PENDEKATAN DAN METODOLOGI
F.6. TAHAP ANALISIS DAN FORMULASI
F.6. 1. Kajian Kondisi Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Dalam analisa dibuat penilaian secara kasar terhadap keadaan pemukiman, keadaan fasilitas sosial ekonomi, keadaan kesehatan masyarakat, tingkat kesulitan mendapatkan air bersih, konsumsi pemakaian air saat ini serta kemauan dan kemampuan masyarakat akan pelayanan air bersih.
Pemukiman
- Setelah dapat digambarkan dalam peta (dari hasil survey) daerah mana yang pemukimannya mengelompok dan daerah pelayanan air dengan sistem perpipaan, yaitu daerah pemukiman mengelompok.
- Daerah pemukiman yang jauh dari pusat (menyebar), dilayani dengan sistem non perpipaan.
Fasilitas Sosial Ekonomi
- Jumlah fasilitas sosial ekonomi, merupakan jumlah sambungan langsung non rumah tangga.
Tingkat Kesehatan Masyarakat Dan Kemudahan/Kesulitan Cara Mendapatkan Air Bersih
- Data erat kaitannya dengan penentuan daerah pelayanan air.
- Setelah daerah rawan penyakit dan daerah rawan air (sulit air) dapat digambarkan pada peta desa dari hasil survey, maka daerah tersebut termasuk ke dalam daerah pelayanan air
- Apabila daerah tersebut merupakan daerah pemukiman yang mengelompok maka pelayanan air dengan sistem perpipaan. Apabila merupakan daerah pemukiman yang menyebar (jauh dari pusat desa), maka pelayanan air dengan sistem non-perpipaan.
Konsumsi Pemakaian Air
- Dengan mengkonsumsikan konversi ukuran volume 1 ember ke dalam ukuran
liter dari data kependudukan dan diketahui jumlah jiwa/kk, maka dapat ditentukan berapa liter/orang/hari rata-rata pemakaian airnya
- Hasil tersebut dibandingkan dengan kriteria, apakah termasuk kategori pemakaian air 30 liter/orang/hari atau 90 liter/orang/hari
Kemauan dan Kemampuan
- Tingkat kemauan yang dinyatakan dalam persentase jumlah penduduk yang berkeinginan mendapatkan atau pelayanan air bersih, merupakan persentase tingkat pelayanan penduduk
- Tingkat kemampuan dinyatakan dalam persentase jumlah penduduk yang mempunyai penghasilan atau pengeluaran rata-rata per KK
Prasarana Desa
- Jenis jalan yang ada dicantumkan pada peta desa atau pelayanan untuk membantu menentukan jalur pipa
- Ada tidaknya prasarana listrik ikut menentukan perlu tidaknya pompa listrik atau pompa diesel.
Kesimpulan
Yang dapat ditentukan dari hasil analisa diatas adalah:
a. Sistem pelayanan air yang sesuai dengan rencana daerah pelayanan, misalnya : sistem perpipaan atau sistem non perpipaan
b. tingkat pelayanan penduduk (% terhadap total penduduk) c. konsumsi pemakaian air rata-rata penduduk (liter/orang/hari) d. ratio SR/HU
Semua data tersebut dipakai untuk menentukan perkiraan kebutuhan air rata-rata
Penentuan Ratio/Perbandingan SR/HU - Hasil analisa yang diperlukan:
- Bandingkanlah nilai % dari ketiga hasil analisa tersebut
- Nilai % terkecil diambil, yaitu merupakan % pelayanan dengan sambungan rumah (SR).
F-37 TIRTA BUANA
Management & Consulting Engineers
- Bila nilai tingkat kemauan (tingkat pelayanan penduduk) sama dengan % pelayanan SR tersebut, maka pelayanan dengan HU berarti nihil (SR/HU=100/0%)
- Nilai SR/HU yang dinyatakan dalam perbandingan % terhadap penduduk dirubah menjadi % terhadap tingkat pelayanan penduduk
- Bila nilai tingkat kemauan (tingkat pelayanan penduduk) lebih besar dari tingkat kemampuan maka % pelayanan HU adalah kemauan dikurangi kemampuan.
