• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Perencanaan Pengembangan Usaha Tani Berbasis Murbei Berkelanjutan di DAS Lawo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Perencanaan Pengembangan Usaha Tani Berbasis Murbei Berkelanjutan di DAS Lawo"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

MAHENDRO HARJIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Kajian Perencanaan Pengembangan Usaha Tani Berbasis Murbei Berkelanjutan di DAS Lawo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

(3)

MAHENDRO HARJIANTO. Kajian Perencanaan Pengembangan Usaha Tani Berbasis Murbei Berkelanjutan di DAS Lawo. Dibimbing oleh NAIK SINUKABAN sebagai ketua, SURIA DARMA TARIGAN, dan OTENG HARIDJAJA sebagai anggota.

Konversi hutan menjadi lahan pertanian yang tidak disertai penerapan konservasi tanah dan air yang memadai telah meningkatkan erosi tanah dan menurunkan produktivitas lahan. Alih fungsi hutan menjadi pertanian murbei dengan pengelolaan yang tidak memadai di DAS Lawo meningkatkan frekuensi dan intensitas banjir, menurunkan produksi daun murbei, dan meningkatkan sebaran lahan kritis. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengkaji karakteristik biofisik DAS Lawo untuk pengembangan usaha tani berbasis murbei, meliputi evaluasi kecocokan penggunaan lahan dengan kemampuan lahan menggunakan metode klasifikasi kemampuan lahan (USDA) dan metode USLE; (2) Mengkaji pengembangan usaha tani berbasis murbei yang berkelanjutan dan dicirikan oleh pendapatan petani yang dapat mendukung kehidupan layak (KHL) dan prediksi erosi yang lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan; (3) Merumuskan usaha tani berbasis murbei yang optimal dan berkelanjutan di DAS Lawo menggunakan metode program tujuan ganda (PTG). Analisis penentuan usaha tani berbasis murbei yang berkelanjutan dilakukan menggunakan perangkat pengambilan keputusan (decision tool) dengan indikator ekologi (Erosi < E tol), ekonomi (Pendapatan > PKHL) dan sosial (agroteknologi bisa diterima dan diterapkan oleh petani).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAS Lawo terdiri dari 25 satuan lahan (SL) dengan kelas kemampuan III, IV, dan VI. Faktor penghambat utama adalah faktor keiringan lereng (l) yang tergolong landai sampai sangat curam, dan tingkat erosi (e) yang tergolong sedang. Karakteristik Lahan di DAS Lawo cocok untuk pengembangan tanaman murbei (Morus sp). Tipe usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo terdiri dari usaha tani murbei monokultur dengan pola panen 10 kali setahun (M1), usaha tani monokultur dengan pola panen 6 kali setahun (M2), usaha tani murbei yang bercampur secara tidak teratur dengan tanaman lainnya diantaranya pisang (M3), dan usaha tani murbei dengan coklat (M-C).

Hasil pengukuran aliran permukaan dan erosi pada petak erosi menunjukkan bahwa usaha tani M1 menghasilkan aliran permukaan dan erosi terendah (AP = 10.2 mm, 10.1 % dari total hujan dan erosi = 0.3 Ton ha-1). Semua tipe usaha tani berbasis murbei memberikan pengaruh nyata terhadap erosi dan aliran permukaan. Nilai aliran permukaan dan erosi pada usaha tani berbasis murbei lebih rendah apabila dibandingkan dengan pertanian jagung (AP = 33.3 mm, CA= 28.7%, dan erosi = 1.4 ton ha-1).

(4)

yaitu > 36.9 ton ha-1- 43 ton ha-1.

Analisis menunjukkan bahwa usaha tani berbasis murbei yang berkelanjutan di DAS Lawo adalah dapat dicapai dengan penerapan agroteknologi pemupukan yaitu dengan mengkombinasikan pemberian pupuk anorganik dan organik berupa pupuk limbah pemeliharaan ulat sebanyak 1 kg tanaman-1+ 20 g campuran urea, TSP dan KCL dan penerapan konservasi tanah berupa pemberian mulsa jerami padi sebanyak 6 ton ha-1 untuk lahan dengan kemiringan lereng kurang dari 6%; dan pembuatan teras gulud dengan tanaman penguat teras pada lahan dengan lereng 12% dan 18%. Untuk meningkatkan pendapatan petani maka usaha tani berbasis murbei harus dikombinasikan dengan pemeliharaan ternak kambing peranakan etawa (PE)Capra aegagrus hricussebanyak 5 ekor per tahun.

Analisis program tujuan ganda menunjukkan bahwa usaha tani berbasis murbei yang optimal dan berkelanjutan di DAS Lawo adalah tipe M2 pada lahan seluas 1 ha dengan menerapkan agroteknologi pemupukan, teras gulud dengan tanaman penguat teras, dan pemberian mulsa jerami padi 6 ton ha-1 yang dikombinasikan dengan usaha ternak kambing serta pengembangan industri rumah tangga pemintalan benang. Penerapan agroteknologi ini dapat diterima dan diterapkan petani, prediksi erosi sebesar 15.536 – 36 ton-1 ha-1 tahun-1(1663% dibawah Etol), serta pendapatan sebesar Rp. 31 832 000 kk-1 tahun-1Rp. 38 525 000 kk-1tahun-1(12 - 36% lebih tinggi apabila dibandingkan dengan KHL).

Hasil analisis menunjukan bahwa satuan lahan nomor 1 (satu) dan 13 sesuai untuk pengembangan usaha tani M1, sedangkan satuan lahan nomor 10,11,12, 14, 15, 16 dan 17 sesuai untuk pengembangan usaha tani M2. Setiap usaha tani berbasis murbei dikembangkan dengan menerapkan skenario agroteknologi 2 (SA2).

Rekomendasi pengembangan usahatani berbasis murbei yang disertai dengan

penerapan agroteknologi yang sesuai harus dilaksanakan pada satuan lahan

yang dialokasikan untuk murbei.

Peruntukan penggunaan lahan pada satuan lahan nomor 4,5,6,7,8 dan 9 dikembalikan menjadi hutan, sedangkan satuan lahan nomor 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, dan 25 diperuntukkan untuk pertanian unggulan provinsi sesuai dengan Perda No. 8 tahun 2012 Kabupaten Soppen

g tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Soppeng (RTRWK).

(5)

MAHENDRO HARJIANTO. Analysis of Sustainable Mulberry Based Farming System Planning in Lawo Watershed. Supervised by NAIK SINUKABAN as chairman, SURIA DARMA TARIGAN and OTENG HARIDJAJA as member of advisory committee.

Conversion of forest land to agriculture land without adequate soil and water conservation has resulted in increasing soil erosion and decreasing land productivity. Forest conversion to Mulberry based farming systems in Lawo watershed with inadequate soil and water conservation has increased the frequency and intensity of floods, decreased production of Mulberry leaves, and increased the extent of degraded land. The aim of this study were to (1) analyze the biophysical characteristics of Lawo Watershed for developing Mulberry based farming systems, including evaluation of appropriateness of land capability with land user using USDA method and erosion prediction using USLE method; 2) analyze and develop sustainable Mulberry based farming system with characterized by the increasing farmer’s income that can support life wartheel living standard, using descriptive method of calculation; (3) develop optimal and sustainable mulberry based farming systems in Lawo watershed using multiple goal program method..

The results showed that Lawo watershed consists of 25 land unit (LU) with land capability class of class III, IV, and VI. The constraint factors for agriculture development are moderate to steep slope (l) and moderate erosion (e). Land characteristics in Lawo watershed is suitable for developing the mulberry (Morus sp) based farming systems. The type of mulberry based farming systems consists of monoculture farming system with 10 time harvest year-1 (M1), monoculture farming system with 6 harvesting time year-1(M2), irregular-multi crop mulberry farming system mixed with other crop such as banana (M3), and mulberry farming system with cocoa (M-C).

Results of the study showed that M1 plot has the lower run off and erosion (run off = 10.2 mm , 10.1 % from total rainfall and erosion = 0.3 ton ha-1). Run off and erosion from all Mulberry based farming system are lower than that from corn agriculture plot (run off = 33.3 mm, CA= 28.7%, dan erosion = 1.4 ton ha-1).

The average size of Mulberry based farming systems in Lawo Watershed is one ha per farmer, the average size of household is 4 person per household, and the worthed living standard is Rp 28 350 000 ha-1kk-1year-1. Mulberry based farming system which were carried out by farmers were not sustainable because their income Rp 4 094 600 - 11 594 000 kk-1tahun-1were only lower than worthed living standard and its erosion 53 ton ha-1 - 318.9 ton ha-1 were greater than tolerable erosion of 36.9 ton ha-1- 43 ton ha-1. Therefore, the existing farming systems should be improved.

(6)

The multiple goal program analysis showed that the optimal and sustainable mulberry based farming systems in Lawo Watershed is farming system type M2 in area of one ha with application of fertilizer, agrotechnology of grassed ridge terrace , and 6 ton ha-1 of rice straw mulch, combined with Goat and equiped with yarn pinning home industry. The application of this agrotechnologies are acceptable and replicable by farmers. Predicted erosion of this system is 15.5–36 ton-1ha-1year-1 (16–63% lower than local tolerable erosion), and income increased up to Rp 31 832 000–Rp 38 525 000 kk-1year-1(1236% higher than worthed living standard).

Analysis result using decision tool showed that land unit number 1 and 13 are suitable for M1, while land unit number 10,11,12, 14, 15, 16 and 17 are suitable for M2. Every farming system is carried out by application of agrotechnologies scenario 2 (SA2). Land use in land unit number 4, 5, 6, 7, 8 and 9 are allocated for forest, while land unit number 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24 and 25 are allocated for primary agriculture as Perda No. 8 year 2012 of Soppeng Regency concering Land Use Planning of Soppeng Regency (RTRWK).

