• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSATAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.2 Surat Paksa

2.2.2.1Pengertian Surat Paksa

Menurut Mardiasmo dalam bukunya Perpajakan, definisi Surat Paksa adalah :

“Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.”(2003:47)

Menurut Rusjdi dalam bukunya PPSP, definisi Surat Paksa adalah “Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.”

Menurut Diaz Priantara (2012:123) Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Selain kondisi apabila jumlah utang pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 21 hari sejak tanggal disampaikan Surat teguran, Surat Paksa juga diterbitkan dalam hal:

a. Terhadap Penanggung pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan sekaligus atau

b. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Surat paksa sesuai Pasal 1 huruf 21 (UU KUP) dan Pasal 1 huruf 12 (UU Penagihan Pajak) menyatakan bahwa “surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak”.

Surat paksa berkepala kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Agar tercapai efektivitas dan efisiensi penagihan pajak yang didasari dengan surat paksa, maka surat paksa mempunyai kekuatan hukum. eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikian, surat paksa langsung dapat dilaksanakan tanpa bantuan putusan pengadilan lagi dan tidak dapat diajukan banding.

Dalam Pasal 7 ayat 2 (UU Penagihan Pajak), disebutkan bahwa surat paksa sekurang-kurangnya harus memuat :

1. Nama Wajib Pajak atau nama Wajib Pajak dan penanggung pajak. 2. Dasar penagihan.

3. Besarnya utang pajak. 4. Perintah untuk membayar.

2.2.2.2Penerbitan Surat Paksa

Menurut Mardiasmo dalam bukunya Perpajakan, Surat Paksa diterbitkan apabila :

“1. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis

2. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus

3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.”(2003:47)

Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator, Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan. Sedangkan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau likuidator.

Catatan :

a. Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat Paksa.

b. Pelaksanaan Surat Paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan sebelum lewat 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam setelah Surat Paksa diberitahukan.

Secara teori surat paksa diterbitkan setelah surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis dikeluarkan oleh pejabat. Menurut pasal 8 (UU Penagihan Pajak) menyatakan bahwa surat paksa diterbitkan apabila:

1. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis.

2. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika dan sekaligus, atau

3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

2.2.2.3Pemberitahuan Surat Paksa

Surat paksa diberitahukan oleh jurusita pajak dengan pernyataan dan penyerahan salinan surat paksa kepada penanggung pajak. Pemberitahuan surat paksa kepada penanggung pajak oleh jurusita pajak dilaksanakan dengan cara membacakan isi surat paksa dan kedua belah pihak menandatangani berita acara sebagai pernyataan bahwa surat paksa telah diberitahukan. Selanjutnya salinan surat paksa diserahkan kepada penanggung pajak dan surat paksa yang asli diserahkan disimpan di kantor pejabat.

Pemberitahuan surat paksa dituangkan dalam berita acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan surat paksa, nama jurusita pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan surat paksa.

Berdasarkan Pasal 10 ayat 3 (UU Penagihan Pajak), surat paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh jurusita pajak kepada:

a. Penanggung pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan.

b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak tidak dapat dijumpai.

c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi.

Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi. Berdasarkan Pasal 10 ayat 4 (UU Penagihan Pajak), surat paksa terhadap badan diberitahukan oleh jurusita pajak kepada:

1. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilikmodal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan, atau

2. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau di tempat usaha badan yang bersangkutan apabila jurusita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang.

Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, surat paksa diberitahukan kepada kurator, hakim pengawas atau Balai Harta Peninggalan, dan jika Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, maka surat paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk pemberesan atau likuidasi. Jika tidak dapat dilaksanakan surat paksa disampaikan melalui pemerintah daerah setempat.

Dalam hal Wajib Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya, maka penyampaian surat paksa dilaksanakan dengan cara menempelkan surat paksa pada papan pengumuman kantor pejabat yang menerbitkannya, mengumumkan melalui media massa, atau cara lain yang ditetapkan oleh keputusan menteri atau keputusan kepala daerah.

2.2.2.4Penyitaan Aset Wajib Pajak/Penanggung Pajak 2.2.2.4.1 Pengertian Penyitaan

Menurut Mardiasmo dalam bukunya Perpajakan, definisi Penyitaan adalah “Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.”(2003:48)

Sedangkan menurut Rusjdi dalam bukunya PPSP, definisi Penyitaan adalah “Penyitaan adalah tindakan jurusita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.”(2007:33)

Apabila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 kali 24 jam terhitung sejak tanggal Surat paksa diberitahukan kepada Wajib Pajak/penanggung Pajak, SPMP(surat perintah melaksanakan penyitaan) diterbitkan oleh kepala KPP yang telah menerbitkan Surat Paksa. Dengan kata lain SPMP paling cepat diterbitkan setelah lewat waktu 2 kali 24 jam sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak.

Menurut Mardiasmo dalam bukunya Perpajakan, barang yang disita dapat berupa :

“1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening Koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain; dan atau

2. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.”(2003:49)

Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang. Terhadap barang yang telah disita tersebut, Jurusita Pajak menyampaikan Surat Paksa kepada Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang. Pengadilan Negeri dalam sidang

berikutnya menetapkan barang tersebut sebagai jaminan pelunasan utang pajak. Sedangkan instansi lain yang berwenang, menentukan pembagian hasil penjualan barang tersebut berdasarkan ketentuan hak mendahului Negara untuk tagihan pajak, dan dapat dilakukan penyitaan dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak terutang.

2.2.2.4.2 Ketentuan Umum Pelaksanaan Penyitaan 1. Dalam melaksanakan penyitaan,Jurusita pajak harus:

a. Memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak b. Memperlihatkan SPMP

c.Memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan

2. Barang milik penanggung pajak yang dapat disita adalah barang yang berada di tempat tinggal,tempat usaha , tempat kedudukan,atau tempat lain,termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dibebani hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu,berupa:

- Barang bergerak termasuk mobil,perhiasan,uang tunai dan deposito berjangka,tabungan,saldo rekening Koran,giro,atau bentuk lainnya,piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lain;dan atau

- Barang tidak bergerak termasuk tanah,bangunan,dan kapal dengan isi kotor tertentu.

3. penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak,kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak. Urutan barang bergerak atau tidak bergerak yang disita ditentukan oleh jurusita

dengan memperhatikan jumlah utang pajak dan biaya penagihan pajak, kemudahan penjualannya dan pencairannya.

4. Pelaksanaan penyitaan dilakukan oleh jurusita pajak yang disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia ,dikenal jurusita pajak dan dapat dipercaya.

2.2.2.5 Pelelangan/Penjualan Aset Sitaan 2.2.2.5.1 Pengertian Pelelangan

Menurut Mardiasmo dalam bukunya Perpajakan, definisi Lelang adalah sebagai berikut “Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.”(2003:50)

Sedangkan menurut E. Suandy dalam bukunya Perpajakan, definisi Lelang adalah “Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.”(2006:55)

Pelelangan dilakukan karena setelah pelaksanaan penyitaan ternyata penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya. Adapun dalam pelelangan kepala kantor mengajukan permohonan lelang secara tertulis disertai dokumen yang disyaratkan kepada kepala kantor lelang. Jurusita pajak menyiapkan nerkas- berkas penagihan yang terdiri dari:

- STP,SKPKB,SKPKBT,SPPT,SKP,SKPT,STB,SKBKB,SKBKBT,SKPD, SKPDKB,SKPDKBT,STPD,surat keputusan keberatan,putusanpeninjauan kembali.

- Surat setoran pajak atau bukti transaksi pembayaran pajak (NTPP). - Surat Teguran

- Surat Paksa

- Laporan Surat Paksa

- Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

- Pemberitahuan Penyitaan Barang Tidak Bergerak atas nama Wajib Pajak/Penanggung Pajak

- Berita acara Pelaksanaan Sita

- Permintaan Jadwal Waktu dan tempat pelelangan

- Surat Pemberitahuan akan dilakukan Pelelangan/Kesempatan Terakhir - Bukti-bukti pemilikan dari barang-barang yang disita,antara lain untuk

pelaksanaan tanah atau tanah dan bangunan dilengkapi dengan:

a. Surat Keterangan Tanah dari Kantor Pertanahan/BPN apabila kepemilikan tanah sudah terdaftar,atau

b. Surat Keterangan dari Kepala Desa/Lurah yang menerangkan status kepemilikan dan selanjutnya Kepala KLN meminta Surat Keterangan Tanah dari Kantor Pertanahan.

- Daftar Perincian utang pajak terdiri dari: pokok pajak,bunga/denda dan biaya penagihan.

Dokumen terkait