F.6. 2. Analisis Hidrologi
Analisa hidrologi meliputi kegiatan analisa ketersediaan air yang sangat diperlukan untuk rencana pengembangan kebutuhan air baku suatu wilayah dengan melakukan identifikasi beberapa sumber air permukaan dan tanah yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber air baku.
A. Analisa Hujan
1). Pengisian Data Hujan yang Hilang a. Metode Rasio Normal
Px =1/n [ Nx .PA/NA ) + Nx .PB/NB ) + .... + Nx .PN/NN ]
dengan :
Px = hujan pada stasiun X yang diperkirakan
Nx = hujan normal tahunan di stasiun X
NA = hujan normal tahunan di stasiun A
PA = hujan di stasiun A yang diketahui
N = jumlah stasiun referensi b. Reciprocal Method
PA/ (dXA )2 + PB/ (dXB )2 + PC/ (dXC )2
Px =
1/ (dXA )2 + 1/ (dXB )2 + 1/ (dXC )2
PA,PB,PC = data hujan dari stasiun tercatat A, B, C
dXA = jarak antara stasiun X dan stasiun acuan A
dXB = jarak antara stasiun X dan stasiun acuan B
dXC = jarak antara stasiun X dan stasiun acuan C
2). Uji Konsistensi Data
Uji konsistensi data dilakukan terhadap data curah hujan tahunan yang dimaksudkan untuk mengetahui penyimpangan data hujan, sehingga dapat disimpulkan apakah data banyak dipakai dalam perhitungan hidrologi atau tidak. Uji yang dilakukan adalah Uji Lengkung Massa Ganda.
3) Curah Hujan Daerah
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah aliran yang disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. Curah hujan daerah ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan yang sekanjutnya dihitung dengan cara poligon thiesen. Rumus yang digunakan adalah sbb: ave Rn A An R = dengan :
Rn = besar curah hujan pada masing-masing pos Rave = curah hujan rata-rata
N = banyaknya pos hujan A = luas daerah pematusan
An = luas daerah pengaruh per pos hujan
B. Analisa Debit Andalan
Debit andalan (expected discharge) adalah ketersediaan air di sungai yang melampaui atau sama dengan suatu nilai yang keberadaannya dikaitkan
F-39 TIRTA BUANA
Management & Consulting Engineers
dengan prosentase waktu atau kemungkinan terjadi. Debit di suatu lokasi di sungai dapat diperkirakan dengan cara berikut:
a. Pengukuran di lapangan (lokasi yang ditetapkan)
Pengukuran debit di lapangan dapat dilakukan dengan membuat stasiun pengamatan atau dengan mengukur debit di bangunan air seperti benduyng dan peluap. Parameter yang diukur adalah tampang melintang sungai, elevasi muka air dan kecepatan aliran. Selanjutnya, debit aliran dihitung dengan mengalikan luas tampang dan kecepatan aliran. Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti, lebar sungai dibagi menjadi sejumlah pias dan diukur kecepatan vertikal di setiap pias. Apabila di sungai terdapat bangunan air, misalnya bendung, debit sungai dapat dihitung dengan mengukur tinggi muka air di atas puncak bendung, berdasar rumus peluap yang berlaku untuk bangunan tersebut.
b. Berdasarkan data debit dari stasiun didekatnya
Jika di suatu lokasi yang akan dibangun tidak terdapat pencatatan debit dalam waktu yang panjang, maka debit diperkirakan berdasarkan:
§ Debit di lokasi lain pada sungai yang sama § Debit di lokasi lain pada sungai di sekitarnya
§ Debit pada sungai lain yang berjauhan tetapi mempunyai karakteristik yang sama.
