• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP

2 TINJAUAN PUSTAKA

3) Pengolahan Dendeng Ikan

2.5 Surimi dan Fish Jelly Product

2.5.1 Teknologi pengolahan surimi

Surimi adalah campuran dari lumatan daging ikan dengan karbohidrat tertentu (sorbitol dan gula) sehingga teksturnya dapat diperbaiki dan dipertahankan pada suhu beku karena ditambahkan zat tambahan makanan

berupa poliposphat. Manvell, 1987. mengatakan bahwa bahan

pengawet/tambahan makanan dapat memperbaiki beberapa makanan alami dan bahan pengawet menjadi penting untuk membuat makanan menjadi lebih aman dan membangkitkan selera.

Surimi merupakan produk olahan hasil perikanan setengah jadi. Surimi digunakan sebagai bahan baku produk olahan lanjutan yang dikenal dengan sebutan Fish Jelly yaitu produk yang spesifik mampu membentuk gel seperti misalnya bakso, empek-empek, sosis, fish burger, fishcake dan sejenisnya.

Surimi terdiri dari 3 tipe (BBP2HP, 2006) yaitu sebagai berikut :

1) Mu-en Surimi yaitu surimi yang dibuat dengan menggiling hancuran daging ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula dan posphat tanpa penambahan garam dan telah mengalami proses pembekuan.

2) Ka-en Surimi yaitu surimi yang dibuat dengan menggiling hancuran daging ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula dan garam tanpa penambahan posphat dan telah mengalami proses pembekuan.

3) Surimi yaitu surimi yang tidak mengalami proses pembekuan.

Jaringan daging ikan berdasarkan warnanya dibedakan atas daging merah dan daging putih, tetapi perbandingan keduanya berbeda antara spesies yang satu dengan lainnya. Daging merah yang terdapat pada ikan pelagis umumnya berjumlah sekitar 20% dari total daging dan pada ikan demersal hanya berjumlah 6%. Perbedaan ini disebabkan adanya kandungan mioglobin pada daging merah. Daging merah terdapat pada sepanjang tubuh bagian samping di bawah kulit, sedangkan daging putih terdapat hampir di seluruh bagian tubuh ikan.

Menurut Suzuki (1981) dikatakan bahwa struktur daging ikan yang merupakan bundel serabut otot (sel otot) mempunyai komposisi bahan utama yang sederhana, sebagian besar terdiri dari protein yang larut dalam larutan garam. Protein digolongkan berdasarkan kelarutannya kedalam 3 jenis, yaitu protein miofibrillar, protein sarkoplasma dan protein stroma. Ketiga jenis protein tersebut mudah mengalami kerusakan, yaitu terjadinya denaturasi, penggumpalan dan kemunduran mutu yang diakibatkan proses pengolahan. Denaturasi protein adalah suatu pengembangan rantai peptide atau sebagai suatu perubahan atau modifikasi struktur sekunder, tersier dan kuatener dari molekul protein tanpa terjadinya pemotongan ikatan kovalen. Denaturasi dapat diartikan sebagai proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi

hidrofabik dengan ikatan garam dan terbukanya lipatan molekul. Pencegahan denaturasi protein merupakan hal yang sangat penting dilakukan karena protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Salah satu cara untuk mencegah denaturasi protein adalah dengan melakukan pengolahan

selalu dibawah 100C atau dengan menggunakan ikan yang kesegarannya

tinggi

Teknologi pengolahan surimi meliputi tahap-tahap persiapan, pengambilan daging, pembilasan (leaching), penyaringan, pengepresan,

pencampuran dan pembekuan. Skema/diagram alir pengolahan surimi yang umum dilakukan disajikan pada Gambar 3.

Pencucian

Penyiangan

Pengambilan daging

Gambar 3. Teknis penanganan dan pengolahan surimi (SNI 01-2694.2-1992)

2.5.2 Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap mutu surimi

1) Kadar lemak dan protein ikan.

Menurut Suzuki (1981) dikatakan bahwa kadar lemak ikan menentukan elastisitas daging ikan karena partikel-partikel lemak terletak diantara molekul-molekul protein sehingga myosin sulit terekstrak keluar dan

Pencucian (Leaching)

Pengurangan kandungan air

Penambahan bahan tambahan makanan (gula 3% dan mono sodium tripoliposphat 0,2%)

Pengepakan Air:daging=4:1 kadar garam 0,2-0,3% Pengulangan 3-4kali Pembekuan 34

menyebabkan terganggunya pembentukan gel. Ikan yang berlemak tinggi umumnya memiliki elastisitas yang rendah.