(7)

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

(8)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Pengeloan DAS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

(9)

Sipil dan Lingkungan Faperta IPB) Dr. Ir. Latief. M. Rachman, MBA. (Staf Pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Faperta IPB)

Penguji Pada Ujian Promosi : Dr. Ir. Mahfudz, MP.

(Kepala Balai Besar Penelitian Biotekhnologi Pemuliaan Tanaman Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)

(10)

Nama : Mahendro Harjianto

NIM : A165100021

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Naik Sinukaban, MSc Ketua

Dr Ir Suria Darma Tarigan, MSc. Anggota

Dr Ir Oteng Haridjaja, MSc. Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS

Dr Ir Suria Darma Tarigan, MSc.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc. Agr.

Tanggal Ujian: 4 Juni 2014

(Tanggal pelaksanaan ujian disertasi)

Tanggal Lulus:

(11)

Tanggal Ujian: 4 Juoi 2014

(Tanggal pelaksanaan ujian disertasi)

Dr II' Suria Darma T;trigan. MSc.

zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA D ekan ~ekQ .1;ili

Pascasarjana

. :.~I'

, " I

Kctua Program Stud;

Ilmu

Pengelolaan DAS

,-,,"

zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

Ii';'

f;'?

\C ~

...

\::~~ ~ l'.

:..

--. Dr-Ii Dahrul Syah, MSr ..Agr.

1 B "llr 2G;5

Tanggal Lulus:

h \l

(TanggaJ penandatanganan disertasi olch Dekan

Sekolah

Pascasariana]

Dikctahui old!

Dr

Ir

Oten: Ilaridjajl\, MSc.

Aaggota

D rzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

'r

Suria

D:lYnu l'lIrigsn, MSc. l\nggota

.~

rmt.

Dr

Ir

Nnik SinukabaD, i\1Sc

K.etua

Disemiui oleb

N fM

Nama

Mahendro Harjiauto

(12)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat di selesaikan. Karya ilmiah ini disusun guna memenuhi syarat dalam menyelesaikan pendidikan di sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS dengan judul Kajian Perencanaan Pengembangan Usaha Tani Berbasis Murbei Berkelanjutan di DAS lawo. Penelitian ini dilaksanakan pada bula Desember 2013 hinga bulan Juli 2014.

Karya ilmiah ini mencakup beberapa tujuan penelitian, yakni menkaji karakteristik biofisik DAS Lawo (evaluasi kemampuan lahan dan prediksi erosi) untuk pengembangan usaha tani berbasis murbei., menkaji kelayakan finansial dan merumuskan agroteknologi usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo yang mampu meningkatkan pendapatan petani hingga sama atau melebihi standar kehidupan layak petani, serta merumuskan usaha tani berbasis murbei optimal dan berkelanjutan di DAS Lawo. Keluaran yang dicapai dari penelitian ini adalah bahwa DAS Lawo didominasi oleh kelas kemampuan lahan III yang cocok untuk areal pengembangan murbei. Pengembangan usaha tani berbasis murbei di DAS lawo harus disertai dengan penerapan konservasi tanah dan Agroteknologi pemupukan anorganik serta dikombinasikan dengan pemeliharaan ternak kambing guna mendorong peningkatan pendapatan petani hingga sama atau melebihi standar hidup layak petani. Pengembangan usaha tani berbasis murbei yang diikuti dengan alokasi penggunaan lahan optimal mampu menekan degaradasi lahan di DAS Lawo.

Penelitian Disertasi ini sebagian didanai oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Beasiswa pendidikan pasca sarjana Kementerian Kehutanan dari tahun 2010–2014. Untuk itu penghargaan dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah memberikan fasilitas beasiswa.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada, Bapak Prof Dr Ir Naik Sinukaban, MSc selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr Ir Oteng Haridjaja, MSc serta Dr Ir Suria Darma Tarigan, MSc selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran dan motivasi sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.

Akhirnya semoga Semoga karya ilmiah ini menjadi sumbangsih penulis terhadap ilmu pengetahuan dan berguna bagi semua pihak. Terima Kasih

Bogor, Juni 2015

(13)

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Permasalahan 3

Kerangka Pemikiran 4

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Kebaruan Penelitian 8

2 KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 9

Letak Geografis 9

Kondisi Biofisik 9

Penggunaan Lahan 9

Topografi 9

Curah Hujan 10

Kondisi Hidrologi DAS Lawo 11

Kondisi Sosial 13

Sebaran Jumlah Penduduk 13

Pendidikan 13

Tingkat Persepsi Petani Terhadap Upaya Pengembangan Usaha Tani

Berbasis Murbei di DAS Lawo 14

Agama dan Budaya 15

Kondisi Ekonomi 16

Kondisi Kesejahteraan Masyarakat 16

Mata Pencaharian 17

Kelembagaan 17

3 PREDIKSI EROSI DAN EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN USAHA TANI BERBASIS MURBEI

BERKELANJUTAN DI DAS LAWO 19

Pendahuluan 19

Bahan dan Metode 20

Bahan dan Alat 20

Jenis, Sumber dan Kegunaan Data 21

Metode 21

Hasil dan Pembahasan 28

Karakteristik Satuan Lahan Pengamatan Intensif di DAS Lawo. 28

Evaluasi Kelas Kemampuan Lahan DAS Lawo 31

Pengaruh Berbagai Pola Usaha Tani terhadap Erosi dan Aliran

Permukaan 35

Erosi yang Dapat Ditoleransikan 38

(14)

Simpulan 47

4 ANALISIS USAHA TANI BERBASIS MURBEI

BERKELANJUTAN DI DAS LAWO 48

Pendahuluan 48

Agroteknologi Murbei 49

Sistem Pertanian Berkelanjutan 50

Bahan dan Metode 51

Bahan dan Alat 51

Jenis, Sumber dan Kegunaan Data 51

Metode 52

Hasil dan Pembahasan 55

Karakteristik Responden petani Murbei di DAS Lawo 55

Karakteristik Usaha Tani Berbasis Murbei di DAS Lawo 57

Usaha Tani Murbei 1 (M1) 61

Usaha Tani Murbei 2 (M2) 61

Usaha Tani Murbei 3 (M3) 62

Tumpang sari murbei dengan Kakao (M-C) 63

Alternatif Pengembangan Usaha Tani Berbasis Murbei Berkelanjutan 67

Simpulan 75

5 OPTIMALISASI USAHA TANI BERBASIS MURBEI

BERKELANJUTAN DI DAS LAWO 76

Pendahuluan 76

Konsep Optimasi Lahan. 76

Program Tujuan Ganda 77

Bahan dan Metode 80

Alat dan Bahan 80

Jenis, Sumber dan Kegunaan Data 81

Metode 81

Hasil dan Pembahasan 84

Analisis Keberlanjutan Usaha Tani Berbasis Murbei di DAS Lawo 84 Faktor kendala, tujuan, dan formulasi Optimalisasi Lahan Usaha tani

Berbasis Murbei di DAS Lawo 86

Simpulan 89

6 PEMBAHASAN UMUM 90

Arahan Pengembangan Usaha tani Berbasis Murbei Berkelanjutan di DAS

Lawo 90

7 SIMPULAN DAN SARAN 100

Simpulan 100

Saran 100

(15)

1. Sebaran jenis penggunaan lahan di DAS Lawo 9

2. Sebaran topografi dan kelas lereng di DAS Lawo 10

3. Kondisi morfometri sub DAS Lawo 12

4. Jumlah penduduk pria dan wanita masing-masing kecamatan di DAS

Lawo tahun 2013 13

5. Persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas menurut pendidikan di

DAS Lawo 14

6. Persepsi petani terhadap upaya pengembangan usaha tani berbasi

murbei di DAS Lawo 15

7. Sebaran jumlah keluarga pra sejahtera, sejahtera I dan sejahtera II, III,

III+ masing masing kecamatan di DAS Lawo 16

8. Sebaran mata pencaharaian penduduk di DAS Lawo 17

9. Jenis, sumber dan kegunaan data 21

10. Kriteria klasifikasi kemampuan lahan 22

11. Perlakuan masing-masing petak erosi yang ditentukan berdasarkan tipe usaha tani berbasis murbei dan tipe usaha tani lahan kering yang dominan serta kemiringan lereng yang digunakan untuk pengukuran

aliran permukaan dan erosi lapangan 26

12. Satuan lahan di DAS Lawo 29

13. Kelas kemampuan lahan (KKL) di DAS Lawo 31

14. Pengaruh tipe usaha tani berbasis murbei terhadap aliran permukaan

dan erosi 35

15. Sebaran Nilai ETol pada masing-masing satuan lahan di DAS Lawo 38 16. Perhitungan prediksi erosi masing-masing satuan lahan di DAS Lawo

39 17. Prediksi erosi pada setiap tipe usaha tani berbasis murbei di DAS

Lawo 42

18. Prediksi erosi pada tipe usaha tani berbasis murbei setelah penerapan

konservasi tanah di DAS Lawo 43

19. Kesesuaian jenis murbei berdasarkan ketinggian tempat tumbuh 44 20. Rekomendasi tindakan konservasi tanah dan air pada lahan usahatani

berbasis murbei di DAS lawo 45

21. Jenis, sumber dan kegunaan data penelitian 52

22. Karakteristik petani murbei di DAS Lawo 56

23. Sebaran responden berdasarkan kepemilikan lahan murbei 57

24. Luas tanaman murbei di DAS Lawo 58

25. Luasan beberapa tipe usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo 59 26. Deskripsi karakteristik setiap usaha tani berbasis murbei di DAS

Lawo 60

27. Besaran tenaga yang dibutuhkan berdasarkan tipe usaha tani berbasis

murbei existing 64

28. Biaya produksi tiap tipe usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo 64 29. Produksi usaha tani berbasis murbei skala usaha 1 ha per tahun di DAS

(16)