Selanjutnya debit di lokasi yang ditinjau dihitung berdasar perbandingan luas DAS yang ditinjau dan DAS stasiun referensi.
c. Berdasarkan data hujan
Debit di suatu lokasi yang ditinjau dapat juga diperkirakan berdasar data hujan, misalnya dalam analisis hubungan hujan-limpasan dan analisis hidrograf. Metode regresi, Mock, NRECA dan Model Tangki seringkali digunakan dalam metode ini.
d. Berdasarkan pembangkitan data debit
Debit aliran juga dapat diperkirakan berdasar data debit dari pencatatan yang telah lalu dengan menggunakan model deret berkala, seperti Model Thomas-Fearing, autoregresi, autoregresi rerata bergerak, autoregresi rerata bergerak terpadu. Model-model tersebut dikembangkan dengan maksud untuk menirukan sifat-sifat statistik utama dari deret berkala hidrologi dan kemudian menurunkan deret (debit) sintetis yang dapat digunakan untuk perencanaan dan/atau pengoperasian suatu sistem.
Model Tank
Dasar metode Model Tangki adalah untuk meniru (simulate) daerah aliran sungai dengan mengganti sejumlah tampungan yang digambarkan dengan sederet tangki. Model ini dikembangkan oleh Dr. Sugawara. Sebagai contoh kita tinjau model dibawah ini:
Curah Hujan yang jatuh pada suatu waktu R (t) akan mengisi tangki paling atas V1. Air yang tertampung pada tangki V1 mengalir lewat lubang di dinding kanan atau merembes lewat lubang di dasar tangki dan masuk mengisi tangki V2 dalam tahap kedua.
Air yang tertampung pada tangki V2 akan mengalir lewat lubang-lubang di dinding ataupun merembes lewat dasar tangki, dan masuk ke tangki ketiga pada tahap ketiga. Proses ini berulang hingga tahap selanjutnya. Air yang mengalir lewat dinding tangki akan menghasilkan limpasan, sedangkan yang merembes melewati dasar tangki merupakan infiltrasi.
Dasar-dasar teori model tangki ini adalah sebagai berikut :
§ Besarnya limpasan yang keluar dari tangki (mm/hari) sebanding dengan tinggi air (mm) dalam tangki yang bersangkutan (storage depth) h(t) diatas lubang.
§ Limpasan q (t) dirumuskan sebagai berikut : § q(t) = h(t) . α (t)
§ dimana : α = koefisien lubang
Inter flow
F-41 TIRTA BUANA
Management & Consulting Engineers
Selanjutnya tangki tersebut tidak akan mengalirkan air sebelum tinggi air melewati h1. Oleh karena itu H1 merupakan kehilangan permulaan atau kekurangan retensi kelengasan (moisture). Hubungan antara q(t) dengan h(t) dan i (t) dapat dinyatakan sebagai berikut :
Q (t) = - { h(t) - H1} . λ (t) I (t) = h (t) . λo
Dengan syarat h(t) > H
Berikut ini satuan-satuan yang digunakan dalam perhitungan : § Curah Hujan, (mm/hari)
§ Evapotranspirasi, (mm/hari) § Limpasan, (mm/hari)
§ Tinggi tampungan, (mm) § Tinggi lubang, (mm) § Koefisien lubang, (l/hari)
Dengan demikian hasil perhitungan yang diperoleh adalah mm/hari. Kita dapat merubah menjadi m3/detik, sebagai berikut :
Q (m3/detik) = 3600 24 10 10 3 6 x x qtotxAx − Q (m3/detik) = 4 , 86 qtotxA dimana :
q (tot) = limpasan tot yang keluar dari tangki (mm/hari) A = luas daerah pengaliran) (km2)
Q = debit (m3/detik) H1
H2
αH2
Metode F.J.Mock
Data yang diperlukan dalam menentukan debit andalan pada perhitungan ini adalah:
– Hujan bulanan rata-rata ( P ), mm
– Evapotranspirasi Potensial Bulanan ( ET0 ), mm – Hari hujan bulanan rata-rata ( n ), hari
Sedangkan parameter fisik daerah aliran disesuaikan dengan angka yang konstan dan tidak berubah selama penggunaan metoda ini, yaitu:
1) Neraca Kelengasan Tanah
– Kapasitas Kelengasan Tanah (mm)
Kapasitas kelengasan tanah adalah suatu ukuran tentang kesanggupan tanah itu untuk menahan air. Kalau kelengasan tanah kurang dari kapasitas, tanah itu akan menyerap air dari curah hujan. Begitu tanah itu mencapai kapasitasnya, dia tidak dapat lagi menyerap air hujan itu melimpas. Kapasitas lengas tanah tergantung dari jenis tanah. Berikut variasi tipikal lengas tanah tersebut :
Ø Tanah tekstur kasar (seperti kerikil dan pasir kasar) = 60 mm/m Ø Tanah tekstur sedang (pasir halus, geluh pasiran) = 140 mm/m Ø Tanah tekstur berat (pasir lempungan dan beberapa jenis
lempung) = 200 mm/m.
