• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

A. Swamedikasi ( self-medication )

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Swamedikasi (self-medication) 1. Swamedikasi (self- medication)

Swamedikasi adalah bagian dari self-care. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 1998, swamedikasi didefinisikan sebagai pemilihan dan penggunaan obat–obatan (termasuk produk herbal dan obat tradisional) oleh individu untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri. Sesuai dengan pernyataan bersama antara World Self-Medication Industry (WSMI) dan Federation International Pharmaceutical (FIP),self-medication atau swamedikasi didefinisikan sebagai penggunaan obat–obatan tanpa resep dokter oleh masyarakat atas inisiatif mereka sendiri (Anonim, 1999).

Perilaku swamedikasi ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data dari

Consumers Healthcare Products Association di Amerika tahun 2002 menunjukkan peningkatan penjualan obat tanpa resep dari tahun 1970 – 2000. Suatu survei yang pernah dilakukan di Amerika Serikat menyebutkan bahwa terjadi peningkatan perilaku swamedikasi di kalangan masyarakat dengan beberapa parameter yaitu: 1) tingkat kepuasan konsumen terhadap keputusan mereka sendiri dalam mengatasi

masalah kesehatannya

2) kecenderungan melakukan pengobatan sendiri dengan obat tanpa resep untuk mengatasi gejala yang dirasakan dan penyakit ringan yang umum diderita

3) keyakinan bahwa obat tanpa resep aman digunakan apabila dipakai sesuai petunjuk

4) keinginan agar beberapa obat yang saat itu harus diperoleh dengan resep dokter, diubah menjadi tanpa resep

5) kesadaran membaca label sebelum memilih dan menggunakan obat tanpa resep, terutama mengenai aturan pakai dan cara pakai serta efek samping obat.

(Pal, 2002) Swamedikasi untuk gejala atau penyakit ringan dirasakan oleh penderita memberikan keuntungan, antara lain kepraktisan dan kemudahan melakukan tindakan pengobatan dan biaya yang dikeluarkan lebih murah (Rantucci, 1997). Beberapa keuntungan dan kerugian sehubungan dengan peningkatan perilaku swamedikasi terhadap penderita, dokter, apoteker, pengambil kebijakan dan industri farmasi dapat dilihat pada tabel I berikut ini (Sihvo, 2000).

Tabel I. Keuntungan dan Kerugian Peningkatan Perilaku Swamedikasi

Obyek Keuntungan Kerugian

Kenyamanan dan kemudahan akses Diagnosis tidak sesuai / tertunda Tanpa biaya periksa / konsultasi Pengobatan berlebihan / tidak

sesuai

Hemat waktu Kebiasaan menggunakan OTR

Empowerment Adverse Drug Reaction Ada indikasi yang tak terobati Pasien

Kenaikan biaya berobat

Penurunan beban kerja Tidak dapat melakukan monitoring terapi

Lebih banyak waktu untuk menangani kasus penyakit berat

Kehilangan kesempatan untuk konseling dengan pasien

Berkurangnya peran Dokter

Berkurangnya pendapatan Apoteker Perannya akan lebih dibutuhkan di

Apotek

Adanya konflik kepentingan antara bisnis dan etika profesi Pengambil kebijakan Menghemat biaya kesehatan

masyarakat

-Industri Farmasi Meningkatkan profit pada penjualan obat bebas

2. Upaya peningkatan kerasionalan penggunaan obat di masyarakat

Studi penggunaan obat menjadi bagian dalam proses untuk mengembangkan intervensi dan meningkatkan kesesuaian penggunaan obat di masyarakat (WHO, 2004a). Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam studi seperti pada gambar 1.

*

*

meningkatkan intervensi

Gambar 1: Langkah-langkah dalam mengembangkan intervensi efektif yang bertujuan untuk peningkatan penggunaan obat yang rasional di masyarakat (WHO, 2004a)

Langkah 2 Memprioritaskan

Permasalahan Langkah 1 Deskripsi Penggunaan obat dan Identifikasi Permasalahan

Langkah 3

Menganalisa permasalahan dan Mengidentifikasi pemecahannya Langkah 4 Menyeleksi dan Mengembangkan intervensi Langkah 5 Uji coba intervensi Langkah 6

Penerapan Intervensi Langkah 7

Memonitor dan Mengevaluasi Intervensi

Memperbaiki diagnosis

Gambar 2. Pengubahan Masalah dalam Penggunaan Obat (Hubley, 1993) 3. Golongan Obat Untuk Swamedikasi (Obat Bebas, Bebas Terbatas, Obat

Wajib Apotek dan Obat Tradisional)

Obat-obatan yang dapat digunakan untuk swamedikasi meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, OWA (Obat Wajib Apotek), dan obat tradisional. Obat bebas ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan tepi lingkaran berwarna hitam (Anonim, 1983). Obat bebas umumnya berupa produk vitamin dan mineral dan beberapa analgetik-antipiretik. Obat bebas terbatas ditandai dengan lingkaran berwarna biru dengan tepi lingkaran berwana hitam (Anonim, 1983). Obat-obat yang umumnya masuk ke dalam golongan ini antara lain obat batuk, dan beberapa produk vitamin dan mineral. Obat Wajib Apotek merupakan obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter hanya oleh Apoteker di Apotek (Anonim, 1990). Obat-obat yang masuk golongan ini antara lain beberapa Obat-obat saluran cerna, Obat-obat saluran napas dan obat kulit, sedangkan produk vitamin tidak tercantum dalam OWA (Logo obat, kode registrasi, dan contoh obat terdapat pada lampiran 34).

4.Follow up

Mengukur perubahanoutcomes (evaluasi kuantitatif dan

kualitatif)

1. Pengukuran

Mengukur tindakan penggunaan obat

(studi deskriptif kuantitaif)

2. Diagnosis Mengidentifikasi masalah spesifik dan penyebabnya (studi kuantitatif dan studi

kualitatif)

3. Tindakan

Mendisain dan melakukan implementasi intervensi (mengumpulkan data dan

mengukuroutcome) Memperbaiki

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut,digunakan secara turun-temurun untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Jamu merupakan obat tradisional Indonesia. Obat herbal terstandar adalah obat bahan alam yang bahan bakunya telah di standarisasi dan telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik. Fitofarmaka adalah obat bahan alam yang bahan baku dan produk jadinya sudah distandarisasi serta telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik (Anonim, 2005). (Logo obat, kode registrasi, ,dan contoh obat terdapat pada lampiran 35)

Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter untuk swamedikasi harus memenuhi kriteria, yaitu: 1) tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas usia 65 tahun, 2) pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit, 3) penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan, 4) penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia, 5) obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri (Anonim, 1993).

Hampir semua macam vitamin dapat digunakan untuk swamedikasi kecuali vitamin yang termasuk dalam obat keras, seperti vitamin K. Termasuk obat keras jika obat pada bungkus luarnya disebutkan bahwa obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter, obat yang digunakan secara parenteral, semua obat yang tidak tercantum dalam Farmakope Indonesia dan daftar obat keras kecuali jika oleh Departemen Kesehatan telah dinyatakan secara tertulis bahwa obat tersebut itu tidak membahayakan kesehatan, semua obat yang tecantum dalam daftar obat keras, obat dalam substansi dan semua sediaan yang mengandung obat itu kecuali dibelakang nama obat disebutkan ketentuan lain atau ada pengecualian menurut daftar obat bebas terbatas (Anonim, 1962).

Dokumen terkait