31. Pendapatan Usaha tani luasan 1 hektar di DAS Lawo 66 32. Sebaran produksi daun murbei, kokon, kakao dan ternak pada

masing-masing tipe usaha tani setelah penerapan SA1 69

33. Pengaruh penerapan SA1 terhadap biaya, penerimaan dan pendapatan

pada setiap tipe usaha tani berbasis murbei 69

34. Pengaruh penerapan SA1 terhadap tingkat kelayakan setiap tipe usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo pada setiap kemiringan lereng 71 35. Sebaran produksi daun murbei kokon kakao dan ternak pada

masing-masing tipe usaha tani setelah penerapan SA2 72

36. Pengaruh penerapan SA2 terhadap biaya penerimaan dan pendapatan

pada setiap tipe usaha tani berbasis murbei 73

37. Pengaruh penerapan SA2 terhadap tingkat kelayakan setiap tipe usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo pada setiap kemiringan lereng 74 38. Perangkat pengambil keputusan analisis kelayakan pengembangan

usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo 86

39. Kriteria fungsi kendala sumber daya dan kendala tujuan pada analisis optimalisasi usaha tani berbasis murbei dengan LINDO 87 40. Optimalisasi lahan usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo seluas 1

ha pada kelas lereng 6%, 12% dan 18% dengan skenario agroteknologi

2 88

41. Perangkat pengambil keputusan (decision tool) di DAS Lawo 95

(17)

1. Kerangka pikir pengembangan usaha tani berbasis murbei berkelanjutan

di DAS Lawo 6

2. Diagram alir tahapan penelitian 7

3. Sebaran curah hujan dan hari hujan di DAS Lawo berdasarkan data hujan

tahun 1985-2012 10

4. Desain petak pengamatan erosi dan aliran permukaan 25

5. Peta satuan lahan DAS Lawo 30

6. Peta kelas kemampuan lahan DAS Lawo 34

7. Grafik prediksi erosi dan ETol pada penggunaan lahan belukar dan hutan 41 8. Grafik prediksi erosi dan ETol pada penggunaan lahan pertanian 41 9. Grafik hubungan antara prediksi erosi (E) dan erosi yang dapat

ditoleransikan (ETol) pada lahan usaha tani berbasis murbei di DAS

Lawo 43

10. Peta rekomendasi konservasi tanah dan air pada lahan usaha tani berbasis

murbei di DAS Lawo 46

11. Foto usaha tani berbasis murbei dengan pola panen 10 kali dalam setahun (a) dan usaha tani berbasis murbei dengan pola panen 6 kali dalam

setahun (b) 59

12. Foto usaha tani berbasis murbei yang tidak terawat (a) dan usaha tani

berbasis murbei tumpang sari dengan coklat M-C (b) 63

13. Hubungan antara pemupukan urea dengan produksi daun pada beberapa jenis tanaman murbei di kebun percobaan Pakato Sulawesi Selatan 68 14. Grafik pengaruh penerapan skenario agroteknologi 1 terhadap

pendapatan petani pada masing-masing tipe usaha tani berbasis murbei 70 15. Grafik pengaruh penerapan skenario agroteknologi 2 terhadap

pendapatan petani pada masing-masing tipe usaha tani berbasis murbei 73 16. Grafik pengaruh penerapan skenario agroteknologi 1 terhadap erosi (E)

dan pendapatan (P) pada masing-masing pola usaha tani berbasis murbei

(M1, M2, M3, M-C) 84

17. Grafik pengaruh penerapan skenario agroteknologi 2 terhadap erosi (E) dan pendapatan (P) pada masing-masing pola usaha tani berbasis murbei

(M1, M2, M3, M-C) 85

(18)

TABEL

1. Faktor-faktor penghambat dalam klasifikasi kemampuan lahan 111

2. Nilai faktor C dengan pertanaman tunggal 114

3. Nilai faktor tindakan konservasi tanah (P) dan pengelolaan tanaman

(C ) 115

4. Faktor kedalaman beberapa sub order tanah 116

5. Kedalaman tanah minimum untuk berbagai jenis tanaman 117 6. Hasil analisis optimasi menggunakan program Lindo usaha tani M2

skenario agroteknologi 2 pada lereng 6% 118

7. Hasil analisis optimasi menggunakan program Lindo usaha tani M2

skenario agroteknologi 2 pada lereng 12% 119

8. Hasil analisis optimasi menggunakan program Lindo usaha tani M2

skenario agroteknologi 2 pada lereng 18% 120

9. Data curah hujan selama 28 tahun terakhir (1985–2012) di DAS Lawo 121

10. Penilaian kelas kemampuan lahan DAS Lawo 123

11. Prediksi erosi pada beberapa satuan lahan di DAS Lawo 126 12. Nilai erosi yang di toleransikan (ETol) masing- masing satuan lahan

di DAS Lawo 127

13. Hasil analisis sifat fisika tanah di DAS Lawo 128

14. Analisis kelayakan investasi usaha tani berbasis murbei pada kondisi existing dan setelah penerapan skenario agroteknologi 1 130 15. Analisis kelayakan investasi usaha tani berbasis murbei pada setelah

penerapan skenario agroteknologi 2 131

GAMBAR

1. Peta penggunaan lahan DAS Lawo 132

2. Peta lereng DAS Lawo 133

(19)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gangguan terhadap lingkungan hidup umumnya bersifat lintas wilayah (transboundary environmental problems) yang sering kali melampaui batas administrasi pemerintahan, baik regional, nasional maupun internasional, dengan demikian keberlanjutan pembangunan di daerah tengah dan hilir suatu DAS tidak dapat lagi dilepaskan dari aktivitas pembangunan yang berlangsung di wilayah hulu DAS. Kondisi ini menggambarkan keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam di daerah tengah dan hilir suatu ekosistem DAS tidak dapat dilepaskan dari pola pengelolaan lingkungan/sumber daya alam di hulu (Simenstadet al.1992).

Kerusakan DAS sering diawali oleh kerusakan hutan akibat alih fungsi hutan menjadi pemukiman, perkebunan/pertanian terutama praktek pertanian tanpa penerapan teknik konservasi tanah dan air secara memadai. Pengolahan dan pengelolaan lahan yang tidak mempertimbangkan kemampuan tanah telah menyebabkan kerusakan DAS yang diindikasikan oleh terjadinya erosi lahan yang cukup besar, fluktuasi debit sungai (banjir di musim hujan, kekeringan di musim kemarau), dan menurunnya produktivitas lahan. Faktor utama penyebab kerusakan DAS adalah: (1) hilang/rusaknya penutupan vegetasi permanen/hutan di bagian hulu, (2) penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, dan (3) penerapan teknologi pengelolaan lahan/pengelolaan DAS yang tidak memenuhi syarat yang diperlukan (Sinukaban 2007).

Kerusakan DAS Bila Walanae berdampak pada terjadinya sedimentasi Danau Tempe dan banjir yang hampir terjadi setiap tahun di Wajo, Sopeng dan Bone, dengan frekuensi dan besaran banjir yang sulit diprediksi. Banjir besar terjadi pada bulan November tahun 2010 yang telah merusak 99 470 ha sawah dengan total kerugian 10.86 miliar rupiah (Unru 2010).

Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya alam yang tidak memadai di hulu DAS berdampak negatif terhadap kondisi lingkungan di wilayah hilir. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya pengelolaan DAS yang lestari melalui penggunaan sumberdaya alam secara rasional agar mendapatkan produksi yang maksimum dalam waktu yang tidak terbatas dan mencegah terjadinya kerusakan lahan seminimal mungkin.

(20)

campuran seluas 18 123.1 ha (51.5%) dengan jenis tanaman antara lain kakao (Theobroma cacao), murbei (Morus sp), kelapa (Cocos nucifera L). (BPDAS 2012).

Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan pertanian di DAS Lawo, berimplikasi terhadap fluktuasi debit sungai. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien rejim sungai pada tahun 2008 sebesar 78.6 ( debit maksimum 110 m3/detik, dan debit minimum 1.4 m3/detik). Sebaran lahan yang memiliki prediksi erosi lebih besar di bandingkan eros yang di Toleransikan ( E > Etol) seluas 14 279.3 ha atau 40.6% dari total luas DAS Lawo, selain itu dampak langsung yang di rasakan masyarakat adalah luasnya sebaran lahan kritis yang mencapai 9 378.2 ha (26.7%) di DAS Lawo . (Dinas PSDA Sulawesi Selatan 2012; Pertiwiet al. 2011; BPDAS Jeneberang Walanae 2012).

Potensi kerusakan sumber daya hutan dan lahan di DAS Lawo akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan masih banyaknya jumlah keluarga miskin yang berada di dalam wilayah DAS Lawo. Pada tahun 2013 tercatat bahwa kepadatan rata-rata penduduk yang berada di DAS Lawo mencapai 151 jiwa/km2, dengan pertumbuhan penduduk 1 % tahun-1 (BPS Soppeng 2013).

Akibat kerusakan lahan di DAS Lawo adalah rendahnya produksi beberapa jenis komoditi unggulan seperti padi, kacang tanah, kedelai, dan jagung, dengan produksi masing-masing sebesar 5.3 ton ha-1 (padi), 3.6 ton ha-1 (jagung), 1.4 ton ha-1 (kedelai) dan 1.7 ton ha-1 (kacang tanah) (BPS, Soppeng dalam Angka 2013).

Produktivitas hasil pertanian yang rendah juga terjadi pada usaha tani berbasis murbei, produksi daun tanaman murbei (Morus alba) di Kabupaten Soppeng (7.1 ton ha-1th-1) lebih rendah dibandingkan produksi daun murbei di Kabupaten Luwu (8.6 ton ha-1 tahun-1). Kondisi ini menyebabkan produksi kokon yang dihasilkan dari usaha persuteraan alam di DAS Lawo tidak optimal (Santoso 2012). Rendahnya produktivitas hasil pertanian berdampak langsung pada rendahnya pendapatan petani di wilayah ini, data BPS Soppeng (2013) menunjukkan rata-rata pendapatan penduduk di Kabupaten Soppeng adalah sebesar Rp16 315 876 kk-1tahun-1atau Rp1 359 656 kk-1bulan-1, sebaran jumlah rumah tangga miskin di wilayah ini mencapai 16.2% dari total jumlah rumah tangga di Kabupaten Soppeng (BPS Soppeng 2013).