– Faktor Infiltrasi ( 0,0 – 1,0 tanpa satuan )
Faktor infiltrasi adalah ukuran air lebih yang akan menambah simpanan air tanah setelah tanah itu menjadi jenuh (defisit lengas tanah adalah nol). Infiltrasi tergantung dari jenis tanah daerah aliran, dengan angka yang tinggi untuk tanah pasiran yang sangat permeabel dan angka rendah untuk tanah-tanah lempungan.
2) Neraca Air Tanah
– Simpanan Air Tanah (mm)
Simpanan air tanah (ground water storage) awal ialah suatu perkiraan tentang berapa banyak air tanah tersimpan pada permulaan metoda dijalankan.
– Koefisien Resesi Air Tanah ( 0,0 – 1,0 tanpa satuan)
Timbunan air (aquifer) diasumsikan menurun hingga angka yang konstan dimana terjadi defisit lengas tanah. Kalau kelengasan tanah mencapai kapasitas lapangan, sebagian air lebih tertapis (infiltrasi) untuk menambah timbunan air (yang ditentukan oleh faktor infiltrasi yang, diuraikan di atas). Dari seluruh infiltrasi, sebagian masuk ke aquifer (1+K)/2, dimana K = koefisien resesi air tanah, sementara sisanya langsung menjadi aliran dasar.
Pengaruh gabungan dari K dan faktor infiltrasi mengendalikan aliran dasar baik selama musim hujan maupun musim kemarau. Jika K tinggi memberikan suatu resesi air tanah yang lambat seperti yang terdapat dalam lapisan tanah yang sangat permeable. Nilai K yang tinggi juga
F-43 TIRTA BUANA
Management & Consulting Engineers
berakibat infiltrasi yang lebih kecil ke aquifer dan menjadi bagian yang lebih besar untuk aliran dasar. Penyesuaian yang hati-hati untuk faktor K dan faktor infiltrasi diperlukan dalam kalibrasi.
Adapun debit andalan metoda FJ MOCK dirumuskan sebagai berikut: Q = ( BF + DR ) . A
Dimana ;
Q = debit andalan, m3/det BF = base flow / aliran dasar DR = direct run off / aliran langsung
A = catchment area / daerah tangkapan hujan, km2
Adapun : E = ET0 . 20 m
. ( 18 – n ) =Evapotranspirasi pada bidang terbuka,mm EL = ET0 – E = Limit Evapotranspirasi,mm
EP =P – EL = Hujan Efektif, mm
SMS = Soil Mois Storage / Kapasitas Kelengasan Tanah
= 200 mm/m, untuk tanah tekstur berat ( pasir lempungan dan beberapa jenis lempung ), sebagai nilai tampungan awal.
