• Tidak ada hasil yang ditemukan

i

g

a

s

i

r

i

s

i

k

o

e

d

u

k

a

s

i

f

i

s

k

a

l

jalan optimal, dan terdapat peserta yang iurannya menunggak. Sebagai contoh, peserta baru mendaftar da-lam program JKN setelah ia sakit dan menerima pelayanan kesehatan (pel-kes) dari puskesmas atau Rumah Sakit. Apalagi setelah ia dapat menikmati fasilitas kesehatan yang diperlukan dan sembuh dari sakitnya, ia tidak membayar iuran kembali atau me-nunggak.

Tabel 1. Kepesertaan JKN pada tahun 2015 dan tahun 2016

Segmen Peserta

Prognosa 2015 RKAT 2016 Perbandingan Peserta dan Populasi 2015 Perbandingan Peserta dan Populasi 2016 Kenaikan Peserta 2016 dan 2015 Populasi

2015 Peserta 2015 Populasi 2016 Peserta 2016

a b c d b/a d/c d/b A. PBI 88,2 88 92 92 100,00% 100,00% 4,76% B. BUKAN PBI 148,1 61 147,15 79 40,85% 53,40% 29,86% 1. PPU 94,85 40,91 96,61 53,23 43,14% 55,10% 30,10% 2. PBPU-Pekerja Mandiri 48 15 44 19 30,66% 43,57% 31,21% 3. Bukan Pekerja 5,55 4,97 6,49 6,16 89,52% 94,90% 23,94% C. JAMKESDA dan PJKMU ASKES (transisi) 19 11 19 18 60,00% 92,54% 54,23% TOTAL PESERTA 255 160 259 189 62,71% 72,94% 17,79%

Tabel 2. Perbedaan Perpres Jamkes jo. Perubahan Pertamanya dengan Perubahan Kedua Perpres Jamkes

Ketentuan Perpres 12/2013 jo. Perpres 111/2013 Ketentuan Perpres 19/2016

Besaran iuran bagi peserta PBI sebesar Rp19.225 per orang per

bulan (POPB). Besaran iuran bagi peserta PBI sebesar Rp23.000 POPB dan mulai berlaku 1 Januari 2016. Besaran iuran bagi peserta PBPU dan BP:

a. Rp25.500 POPB dengan manfaat perawatan kelas III; b. Rp42.500 POPB untuk kelas II;

c. Rp59.500 POPB untuk kelas I.

Besaran iuran bagi peserta PBPU dan BP:

a. Rp25.500 POPB dengan manfaat perawatan kelas III; b. Rp51.000 POPB untuk kelas II;

c. Rp80.000 POPB untuk kelas I. Ketentuan ini mulai berlaku 1 April 2016.

Batas paling tinggi gaji/upah per bulan sebagai dasar

perhitungan besaran iuran bagi PPU-BU dan pegawai Pemerintah non pegawai negeri sebesar 2 kali PTKP dengan status kawin dan 1 anak.

Batas paling tinggi gaji/upah per bulan sebagai dasar

perhitungan besaran iuran bagi PPU-BU dan pegawai Pemerintah non pegawai negeri sebesar Rp8.000.000.

PPU dan pegawai Pemerintah non pegawai negeri dengan gaji/upah di atas 1.5 – 2 kali PTKP K1, beserta keluarganya mendapatkan ruang perawatan kelas I.

PPU-PNS dan pegawai Pemerintah non pegawai negeri dengan gaji/upah di atas Rp4.000.000-Rp8.000.000, beserta keluarganya mendapatkan ruang perawatan kelas I.

Keterlambatan pembayaran iuran peserta PBPU dan BP dikenakan denda 2% per bulan dari total iuran tertunggak. Dalam hal keterlambatan pembayaran lebih dari 6 bulan, penjaminan diberhentikan sementara.

Dalam hal peserta (kecuali peserta PBI) terlambat membayar iuran lebih dari 1 bulan, penjaminan diberhentikan sementara. Penjaminan dapat aktif kembali dengan membayar tunggakan

iuran (maks. 12 bulan). Jika terdapat peserta yang memperoleh

pelayanan kesehatan (pelkes) 45 hari setelah penjaminan

aktif kembali, peserta wajib membayar denda atas pelayanan

tersebut sebesar 2,5% kali jumlah bulan tertunggak atas biaya

pelkes dengan ketentuan: (i) jumlah bulan tertunggak 12 bulan;

dan (ii) besar denda paling tinggi Rp30.000.000. Untuk PPU, denda ditanggung pemberi kerja. Ketentuan ini mulai berlaku

1 Juli 2016.

Terkait manfaat pelkes, pemberian manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pelayanan penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana (KB), dan skrining kesehatan. Pelayanan KB yang diberikan meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi.