Permasalahan pengembangan usaha persuteraan alam di wilayah ini sangat kompleks mulai dari rendahnya harga kokon, menurunnya produktivitas kebun murbei, dan kualitas ulat yang kurang baik serta rendahnya pendapatan petani sutera. Rata-rata pendapatan bersih petani murbei/sutera di Soppeng adalah sebesar Rp1 946 980 tahun-1, ini menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan petani murbei/sutera jauh lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata pendapatan penduduk di Kabupaten Soppeng sebesar Rp16 315 876 kk-1tahun-1( Kadiret al2008, BPS Soppeng 2013).

(21)

papan, juga meningkat. Keinginan dan motivasi masyarakat dalam memenuhi kecukupan kebutuhan primer dan sekunder telah mendorong masyarakat khususnya petani tidak rasional dalam pemanfaatan dan pengolahan lahan. Pertumbuhan penduduk merupakan faktor pengungkit (leverage factor) terhadap peningkatan penggunaan lahan hutan, erosi lahan pemukiman, dan erosi lahan pertanian (Waluko AF 2012).

Upaya pengelolaan DAS harus dilakukan secara intensif dan dilakukan secara terus-menerus guna mewujudkan kondisi DAS yang lestari. Pengelolaan DAS yang memadukan kepentingan konservasi tanah dan air dengan kepentingan peningkatan produksi pertanian serta pendapatan masyarakat. Pengelolaan dan pengembangan DAS secara lestari dapat diwujudkan dengan alokasi penggunaan lahan secara tepat di dalam DAS, untuk itu diperlukan suatu evaluasi kemampuan lahan di DAS tersebut, ini karena dalam klasifikasi kemampuan lahan diatur pola penggunaan lahan sesuai dengan daya dukungnya (Panhalkar S. 2011; Ayalew D; dan Yilaket al.2014).

Pengelolaan DAS yang baik adalah upaya penggunaan sumber daya alam di dalam DAS secara rasional untuk mendapatkan produksi maksimum dalam waktu yang tidak terbatas dan menekan bahaya kerusakan (degradasi lahan) seminimal mungkin, serta diperoleh water yield yang merata sepanjang tahun. Adapun tujuan utama pengelolaan DAS adalah DAS yang sustainable, yaitu pendapatan masyarakat di dalamnya cukup tinggi, teknologi yang diterapkan tidak menimbulkan kerusakan, dan teknologi tersebut acceptabledanreplicable (Sinukaban 1999).

Pemilihan DAS Lawo sebagai lokus penelitian didasarkan beberapa pertimbangan, antara lain; (1) Bagian hulu DAS terdapat kawasan hutan negara yang mengalami perambahan hutan baik berupa alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan maupun pembalakan liar, (2) Aktifitas pertanian lahan kering yang tidak sesuai peruntukannya dapat mengancam keberadaan fungsi hidrologis DAS Lawo, (3) DAS Lawo merupakan kawasan penyangga Danau Tempe, yang semakin hari kelestariannya semakin terancam (Setiawan dan Wibowo 2013).

Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah pokok yang perlu diatasi dalam pengembangan usaha tani berbasis murbei dan peningkatan kesejahteraan masyarakat menuju pengelolaan DAS yang berkelanjutan, yaitu: 1. Usaha tani berbasis murbei yang dilakukan selama ini kurang

mempertimbangkan kelas kemampuan, kesesuaian tempat tumbuh dan daya dukung lahan serta tidak menerapkan praktek konservasi tanah dan air yang memadai, sehingga berpotensi menyebabkan tingginya aliran permukaan dan erosi lahan di DAS Lawo.

2. Pendapatan petani murbei di DAS Lawo masih rendah, sehingga perlu dilakukan kajian sejauh mana kelayakan finansial serta kontribusi usaha tani berbasis murbei terhadap pemenuhan hidup layak petani di DAS Lawo. 3. Belum ada rumusan pola usaha tani berbasis murbei yang optimal serta

(22)

Kerangka Pemikiran

Daerah aliran sungai (DAS) terdiri atas unsur - unsur yang saling berinteraksi dan membentuk suatu sistem yang saling mempengaruhi dan sangat peka terhadap input-input yang terjadi didalamnya. Salah satu input yang mempengaruhi kondisi DAS adalah perubahan penggunaan lahan. Hutan di wilayah DAS Lawo umunya di konversi menjadi lahan pertanian termasuk di dalamnya untuk kebun murbei yang masih di kelola secara konvensional sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan hidup petani secara layak dan bahkan menimbulkan degradasi lahan.

Pengelolaan DAS harus dilakukan dengan memadukan kepentingan konservasi tanah dan air dengan kepentingan produksi pertanian, melalui sistem pertanian konservasi, dengan penerapan sistem pertanian konservasi dapat diharapkan usaha tani lahan kering dapat lestari (sustainable) (Sinukaban 1994; 2005). Sinukaban et al. (2001) juga menyatakan bahwa untuk mewujudkan kelestarian DAS diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan DAS secara cermat dan seksama. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa tahapan perencanaan, yang meliputi penataan penggunaan lahan yang mengacu pada faktor-faktor biofisik setempat, pemilihan alternatif komoditas dan pemilihan agroteknologi yang optimal. Agroteknologi yang optimal adalah agroteknologi yang menjamin menghasilkan pendapatan yang cukup tinggi, teknologi yang dapat diterima(acceptable)dan dapat dikembangkan (replicable)oleh petani.

Sistem pertanian konservasi (SPK) adalah sistem pertanian yang dapat mengendalikan degradasi lahan (erosi≤ ETol) dan meningkatkan pendapatan petani hingga dapat memenuhi standar kebutuhan hidup secara layak dengan menggunakan agroteknologi memadai serta bersifat khas lokasi (site specific). Penerapan sistem pertanian konservasi merupakan langkah tepat untuk menjamin kelestarian usaha tani lahan kering dalam suatu DAS. Untuk itu agar sumberdaya lahan dapat dilakukan secara lestari dan berkelanjutan maka optimalisasi pola usaha tani perlu didesain dan dirancang dengan tepat agar usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo dapat berkelanjutan.

Sinukaban (2007) menyatakan bahwa dalam perencanaan usaha tani perlu dilakukan beberapa tahapan yang meliputi: (1) melakukan evaluasi potensi fisik lahan, (2) mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan, (3) melakukan prediksi erosi, (4) melakukan analisis ekonomi usaha tani, dan (5) mempertimbangkan aspek sosial

Pengelolaan DAS lestari dapat. dilakukan dengan beberapa tahapan perencanaan meliputi: 1) penataan penggunaan lahan yang mengacu atau mempertimbangkan faktor-faktor biofisik setempat dengan penggunaan model simulasi, 2) pemilihan alternatif komoditas yang sesuai dengan faktor biofisik setempat, dan 3) pemilihan alternatif agroteknologi. Optimalisasi pola atau tipe usaha tani dan agroteknologi yang menjamin pendapatan yang cukup tinggi, dapat diterima (acceptable) dan dapat dikembangkan (replicable) harus dilakukan. Tahapan perencanaan tersebut memberikan gambaran bahwa penerapan sistem pertanian konservasi merupakan langkah tepat untuk menjamin kelestarian usaha tani lahan kering dalam suatu DAS.

(23)

perlukan suatu evaluasi kemampuan lahan, ini karena dengan menyusun kelas kemampuan lahan dapat di rekomendasikan pola penggunaan lahan yang tepat di dalam DAS.

Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan penilaian kemampuan dan kesesuaian lahan pada tiap satuan lahan yang bertujuan untuk mengetahui produktivitas dari masing-masing satuan lahan bagi usaha tani. Penggunaan lahan yang sesuai dan cocok dengan kemampuan lahan merupakan langkah awal menuju sistem budidaya tanaman yang baik. Untuk itu, bila kondisi tanahnya tidak sesuai untuk pertanian maka agroteknologi apapun yang digunakan tidak akan dapat mencegah erosi. (Sinukaban, 1989).

Agoteknologi adalah suatu teknologi inovatif yang di rancang untuk mencapai produksi pertanian yang lebih efisies dan menguntungkan (Parker 2002). Pengertian tersebut menunjukan bahwa agroteknologi meliputi semua teknologi yang diterapkan dalam budidaya tanaman pertanian seperti system tanam, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit serta teknik konservasi tanah dan air (KTA).

Pemilihan agroteknologi usaha tani berbasis murbei berkelanjutan harus berdasarkan beberapa kriteria, yaitu memberi keuntungan kelestarian lingkungan (environmentally friendly), memberi keuntungan ekonomi kepada masyarakat (economically profitable), serta dapat di terima dan diaplikasikan oleh masyarakat (socially acceptable and applicable) secara simultan.

Keberhasilan penerapan agroteknologi pada suatu bidang lahan dapat dievaluasi dari besarnya erosi yang terjadi. Prediksi erosi yang di hasilkan harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransi (E < ETol). Agroteknologi yang dikembangkan harus disesuaikan dengan karakteristik biofisik dan kondisi sosial ekonomi masyarakat (site specific) seperti ketersediaan modal petani (lahan, tenaga kerja, sarana produksi dan lain-lain), serta menguntungkan, terutama harus dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sehingga sama atau melebihi standar kehidupan layak ( P > PHKL). Agroteknologi yang layak di kembangkan juga harus memenuhi indicator sosial yaitu teknologinya dapat diterima dan dikembangkan oleh petani setempat (Sinukaban 2004).