Contoh : SMSJAN = jika 200 + EPJAN ≥ 200, tulis 200
= jika 200 + EPJAN<200, tulis jumlah sebenarnya SMSPEB = jika SMSJAN + EPPEB ≥ 200, tulis 200
= jika SMSJAN + EPPEB < 200, tulis jumlah sebenarnya dan seterusnya
WS = Water Surplus / Kelebihan Air, mm
= hitungan didapat dari hubungan antara nilai :
SMS bulan tinjauan ↔ SMS bulan sebelum ↔ EP bulan tinjauan ( lihat tabel hitungan ).
I = 0,4 . WS = Infiltrasi, mm
Aquifer = I . ( 1 + K ) / 2 : K = 0,6 = I . 0,8
Vn = Aquifer + ( K . Vn-1 ) = Aquifer + ( 0,6 . Vn-1 )
= Volume Tampungan (Vn-1 = volume tampungan sebelum ) = hitungan berhenti apabila nilai ( K . Vn-1 ) dan (Vn) telah stabil (lihat tabel hitungan)
Vn’ = Vn – Vn-1 = Tampungan Bulanan, mm BF = I – Vn’ = aliran dasar, mm DR = WS – I = aliran langsung, mm TR = BF + DR = aliran total, mm Q = TR . A
=
( ) ( )
60 60 24 bulan dalam hari jumlah 1 10 1000 1 km mm 2 6 × × × × × × × x A= Debit Andalan (m3/det)
C. Analisa dan Proyeksi Kebutuhan Air Baku
Analisis proyeksi kebutuhan air baku dilakukan untuk memberikan gambaran tentang perkiraan dalam satuan waktu dan jumlah yang dibutuhkan dalam hal tersedianya prasarana air bersih. Metode yang digunakan dalam perhitungan proyeksi kebutuhan air baku berdasarkan metode langsung. Pelanggan dikategorikan menjadi pelanggan rumah tangga, kran umum dan non domestik. Pemakaian air tiap kategori diproyeksikan dan dijumlah, kemudian yang hilang ditambahkan untuk mendapatkan jumlah air keseluruhan yang harus diproduksi untuk memenuhi permintaan sebagaimana yang diproyeksikan. Langkah dalam perhitungan kebutuhan air baku masa mendatang dapat ditunjukkan dalam Gambar di bawah ini.
Pertambahan Penduduk dan Proyeksi Jumlah Hidran Umum Jumlah Sambungan Rumah (SR) Jumlah Sambungan Non Domestik Jumlah Jiwa Yang Dilayani Jumlah Penduduk Terlayani Total Penduduk Terlayani Kebutuhan Air
Total Kebutuhan Air
Kehilangan Air Kebutuhan Produksi
Penggunaan Air Per Sambungan
F-45 TIRTA BUANA
Management & Consulting Engineers
• Kenaikan Jumlah Penduduk Rata-rata Per Tahun
Untuk mengetahui rata-rata kenaikan jumlah penduduk pertahun yang biasanya dinyatakan dalam (%), diperlukan data jumlah penduduk yang ada sejak 5 sampai 10 tahun terakhir. Untuk mempermudah perhitungan, dipakai rumus :
( )
n r =
∑r
iDimana :
r = Persentase kenaikan jumlah penduduk (% diantara 2 tahun data) n = (Jumalah tahun data)-1
ri = Jumlah r1+r2+ra
• Proyeksi Jumlah Penduduk
Yang dimaksud adalah menentukan perkiraan jumlah penduduk pada beberapa tahun mendatang, sesuai dengan periode yang diinginkan.
Data yang diperlukan adalah persentase kenaikan jumlah penduduk rata-rata pertahun, yang diperoleh dari hasil analisa terhadap data jumlah penduduk yang ada sejak 5 sampai 10 tahun terakhir.