Kandungan lemak ikan bervariasi tergantung pada jenis, umur, jumlah daging merah dan kondisi makanan. Kandungan lemak erat kaitannya dengan kandungan protein dan air. Ikan yang kandungan lemaknya rendah umumnya mengandung protein dalam jumlah cukup besar. Semakin besar kandungan protein, semakin tinggi kemampuan pembentukan gel. Tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh pada daging ikan, mengakibatkan ikan rentan mengalami ketengikan dibanding bahan pangan lainnya. Hasil analisis kandungan protein pada ujicoba pengolahan surimi dari ikan gindara adalah 13,14%, ikan cucut sebesar 16,59%, ikan pari sebesar 16,13% dan ikan campuran (kurisi, kuniran dan pisang- pisang) sebesar 15,66%. Sesuai standar yang ditetapkan maka ikan cucut, pari dan campuran (kurisi, kuniran dan pisang-pisang) dapat digunakan sebagai bahan baku surimi dengan pemilihan tingkat kesegaran ikan yang tinggi. Data pada Lampiran 10 menunjukkan jenis ikan gindara kadar lemaknya melebihi standar yang ditetapkan dan kadar proteinnya kurang dari standar yang telah ditetapkan dalam SNI produk surimi (Lampiran 9). Penelitian Fitrial (2000), mengatakan bahwa kandungan lemak pada ikan cucut di bawah 0,5% dan kandungan protein lebih dari 15%, maka ikan cucut dapat digunakan sebagai bahan baku surimi.

2) Tingkat kesegaran ikan.

Pembentukan gel dipengaruhi oleh protein ikan. Pada ikan yang kurang segar, proteinnya telah mengalami denaturasi sehingga produk yang dihasilkan memiliki tekstur yang kurang kenyal dan mutu yang kurang baik. Protein ikan merupakan senyawa kimia utama dan merupakan bagian terbesar dari daging ikan disamping lemak dan air. Protein miofibril merupakan bagian terbesar dalam jaringan ikan dan protein ini bersifat larut dalam larutan garam. Protein miofibril sangat berperan dalam pembentukan gel terutama dari fraksi aktomiosin (Suzuki, 1981).

3) Jenis bahan baku ikan.

Jenis ikan berdaging putih dan jenis ikan demersal secara umum baik untuk dibuat surimi. Dalam perkembangannya surimi dapat dibuat dari jenis-jenis ikan non ekonomis atau dari species ikan tropis yang merupakan ikan hasil tangkapan samping (by catch) sehingga memberikan nilai tambah pada ikan tersebut. Adanya perbedaan sifat dari setiap species ikan maka dimungkinkan untuk mencampur beberapa jenis ikan untuk mendapatkan sifat-sifat surimi yang baik.

4) Derajat keasaman (pH).

Hidrasi aktomiosin tergantung pada pH. Hidrasi berangsur-angsung akan menguat dengan aktomiosin melarut sepenuhnya pada pH diatas 6,5. Kisaran pH optimum untuk menghasilkan gel yang baik adalah 6,5 – 7,5. Jika terjadi pemanasan pada pH kurang dari 6 akan dihasilkan gel yang rapuh dan kurang lentur (fragile) sedangkan pada pH 8 maka gel yang terbentuk tidak kompak.

5) Konsentrasi garam.

Peran garam dalam proses pembentukan gel adalah sebagai bahan pelarut protein miofibril. Pada konsentrasi yang lebih tinggi maka miofibril akan terdehidrasi, selain itu garam juga berpengaruh terhadap rasa asin (penggunaan melebihi 3%).

6) Bahan tambahan makanan.

Penambahan bahan krioprotektif berupa gula atau gula alkohol (sukrosa, glukosa dan sorbitol) bertujuan untuk mengurangi terjadinya denaturasi selama pembekuan dan untuk memperoleh sifat pembentukan gel. Ujicoba BBP2HP (2006) mengatakan bahwa surimi beku yang dibuat dari species ikan tropis dengan penambahan 3-5% gula dapat disimpan pada suhu -18 s/d -200C selama 3-6 bulan tanpa perubahan mutu yang berarti.

Tujuan penambahan poliposphat adalah untuk memperbaiki atau mencegah pengurangan air, menaikkan pH, meningkatkan elastisitas dan daya ikat pada daging ikan. Cara dan tujuan aspek teknis produksi surimi disajikan dalam Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Cara dan tujuan aspek teknis produksi surimi

Metode Proses Tujuan

Manual Mekanik IKAN BASAH

Pencucian Air + Es Mendinginkan ikan Wadah, ember Rotary fish

Pembuangan kepala dan isi perut

Menghilangkan kepala

dan isi perut

Pisau Heading/Gutting

machine

Pencucian Air + Es Menghilangkan sisa

kontaminasi darah

Wadah, ember Rotary fish washer

Pemisahan daging

Memisahkan daging

dari kulit dan tulang

Pisau, pinset, sendok

Meat bone separator

HANCURAN DAGING

Dokumen terkait