• Tidak ada hasil yang ditemukan

ROH YANG MENJADIKAN KAMU ANAK ALLAH

TAFSIRAN LEKSIONARIS Yesaya 6:1-8

Di dalam perikop ini, Yesaya menerima penglihatan dari Allah dan Yesaya mendapatkan penyucian dari Allah (ay. 7). Momen pengudusan Yesaya tersebut nampaknya tidak bisa dilepaskan dari Pribadi Allah Yang Maha Kudus, seperti yang disebutkan di dalam ayat 3, “Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaanNya!” TUHAN adalah kudus. Oleh karena TUHAN adalah Maha Kudus, setiap orang yang diundang untuk turut berkarya dengan-Nya juga harus dikuduskan. Demikian juga dengan apa yang terjadi pada Yesaya. Seorang yang bersedia diutus oleh TUHAN, terlebih dahulu mendapatkan penyucian dari TUHAN.

Momen pengudusan sebelum kebersediaan Yesaya untuk menjadi utusan Allah adalah sebuah penegasan betapa Kudus TUHAN yang akan dilayani oleh Yesaya. TUHAN Allah semesta alam menghendaki setiap utusan yang bersedia diutus-Nya mengutarakan kebersediaanNya untuk diutus-Nya dalam kekudusan. Panggilan Allah untuk menjadi utusan-Nya adalah panggilan sakral. Allah yang Maha Kuasa mengutus umat-Nya dan terlebih dahulu menyucikannya. Allah Bapa, Sang Pencipta, bersama dengan Allah Anak, Sang Penebus, berada dalam satu tarian dengan Allah Roh Kudus memampukan Yesaya mengatakan “ini aku, utuslah aku.”

Mazmur 29

Di dalam Mazmur 29 ini, Daud mengungkapkan pemahamannya tentang TUHAN yang dilayaninya. Kata TUHAN yang dipakai

dalam tulisan ini berasal dari Bahasa Ibrani הָוהְי (YHWH) yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi “the existing One” atau “Yang Ada”. Di dalam tradisi Yahudi sendiri, kata YHWH dibaca Adonai yang berarti “Tuanku.” Kata Adonai ini dipakai oleh orang Yahudi untuk menyatakan “rasa hormat,” dilakukan baik dalam pembacaan kitab maupun dalam doa. Melalui Mazmur 29 ini Daud ingin menunjukkan rasa hormat dan kegentarannya kepada TUHAN.

Daud menegaskan bahwa kepada TUHAN sajalah kemuliaan ditujukan. Dia adalah yang Maha Mulia. Dengan demikian setiap kemuliaan yang dimiliki manusia hendaknya juga ditujukan untuk memuliakan-Nya. Di dalam memuliakan-Nya, Daud mengajak umat untuk sujud (melakukannya dengan hormat dan penuh kerendahan hati). Selain itu Daud juga menekankan bahwa umat harus “berhiaskan kekudusan.” Daud ingin umat TUHAN hidup dalam kekudusan dengan sukacita. Seperti halnya sebuah perhiasan yang pasti akan dikenakan dengan sukacita, hendaklah manusia juga hidup dalam kekudusan dengan “sukacita” di dalam hidupnya, bukan karena keterpaksaan.

Hal selanjutnya yang menarik dari tulisan Daud tentang “kebesaran TUHAN” adalah penggunaan kata “suara TUHAN” yang dipakai hingga tujuh kali. Kata “suara” di dalam terjemahan Bahasa Yunani menggunakan kata “phone” dan dalam Bahasa Ibrani “qawl” yang keduanya selain bisa diterjemahkan dengan suara juga bisa diterjemahkan menjadi “suara yang bising/bergemuruh.” Dari sinilah kita bisa memahami tentang bagaimana suara itu bisa mengalahkan deru air yang besar (ay. 3); memperlihatkan kekuatan (ay. 4); mematahkan pohon aras Libanon (ay. 5), sebuah pohon yang kuat yang dipakai juga untuk membangun bait Allah (lih. 1 Raj. 5:6); membuat gunung-gunung melompat girang seperti anak lembu (ay. 6); menyemburkan nyala api (ay. 7) menghanguskan sekaligus menyucikan; membuat padang gurun gemetar (ay. 8), rusa betina beranak, dan semua orang dalam bait-Nya berseru: Hormat! (ay. 9).

Daud melukiskan tentang betapa berkuasa-Nya TUHAN yang dimuliakannya. Seluruh isi bumi takluk kepada-Nya. Air, gunung, padang gurun, hewan-hewan, dan (seharusnya) manusia pun tunduk hormat kepada-Nya. Kemudian di pasal ini, Daud

menutup dengan kesimpulan bahwa TUHAN adalah Raja untuk selama-lamanya. Karena Dia adalah Raja yang penuh kekuatan, maka Dia juga akan memberikan kekuatan serta kesejahteraan kepada umat-Nya. TUHAN tidak hanya Maha Kuasa, namun dengan ke-Mahakuasaan-Nya, Dia membuat umat-Nya aman bersama-Nya.