1. Metode Geometrik
Metode ini merupakan salah satu yang paling banyak digunakan dalam perhitungan pertumbuhan penduduk. Dengan menggunakan metode geometrik, maka perkembangan penduduk suatu daerah dapat dihitung dengan formula sebagai berikut (Rubin, 2001 : 640) :
n 0
n P(1 r)
P = +
dengan :
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
P0 = jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r = angka pertumbuhan penduduk tiap tahun (%) n = jumlah tahun proyeksi (tahun)
2. Metode Aritmatik
Dalam metode ini, pertumbuhan rata-rata penduduk berkisar pada persentase r yang konstan setiap tahun (Mc. Flee, 2001 : 7). Metode ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
K.t P Pn = 0 +
dengan :
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
P0 = jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
K = pertambahan penduduk rata-rata per tahun t = jumlah tahun proyeksi (tahun)
3. Metode Eksponensial
Perkiraan jumlah penduduk berdasarkan metode Eksponensial dapat didekati dengan persamaan berikut (Rubin, 2001 : 643) :
Pn = P0.e r . n
dengan :
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
P0 = jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r = angka pertumbuhan penduduk (%)
n = periode tahun yang ditinjau (tahun) e = bilangan logaritma natural (2,7182818)
Proyeksi jumlah penduduk yang cukup akurat diperlukan dalam perencanaan Sistem Penyediaan Air Minum. Pertambahan jumlah penduduk dan informasi lainnya (seperti angkatan kerja, tata guna lahan, kebutuhan pangan dan air, beban limbah, bencana banjir, pajak dan sebagainya) merupakan sumber informasi yang penting bagi perencana tentang perkembangan wilayah di masa yang akan datang. Meskipun data tentang RKI dan data beban limbah dapat diperoleh pada studi sebelumnya, perencana Sistem Penyediaan Air Minum harus memastikan angka tersebut. Pemahaman tentang perkembangan penduduk merupakan prasyarat dalam verifikasi tersebut. Demikian pula data dari berbagai sumber mungkin tidak konsisten, sehingga diperlukan integrasi data dari berbagai sumber tersebut menjadi satu data yang konsisten. Tanpa
F-47 TIRTA BUANA
Management & Consulting Engineers
satu set data tersebut maka rencana Sistem Penyediaan Air Minum tidak akan ada artinya atau nilainya.
Uji Kesesuaian Metode Proyeksi
Pemilihan ketiga metode di atas berdasarkan cara pengujian statistik yakni berdasarkan pada nilai standar deviasi terkecil dan nilai koefisien korelasi yang terbesar. Adapun rumusan untuk menentukan besarnya standar deviasi dan koefisien korelasi adalah sebagai berikut (Anonim, 1996 : 27) :
1. Standar deviasi 1 n ) Y -(Y s 2 − =
∑
dengan : s = standar deviasiY = jumlah penduduk hasil proyeksi (jiwa) Y = rata-rata jumlah penduduk (jiwa) n = jumlah data 2. Koefisien korelasi
( )
(
−∑∑ )(∑ ∑∑
−( )∑ )
− = 2 2 2 2 Y Y n . X nX Y X XY n r dengan : r = koefisien korelasi X = tahun proyeksiY = jumlah penduduk hasil proyeksi (jiwa)
Kerangka waktu perencanaan berkisar antara 5 – 50 tahun. Pada umumnya, untuk investasi dengan biaya yang besar, kerangka waktu perencanaan semakin lama. Begitu pula kerangka waktu untuk proyeksi penduduk. Semakin lama waktu perencanaan, maka waktu proyeksi penduduk yang dibutuhkan juga semakin panjang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air adalah: 1. Iklim
Kebutuhan air bagi masyarakat untuk berbagai aktifitas akan lebih besar pada iklim hangat dan kering daripada iklim yang lembab. Sedangkan pada iklim yang sangat dingin, air mungkin diboroskan di keran-keran untuk mencegah bekunya pipa-pipa.
Ciri-ciri penduduk
Pemakaian dipengaruhi oleh status ekonomi masyarakat. Pemakaian air di daerah-daerah miskin jauh lebih rendah daripada di daerah-daerah kaya.