Terkait manfaat pelkes, pemberian manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pelayanan penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi rutin, KB, dan skrining kesehatan. Pelayanan KB yang diberikan meliputi konseling,

pelayanan kontrasepsi termasuk vasektomi dan tubektomi.

Defisit tidak hanya menghambat tercapainya sustainabilitas program JKN, melainkan juga dapat menggang-gu sustainabilitas APBN karena Peme-rintah sebagai financier of the last

resource ikut bertanggung jawan atas risiko kegagalan program JKN. Seperti halnya yang telah dilakukan pada ta- hun 2015, APBN memberikan PMN ke-pada BPJS Kesehatan untuk menutup defisit DJS Kesehatan sebesar Rp5 T.

Permasalahan tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah sebagai regulator maupun pemilik program JKN untuk melakukan revisi terhadap Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Ke-sehatan (Perpres 12/2013) agar sus-tainabilitas program JKN maupun APBN dapat terjaga. Pemerintah melakukan revisi pertama terhadap Perpres 12/2013 dengan menerbitkan

m

i

t

i

g

a

s

i

r

i

s

i

k

o

e

d

u

k

a

s

i

f

i

s

k

a

l

Perpres 111/2013 tentang Perubahan atas Perpres 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan dan revisi kedua dengan menerbitkan Perpres 19/2016 tentang Perubahan Kedua atas Perpres 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan.

Beberapa hal yang diubah dalam Perpres 19/2016 diantaranya terkait besaran iuran peserta Jamkes untuk PBI, PBPU, dan BP. Selain itu, terda-pat perubahan pada kewajiban atas tunggakan untuk peserta non PBI, perubahan batas atas dan bawah gaji peserta terhadap pengenaan be-saran iuran, peninjauan besaran tarif INA CBG’s, dan perbaikan pelayanan kesehatan lain. Tabel 2 akan menje-laskan perbedaan Perpres Jamkes jo.

Perubahan Pertamanya dengan Peru-bahan Kedua Perpres Jamkes.

Sebagaimana dijelaskan pada

ketentuan pasal 17A.1ayat (3)

Perp-res 19/2016 tentang Perubahan Kedua atas Perpres 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan, jika peserta mendapatkan pelkes dalam 45 hari sejak peserta membayar tunggakan, peserta dike-nakan sistem co-sharing.

Penerapan sistem co-sharing sa-ngat berbeda dengan sistem sebelum ditetapkannya Perpres 19/2016. Sebe-lumnya peserta yang menunggak

ha-nya dikenakan denda sebesar 2% dari iuran sehingga hal tersebut dijadikan celah moral hazard. Misalnya peserta dengan penyakit katastropik menung-gak membayar iuran wselama 12 bulan dan baru membayar pada saat akan melakukan pengobatan di rumah sa-kit pada bulan ke-13 sehingga jika di-asumsikan besaran iuran Rp50.000,00 dan biaya pengobatan sebesar Rp100 Juta, maka peserta hanya membayar sebesar Rp662.000,00 untuk menda-patkan penjaminan kesehatan dengan rincian sebagai berikut.

Tunggakan iuran (13 x Rp50.000,00) Rp650.000,00 Jumlah denda (2% x 12 x Rp50.000,00) Rp12.000,00 Total yang harus dibayar Rp662.000,00

m

i

t

i

g

a

s

i

r

i

s

i

k

o

e

d

u

k

a

s

i

f

i

s

k

a

l

Ilustrasi 1 Penjelasan

Seseorang menjadi peserta JKN pada bulan Januari. Sejak saat itu, iurannya menunggak. Peserta mendapatkan

grace period satu bulan sehingga peserta tetap diberi penjaminan apabila klaim di bulan Februari. Pada tanggal 20 bulan Desember, peserta tersebut sakit dengan perkiraan biaya sebesar Rp120 juta. Besaran iuran per bulan diasumsikan Rp50.000,00.

