• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 4.10 Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values)

Koefisien Path (O) Sample Mean (M) Standard Deviation (STDEV) Statistic T-Iklan -> Minat Beli -0.173 0.108 0.266 0.650 Persepsi -> Minat Beli 0.217 0.266 0.103 2.104 Motivasi -> Minat Beli 0.264 0.040 0.337 0.784 Sikap -> Minat Beli 0.347 0.271 0.115 3.032

1. Iklan berpengaruh terhadap Minat Beli dengan koefisien path sebesar -0.173, tidak dapat diterima dimana nilai T-Statistic = 0,650 kurang dari dari nilai Z α = 0,10 (10%) = 1,645, maka Tidak Signifikan (Negatif)

2. Persepsi berpengaruh terhadap Minat Beli dengan koefisien path sebesar 0.217, dapat diterima dimana nilai T-Statistic = 2,104 lebih besar dari nilai Z α = 0,10 (10%) = 1,645 , maka Signifikan (Positif)

3. Motivasi berpengaruh terhadap Minat Beli dengan koefisien path sebesar 0.264, tidak dapat diterima dimana nilai T-Statistic = 0,784 lebih besar dari nilai Z α = 0,10 (10%) = 1,645 , maka Tidak Signifikan (Positif)

4. Sikap berpengaruh terhadap Minat Beli dengan koefisien path sebesar 0.347, dapat diterima dimana nilai T-Statistic = 3,032 lebih besar dari nilai Z α = 0,10 (10%) = 1,645 , maka Signifikan (Positif)

4.3. Pembahasan

Berdasarkan hasil Pengujian terhadap model struktural dilakukan dengan melihat nilai R-Square yang merupakan uji goodness-fit model. Pengujian inner model dapat dilihat dari nilai R-square pada persamaan antar variabel latent. Nilai R2 menjelaskan seberapa besar variabel eksogen (independen/bebas) pada model mampu menerangkan variabel endogen (dependen/terikat) Nilai R2 = 0,315. Dapat di interpretasikan bahwa model tidak baik, yaitu mampu menjelaskan fenomena Minat Beli sebesar 31,50 %. Sedangkan sisanya (68,50 %) dijelaskan oleh variabel lain

78

(selain Iklan, Motivasi, Persepsi dan Sikap) yang belum masuk ke dalam model dan

error. Artinya Minat Beli dipengaruhi oleh Iklan, Motivasi, Persepsi dan Sikap sebesar 31,50% sedang sebesar 68,50% dipengaruhi oleh variabel selain Iklan, Motivasi, Persepsi dan Sikap.

4.3.1. Uji Kausalitas Iklan ter hadap Minat Beli

Iklan berpengaruh terhadap Minat Beli dengan koefisien path sebesar -0,173, tidak dapat diterima dimana nilai T-Statistic = 0,650 kurang dari nilai Z α = 0,10 (10%) = 1,645 , maka Non Signifikan (negatif). Pengaruh Iklan terhadap Minat beli non signifikan dikarenakan responden yang lebih memilih setuju bersaing dengan jawaban ragu-ragu hampir sama. Jawaban kedua terbanyak dari responden yang menyebabkan hasil non signifikan karena banyaknya jawaban responden mempengaruhi hubungan terhadap minat beli. Dilihat dari indikator yang paling dominan adalah fungsi pengingat (X1.3) dengan factor loading sebesar 0,699. Ini artinya iklan Nokia hanya diingat oleh konsumen tetapi tidak menimbulkan minat beli bagi mereka karena dalam iklan juga harus muncul fungsi informasi (X1.1) dan fungsi persuasif (X1.2) dimana tujuannya adalah untuk membentuk permintaan selektif. Dimana loading factor untuk indikator fungsi informasi sebesar 0,677 sedangkan loading factor untuk fungsi persuasif nilainya hanya sebesar 0,101 sehingga tidak bisa membentuk permintaan atau tidak menimbulkan minat beli konsumen..

Menurut Kotler, 2006 aktifitas iklan merupakan usaha pemasaran yang memberikan berbagai upaya insentif jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau membeli suatu produk atau jasa. Seluruh kegiatan iklan bertujuan untuk mempengaruhi minat beli, akan tetapi tujuan iklan yang utama adalah memberikan informasi, mengingatkan dan menarik konsumen. Tapi yang terjadi iklan tidak berpengaruh terhadap minat beli. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh positif Iklan terhadap Minat Beli konsumen produk Nokia smartphone. Pada saat melihat iklan, banyak konsumen yang tidak memperhatikan produk dan atau pesan secara langsung, tetapi reaksi afektif menimbulkan perasaan terhadap iklan. Persepsi ini meliputi reaksi terhadap faktor iklan seperti kreatifitas efek gambar, warna dan intonasi suara (Mowen dan Minor, 2002). Persepsi terhadap iklan dapat berupa tanggapan baik atau tidak baik. Hal ini penting karena efeknya pada sikap terhadap iklan dan juga merek secara langsung. Selain dengan ukuran suka tidak suka, reaksi afektif konsumen terhadap iklan, khususnya iklan komersial di televisi dapat diukur dengan pernyataan terhadap gaya, ide, produksi, audio pembuatan suatu iklan (Mowen dan Minor, 2002). Reaksi ini akan ditransformasikan pada sikap terhadap merek dan minat beli konsumen. Perasaan konsumen tentang iklan sama petingnya dengan sikap mereka terhadap merek dalam penilaian kefektivan iklan. Pentingnya reaksi afektif dan perasaan yang tergambarkan dalam iklan tergantung pada beberapa faktor diantaranya kealamian iklan dan tipe pemrosesan informasi oleh konsumen yang memunculkan minat beli pada diri

80

konsumen, hal ini merupakan bagian dari fungsi iklan yang persuasif. (Mowen dan Minor, 2002).

Variabel Iklan tersebut secara signifikan tidak berpengaruh terhadap minat membeli konsumen. Ini menyebabkan sumber daya perusahaan yang telah dikeluarkan untuk membiayai iklan pada media tersebut dapat menjadi sia-sia. Hal ini dapat dikarenakan perhatian konsumen terhadap media tersebut rendah, dan konsumen tidak terekspos dengan baik oleh media-media ini. Hal ini disebabkan timbulnya selective attention dan selective retention konsumen dalam menyikapi iklan-iklan tersebut. Selain itu juga bisa disebabkan oleh kurangnya frekuensi/intensitas tayangan iklan produk Nokia yang diinformasikan. Perusahaan Nokia dapat mengidentifikasikan masalah terhadap media yang selama ini telah digunakan. Apakah telah terjadi kesalahan dalam memilih pesan iklan, waktu penyampaian pesan atau pada saat eksekusi iklan tersebut, kemudian melakukan analisa dan melakukan upaya-upaya perbaikan agar iklan di media dapat menjadi efektif dan berpengaruh secara signifikan terhadap minat beli konsumen.

Berdasarkan model pengukuran (indikator) iklan tidak bisa berdiri sendiri melainkan harus digabungkan dengan indikator yang lain untuk mempengaruhi minat beli. Fungsi informasi dari iklan sebaiknya disertai dengan fungsi persuasif sehingga informasi yang diberikan dalam iklan juga dapat membujuk konsumen untuk melakukan minat pembelian. Selain itu fungsi pengingat yang dalam iklan harus bisa mempengaruhi variabel motivasi, khususnya indikator motivasi emosional, sehingga fungsi pengingat iklan dapat memicu motivasi emosional konsumen untuk melakukan

minat pembelian. Bukan hanya itu fungsi pengingat iklan juga dapat mempengaruhi variabel minat beli, berupa minat refrensial yang memberikan kecenderungan konsumen memberikan refrensi ke calon konsumen lain.

4.3.2. Uji Kausalitas Per sepsi ter hadap Minat Beli

Persepsi berpengaruh terhadap Minat Beli dengan koefisien path sebesar 0,217, dapat diterima dimana nilai T-Statistic = 2,104 lebih besar dari nilai Z α = 0,10 (10%) = 1,645 , maka Signifikan (positif). Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh positif persepsi terhadap minat beli konsumen produk Nokia smartphone.

Persepsi terhadap kualitas suatu produk didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (Schiffman and Kanuk, 2007). Karena persepsi terhadap kualitas merupakan persepsi dari pelanggan, maka tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa.

Sesuai dengan pendapat Kotler (2004) yang mengatakan bahwa para konsumen tidak asal saja berminat melakukan pembelian. Pembelian konsumen sangat terpengaruh oleh sifat-sifat budaya, sosial, pribadi dan psikologi. Faktor-faktor psikologi dari sini diantaranya adalah motivasi, belajar, persepsi, kepercayaan dan sikap. Persepsi merupakan salah satu faktor yang penting dalam memunculkan minat beli.

82

Minat merupakan sesuatu hal yang penting, karena minat merupakan suatu kondisi yang mendahului sebelum individu mempertimbangkan atau membuat keputusan untuk membeli suatu barang, sehingga minat membeli merupakan sesuatu hal yang harus diperhatikan oleh para produsen atau penjual. Kotler (1997) mengatakan bahwa individu yang mempunyai minat membeli, menunjukkan adanya perhatian dan rasa senang terhadap barang tersebut. Adanya minat individu ini menimbulkan keinginan, sehingga timbul perasaan yang meyakinkan dirinya bahwa barang tersebut mempunyai manfaat bagi dirinya dan apa yang menjadi minat individu ini dapat diikuti oleh suatu keputusan yang akhirnya menimbulkan realisasi berupa perilaku membeli. Seperti diketahui, persepsi terhadap kualitas produk pada tiap-tiap orang berbeda, sehingga akan membawa minat membeli yang berbeda pula. Persepsi seseorang tentang kualitas suatu produk akan berpengaruh terhadap minat membeli yang terdapat pada individu. Persepsi yang positif tentang kualitas produk akan merangsang timbulnya minat konsumen untuk membeli yang diikuti oleh perilaku pembelian. Konsumen cenderung menilai kualitas suatu produk berdasar faktor-faktor yang mereka asosiasikan dengan produk tersebut. Faktor tersebut dapat bersifat intrinsik yaitu karakteristik produk seperti ukuran, warna, rasa atau aroma dan faktor ekstrinsik seperti harga, citra toko, citra merk dan pesan promosi. Apabila atribut-atribut yang terdapat dalam suatu produk itu sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen, maka ini akan menimbulkan minat membeli (Schiffman and Kanuk, 2004).

Peran persepsi konsumen akan mempengaruhi pula terhadap minat pembelian, hal ini wajar karena setiap orang akan memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap suatu obyek oleh karena itu minat pembelian akan cepat terlaksana apabila muncul persepsi positif terhadap barang yang akan dibelinya. Persepsi tersebut dapat berupa penilaian terhadap apa saja yang melekat pada suatu produk yang dapat menimbulkan kepuasan dan kenyamanan pada konsumen.

Berdasarkan modifikasi model persepsi sebaiknya indikator seleksi perseptual yang dimiliki varibel persepsi, berupa interpretasi atas stimuli yang diterima oleh konsumen. Setiap stimuli yang menarik perhatian konsumen baik disadari atau tidak disadari, akan diinterpretasikan oleh konsumen. Dalam proses interpretasi konsumen membuka kembali berbagai informasi dalam memori yang telah tersimpan dalam waktu yang lama (long term memory) yang berhubungan dengan stimulus yang diterima dapat mempengaruhi variabel minat beli. Selain itu indikator seleksi perseptual bisa dapat mempengaruhi secara langsung indikator minat transaksional pada variabel minat beli, sehingga terjadi kecenderungan konsumen untuk berminat membeli produk Nokia smartphone.

4.3.3 Uji Kausalitas Motivasi ter hadap Minat Beli

Motivasi berpengaruh terhadap Minat Beli dengan koefisien path sebesar 0.264, tidak dapat diterima dimana nilai T-Statistic = 0,784 kurang dari nilai Z α = 0,10 (10%) = 1,645 , maka Tidak Signifikan (Positif). Hal ini menunjukkan bahwa

84

tidak ada pengaruh positif motivasi terhadap minat beli konsumen produk Nokia smartphone.

Dilihat dari indikator yang paling dominan adalah motivasi rasional (X2.1) dengan factor loading sebesar 0,831. Ini artinya konsumen lebih mendasarkan pada kenyataan kenyataan yang ditunjukkan oleh produk Nokia dan merupakan atribut produk yang fungsional serta obyektif keadaannya misalnya kualitas produk, harga produk, ketersediaan barang, efisiensi kegunaan barang tersebut. Tetapi tidak diimbangi dengan motivasi emosional (X2.2) dimana factor loadingnya hanya sebesar 0,444. Pembelian berkaitan dengan perasaan, kesenangan yang dapat ditangkap oleh panca indera misalnya dengan memiliki produk Nokia smartphone dapat meningkatkan status sosial, peranan merek menjadikan pembeli menunjukkan status ekonominya dan pada umumnya bersifat subyektif dan simbolik. Konsumen hanya termotivasi secara rasional saja dan tidak diikuti oleh motivasi emosional sehingga tidak menimbulkan minat konsumen untuk membeli produk Nokia smartphone.

Menurut Schiffman dan Kanuk (2004: 127) menyatakan bahwa motivasi sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri individu yang memaksa mereka untuk melakukan tindakan. Jika seseorang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap obyek tertentu, maka dia akan terdorong untuk berperilaku menguasai produk tersebut. Sebaliknya jika motivasinya rendah, maka dia akan mencoba untuk menghindari obyek yang bersangkutan. Implikasinya dalam pemasaran adalah untuk kemungkinan orang tersebut berminat untuk membeli produk atau merek yang ditawarkan pemasaran atau tidak.

Pengertian minat beli menurut Howard (1994) (dalam Schiffman dan Kanuk, 2004:44) adalah minat beli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan motivasi konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Dapat dikatakan bahwa minat beli merupakan pernyataan mental dari konsumen yang merefleksikan motivasi pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Hal ini sangat diperlukan oleh para pemasar untuk mengetahui motivasi membeli konsumen terhadap suatu produk, baik para pemasar maupun ahli ekonomi menggunakan variabel minat untuk memprediksi perilaku (motivasi, persepsi dan sikap) konsumen dimasa yang akan datang.

Motivasi dalam diri akan mempengaruhi seseorang (konsumen) dalam melakukan pembelian karena didasarkan pada dorongan yang dimiliki misalnya penilaian terhadap kualitas, harga, kenyamanan pemakaian terhadap barang yang dibutuhkan. Hal ini diindikasikan dengan konsumen kurang bisa mendapatkan kesan-kesan yang terkait akan produk Nokia smartphone, meskipun penampakkan produk tersebut dalam strategi komunikasinya mengalami peningkatan ditambah lagi jika kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain, suatu produk yang telah mapan seharusnya akan memiliki posisi ini menonjol pada persaingan bila didukung oleh berbagai motivasi yang kuat, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Produk Nokia smartphone yang telah mapan tidak memiliki posisi yang menonjol diantara produk ponsel lain yang dapat memicu motivasi konsumen untuk melakukan minat beli.

86

4.3.4 Uji Kausalitas Sikap ter hadap Minat Beli

Sikap berpengaruh terhadap Minat Beli dengan koefisien path sebesar 0.347, dapat diterima dimana nilai T-Statistic = 3,032 lebih besar dari nilai Z α = 0,10 (10%) = 1,645 , maka Signifikan (Positif) . Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh positif sikap terhadap minat beli konsumen produk Nokia smartphone.

Mowen dan Minor (2002: 332) menyatakan bahwa semua model multi atribut yang berbeda telah dikembangkan untuk memprediksi sikap konsumen terhadap merek/objek, dimana satu model yang mendapat paling banyak perhatian dari konsumen adalah model sikap terhadap merek/objek atau model Fishbein. Model ini mengidentifikasi tiga faktor utama yang memprediksi sikap. Model pertama adalah kepercayaan utama yang dimiliki seseorang terhadap sebuah merek. Kepercayaan utama adalah kepercayaan terhadap atribut/merek yang diaktivasi ketika seseorang sedang mengevaluasi sikap terhadap merek. Kepercayaan utama biasanya memperhatikan atribut yang penting bagi konsumen. Komponen kedua dari model Fishbein adalah kekuatan kepercayaan dimana merek memiliki atribut yang dipertanyakan kekuatan hubungan atribut produk biasanya dinilai dengan bertanya kepada konsumen. Komponen ketiga dari model Fishbein adalah mengevaluasi setiap

atribut utama. Peringkat evaluasi ini memberikan penilaian tentang

kebaikan/keburukan atribut utama. Ketiga komponen tersebut memunculkan adanya keinginan atau minat pada diri konsumen dalam melakukan pembelian terhadap merek/objek yang merupakan atribut utama.

Sikap merupakan stimulus yang dapat menyebabkan konsumen tertarik membeli suatu barang, tentunya sikap yang muncul adalah yang positif misalnya: kepercayaan, emosional untuk memiliki suatu barang dengan kesadaran tinggi terhadap untung dan ruginya. Serta konsumen akan menjatuhkan pilihannya terhadap barang yang dibeli didorong oleh lingkungan, teknologi, budaya dan ekonomi yang terjadi. Produk Nokia yang telah mapan memiliki posisi yang menonjol diantara produk ponsel lain yang dapat memicu sikap konsumen untuk melakukan minat pembelian.

Berdasarkan modifikasi model variabel sikap semua indikator mempunyai nilai factor loading diatas 0,5 sehingga disebut valid. Indikator kognitif (X4.1) nilai loading factor 0,820, indikator Afektif (X4.2) nilai loading factor 0,687 sedangkan indikator Konasi (X4.3) nilai loading factor 0,765 Hal ini menimbulkan konsumen memberikan tanggapan tentang perasaan terhadap produk Nokia dan atributnya. Indra yang bekerja akan memberikan interpretasi terhadap sebuah produk Nokia atau dalam sebuah iklan adalah produk Nokia dan bagian-bagian dari penayangan iklan itu sendiri. Dan juga mempengaruhi konsumen memiliki minat dan tindakan dalam sebuah perilaku. Bila tahap ini bekerja maka konsumen telah memiliki keputusan akan minat beli. Indikator konasi secara pasti telah menunjukkan hubungannya dengan minat beli.

88 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Iklan produk Nokia smartphone tidak memberikan kontribusi dalam membentuk minat beli konsumen.

2. Persepsi yang positif tentang kualitas produk akan merangsang timbulnya minat konsumen untuk membeli yang diikuti oleh perilaku pembelian 3. Konsumen hanya termotivasi secara rasional saja dan tidak diikuti oleh

motivasi emosional sehingga tidak menimbulkan minat konsumen untuk membeli produk Nokia smartphone.

4. Sikap merupakan stimulus yang dapat menyebabkan konsumen tertarik membeli suatu barang, tentunya sikap yang muncul adalah yang positif misalnya: kepercayaan, emosional untuk memiliki suatu barang dengan kesadaran tinggi terhadap untung dan ruginya.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan, maka penulis menyarankan sebagai berikut: 1. Iklan yang dibuat harus memenuhi Fungsi informasi, fungsi persuasif dan

fungsi pengingat agar bisa membentuk permintaan selektif dan meyakinkan pembeli bahwa mereka telah melakukan pilihan yang benar.

2. Kualitas produk harus tetap terjaga sehingga timbul persepsi positif di benak konsumen akan produk Nokia smartphone.

3. Disamping kualitas produk, harga dan ketersediaan barang yang harus tetap terjaga, harus ditanamkan pula di benak konsumen dengan memiliki Nokia smartphone dapat meningkatkan status sosialnya sehingga motivasi emosional konsumen muncul yang diharapkan mengakibatkan minat beli.

Dokumen terkait