Masalah lingkungan hidup Industri dan perdagangan Iuran dan meteran
Bila harga air mahal, akan lebih menahan diri dalam pemakaian air. Para pelanggan yang jatah air diukur dengan meteran akan cenderung untuuk memperbaiki kebocoran dan mempergunakan air dengan jarang. Pemasangan meteran dapat menurunkan pemakaian air hingga 40 %. Ukuran kota
Kebutuhan konservasi air
Di beberapa tempat dengan kondisi kekeringan, telah memaksa penghuninya untuk mengurangi pemakaian air hingga 10 – 40 % tanpa menimbulkan masalah berat bagi penghuninya. Kenyataan penggunaan ini dapat dicapai melalui program-program pendidikan masalah penggunaan air.
Kebutuhan air tidak selalu sama pada setiap saat tetapi akan berfluktuasi dari waktu ke waktu. Kebutuhan air dipengaruhi oleh :
1. Jumlah dan Jenis Pemakaian Karakteristik Pemakaian Air
Kebutuhan air bersih adalah jumlah air yang dapat digunakan oleh masyarakat, dalam rangka memenuhi keperluan hidup sehari-hari, sesuai dengan standart yang ada.
Fluktuasi Kebutuhan Air Bersih
Besarnya pemakaian air bersih oleh masyarakat pada suatu daerah tidaklah konstan, namun terjadi fluktuasi pada jam-jam tertentu bergantung aktifitas keseharian masyarakatnya. Hal tersebut berlangsung setiap hari dan membentuk suatu pola penggunaan air yang relatif sama. Pada saat-saat
F-49 TIRTA BUANA
Management & Consulting Engineers
tertentu terjadi peningkatan aktifitas penggunaan air sehingga memerlukan pemenuhan kebutuhan air bersih lebih banyak dari kondisi normal, sementara pada saat-saat tertentu juga tidak terdapat aktifitas yang memerlukan air.
Adapun kriteria tingkat kebutuhan air pada masyarakat dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Kebutuhan air rata-rata, yaitu penjumlahan kebutuhan total (domestik dan non domestik) ditambah dengan kehilangan air
2. Kebutuhan harian maksimum, yaitu kebutuhan air terbesar dari kebutuhan rata-rata harian dalam satu minggu
3. Kebutuhan air pada jam puncak, yaitu pemakaian air tertinggi pada jam-jam tertentu selama periode satu hari
Kebutuhan harian maksimum dan jam puncak sangat diperlukan dalam perhitungan besarnya kebutuhan air bersih, dimana tiap-tiap kota berbeda tergantung pada pola konsumsi air masyarakatnya. Untuk itu, besarnya koefisien pada tiap parameter harus diperhitungkan dengan teliti untuk keperluan tersebut. Dalam perencanaannya dapat menggunakan angka koefisien sebagai berikut (Anonim, 1999 : 7-2) :
• Kebutuhan harian maksimum = 1,15 x kebutuhan air rata-rata
• Kebutuhan jam puncak = 1,56 x kebutuhan air maksimum
Tabel F. 4 Kriteria Perencanaan Sistem Air Baku
A. Domestik
1,000,000 500,000 100,000 20,000 20,000
1,000,000 500,000 100,000
METRO BESAR SEDANG KECIL DESA
1 Konsumsi unit sambungan rumah (SR) l/o/h 190 170 150 130 30
2 Konsumsi hidran umum (HU) l/o/h 30 30 30 30 30
3 Konsumsi unit non domestik (%) 20 - 30 20 - 30 20 - 30 20 - 30 20 - 30
4 Kehilangan air (%) 20 - 30 20 - 30 20 - 30 20 - 30 20
5 Faktor maksimum day 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1