Roma 8:12-17

Di dalam perikop ini, Paulus ingin menekankan betapa perlunya untuk terus mempertahankan hidup yang dipimpin oleh Roh. Hal mendasar yang membuat ini menjadi penting adalah karena dosa senantiasa berusaha untuk berkuasa atas hidup manusia. Apabila seorang manusia terus berusaha untuk mematikan perbuatan-perbuatan buruk yang tidak berkenan di hadapan Allah, maka dia sedang menunjukkan kehidupan yang dipimpin oleh Roh. Dengan hidup dipimpin oleh Roh Allah tersebut, maka dia disebut anak Allah (ay. 14). Dalam hal ini, Paulus menegaskan bahwa Roh Kudus membawa anak-anak manusia yang hidupnya dipimpin oleh dosa kembali kepada Allah, sebagai anak-anak Allah.

Di sisi lain, akibat dosa, manusia dibelenggu oleh dosa. Karena dosa, manusia hidup dalam ketakutan (ingat tentang peristiwa kejatuhan manusia ke dalam dosa yang membuat manusia bersembunyi dari Allah, Kej. 3:8). Penyebab ketakutan ini adalah roh perbudakan yang membuat manusia tak lagi merdeka seperti saat sebelum dia melanggar perintah Allah. Karena roh perbudakan ini manusia bersembunyi dari Allah, manusia tak lagi berani untuk bertatap muka dengan Allah. Namun, Paulus mengatakan bahwa Roh yang ada di dalam diri manusia adalah Roh yang membebaskan dan membuat manusia menjadi anak Allah (ay. 15). Pembebasan itu sendiri terjadi dalam Kristus Yesus yang telah menghapus dosa manusia. Roh yang membebaskan tersebut yang kemudian memimpin dan memampukan manusia berseru: “ya Abba, ya Bapa!”

Setelah manusia diangkat kembali menjadi anak Allah, maka manusia mendapatkan hak yang istimewa, manusia menjadi ahli waris (ay. 17). Ditekankan oleh Paulus bahwa hak waris itu akan bisa diterima bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga

dipermuliakan bersama dengan Dia. Kristus, Allah Anak, telah datang ke dunia menjadi manusia. Kedatangan-Nya adalah dalam rangka menyelamatkan manusia.

Yohanes 3:1-17

Perikop dalam Injil Yohanes ini adalah sebuah ajakan bagi manusia untuk tidak hanya menempatkan pemahaman tentang Allah di dalam pikiran semata. Perkataan Nikodemus, “Rabi, kami tahu...” adalah gambaran bagaimana konsep berpikir Nikodemus tentang Allah, mungkin juga konsep berpikir sebagian dari kita. Kata “kami tahu” yang dikatakan oleh Nikodemus justru membeberkan bahwa pada kenyataannya Nikodemus tidak tahu sama sekali tentang apa yang dikatakannya. Hal itu ditegaskan di dalam ayat selanjutnya (ay. 3). Di dalam ayat ini Tuhan Yesus kemudian memaparkan bagaimana seorang bisa masuk Kerajaan Allah, manusia harus dilahirkan kembali.

Pertanyaan Nikodemus selanjutnya, tentang bagaimana manusia yang sudah tua bisa dilahirkan kembali/masuk ke dalam rahim ibunya (ay. 4), semakin menguatkan tentang bagaimana manusia hanya mampu berpikir berdasarkan hal-hal yang pernah dijumpai dalam kehidupannya. Di sini kita juga menjumpai bahwa logika berpikir manusia sungguh terbatas, inilah yang ingin ditekankan di dalam percakapan antara Nikodemus dengan Tuhan Yesus.

Untuk keterbatasan manusia dalam memahami apa yang dikerjakan Allah di tengah dunia ini, Tuhan Yesus memakluminya. Manusia dilahirkan dari daging, karena itulah maka manusia adalah daging (ay. 6). Karena dilahirkan dari daging, maka kekuatan (berpikir) manusia pun berasal dari daging itu juga. Dengan kekuatan tersebut, manusia tidak mampu untuk menjangkau sesuatu yang di luar dirinya. Oleh karena itulah untuk memahami maksud perkataan Allah, manusia membutuhkan tuntunan Roh.

Dalam perikop ini, tarian agung kembali “dipertunjukkan.” Allah menciptakan manusia dari debu tanah, dan hembusan Roh; Anak menebus manusia sehingga manusia yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal; kemudian

Roh Kudus melahirkan manusia kembali, sehingga manusia memperoleh keselamatan yang utuh.

Perikop ini menunjukkan kepada kita bahwa Allah begitu peduli kepada kelemahan manusia. Melalui percakapan Tuhan Yesus dan Nikodemus, Tuhan Yesus ingin menyadarkan kita, bahwa pada dasarnya manusia memang lemah dan karena kelemahan itu manusia membutuhkan Allah yang Mahakuasa. Manusia membutuhkan keselamatan melalui Kristus dan pertolongan Roh Kudus untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kehidupan manusia.

BERITA YANG AKAN DISAMPAIKAN