Ilustrasi 2 Penjelasan

Seseorang telah terdaftar sebagai peserta JKN sejak Januari 2015. Sejak saat itu peserta menunggak lebih dari 12 bulan dan ingin mengaktifkan kembali status kepesertaannya. Pada tanggal 10 bulan September, peserta tersebut sakit dengan perkiraan biaya sebesar Rp90 juta. Besaran iuran per bulan diasumsikan Rp50.000,00.

No Uraian Jumlah Jumlah Maks Tagihan 1. Iuran tertunggak 11 x 50.000 550.000 550.000 2. Iuran bulan berjalan 0 -

-3. Denda 2,5% x 11 x 120 juta 33.000.000 30.000.000

TOTAL 30.550.000

No Uraian Jumlah Jumlah Maks Tagihan 1. Iuran tertunggak 12 x 50.000 600.000 600.000 2. Iuran bulan berjalan 1 50.000 50.000 3. Denda 2,5% x 12 x 90 juta 27.000.000 27.000.000

TOTAL 27.650.000

I II III IV ... XI XII

12 bulan I ... VI VII VIII IX

2015 2016

Jika dilihat dari Perpres 12/2013, perilaku peserta di atas tidak ber-tentangan dengan ketentuan, akan tetapi menimbulkan ketidakadilan bagi peserta sehat yang telah mem-bayar iuran secara rutin. Oleh karena itu, melalui Perpres 19/2016 Pemerin-tah menerapkan sistem co-sharing sebagai bukti langkah tegas kepada peserta yang gemar menunggak iu-ran. Berikut perhitungan total biaya yang ditanggung oleh peserta yang menunggak.

Keterangan:

IB = besaran iuran per bulan

IBj = besaran iuran bulan berjalan T

= jumlah bulan tertunggak (mak-simal sebanyak 12 bulan) B = biaya pelayanan kesehatan* * Total biaya pelkes (sistem

co-sharing) dibatasi hingga sam-pai Rp30.000.000,00. Jika total biaya pelkes tersebut lebih dari

Rp30.000.000,00, maka total bi-aya pelkes harus dibRp30.000.000,00, maka total bi-ayar peserta sama dengan Rp30.000.000,00 Untuk lebih jelasnya, contoh di-bawah ini akan menjelaskan kasus

co-sharing disertai penjelasan pada tabel 3.

Melalui Perpres 19/2016, terlihat komitmen Pemerintah untuk meng-atasi perilaku peserta yang menung-gak sehingga diharapkan tingkat ko-lektibilitas cukup dan Dana Jaminan

Sosial tidak mengalami kesulitan keuangan. Untuk mencapai tingkat kolektibilitas yang cukup, Pemerin-tah dapat menerapkan pendekatan lain seperti pendekatan penghar-gaan bagi peserta yang telah rutin membayar. Misalnya BPJS Kesehat-an memberikKesehat-an penghargaKesehat-an be-rupa souvenir bagi peserta mandiri yang telah rutin membayar selama

12 bulan. Penghargaan tersebut juga dapat diberikan bagi peserta yang membayar tagihan iuran selama 6 bulan ke depan.

Selain itu, BPJS Kesehatan sebaik-nya melakukan updating data peser-ta mandiri secara berkala, misalnya 3 bulan. Pembaruan data alamat email, anggota keluarga, alamat rumah, no- mor telepon, dan sebagainya dilaku-kan agar sistem reminder yang telah diterapkan BPJS Kesehatan baik me-lalui email maupun pengiriman surat dapat tepat sasaran. Pembaruan data akan memudahkan BPJS Kesehatan jika dibuat secara online.

Dengan terbitnya Perpres 19/2016 dan beberapa alternatif di atas, diha-rapkan peserta non PBI dapat rutin membayar iuran dan tingkat kolek- tibilitas optimal sehingga DJS Kese-hatan tidak mengalami defisit atau membebani APBN. Tingkat kolek-tiblitas yang optimal menjadi salah satu indikator bahwa program JKN

sustainable dan dapat berjalan tanpa membebani APBN. 

Total Biaya Pelkes Sistem co-sharing* = (I

B

x T) + I

Bj

+ (2,5% x T x B)

Tabel 3. Contoh Kasus co-sharing Disertai Penjelasan

m

i

t

i

g

a

s

i

r

i

s

i

k

o

e

d

u

k

a

s

i

f

i

s

k

a

Dokumen terkait