Pemilihan alternatif agroteknologi yang dipilih adalah agroteknologi yang efektif dalam mengurangi erosi dan dapat meningkatkan pendapatan petani. Terkait dengan hal tersebut maka pemilihan agroteknologi dapat dilakukan dengan simulasi menggunakan model prediksi erosiUniversal of Soil Loss Equation(USLE), karena model USLE ini berfungsi baik untuk skala plot atau usaha tani (Tarigan dan Sinukaban 2000).

Selanjutnya upaya untuk merumuskan model pertanian berkelanjutan dalam pengelolaan DAS melalui analisis system multikriteria, dengan multiple goal programming (MGP) atau program tujuan ganda yang digunakan berdasarkan typical farm size. Metode ini dapat mengakomodasi berbagai tujuan atau kepentingan secara simultan (Nasendi dan Anwar 1985; Mulyono 1991).

(24)

Daerah Aliran Sungai

Tingkat pendapatan penduduk rendah (Rp1 359 656 kk/bln)

Koefisien rejim sungai

tinggi (78.6) Lahan yang memiliki

prediksi erosi > Etol seluas 14 279.3 ha

(40.6%)

Sebaran lahan kritis seluas 9 378.23 ha (26.7%)

1. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukungnya

2. Alih fungsi hutan (33.5%), Total perambahan hutan (58.3%)

Perencanaan Penggunaan Lahan dan Implementasi Agroteknologi yang tepat untuk pengelolaan DAS Berkelanjutan

Kajian Kodisi Biofisik Lahan meliputi : Karaktersitik satuan

lahan, evaluasi kelas kemampuan lahan dan prediksi

erosi di DAS Lawo

Kajian pengaruh agroteknologi murbei

terhadap erosi dan aliran permukaan

Analisa keberlanjutan usaha tani berbasis murbei

Erosi ≤ Etol

Analisa keputusan dengan program tujuan ganda

Usaha tani murbei optimal dan berkelanjutan

•Layak secara ekonomi •Pendapatan ≥KHL •Teknologi acceptable

dan replicable

Tidak Tidak

Ya

Pengelolaan DAS Lestari

(25)

Mulai

Persiapan :

Studi Pustaka, Pengumpulan Peta dan Data Sekunder, Penetapan Sampel (Satuan lahan pengamatan, tanah dan responden), Persiapan Kuisioner, dan Groundchek

Persiapan :

Pengumpulan Data di Lapangan

Survei, Pengukuran dan Pengamatan Kondisi Aktual

Data Biofisik : Curah Hujan, Karakteristik Lahan dan Penggunaan Lahan, Tipe Usaha tani berbasis Murbei

Data Sosial Ekonomi : Penduduk, Pendapatan, Jenis usaha tani, Luas dan status penggunaan lahan, Modal, Penggunaan input dan Sarana Produksi dan Agroteknologi yang digunakan

• Analisa kemampuan

• Analisa tipe usaha tani murbei

• Analisas pengaruh tipe usaha tani murbei terhadap sifat tanah, Aliran permukaan dan Erosi lahan usaha tani

• Prediksi erosi dengan USLE

• Analisis karakteristik responden petani

• Analisis karakteristik usaha tani

• Analisis kelayakan usaha tani

Analisis karakteristik responden petani

Alternatif tipe dan agroteknologi usaha tani murbei yang telah diadaptasi oleh masyarakat

Analisis agroteknologi murbei (Erosi<Etol, P > PKHL

Agroteknologi murbei berkelanjutan

Analisa optimalisasi usaha tani murbei berkelanjutan dengan PTG

Usaha tani berkelanjutan dan penggunaan lahan optimal

Selesai

Tujuan 1 dan 2

Tujuan 3

(26)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada di atas maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji karakteristik biofisik DAS Lawo (evaluasi kemampuan lahan dan prediksi erosi) untuk pengembangan usaha tani berbasis murbei.

2. Melakukan analisis usaha tani serta merumuskan agroteknologi yang mampu meningkatkan pendapatan petani murbei hingga sama atau lebih besar dari standar kehidupan layak.

3. Merumuskan usaha tani berbasis murbei yang optimal dan berkelanjutan di DAS Lawo.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:

1. Bahan pertimbangan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam pengambilan kebijakan pengembangan usaha tani berbasis murbei berkelanjutan.

2. Menjadi sumber informasi bagi petani sebagai pengguna lahan dan pihak swasta yang menggeluti usaha persuteraan alam.

3. Pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam hal kajian lahan optimal untuk usaha tani murbei yang berkelanjutan dengan menggunakan analisis program tujuan ganda.

Kebaruan Penelitian

Kebaruan dari penelitian ini adalah memberikan informasi: 1. Pengembangan tanaman murbei sebagai tanaman konservasi tanah.

2. Perumusan pola panen daun murbei sebanyak 6 kali dalam setahun, yang merupakan pola panen daun paling efisien dalam kegiatan usaha tani berbasis murbei

3. Perumusan Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan berdasarkan perhitungan Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) dan ditambah dengan Kebutuhan Hidup Tambahan (KHT) untuk keberlanjutan.

(27)

2 KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Letak Geografis

Daerah Aliran Sungai (DAS) Lawo terletak pada 119º45’0”–119º58’30” BT dan 4º24’0”–4º10’30” LS seluas 35 174.62 ha. DAS Lawo secara administrasi pemerintahan berada di Kabupaten Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan, dengan batas-batas: sebelah utara Kabupaten Sidenreng Rappang dan Kabupaten Wajo, sebelah timur Kabupaten Wajo, sebelah selatan Kabupaten Bone dan sebelah barat Kabupaten Barru. Wilayah DAS Lawo sebagian merupakan daerah depresi dan resapan air yang alirannya langsung masuk ke dalam Danau Tempe.

Kondisi Biofisik

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di DAS Lawo terdiri atas hutan primer, hutan sekunder, hutan tanaman, pertanian lahan kering, kebun campuran, sawah, tanah terbuka, belukar, dan belukar rawa (Tabel 1 dan Lampiran 14).

Tabel 1 Sebaran jenis penggunaan lahan di DAS Lawo

No Jenis Penggunaan Lahan Luas

Ha (%)

1 Belukar 650.0 1.9

2 Belukar Rawa 682.7 1.9

3 Hutan Primer 1 023.1 2.9

4 Hutan Sekunder 8 768.4 24.9

5 Hutan Tanaman 188.7 0.6

6 Pertanian Lahan Kering 574.6 1.6

7 Kebun Campuran 18 123.1 51.5

8 Sawah 5 040.3 14.3

9 Tanah Terbuka 123.7 0.4

Jumlah 35 174.6 100

Sumber : BPDAS Jeneberang Walanae (2012), Observasi Lapangan (2013)

Penggunaan lahan DAS Lawo saat ini didominasi oleh penggunaan lahan untuk kebun campuran seluas 18 123.1 ha (51.5%), kemudian diikuti oleh hutan sekunder seluas 8 768.4 ha (24.9%), sawah seluas 5 040.3 ha (14.3 %), dan hutan primer seluas 1 023.1 ha (2.9%). Pada penggunaan lahan kebun campuran dan pertanian lahan kering banyak dijumpai usaha tani berbasis murbei dengan berbagai pola usaha tani.

Topografi

(28)

Ha

ri

hu

ja

n

C

ur

ah

huj

an

(

m

m

)

Berdasarkan analisis data Aster Gdem 30 m dan peta topografi DAS Lawo, lokasi penelitian dibagi menjadi 5 kelas lereng yaitu datar (0–3%), landai (3–8%), agak miring (8–15%), miring (15–30%) dan agak curam (30–45%) (Tabel 2). Secara umum topografi DAS Lawo di dominasi oleh topografi miring hingga agak curma seluas 17 426.5 ha ( 49.5 %).

Tabel 2 Sebaran topografi dan kelas lereng di DAS Lawo

Topografi Kelas Lereng Luas Lahan

(%) (Ha) (%)

Datar 0-3 961.1 2.7

Landai 3-8 11 922.9 33.9

Agak miring 8-15 4 864.1 13.8

Miring 15-30 9 788.2 27.9

Agak Curam 30-45 7 638.3 21.7

Jumlah 35 174.6 100.00

Sumber : BPDAS Jeneberang Walanae 2013; Analisa Aster Gdem 30 m

Curah Hujan

Berdasarkan data curah hujan selama 27 tahun terakhir (1985-2012) dari pantauan stasiun Meteorologi dan Geofisika Soppeng (Lampiran 9) dapat diketahui bahwa curah hujan rata-rata tahunan di lokasi penelitian adalah 1 850.79 mm, curah hujan terendah terjadi pada bulan September (24 mm) dan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei (64 mm). Tipe hujan di lokasi penelitian berdasarkan klasifikasi Schmidt-Ferguson termasuk kedalam iklim tipe B (daerah basah), dengan rata-rata bulan kering adalah 2 bulan dan rata-rata bulan basah adalah 7 bulan.

\?|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||\

Bulan

(29)

Kondisi curah hujan di DAS Lawo pada 5 tahun terakhir sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global. Kondisi ini ditandai dengan masih terjadinya hujan di musim kemarau, terutama pada tahun 2009 dan 2010. Terjadinya penyimpangan iklim yang memicu terjadinya cuaca ekstrim di musim kemarau tidak lepas dari beberapa faktor pengendali curah hujan seperti memanasnya suhu muka laut di perairan Indonesia. Meningkatnya suhu muka laut di perairan Indonesia menyebabkan semakin intensifnya proses penguapan dan pembentukan awan yang menyebabkan terjadinya banyak hujan. Selain suhu permukaan laut, kondisi cuaca ekstrim di sebagian besar wilayah Indonesia akhir-akhir ini terjadi akibat adanya fenomena faktor global La Nina. La Nina menyebabkan penumpukan massa udara yang banyak mengandung uap air di atmosfir Indonesia, sehingga potensi terbentuknya awan hujan menjadi semakin tinggi. Akibatnya pada bulan-bulan di pertengahan tahun 2010 yang seharusnya berlangsung musim kemarau kini justru turun hujan deras, termasuk di DAS Lawo (Lampiran 9).

Perubahan iklim yang terjadi di hadapai petani di DAS Lawo dalam bentuk mitigasi dan adaptasi, salah stu yang di lakukan adalah tidak melakukan pemanenan daun murbei dan pemeliharaan ulat pada masa-masa kemarau (minim) air,sehingga kegiatan pemeliharaan ulat yang biasa dilakukan sebanyak 12 kali dalam satu tahun kini hanya tinggal 10 kali dalam setahun..

Kondisi Hidrologi DAS Lawo

Sungai utama DAS Lawo berhulu di Gunung Lapancung dengan ketinggian + 1 200 mdpl dan bermuara di Danau Tempe. Wilayah DAS Lawo meliputi Kecamatan Lalabata, Liliriaja, Ganra, Donri-Donri dan Lilirilau. Perilaku air (hidrologi) sungai dalam suatu DAS selain dipengaruhi penggunaan lahan sebagai akibat adanya aktivitas manusia, juga sangat tergantung dari sifat alami DAS (Supangat, 2012).

Karakteristik dasar alami suatu DAS disebut morfometri DAS. Morfometri merupakan sifat atau karakteristik yang dipengaruhi faktor-faktor alamiah dari suatu DAS yang tidak dapat diubah manusia. Kombinasi antara faktor morfometri DAS dengan faktor-faktor yang dapat diubah manusia (manageable) seperti tata guna lahan, kemiringan dan panjang lereng akan memberikan respon spesifik dari DAS terhadap curah hujan yang jatuh. Respon tersebut akan mempengaruhi besar kecilnya nilai parameter karakteristik hidrologi seperti evapotranspirasi, infiltrasi, aliran permukaan, kandungan air tanah dan perilaku aliran sungai (Glennon 2001; Luo and Howard 2006; Nõges 2009; Rahayu, Widodo, Noordwijk, Suryadi dan Verbist 2009). Karakteristik morfometri DAS selain dapat mempengaruhi karakteristik kualitas air yang keluar dari daerah tangkapannya (Nõges 2009), juga dapat digunakan untuk menduga hidrograf satuan (alih ragam hujan menjadi limpasan) (Slamet 2008). Karakteristik morfometri DAS bersama-sama penggunaan lahan dapat digunakan untuk mengevaluasi terjadinya banjir bandang dalam suatu kawasan (Nugroho 2009).

(30)
[image:30.612.101.484.166.498.2]

bentuk DAS sangat mempengaruhi hidrograf yang dihasilkan, apabila DAS mempunyai bentuk memanjang maka hidrograf alirannya akan berbentuk membulat. Sementara bila bentuk DAS bulat, hidrograf aliran yang dihasilkan akan lebih tajam (Tabel 3).

Tabel 3 Kondisi morfometri sub DAS Lawo

Morfometri

Satuan

Keterangan

Luas Panjang

Ha Km2 M Km

Luas 35 174.4 351.7

Keliling 100 680.0 100.7

Lebar DAS 7 886.2 7.9

Panjang sungai

utama 44 602.6 44.6

Panjang Total

Sungai 227 402.6 227.4

Panjang Kontur 1 015 038.9 1 015

Interval kontur 50

H80 1 275

H10 24

0.75 Lb 33 451.9

Gradien Sungai 3.7 Tinggi

Bentuk DAS

Rc 0.4 Agak bulat

Re 0.5 Agak bulat

Kerapatan Aliran 0.7 Sedang

Lereng Rata-Rata 14.4

Agak rendah

Pola Aliran Dendritik

Tc (Time Of Consentrasi)

4 Jam 56 Menit

Sumber: BPDAS Jeneberang Walanae 2012 dan Hasil Analisa Spasial 2013

Rasio debit maksimum dan minimum di DAS Lawo mencapai 78.6%. Kondisi ini menunjukkan bahwa DAS Lawo memiliki tingkat kekritisan yang cukup tinggi (Pertiwiet al.2011).

Kerapatan aliran di DAS Lawo tergolong sedang dengan nilai indek 0.7. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua air hujan yang jatuh di catchment area DAS Lawo akan langsung dialirkan pada seluruh alur-alur sungai, namun sebagian akan mengumpul membentuk genangan pada bentang lahan yang ada di dalam area DAS. Kondisi ini juga terjadi pada proses sedimentasi yang terjadi di sungai Lawo, tidak semua erosi lahan yang terjadi terangkut langsung ke sungai atau alur, tetapi terjadi pengendapan (depositition) pada daerah-daerah cekungan.

(31)

pengendapan dan sedikit sensitif terhadap jenis penutupan lahan (Lopez-Vicente dan Navas, 2010). Wahyuningrum et al. (2014) menjelaskan bahwa nilai SDR berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi hujan bulanan dan limpasan, sedangkan jenis penutupan lahan kurang berpengaruh terhadap SDR dibandingkan dengan topografi (kemiringan lahan, kerapatan aliran dan luas DAS).

Kondisi tersebut juga ditunjukan dari prediksi nilai SDR DAS Lawo yang kecil yaitu sebesar 0.1. Ouyang and Bartholic (1997), menyatakan bahwa nilai rasio penghataran sedimen dipengaruhi oleh karaktersitik fisik DAS antara lain kemiringan, rasio batuan dan panjang lereng, limpasan permukaan, penggunaan/tutupan lahan dan ukuran partikel erosi. Nilai SDR (Sediment Delivery Ratio) tidak menunjukkan variasi yang baik untuk DAS-DAS yang besar (luas), disebabkan karena kondisi heterogenitas DAS besar, kapasitas buffer yang besar mengurangi terjadinya proses sedimentasi tersebut.

Kondisi Sosial

Sebaran Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk di DAS Lawo pada tahun 2013 adalah sebanyak 173 338 jiwa yang terdiri dari 82 083 pria dan 91 255 wanita. Kepadatan penduduk rata-rata sebesar 131 jiwa/km2. Sebaran jumlah penduduk pria dan wanita serta sebaran kepadatan penduduk masing-masing wilayah administrasi kecamatan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah penduduk pria dan wanita masing-masing kecamatan di DAS Lawo tahun 2013

Kecamatan Pria Wanita Jumlah

Luas Wilayah

Kepadatan Penduduk

Sex ratio (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) (Km2) (Jiwa/Km2)

Lalabata 21 540 23 200 44 740 278 161 93

Liliriaja 12 809 14 441 27 250 96 284 89

Ganra 5 252 6 169 11 421 57 200 85

Lilirilalu 18 165 20 442 38 607 187 206 89

Donri-Donri 10 827 12 336 23 163 222 104 88

Marioriawa 13 490 14 667 28 157 320 23 92

Jumlah 82 083 91 255 173 338 1 160 131 90

Sumber : BPS Kabupaten Soppeng 2013

Pendidikan

(32)

tinggi tingkat pendidikan formal seseorang maka semakin tinggi kemampuan petani dalam menerapkan teknologi budidaya ( Soekartawi 1988).

Sebaran tingkat pendidikan penduduk di Kabupaten Soppeng menunjukkan bahwa sebanyak 35.1% penduduk berpendidikan setingkat Sekolah Dasar, sedangkan yang berpendidikan di atas sekolah lanjutan tingkat pertama sebanyak 37.3%. Kondisi ini menunjukkan bahwa penduduk di DAS Lawo memiliki potensi tingkat adaptasi yang baik terhadap perkembangan teknologi dan pengetahuan yang ada.

Tabel 5 Persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas menurut pendidikan di DAS Lawo

Tingkat Pendidikan Pria Wanita Jumlah

(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) (%)

Tidak Tamat SD 21 908 25 853 47 760 27.6

SD 28 631 32 268 60 898 35.1

SLTP 14 964 13 999 28 962 16.7

SLTA 12 107 11 297 23 405 13.5

Diploma 854 1 971 2 825 1.6

Sarjana 3 620 5 868 9 488 5.5

Jumlah Total 82 083 91 255 173 338 100

Tingkat Persepsi Petani Terhadap Upaya Pengembangan Usaha Tani Berbasis Murbei di DAS Lawo

Pendampingan dan penyuluhan yang rutin terhadap petani murbei di DAS Lawo berdampak nyata terhadap tingkat penerimaan petani pada program-program pemerintah serta adopsi teknologi baru dalam rangka peningkatan produksi.

Hasil identifikasi terhadap 50 petani murbei di DAS Lawo menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo sangat positif. Secara umum petani murbei memiliki keyakinan bahwa prospek usaha persuteraan alam ini masih sangat menjanjikan. Kondisi ini bisa dicapai apabila ada perbaikan-perbaikan terhadap usaha tani yang selama ini diterapkan.

Persepsi petani terhadap alternatif teknologi yang ditawarkan menunjukkan bahwa semua petani meyakini peningkatan pendapatan dapat tercapai apabila dilakukan perawatan kebun secara intensif dan tersedianya bibit ulat yang berkualitas. Pembuatan teras bangku sebagai alternatif teknologi konservasi tanah yang ditawarkan, tidak mendapatkan respon sama sekali dari petani. Kondisi ini disebabkan karena petani berpendapat pembangunan teras bangku membutuhkan modal yang besar dan waktu yang lama serta akan merusak kebun murbei yang sudah ada.

Persepsi yang beragam juga terjadi pada respon petani terhadap paket teknologi lainnya seperti pengolahan tanah, pengaturan jarak tanam, teknologi pemupukan, penerapan/perbaikan bangunan konservasi tanah, dan pemeliharaan ternak sebagai alternatif sumber pendapatan lainnya (Tabel 6).

(33)

modal usaha dan ketersediaan tenaga kerja pada masing-masing rumah tangga petani.

[image:33.612.135.499.258.469.2]

Guna meminimalisasi perbedaan persepsi diantara petani, perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan serta pembuatan demplot implementasi agroteknologi yang disarankan, sehingga petani dapat menerima dan menerapkan dengan baik inovasi teknologi yang diberikan. Erlyna et al. (2011) menyatakan bahwa pembuatan demplot dimaksudkan untuk meningkatkan persepsi dan keyakinan petani dalam menerapkan inovasi teknologi yang baru. Keberhasilan project percontohan (demplot), akan meningkatkan persepsi petani dan proses adopsi petani terhadap agroteknologi yang di rekomendasikan menjadi lebih baik.

Tabel 6 Persepsi petani terhadap upaya pengembangan usaha tani berbasi murbei di DAS Lawo

No Persepsi petani Responden

Jumlah (%)

1 Pengolahan Tanah 35 70

2 Pengaturan Jarak Tanam 27 54

3 Penggunaan Pupuk Organik + An Organik

-Organik + an organik 32 64

- Urea 18 36

5 Pembersihan Gulma 50 100

6 Penerapan/perbaikan bangunan konservasi tanah

- Pemberian mulsa 45 90

- Pembuatan teras gulud 29 58

- Pembuatan teras bangku 0 0

7 Pemeliharaan ternak 0

- Ternak Besar (sapi 1 ekor) 19 38

- Ternak kecil (Kambing lebih dari 3 ekor) 31 62

8 Tersedianya bibit ulat yang berkualitas 50 100

Agama dan Budaya

Kain sutera yang halus dan dengan beragam motif yang cantik, tentunya sangat menarik untuk dipakai semua orang, khususnya wanita. Kain sutera biasanya dibuat menjadi selendang, kain, serta kebaya ataupun pakaian. Namun, tak sedikit pula kaum pria yang gemar memakai kain sutera ataupun pakaian yang terbuat dari sutera.

Ternyata, ada hukum atau aturan dalam agama Islam yang tidak memperbolehkan kaum pria memakai sutera, baik kain untuk sholat maupun pakaian berbahan sutera. Kondisi ini merupakan kendala tersendiri pada prospek pasar kain sutera khususnya di Sulawesi Selatan dan Indonesia pada umumnya. Hal ini karena mayoritas penduduk di wilayah ini adalah beragama Islam, sehingga pangsa pasar kain sutera terbatas pada kaum wanita islam dan masyarakat non muslim.

(34)

satu perangkat yang dipergunakan pada tiap upacara kebudayaaan seperti perkawinan dan pesta adat masyakat di wilayah Sengkang dan sekitarnya.

Kain Sutera (lipa sabbe) merupakan warisan budaya yang harus dijaga kelestariannya. Meskipun keberadaan sutera tersebut merupakan hasil kreatifitas budaya sebagai hasil difusi kebudayaan, namun kain sutera adalah identitas budaya bagi Kota Sengkang pada khususnya dan Sulawesi Selatan pada umumnya. Identitas ini sudah membentuk struktur masyarakat sejak ratusan tahun sebagai etnik yang memiliki peradaban budaya. Keberadaan sarung sutera secara holistik selain sebagai identitas, juga menopang perekonomian sejak proses pembuatan hingga pada pemasaran hasil produksi sehingga tidak heran, jika orang Sengkang (baca: Bugis Wajo) terkenal dengan diaspora ekonomi dengan medium kain sutera (Tahara 2013).

Kondisi Ekonomi

Kondisi Kesejahteraan Masyarakat

Sebaran keluarga miskin (pra sejahtera dan sejahtera I) di DAS Lawo sebanyak 10 540 KK (24.1%). Kecamatan Donri-Donri memiliki sebaran keluarga pra sejahtera dan sejahtera I terbesar yaitu sebanyak 2 156 KK (35.3%). Sebaran keluarga prasejahtera, sejahtera I dan sejahtera II, III, serta III+ untuk masing-masing wilayah administrasi kecamatan di DAS Lawo disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran jumlah keluarga pra sejahtera, sejahtera I dan sejahtera II, III, III+ masing-masing kecamatan di DAS Lawo

Baru Pra Sejahtera Sejahtera I Sejahtera II, III, III+ Jumah

KK % KK % KK % KK

Lalabata 181 1.69 1 408 13.13 9 136 85 10 725

Liliriaja 47 0.69 1 204 17.76 5 527 82 6 778

Ganra 9 0.31 632 21.64 2 279 78 2 920

Lilirilalu 4 0.04 2 911 29.29 7 025 71 9 940

Donri-Donri 506 8.29 1 650 27.04 3 946 65 6 102

Marioriawa 143 1.96 1 845 25.25 5 318 73 7 306

Jumlah

Total 890 2.03 9 650 22.05 33 231 76 43 771

Sumber : BPS Kabupaten Sopeng 2013

(35)

Mata Pencaharian

Penduduk usia produktif yang berusia 15 tahun ke atas di DAS Lawo sebanyak 134 336 jiwa (77.5%). Mayoritas penduduk di DAS Lawo bermata pencaharian sebagai petani baik sebagai petani penggarap maupun sebagai pemilik lahan. Selain itu penduduk DAS Lawo juga memiliki mata pencaharian sebagai pengusaha penggilingan padi, usaha tenun kain sutera, usaha mebel, dan usaha dagang lainnya (Tabel 8).

[image:35.612.130.516.256.381.2]

DAS Lawo memiliki nilai strategis bagi perekonomian di kabupaten Soppeng dan Sidrap, sehingga berpengaruh terhadap orientasi usaha penduduk dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangganya.

Table 8 Sebaran mata pencaharian penduduk di DAS Lawo

NO Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Petani 109 981 81.9

2 Pedagang 3 896 2.9

3 Wiraswasta 8 850 6.6

4 PNS 3 379 2,5

5 Tukang Kayu 658 0.5

6 Tukang Batu 1 572 1.2

7 Tidak Bekerja 6 500 4.8

Jumlah 134 336 100

Sumber : data diolah dari data Sopeng dalam angka 2013

Potensi tenaga kerja untuk pengembangan usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo yaitu sebesar 6 500 jiwa atau sama dengan jumlah penduduk usia produktif yang belum kerja. Potensi tenaga kerja ini setara dengan 1 340 625 HOK atau setara dengan kebutuhan HOK untuk 4 062 ha usaha tani berbasis murbei.

Prospek pengembangan usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo akan semakin baik dengan tersedianya potensi tenaga kerja yang sudah berpengalaman dalam usaha persuteraan alam secara khusus dan pertanian pada umumnya. Mengacu pada latar belakang pendidikan dan pengetahuan serta latar belakan petani, maka di harapkan inovasi agroteknologi baru untuk pengembangan usaha tani berbasis murbei yang di rekomendasikan dapat di terima dan di adopsi dengan baik oleh petani di DAS Lawo.

Kelembagaan

(36)

Paradigma agribisnis yang dianut dalam perencanaan pengembangan usaha tani murbei dan persuteraan alam didasarkan pada empat dasar agribisnis.Pertama, usaha persuteraan alam berorientasi keuntungan pada pelaku usaha sutera alam itu sendiri(profit oriented).Kedua, persuteraan alam adalah komponen rantai dalam sistem komoditi sutera alam, sehingga kinerjanya ditentukan oleh kinerja sistem komoditi sutera alam secara keseluruhan. Ketiga, sistem agribisnis usaha sutera alam secara intrinsik netral terhadap semua skala usaha dan Keempat, sistem agribisnis sutera alam khususnya dalam budidaya tanaman murbei harus mampu menjaga kelestarian sumber daya alam DAS.

Paradigma ini sesuai dengan pasal 69 dan 70 Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang menyebutkan bahwa masyarakat berkewajiban ikut serta memelihara dan menjaga hutan dari gangguan perusakan, berperan aktif dalam rehabilitasi dan konservasi, turut berperan serta dalam pembangunan kehutanan, dan pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat tersebut melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna. Dengan demikian petani merupakan bagian masyarakat yang terkait langsung dengan berbagai upaya dalam rangka penyelamatan maupun pemanfaatan hutan, sehingga hutan tersebut dapat lestari dan berkesinambungan.

(37)

3 PREDIKSI EROSI DAN EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN

UNTUK PENGEMBANGAN USAHA TANI BERBASIS

MURBEI BERKELANJUTAN DI DAS LAWO

Pendahuluan

Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah atau kawasan yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan ke sungai, baik dalam bentuk aliran permukaan, aliran bawah permukaan dan aliran air di bawah tanah. Wilayah ini dipisahkan dengan wilayah lainnya oleh pemisah topografi yaitu punggung bukit dan keadaan geologi terutama formasi batuan (Linsleyet al. 1989). Arsyadet al. (1985) menyebutkan bahwa secara operasional DAS didefinisikan sebagai wilayah yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh batas-batas topografi mengalirkan air yang jatuh di atasnya ke dalam sungai yang sama pada sungai tersebut. Kartodihardjoet al.(2004) memandang DAS sebagai sumber daya alam yang berupastockdengan ragam pemilikan (private, common, state property) dan berfungsi sebagai penghasil barang dan jasa, baik bagi individu dan atau kelompok masyarakat maupun bagi publik secara luas serta menyebabkan interdependensi antar pihak, individu dan atau kelompok masyarakat.

Kesatuan wilayah hulu dan hilir (interdependensi) DAS dapat digambarkan melalui fenomena kerusakan satu area di dalam DAS maka efeknya akan dirasakan oleh bagian lainnya dalam DAS tersebut. Jadi apabila penutupan hutan di daerah hulu DAS rusak maka akan mengganggu fungsi hidrologis DAS yang pasti akan dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di daerah hilir. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa DAS perlu untuk dikelola dengan baik. Upaya pengelolaan DAS pada dasarnya merupakan upaya penggunaan sumber daya alam di dalam DAS secara rasional untuk mendapatkan produksi maksimum dalam waktu yang tidak terbatas, menekan kerusakan (degradasi) seminimal mungkin serta diperoleh water yieldyang merata di sepanjang tahun. Tujuan dari pengelolaan DAS adalah keberlanjutan (sustainability) yang diukur dari pendapatan, produksi, teknologi, dan erosi. Teknologi yang dimaksud yang dapat dilakukan oleh petani dengan pengetahuan yang dimilikinya tanpa intervensi dari pihak luar.

Kondisi sumber daya alam DAS dalam menyangga sendi kehidupan dewasa ini mulai terancam seiring dengan terjadinya perubahan penggunaan lahan dan degradasi hutan yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Penurunan luasan hutan dalam DAS telah berdampak pada meningkatnya aliran permukaan, debit puncak banjir, dan erosi (Pertiwiet al. 2011, Alwiet al. 2014, Nurrizqi dan Suyono 2012).

Erosi tanah merupakan salah satu masalah yang sering terjadi dan ditemui di seluruh DAS. Pengaruhnya bersifat langsung (on site) dan tidak langsung (off site). Pengaruh langsung adalah penurunan produktivitas lahan dan produksi tanaman, sedangkan pengaruh tak langsung dapat berupa siltasi reservoir, saluran dan sungai, penurunan pasokan air, penurunan kapasitas energi listrik, banjir, kerusakan jalan akibatlandslide, dan lain-lain.

(38)

ton/tahun dan 5.50 ton/ha/tahun serta padang rumput di Wyoming yang telah menyebabkan erosi mencapai 5.10 ton/ha/tahun (USDA 2000).

Proses erosi terjadi melalui penghancuran, pengangkutan, dan pengendapan (Meyeret al.1991; Utomo 1987; dan Foth 1978). Di alam terdapat dua penyebab utama yang aktif dalam proses ini yakni angin dan air. Pada daerah iklim tropika basah seperti Indonesia, air merupakan penyebab utama terjadinya erosi, sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh berarti (Arsyad 2010). Beasley (1972) dan Hudson (1978) berpendapat, bahwa erosi adalah proses kerja fisika yang keseluruhan prosesnya menggunakan energi. Energi ini digunakan untuk menghancurkan agregat tanah (detachment), memercikan partikel tanah (splash), menyebabkan gejolak (turbulence) pada limpasan permukaan, serta menghanyutkan partikel tanah.

DAS Lawo merupakan salah satu DAS di Sulawesi Selatan yang kondisinya saat ini sangat urgen untuk di tangani, terdapat areal seluas....yang penggunaanya tidak sesuai dengan peruntukannya yaitu yang seharusnya di peruntukan untuk kawasan hutan dan areal ber vegetasi tetap telah di konversi menjadi pertanian lahan kering.

Perencanaan penggunaan lahan yang tepat di DAS Lawo sangat di butuhkan guna mereduksi permasalahan-permasalahan pengelolaan DAS, untuk perlukan suatu evaluasi kemampuan lahan, karena dalam klasifikasi kemampuan lahan diatur pola penggunaan lahan sesuai dengan daya dukungnya. (Panhalkar S 2011; Ayalew G dan Yilaket al.2014).

Klasifikasi kemampuan lahan merupakan upaya untuk mengevaluasi lahan untuk penggunaan tertentu, sedangkan evaluasi kemampuan lahan (Land Capability Clasification) adalah penilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari (Sitorus RPS 2010). Selanjutnya Arsyad (2010) mengemukakan bahwa klasifikasi kemampuan lahan adalah interpretasi yang didasarkan pada pengaruh gabungan unsur lahan seperti iklim dan sifat-sifat tanah yang permanen seperti ancaman kerusakan tanah, faktor pembatas penggunaan, kemampuan produksi dan syarat-syarat pengelolaan tanah. Lereng, tekstur tanah, kedalaman tanah, tingkat erosi tanah yang telah terjadi, permeabilitas tanah, kapasitas menahan air, jenis mineral liat adalah kualitas dan sifat-sifat lahan yang permanen. Vegetasi berupa pohon, semak belukar atau rumput bukan sifat permanen lahan.

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengkaji karakteristik biofisik DAS Lawo (evaluasi kemampuan lahan dan prediksi erosi) untuk pengembangan usaha tani berbasis murbei berkelanjutan, serta mengkaji pengaruh tipe usaha tani berbasis murbei terhadap aliran permukaan dan erosi dilahan usaha tani. Hasil kajian dimaksudkan untuk menentukan arahan lokasi pengembangan usaha tani berbasis murbei.

Bahan dan Metode

Bahan dan Alat

(39)

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : Seperangkat peralatan survey seperti peta kerja,Geographycal Position Sistem (GPS),abney levelatau clinometer, pisau, meteran, kompas, bor tanah, ring sample, kantong plastik, kamera,stopwatch,dll.Peralatan lain adalah seperangkat peralatan pengukur erosi dan aliran permukaan yaitu petak erosi, dan penampung air aliran permukaan dan tanah yang tererosi. Selain itu diperlukan peralatan laboratorium, alat tulis kantor (ATK), serta seperangkat komputer lengkap.

Jenis, Sumber dan Kegunaan Data

[image:39.612.101.511.299.623.2]

Data yang dihimpun dalam penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder yang meliputi data biofisik dan sosial ekonomi (Tabel 9). Data sekunder berupa peta-peta digunakan untuk membuat satuan lahan. Selanjutnya dari satuan lahan tersebut ditentukan satuan lahan pengamatan dan lokasi pengambilan sampel tanah dan responden.

Tabel 9 Jenis, sumber dan kegunaan data

No. Jenis Data Sumber Data Kegunaan Data

A. Data Primer

1. Sifat-sifat tanah (bobot isi, total ruang pori, struktur, tekstur, stabilitas agregat, kedalaman tanah, drainase dan permeabilitas, lereng dan batuan di permukaan, C-organik.*).

Analisis sampel tanah di lapangan dan di laboratorium

Analisis karakteristrik lahan, kelas kemampuan dan kesesuaian lahan, analisis erodibilitas dan menduga erosi tanah

2. Penggunaan lahan Analisis Citra Landsat Tm 8. Liputan Agustus 2013/ground cek

Peta penggunaan lahan

B. Data Sekunder

1. Peta Rupa Bumi skala 1 : 50.000 BAKORSURTANAL Analisis satuan lahan 2. Peta Landsistem 1 : 250.000 RePPProt (Regional Physical

Planning Programme for Trasmigration) 1987

Analisis satuan lahan

3. Peta Tanah Sulawesi Selatan 1 : 250.000

PUSLITANAK Bogor Analisis satuan lahan

4. Data Curah Hujan DAS Lawo Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Selatan

Analisis curah hujan

5. Peta Penggunaan Lahan skala 1 : 100.000

BPDAS Jeneberang Walanae Analisis satuan lahan

6. Surface radar topography model(SRTM)/ Aster elevasi 90 M

USGS (US Geology Survey) Deliniasi Batas DAS

7. Peta RTRW Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2009

BAPPEDA Provinsi Sulawesi Selatan

Analisis Pola Ruang

Keterangan : *) Hasil analisa fisika tanah disajikan pada lampiran 13

Metode

(40)

lereng skala 1 : 100.000, peta jenis tanah skala 1 : 250.00 dan peta penggunaan lahan skala 1 : 100.000. Satuan lahan yang diperoleh ini dijadikan sebagai objek pengamatan dan unit analisis untuk prediksi erosi dan evaluasi kemampuan lahan.

Evaluasi Kemampuan Lahan, Penilaian kelas kemampuan lahan pada setiap satuan lahan di wilayah studi dilakukan dengan menggunakan kriteria klasifikasi kemampuan lahan (Tabel 10 dan Lampiran 1) yang dikemukakan Hockensmith dan Steel pada tahun 1943, dan Klingebiel dan Montgomery pada tahun 1973 (Arsyad 2010).

Tabel 10 Kriteria klasifikasi kemampuan lahan

Faktor

Gambar

Tabel 3 Kondisi morfometri sub DAS Lawo
Tabel 6 Persepsi petani terhadap upaya pengembangan usaha tani berbasi murbeidi DAS Lawo
Table 8 Sebaran mata pencaharian penduduk di DAS Lawo
Tabel 9 Jenis, sumber dan kegunaan data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat bahaya erosi yang mendominasi di Sub DAS Bekala yaitu tingkat bahaya erosi ringan yang terdapat pada satuan lahan LIUc, LIUs, LIP, LIIUc, LIIUs di

Satuan lahan LaIIIH (latosol, kelas lereng III, hutan) pada kelas kemampuan lahan IV, arahan penggunaan lahan yang direkomendasikan adalah pertanian yang sangat

Pola tanam dan agroteknologi aktual berbasis kopi yang diterapkan oleh petani di DAS Ketahun Hulu masih dilakukan secara tradisional dan belum menerapkan tindakan konservasi

Tahap akhir dalam analisis ini adalah menyusun rekomendasi untuk pengelolaan penggunaan lahan dengan agroteknologi yang dapat diterima oleh masyarakat di DAS Sape Lombok Tengah

Pola tanam dan agroteknologi aktual berbasis kopi yang diterapkan oleh petani di DAS Ketahun Hulu masih dilakukan secara tradisional dan belum menerapkan tindakan konservasi

Hasil perhitungan analisis usaha tani memberikan indikasi bahwa pola agroforestry Nyamplung layak dikembangkan di lahan sempit dengan pilihan jenis tanaman kelapa,

Simulasi model kondisi eksisting pengembangan tanaman hortikultura sayuran berbasis agroekologi pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang menunjukkan bahwa erosi yang

Kebijakan yang dapat dikembangkan agar pengelolaan DAS Ciliwung Hulu menjadi lebih berkelanjutan didasarkan pada model P = f (n, w, v, s, k) yaitu hasil interaksi faktor-faktor