6 Faktor peak-hour 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5
7 Jumlah jiwa per SR 5 5 6 6 10
8 Jumlah jiwa per HU 100 100 100 100 - 200 200
9
Sisa tekan dijaringan distribusi (mka) 10 10 10 10 10
10 Jam operasi 24 24 24 24 24
11 Volume reservoir (%) (maks day demand) 20 20 20 20 20
12 SR : HU 50:50 s/d 50:50 s/d 80:20 80:20 70:30 70:30
70:30 80:20
13 Cakupan layanan (*) **) 90 **) 90 **) 90 **) 90 ***) 70
*) tergantung survai sosial ekonomi **) 60% perpipaan, 30% non perpipaan ***) 25% perpipaan, 45% non perpipaan
KATEGORI KOTA BERDASARKAN JUMLAH PENDUDUK (JIWA) URAIAN
B. Non Domestik
Kebutuhan Non Domestik Kota-kota Kategori I,II,III,IV,V
Sekolah = 10 liter/murid/hari
Rumah Sakit = 200 liter/tempat tidur/hari
Puskesmas = 2 m3/hari
Mesjid = sampai 2 m3/hari
Kantor = 10 liter/pegawai/hari
Pasar = 12 m3/hektar/hari
Hotel = 150 liter/tempat tidur/hari
Rumah Makan = 100 liter/tempat tidur/hari
Komplek Militer = 60 liter/orang/hari
Kawasan Industri = 0.2 - 0.8 liter/detik/ha
Kawasan Pariwisata = 0.1 - 0.3 liter/detik/ha
Kebutuhan Non Domestik Kota Kategori V
Sekolah = 5 liter/murid/hari
Rumah Sakit = 200 liter/tempat tidur/hari
Puskesmas = 1,200 liter/hari
Hotel/Losmen = 90 liter/tempat tidur/hari
Komersil/Industri = 10 liter/pekerja/hari
Sumber : Pedoman/Petunjuk Teknik dan Manual (Bag.6 : Air Minum Perkotaan)
Tabel F. 5 Faktor Pengali (Load Factor) Kebutuhan Air Bersih Dalam Satu Hari Jam Ke- Faktor Pengali Jam Ke- Faktor Pengali Jam Ke-
Faktor Pengali Jam Ke- Faktor Pengali 1 0,30 13 1,14 7 1,53 19 1,25 2 0,37 14 1,17 8 1,56 20 0,98 3 0,45 15 1,18 9 1,42 21 0,62 4 0,64 16 1,22 10 1,38 22 0,45 5 1,15 17 1,31 11 1,27 23 0,37 6 1,40 18 1,38 12 1,20 24 0,25
F-51 TIRTA BUANA
Management & Consulting Engineers
Secara garis besar penggunaan air dapat dikelompokkan menjadi:
1. Penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga, adalah jumlah air yang digunakan untuk makan, minum, cuci dan lain-lain dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Bagian-bagian pelayanananya terdiri dari:
Sambungan langsung
Berdasarkan standar internasional no. 1172 tahun 1957 konsumsi air menunjukkan nilai 135 liter/hari. Untuk Indonesia pada tahun 1974 ditetapkan sebesar 86,4 liter/hr. Sedang pada tahun 1980 angka tersebut diharapkan di atas 100 liter/hari.
v Sambungan tidak langsung atau keran umum.
Satu buah keran umum akan melayani 200 jiwa penduduk dengan pemakaian air rata-rata 30 liter/orang/hari.
2. Penggunaan air untuk industri adalah banyaknya air yang dibutuhkan untuk industri. Jumlah air yang dibutuhkan tergantung dari bentuk kegiatan dan jenis industrinya. Untuk daerah yang memiliki industri tidak terlalu besar, air yang dibutuhkan oleh rumah tangga 20 – 25 %. 3. Penggunaan air untuk fasilitas sosial
Kebutuhan air untuk fasilitas sosial umumnya dilihat dari jumlah penduduk dan jenis fasilitasnya. Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang biasa digunakan oleh Dirjen Cipta Karya Deprtemen PU serta Direktorat Teknik Penyehatan, maka didapatkan angka rata-rata kebutuhan air: