• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 41 Perangkat pengambil keputusan (decision tool) di DAS Lawo SL Luas

(Ha) KKL Penggunaan Lahan Existing Prediksi Erosi

Existing Usaha tani

Agroteknologi Yang disarankan Produksi Optimum Prediksi Erosi Setelah Agotek Pendapatan Reko- mendasi Kokon Kambing Rp ha-1th-1 1 2 3 4 5***) 6 7 8*) 9**) 10***) 11 12 1 118.4 IV-I3 Belukar 249.3 M1 P+ Tg+ Gs+TK 900 5 23.3 31 832 000 LK 10 176.5 III-e2 KC 107.6 M2 P + M + Gs + TK 810 5 29.0 37 742 000 LK 11 550.3 III-e2 KC 107.6 M2 P + M + Gs + TK 810 5 22.9 38 525 000 LK 12 3141.5 III-I2,e2 KC 50.9 M2 P + Tg+ Gs+TK 810 5 14.0 36 970 000 LK 13 2397.6 IV-I3 KC 149.8 M1 P + Tg+ Gs+TK 900 5 19.8 31 832 000 LK 14 256.3 III-e2b1 KC 70.7 M2 P + M + Gs + TK 720 5 27.5 36 970 000 LK 15 232.5 III-I2,e2 KC 61.1 M2 P + Tg+ Gs+Tk 810 5 16.1 36 970 000 LK 16 220.3 III-e2b1 KC 57.5 M2 P + M + Gs + TK 720 5 22.4 36 970 000 LK 17 360.8 III-I2,e2 KC 49.8 M2 P + Tg+ Gs+Tk 720 5 15.4 36 970 000 LK Keterangan:

SL = Satuan Lahan; KC = Kebun Campuran; M2 = Murbei + Kokon + pemintalan benang + Ternak; M1 = Murbei + Kokon + Ternak; P = Pemupukan ;Tg = Teras Gulud ; G s = Glirecedia sepium; TK = Ternak Kambing ; M= Mulsa (6 ton ha-1) ; LK = Layak dikembangkan ; KKL = Kelas Kemampuan Lahan ; SL = Satuan Lahan

*)Kg ha-1th-1 ; **) Ekor ha-1th-1; ***) ton ha-1th-1

Tabel 42 Rekomendasi penggunaan lahan optimal di DAS Lawo SL Penggunaan Lahan Erosi Etol Luas Keterangan Terprediksi

Existing Rekomendasi ton/ha/tahun Ha

1 Belukar Hutan Produksi 4.1 48.6 264.3 E < ETol

Murbei 1 (M1) 23.9 49.6 118.4 E < ETol

2 Belukar Hutan Produksi 11.3 54.8 49.8 E < ETol

Hutan Tanaman 11.3 55.8 47.3 E < ETol 3 Belukar Pertanian (UP II) 677.7 25.4 170.3 E > ETol*) 4 Hutan Tanaman Hutan Lindung 10.5 36.7 122.7 E < ETol

Hutan Produksi 10.5 37.7 1.0 E < ETol 5 Hutan Primer Hutan Lindung 15.3 17.6 52.3 E < ETol 6 Hutan Primer Hutan Lindung 4.7 22.3 970.9 E < ETol 7 Hutan Sekunder Hutan Lindung 10.6 30.4 1159.3 E < ETol Hutan Produksi 10.6 31.4 1162.4 E < ETol 8 Hutan Sekunder Hutan Lindung 10.8 29.3 5524.4 E < ETol Hutan Produksi 10.8 30.3 922.4 E < ETol 9 Hutan Tanaman Hutan Lindung 9.7 26.1 58.6 E < ETol Hutan Produksi 9.7 26.1 130.2 E < ETol 10 Kebun Campuran Murbei 2 (M2) 28.4 45.7 176.5 E < ETol 11 Kebun Campuran Murbei 2 (M2) 8.5 35.6 550.3 E < ETol 12 Kebun Campuran

Hutan Lindung 2.3 39.1 85.4 E < ETol Hutan Produksi 2.3 39.1 5.5 E < ETol Murbei 2 (M2) 10.9 39.1 3141.5 E < ETol 13 Kebun Campuran

Hutan Lindung 3.5 44.3 1933.6 E < ETol Hutan Produksi 3.5 44.3 2448.4 E < ETol Murbei 1 (M1) 20.4 44.3 2397.6 E < ETol 14 Kebun Campuran Pertanian (UPI) 84.6 30.6 8.9 E > ETol*)

Murbei 2 (M2) 14.0 30.6 256.3 E < ETol 15 Kebun Campuran Murbei 2 (M2) 9.9 42.4 264.0 E < ETol 16 Kebun Campuran Pertanian (UPI) 69.9 35.4 5362.2 E > ETol*)

Murbei 2 (M2) 7.7 35.4 220.3 E < ETol 17 Kebun Campuran

Pertanian (UPI) 89.4 42.6 764.5 E > ETol*) Pertanian (UP II) 89.4 42.7 147.3 E > ETol*) Murbei 2 (M2) 10.7 42.7 360.8 E < ETol 18 Pertanian (PLK) Hutan Lindung 1.1 40.9 4.4 E < ETol Hutan Produksi 5.3 40.9 59.0 E < ETol 19 Pertanian (PLK) Pertanian (UPI) 93.2 40.7 416.1 E > ETol*) 20 Pertanian (PLK) Pertanian (UPI) 156.8 35.3 95.2 E > ETol*) Keterangan : *) Satuan lahan yang memiliki Indeks erosi jelek; UP = unggulan provinsi ; PLK = pertanian

lahan kering

Rekomendasi penggunaan lahan optimal di DAS Lawo berdampak pada perubahan komposisi penggunaan , antara lain hutan yang semula seluas 7 658.6 ha (21.8%) menjadi seluas 10 568.6 ha (30.1%). Areal pertanian dan kebun campuran terbagi kedalam 3 tipe penggunaan lahan yaitu penggunaan lahan untuk usaha tani berbasis murbei (M1, dan M2), pertanian untuk komoditi unggulan provinsi I (Padi ladang, jagung, kedelai dan ternak sapi) dan pertanian untuk komoditi unggulan II (jagung, kedelai, dan ternak).

Satuan lahan 21, 22, 23, 24,dan 25 yang penggunaan lahan existingnya berupa sawah dan rawa, dibiarkan tetap seperti penggunaan lahan semula, hal ini sejalan dengan UU No. 37 tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air. Lahan sawah dan belukar rawa di dalam UU No. 37 tahun 2014 tergolong di dalam lahan

prima yaitu lahan yang berfungsi secara baik untuk menumbuhkan tanaman yang dibudidayakan atau yang tidak dibudidayakan, lahan prima merupakan salah satu penggunaan lahan yang harus dipertahankan dan dilakukan pengendalian terhadap upaya konversinya (Pasal 17, 18, dan 19).

Penggunaan lahan optimal di DAS Lawo juga berdampak pada berkurangnya luasan lahan yang memiliki erosi lebih besar dibandingkan dengan erosi yang di toleransikan seluas 22 487.1 ha (63.9 %), sedangkan kontribusi usaha tani berbasis murbei dalam mengurangi areal yang memiliki E > Etol adalah seluas 7 485 ha (21.2%). Kondisi ini menunjukkan bahwa perlakukan konservasi tanah pada lahan usaha tani berbasis murbei dan upaya mengembalikan fungsi lahan sesuai peruntukannya (pertanian dan belukar menjadi hutan) mampu memperkecil nilai prediksi erosi lahan, sehingga kelestarian lahan dan DAS dapat terwujud.

Pengembangan usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo diarahkan untuk memanfaatkan lahan pertanian yang ada secara optimal melalui penerapan agroteknologi yang sesuai. Hal ini sesuai dengan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa petani dapat mencapai pendapatan yang dapat memenuhi PKHL hanya dengan mengelola atau memanfaatkan lahan < 1 ha. Rata-rata luas lahan petani saat ini adalah 0.9 ha, apabila lahan ini dikelola secara optimal dengan agroteknologi yang tepat, petani akan memperoleh pendapatan yang sama atau bahkan melampaui PKHL dengan tetap menjaga kelestarian lahan.

Upaya pembukaan lahan pertanian baru dengan alasan untuk meningkatkan pendapatan petani, tidak perlu dilakukan oleh petani di DAS Lawo. Hal ini karena kemampuan modal dan tenaga kerja petani yang terbatas (hanya cukup untuk mengelola lahan 1 ha), sementara pengelolaan lahan yang lebih luas juga sangat membutuhkan modal yang cukup besar pula, sehingga pencapaian tujuan untuk meningkatkan pendapatan petani menjadi tidak efektif. Pembukaan lahan pertanian baru juga menjadi ancaman bagi kelestarian lingkungan, dimana pada akhirnya juga akan berdampak pada menurunya produktivitas lahan–lahan pertanian yang ada.

Pengembangan pertanian lahan kering di DAS Lawo masih sangat terbuka, luasnya peruntukan lahan untuk pengembangan pertanian bagi komoditi unggulan provinsi yang meliputi : padi ladang, jagung kedelai, usaha ternak dan lain-lain seluas 6 964.50 ha (19.79%). Lahan-lahan ini berada pada kelas kemampuan III dan IV serta memiliki nilai prediksi erosi lebih besar dibandingkan nilai erosi yang di toleransikan (Tabel 38), sehingga upaya pengembangan petanian harus diiringi dengan penerapan agroteknologi dan konservasi tanah yang tepat.

Rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan melalui kegiatan pengkayaan tanaman seluas 2 910.03 ha yang tersebar pada satuan lahan 1, 2, 12, 13 dan 18, hendaknya dilakukan melalui penanaman tanaman kayu-kayuan danmulti purpose tree spesies (MPTS) seperti durian, nangka, rambutan dan tanaman buah-buahan lainnya, ini dimaksudkan agar rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) yang dilakukan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, seperti yang tersirat dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. 70/Menhut-II/2008 tentang pedoman teknis rehabilitasi hutan dan lahan bahwa RHL merupakan upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, dan produktivitas dan perannya dalam mendukung sistem penyangga tetap terjaga.

Agroteknologi yang dapat mendukung pengembangan usaha tani berbasis murbei seperti hasil penelitian ini, harus pula disosialisasikan kepada berbagai pihak yang terkait. Pada tahap awal, implementasi penerapan skenario agroteknologi usaha tani berbasis murbei hendaknya dilakukan dalam bentuk pilot

project yang di fasilitasi sepenuhnya oleh pemerintah. Pembangunan pilot project ini dimaksudkan sebagai sarana belajar dan sarana evaluasi serta proses adaptasi terhadap teknologi baru dalam pengembangan usaha tani berbasis murbei, sehingga agroteknologi ini dapat dan diimplementasikan secara luas serta memperoleh hasil sesuai yang diharapkan (E < Etol, P > PHKL).

Pengembangan usaha tani berbasis murbei berkelanjutan di DAS Lawo dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, faktor internal misalnya pengetahuan, dan wawasan petani serta keterampilan petani, sedangkan faktor eksternal antara lain kelembagaan dan efek eksternalitas yang ditimbulkan dalam penerapan usaha tani berbasis murbei tersebut. Oleh karena itu dalam rangka melengkapi rencana pengembangan usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo perlu dikaji aspek-aspek kelembagaan dan eksternalitas dan pengaruhnya terhadap keberlanjutan usaha tani.

7 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

DAS Lawo memiliki tiga kelas kemampuan lahan yaitu kelas kemampuan III, IV dan VI dengan faktor penghambat adalah lereng, erosi, sebaran batuan dan erodibilitas tanah, dengan karakteristik biofisik lahan yang secara umum memiliki erosi berat (prediksi erosi > Etol) . Usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo dapat dikembangkan pada lahan-lahan dengan kelas kemampuan III dan IV, yang tersebar pada satuan lahan 1, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, dan 17, pengembangan usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo harus disertai dengan penerapan teknologi konservasi tanah berupa pemberian mulsa 6 ton ha-1untuk lahan usaha tani dengan kemiringan < 8%, dan pembuatan teras gulud ditambah tanaman penguat teras Glirecedia sepiumuntuk lahan usaha tani dengan kemiringan 8–30%.

Ditinjau dari analisis usaha tani, pengembangan pertanian cukup menguntungkan bagi petani, namun demikian pendapatan yang di hasilkan oleh petani selama ini belum mampu memenuhi standar hidup layak (PKHL) petani di DAS Lawo. Peningkatan pendapatan petani murbei dilakukan melalui penerapan dua skenario agroteknologi yaitu ; 1) pemberian pupuk urea 500 kg ha-1 pada skenario agroteknologi 1 (SA1) dan 2) pemupukan dengan pupuk anorganik dan organik yaitu dengan cara pemberian pupuk limbah pemeliharaan ulat sebanyak 1 kg tanaman-1+ 20 g campuran urea TSP dan KCL pada skenario agroteknologi 2 (SA2).

Hasil analisis melalui perangkat pengambilan keputusan (decision tool), menunjukkan bahwa usaha tani berbasis murbei dengan pola panen 10 kali setahun (M1), dan usaha tani berbasis murbei dengan pola panen 6 kali setahun (M2), merupakan usahatani yang sustainable baik dari segi ekosistem (E < ETol), ekonomi (Pendapatan > PHKL) maupun social (acceptabledanreplicable). Usaha tani berbasis murbei dengan pola panen 6 kali setahun (M2) dengan penerapan skenario agroteknologi 2 (SA2) merupakan usaha tani optimal dan berkelanjutan di DAS Lawo. Optimalisasi usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo dicapai petani dengan penggunaan sumber daya lahan seluas 0.7-0.8 ha, HOK = 165.6 -172.HOK kk-1tahun-1, dan modal usaha sebesar Rp 6 500 000 - 6 700 000 kk-1.

Rekomendasi penggunaan lahan optimal di DAS Lawo mampu mengurangi luasan lahan yang memiliki erosi lebih besar dibandingkan dengan erosi yang di toleransikan seluas 22 487.05 ha (63.9%).

Saran

Rekomendasi agroteknologi dalam perencanaan usaha tani berkelanjutan, harus mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial dengan indikator penilaian meliputi : 1) Erosi yang dihasilkan harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang ditoleransikan (E < ETol), 2) pendapatan yang dihasilkan petani sama atau lebih besar dari pendapatan hidup layak (P > PKHL) dan agroteknologi yang direkomendasikan dapat diterima serta diterapkan oleh petani setempat.

Perlu adanya kajian lebih lanjut tentang sistem kelembagaan dan efek eksternalitas penerapan usaha tani berbasis murbei berkelanjutan di DAS Lawo.

Dokumen terkait