedensi sebagaimana diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik secara rinci, Aturan Etika No.1, Integritas, objektivitas dan independensi, memuat contoh-contoh penerapan yang berlaku untuk akuntan publik.

b. Penugasan Personel

Dalam unsur ini mempunyai peran untuk memberikan keyakinan memadai bahwa penugasan akan dilaksanakan oleh staf professional yang memiliki tingkat pelatihan dan keahlian teknis untuk penugasan tersebut. Dalam proses penugasan personel, sifat dan lingkup supervisi harus dipertimbangkan. Umumnya, apabila personel yang ditugaskan semakin cakap dan berpengalaman, maka supervisi secara langsung terhadap personel tersebut, semakin tidak diperlukan.

c. Konsultasi

Unsur konsultasi memberikan keyakinan memadai bahwa personel akan memperoleh informasi yang memadai sesuai yang dibutuhkan dari orang yang memiliki tingkat pengetahuan, kompetensi, pertimbangan (judgement) yang memadai. Sifat konsultasi akan tergantung atas beberapa faktor, antara lain ukuran KAP dan tingkat pengetahuan, kompetensi dan pertimbangan yang dimiliki oleh staf pelaksana perikatan.

d. Supervisi

Unsur supervisi memberikan keyakinan memadai bahwa pelaksanaan perikatan memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh KAP. Lingkup supervisi dan review yang sesuai pada suatu kondisi tertentu, tergantung atas beberapa faktor, antara lain kerumitan masalah, kualifikasi staf pelaksana perikatan, dan lingkup konsultasi yang tersedia dan yang telah digunakan. Tanggung jawab KAP untuk

menetapkan prosedur mengenai supervisi berbeda dengan tanggung jawab staf secara individual untuk merencanakan dan melakukan supervisi secara memadai atas perikatan tertentu.

e. Pemekerjaan

Unsur pemekerjaan memberikan keyakinan memadai bahwa semua staf profesionalnya memiliki karakteristik yang tepat sehingga memungkinkan mereka melakukan perikatan secara kompeten. Akhirnya, mutu pekerjaan KAP tergantung kepada integritas, kompetensi, dan motivasi personel yang melaksanakan dan melakukan supervisi atas pekerjaan. Oleh karena itu, program pemekerjaan KAP manjadi salah satu unsur penentu untuk mempertahankan mutu pekerjaan KAP.

f. Pengembangan peofesional

Unsur ini memberikan keyakinan memadai bahwa personel memiliki pengetahuan yang memadai sehingga memenuhi mereka untuk memenuhi tanggung jawabnya. Pendidikan profesional dan berkelanjutan dan pelatihan merupakan wahana bagi KAP untuk memberikan kepada personelnya pengetahuan memadai untuk memenuhi tanggung jawab mereka dan untuk kemajuan karier mereka di KAP.

g. Promosi

Unsur ini memberikan keyakinan memadai bahwa semua personel terseleksi untuk promosi memiliki kualifikasi seperti yang diisyaratkan

untuk lapis tanggung jawab yang lebih tinggi. Praktik promosi personel akan berakibat terhadap mutu pekerjaan KAP. Kualifikasi personel terseleksi untuk promosi harus mencakup, tetapi tidak terbatas kepada karakter, intelegensi, pertimbangan dan motivasi.

h. Penerimaan dan keberlanjutan klien

Dalam penerimaan dan keberlanjutan klien bahwa perikatan dari klien akan diterima atau dilanjutkan untuk meminimumkan hubungan dengan klien yang manajemennya tidak memiliki integritas. Adanya keharusan bagi KAP untuk menetapkan prosedur dengan tujuan seperti tersebut, tidak berarti bahwa KAP bertugas untuk menentukan integritas atau keandalan klien, dan tidak juga berarti bahwa KAP berkewajiban kepada siapa pun, kecuali kepada dirinya, untuk menerima, menolak atau mempertahankan kliennya. Namun, dengan berdasarkan pada prinsip pertimbangan hati-hati, KAP disarankan selektif dalam menentukan hubungan profesionalnya.

i. Inspeksi

Unsur inspeksi memberikan keyakinan memadai bahwa prosedur

Dokumen terkait