• Tidak ada hasil yang ditemukan

bubuk komersial. Bahan baku terpilih ditentukan berdasarkan kemudahannya larut dalam air dan uji coba koagulasi dengan penggumpal tahu. Bahan baku yang memerlukan jumlah air paling sedikit untuk larut dan dapat tergumpalkan oleh

penggumpal tahu adalah bahan baku terpilih. Pada uji kemudahan kelarutan dengan air, penambahan air terus di lakukan hingga bahan baku dapat terlarut seutuhnya.

1.2. Penentuan rentang konsentrasi GDL

Pada tahap ini akan ditentukan rentang konsentrasi GDL yang akan ditambahkan mulai dari konsentrasi terkecil yang dapat membentuk gel tahu hingga konsentrasi tertinggi dimana tekstur tahu telah mulai keras dan rasa asam mulai terasa.

1.3. Penentuan perbandingan air dengan serbuk tahu sutera

Pada tahap ini akan ditentukan perbandingan air dengan serbuk tahu sutera yang sesuai (v/b). Air merupakan media pelarut yang digunakan dalam pembuatan tahu secara kering. Perbandingan air dengan dengan serbuk tahu sutera instan yang terbaik perlu diketahui karena akan berpengaruh terhadap tekstur tahu yag dihasilkan. Jika air yang ditambahkan kurang maka serbuk tahu sutera tidak dapat larut sempurna atau tahu yang terbentuk keras dan mudah pecah. Jika air yang ditambahkan berlebih maka larutan akan terlalu encer sehingga tahu yang dihasilkan lembek dan berair.

1.4. Penentuan rentang konsentrasi STPP, Na2HPO4 dan NaH2PO4

Pada tahap ini akan ditentukan rentang konsentrasi penambahan bahan tambahan pangan yang akan berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan. Bahan tambahan pangan yang akan ditambahkan adalah STPP, Na2HPO4 dan NaH2PO4 . Penambahan STPP, Na2HPO4 dan NaH2PO4 akan berpengaruh terhadap tekstur tahu yang dihasilkan. Parameter yang diamati adalah perubahan tekstur yaitu, tingkat keseragaman dan kekenyalan tahu yang dihasilkan yang. Perubahan ini diamati setiap penambahan konsentrasi STPP, Na2HPO4 dan NaH2PO4. Rentang konsentrasi yang terpilih adalah rentang terminimum yang telah dapat memperbaiki karakteristik tekstur tahu sutera yang dihasilkan.

1.5. Penentuan rentang interval waktu dan suhu koagulasi

Pada tahap ini akan ditentukan interval suhu dan waktu koagulasi yang akan berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan. Rentang suhu dan waktu terpilih akan diperoleh melalui kajian literatur yang telah ada. Hal ini dikarenakan telah cukup banyak penelitian yang mengkaji mengenai sifat kimia dari penggumpal GDL termasuk suhu dan waktu koagulasinya. Akan tetapi, beberapa penelitian yang ditemukan masih mengemukakan angka yang berbeda-beda. Rentang interval terpilih diperoleh dengan mengelompokkan angka-angka yang diperoleh kemudian dibuat rentang nilai dari nilai terendah hingga nilai tertinggi yang ditemukan pada literatur yang dikaji.

2. Tahap II

Penelitian tahap II ini bertujuan menentukan formula terpilih untuk serbuk tahu sutera instan, waktu dan suhu koagulasi, dan analisa proksimat untuk profil produk. Formulasi serbuk tahu sutera instan dilakukan untuk memperoleh formula terbaik yang dapat menghasilkan tahu sutera dengan karakteristik tekstur yang paling baik. Selain dilakukan pada formula, penentuan kombinasi terbaik juga dilakukan pada waktu dan suhu koagulasi karena kedua parameter tersebut juga berpengaruh terhadap tekstur tahu sutera yang dihasilkan.

2.1. Penentuan formula terbaik

Pada tahap ini akan ditentukan formula terbaik dari serbuk tahu sutera instan dengan menggunakan metode respon permukaan atau response surface method

(RSM). Pada tahap ini rentang konsentrasi bahan tambahan pangan akan dipetakan ke dalam program kemudian program akan merancang desain formula yang akan diujicobakan. Respon yang akan diukur adalah tekstur tahu sutera, data tekstur yang diperoleh melalui pengukuran akan dipetakan kembali ke dalam program untuk kemudian diperoleh formula terpilih yang sesuai.

Tekstur tahu diukur dengan menggunakan Texture Analyzer TA-XT2i dengan parameter yang diamati adalah kekerasan gel tahu. Alat ini terdiri dari sebuah pengukur tekstur dengan berbagai jenis probe, yang dihubungkan dengan sebuah

komputer, monitor video, dan keyboard kontrol. Sistem pengukur tekstur ini diprogram melalui sebuah perangkat lunak (software) Windows, yaitu Texture Expert. Pengukuran kondisi yang akan digunakan dalam pengukuran dilakukan melalui komputer secara langsung. Tingkat kekerasan digambarkan sebagai puncak tertinggi pada grafik Texture Analyzer. Nilai kekerasan adalah besarnya gaya tekan untuk memecah produk padat. Gaya tekan akan memecah produk padat dan pecahnya langsung dari bentuk aslinya tanpa mengalami deformasi bentuk (Soekarto, 1990). Semakin besar gaya yang digunakan untuk memecah produk, maka semakin besar nilai kekerasan produk tersebut. Pengaturan kondisi yang dipakai dalam pengukuran dilakukan melalui computer dan secara langsung. Parameter yang diukur adalah kekerasan tahu. Setting Texture Analyzer yang dipakai untuk pengukuran kekerasan tahu dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Setting Texture Analyzer yang dipakai dalam pengukuran kekerasan tahu

Parameter Setting

Mode Force in compression

Option Return to start

Pre speed 0.5 mm/s

Speed 1.5 mm/s

Post-test speed 10 mm/s

Distance 8-10 mm

Sampel tahu diletakkan pada tempat sampel (sample platform). Pembawa

probe dapat diatur jaraknya. Jenis probe yang sesuai untuk tahu adalah probe

silinder dengan berat 6.20 gr, diameter 1.20 cm dan tinggi 3.50 cm. Alat ini bekerja dengan memberikan gaya untuk menekan sampel. Besarnya gaya yang dikeluarkan terukur dengan satuan gram force (gf). Keluaran dari pengukuran kekerasan tahu berupa grafik yang menghubungkan antara waktu (detik) dan kekerasan tahu (gf). Kekerasan didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk memecah gel tahu, pada grafik nilainya dibaca pada puncak tertinggi kurva.

2.2. Penentuan waktu dan suhu koagulasi

Pada tahap ini akan ditentukan waktu dan suhu koagulasi terbaik yang menghasilkan tahu sutera dengan karakteristik tekstur paling optimum. Tahap penentuan ini menggunakan rentang interval waktu dan suhu yang telah diperoleh melalui penelitian tahap I. Sama halnya dengan penentuan formula, tahap ini juga menggunakan metode respon permukaan dengan tekstur tahu sebagai respon. Pengukuran respon tekstur juga dilakukan menggunakan Texture Analyzer TA- XT2i dengan setting pengukuran dapat dilihat pada Table 3. Proses pembuatan tahu sutera dari serbuk tahu sutera instan dan pengukuran teksturnya dapat dilihat pada Gambar 5.

2.3. Analisa proksimat serbuk tahu sutera dan tahu sutera terpilih

Pada tahap ini dilakukan analisa kadar air (AOAC, 1995), kadar abu (AOAC, 1995), kadar protein (Metode Kjehldal AOAC, 1995), kadar lemak (AOAC, 1995), dan kadar karbohidrat (by difference) terhadap serbuk tahu sutera formula terpilih dan tahu sutera yang telah ditentukan waktu dan suhu koagulasi terbaiknya.

a. Kadar air (AOAC, 1995)

Penentuan kadar air dilakukan dengan metode oven. Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang. Sebanyak 4-5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam oven bsersuhu 105°C selama 6 jam atau hingga mencapai berat konstan. Cawan dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Cawan dimasukkan kembali dalam oven sampai diperoleh berat konstan. Perhitungan kadar air dapat dilihat pada persamaan (1)

Keterangan : % bb = kadar air per bahan basah (%)

W = bobot bahan awal sebelum dikeringkan (g) W1 = bobot contoh + cawan kosong kering (g) W2 = bobot cawan kosong (g)

b. Kadar Abu (Metode AOAC, 1995)

Penentuan kadar abu dilakukan dengan metode tanur. Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator 10 menit, kemudian timbang 3-5 gram contoh dimasukkan dalam cawan lalu dibakar sampai tidak berasap lagi dan diabukan dalam tanur suhu 600ºC sampai berwarna putih (semua contoh menjadi abu) dan berat konstan. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar abu dapat dilihat pada persamaan (2)

Keterangan : % bb = kadar abu per bahan basah (%)

W = bobot bahan awal sebelum diabukan (g)

W1 = bobot contoh+cawan kosong setelah diabukan (g) W2 = bobot cawan kosong (g)

c.

Analisis Kadar Protein , Metode Kjehldal (Metode AOAC, 1995) Sebanyak 1-2 gram contoh ditimbang kemudian dimasukan ke dalam labu kjeldahl, lalu ditambahkan 1.9 + 0.1 gram K2SO4, 40 + 10 ml H2O, dan 2.0 + 0.1 ml H2SO4. kemudian contoh didihkan sampai cairan jernih. Larutan jernih ini kemudian dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjehldahl dicuci dengan air kemudian air cuciannnya dimasukan kedalam alat destilasi. Dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH – Na2S2O3. Di bawah kondensor diletakan Erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3 kemudian isi erlemeyer diencerkan sampai 50 ml lalu dititrasi dengan HCl 0.02 % sampai terjadi

perubahan warna menjadi abu-abu. Dilakukan pula terhadap blanko. Perhitungan kadar protein dapat dilihat pada persamaan (3) dan (4)

 

Kadar protein (%bb) = %N x faktor konversi (4) Keterangan : % bb = kadar protein per bahan basah (%)

%N = kandungan nitrogen pada contoh (%)

d. Kadar lemak (AOAC, 1995)

Metode yang digunakan dalam penentuan kadar lemak adalah metoe ekstraksi sokhlet. Labu lemak dikeringkan dalam oven dan didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Dua sampai tiga gram sampel yang telah dihancurkan dimasukkan dalam kertas saring yang sesuai ukurannya, kemudian ditutup dengan kapas wool yang bebas lemak. Kertas saring yang berisi larutan sampel tersebut dimasukkan dalam alat ekstraksi sokhlet, dipasang kondensor diatasnya dan labu lemak dibawahnya. Kemudian heksan dituangkan dalam labu lemak secukupnya, sesuai ukuran sokhlet, lalu direfluks selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC. Setelah dikeringkan sampai beratnya konstan didinginkan dalam desikator, kemudian labu dengan lemaknya ditimbang. Perhitungan kadar lemak dapat dilihat pada persamaan (5)

Keterangan : % bb = kadar lemak per bahan basah (%) W = bobot contoh (g)

W1 = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g) W2 = bobot labu lemak kosong (g)

(3)

e. Kadar karbohidrat

Pengukuran kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference yang dapat dilihat pada persamaan (6)

Kadar karbohidrat (% bb) = 100% - (P + A+ KA + L)

 

Keterangan : % bb = kadar karbohidrat per bahan basah (%) P = kadar protein (%)

A = kadar abu (%) KA = kadar air (%)

L = kadar lemak (%)

                   

Gambar 4. Diagram alir metode penelitian 

        Tahap II     Penentuan bahan baku utama Penentuan rentang interval GDL Penentuan perbandingan air dengan serbuk tahu sutera Penentuan rentang interval STPP, Na2HPO4 & NaH2PO4 Penentuan rentang interval waktu dan suhu

koagulasi

 

Metode Respon Permukaan (RSM) penentuan formula terbaik

Metode Respon Permukaan (RSM) (optimasi suhu dan waktu koagulasi) 

Analisa proksimat profil produk terbaik Tahap I

 

Gambar 5. Diagram alir pembuatan tahu sutera cara kering dan pengukuran tekstur

Tahu Sutera

Pengukuran tekstur dengan texture analyzer

Pendinginan Pelarutan dengan

Air

Koagulasi pada waktu dan suhu tertentu

Serbuk Tahu Sutera GDL, STPP, Na2HPO4 & NaH2PO4 Bahan Serbuk Utama Pencampuran Kering

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.TAHAP I

1. Penentuan bahan baku serbuk tahu sutera

Bahan baku yang tersedia adalah isolat protein kedelai dan susu bubuk kedelai komersial. Isolat protein kedelai yang digunakan memiliki kandungan protein sebesar 90.45% dan susu kedelai komersial yang digunakan memiliki kandungan protein sebesar 23%. Untuk mengetahui bahan baku yang terpilih, isolat dan susu bubuk kedelai dilihat kelarutannya dalam air dan uji coba koagulasi dengan penggumpal tahu. Menurut Granizo et al. (2005), bahan baku berbentuk bubuk merupakan bahan baku yang umum ditemukan dalam formula produk sehingga kelarutan dari bubuk tersebut menjadi hal yang sangat penting untuk dapat menghasilkan produk yang seragam.

Berdasarkan tingkat kelarutan yang teramati secara deskriptif oleh panelis terbatas (5 orang) diketahui bahwa susu kedelai bubuk memiliki kelarutan dalam air yang lebih baik dibandingkan dengan isolat protein kedelai. Kemudahan kelarutan ini diukur berdasarkan banyaknya air yang diperlukan untuk melarutkan susu kedelai bubuk dan isolat protein kedelai. Susu kedelai bubuk membutuhkan perbandingan air 1 : 2 untuk dapat larut dengan sempurna sedangkan isolat protein kedelai membutuhkan perbandingan air sebesar 1 : 10. Selain itu, teramati bahwa isolat protein kedelai tidak terlarut dengan sempurna karena akan timbul endapan setelah didiamkan beberapa saat setelah pelarutan dengan air dan larutan yang terbentuk bersifat kental. Seperti yang telah diketahui, isolat protein kedelai hampir bebas dari karbohidrat dan komponen lainnya sedangkan susu kedelai bubuk masih memiliki karbohidrat dan komponen lain tersebut dalam jumlah yang cukup banyak. Karbohidrat diduga memegang peranan penting dalam perbedaan kelarutan antara susu kedelai bubuk dan isolat protein kedelai. Gugus OH pada karbohidrat akan berikatan hidrogen dengan air sehingga membantu proses pelarutan susu kedelai bubuk dengan air (Zayas, 1997).

Parameter lain yang diamati secara deskriptif oleh panelis terbatas adalah uji coba koagulasi dengan penggumpal tahu terhadap susu kedelai bubuk dan isolat protein kedelai. Penentuan keputusan bahan baku terpilih didasarkan pada bahan baku yang dapat tergumpalkan oleh penggumpal tahu. Pengamatan dilakukan dengan cara melarutkan bahan baku dengan air kemudian dilakukan pengadukan lalu penambahan penggumpal tahu dengan jumlah yang sama untuk kedua bahan baku dan dipanaskan pada suhu 70oC selama 30 menit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa isolat protein kedelai tidak terkoagulasi dan membentuk banyak buih sementara susu kedelai bubuk dapat terkoagulasikan walaupun tidak sempurna. Menurut Damodaran dan Kinsella (1982), kemampuan membentuk buih dipengaruhi oleh konsentrasi protein dimana kemampuan pembuihan akan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi protein. Seperti yang telah diketahui bahwa kandungan protein pada isolat protein kedelai (90.45%) lebih tinggi dibandingkan dengan susu kedelai bubuk (23%) sehingga kemampuan pembuihan isolat protein kedelai lebih baik. Kehadiran lemak pada susu kedelai bubuk menyebabkan buih yang dihasilkan oleh susu kedelai bubuk lebih sedikit. Lemak bersifat sebagai foam inhibitor bagikestabilan buih protein kedelai karena lemak melemahkan interaksi protein-protein dengan mengganggu permukaan hidrofobik (Zayas, 1997).

Berdasarkan hasil pengamatan secara deskriptif terhadap kemudahan kelarutan dalam air dan uji coba koagulasi dengan penggumpal tahu diputuskan bahwa bahan baku yang dipilih sebagai bahan baku utama serbuk tahu sutera instan adalah susu kedelai bubuk.

2. Penentuan rentang konsentrasi GDL

GDL adalah koagulan yang umum digunakan karena menghasilkan rendemen tahu yang tinggi, tekstur tahu yang lembut dan lunak dan mempunyai konsistensi elastis dan berair. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya dalam mengikat air dalam jumlah air yang banyak (Shurtleff dan Aoyagi, 1984).

Mekanisme pembentukan gel pada tahu sutera dengan GDL terjadi melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah terdenaturasinya protein kedelai karena pemanasan yang menyebabkan berubahnya konformasi protein. Tahap kedua

adalah tahap koagulasi yang dipromotori oleh proton (ion H+) yang berasal dari GDL. Pelepasan proton oleh GDL baru terjadi ketika dilakukan perendaman larutan dalam air panas, karena dalam kondisi tersebut GDL akan berubah menjadi asam glukonat (Kohyama et al., 1995).

GDL adalah bahan penggumpal tahu yang akan berpengaruh terhadap tekstur tahu yang dihasilkan. Penambahannya harus sesuai, tidak boleh kurang ataupun berlebihan. Oleh karena itu pada penentuan rentang ini akan dipilih batas minimum dimana gel tahu telah mulai terbentuk hingga batas maksimum dimana rasa asam sudah mulai terasa. Tabel 4 menunjukkan hasil pengamatan deskriptif oleh panelis terbatas (5 orang) terhadap penggunaan GDL dalam berbagai konsentrasi.

Tabel 4. Hasil pengamatan deskriptif terhadap GDL

Konsentrasi Pengamatan deskriptif

0,5% Belum terbentuk gel tahu, rasa tidak asam 1% Gel tahu terbentuk baik, rasa tidak asam 1.5% Gel tahu terbentuk baik, rasa sedikit asam

2% Gel tahu keras, rasa sangat asam

Berdasarkan pengamatan deskriptif yang dilakukan pada konsentrasi 0.5% ; 1% ; 1.5% dan 2%, terlihat bahwa gel tahu terbentuk baik pada konsentrasi 1 - 1.5%. Penggunaan konsentrasi GDL dibawah rentang tersebut belum dapat membentuk gel tahu dikarenakan konsentrai GDL yang masih kurang untuk dapat membentuk gel tahu dan penggunaan konsentrasi diatas rentang tersebut memberikan tekstur yang keras dan rasa asam pada produk yang merupakan indikasi bahwa konsentrasi GDL yang digunakan terlalu banyak. Menurut Kohyama et al. (1995), penggunaan GDL dibatasi pada rasa asam yang dihasilkannya. Oleh karena itu, maka dipilih rentang konsentrasi 1-1.5%. Pada konsentrasi GDL 1%, dipilih sebagai batas minimum dimana gel tahu telah dapat terbentuk dan pada konsentrasi GDL 1.5% dipilih sebagai batas maksimum dimana rasa asam sudah mulai terasa sedikit.

3. Penentuan perbandingan air dengan serbuk tahu sutera

Penentuan perbandingan air dengan serbuk tahu sutera dilakukan dengan mengamati gel tahu yang terbentuk secara deskriptif pada 7 titik perbandingan air dengan serbuk tahu sutera. Tabel 5 menunjukkan hasil pengamatan deskriptif oleh panelis terbatas (5 orang) terhadap perbandingan serbuk tahu sutera dengan air.

Tabel 5. Hasil pengamatan deskriptif perbandingan serbuk tahu sutera dengan air.

Serbuk tahu : air Pengamatan deskriptif

1:1.5 Air tidak cukup untuk melarutkan susu kedelai

1:1.75 Susu kedelai terlarut sempurna tetapi tahu yang terbentuk keras

1:2 Susu kedelai terlarut sempurna, gel tahu terbentuk dengan baik

1:2.25 Susu kedelai terlarut sempurna, gel tahu terbentuk baik, terdapat sisa air yang terlihat (whey)

1:2.5 Susu kedelai terlarut sempurna, gel tahu lunak, air yang tersisa lebih banyak (whey)

1:2.75 Susu kedelai terlarut sempurna, gel tahu lunak, air yang tersisa lebih banyak (whey)

1:3 Terlalu banyak air yang tersisa sehingga gel tahu sangat lunak

Berdasarkan hasil pengamatan deskriptif diatas diketahui bahwa perbandingan serbuk tahu sutera dengan air yang terbaik adalah 1 : 2, yaitu air ditambahkan dengan jumlah 2 kali lebih banyak dari jumlah serbuk tahu sutera yang digunakan. Apabila jumlah air yang ditambahkan lebih kecil dari 1 : 2, air tidak cukup untuk melarutkan serbuk tahu sutera (1 : 1.5) dan tahu yang terbentuk keras (1 : 1.75). Sedangkan untuk perbandingan yang lebih besar, tahu sutera yang dihasilkan berair dan mempunyai tekstur yang lembek.

4. Penentuan rentang konsentrasi STPP, Na2HPO4 dan NaH2PO4

Bahan tambahan pangan lain yang akan ditambahkan untuk memperbaiki karakteristik produk yang dihasilkan adalah STPP, Na2HPO4 dan NaH2PO4. Ketiga bahan tambahan pangan tersebut adalah tergolong jenis fosfat. Menurut Ranken (2000), penggunaan fosfat berkisar sekitar 0.3%. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan tahap pengujian awal dengan titik uji yang digunakan adalah konsentrasi fosfat 0% ; 0.1% ; 0.2 % dan 0.3%. Tabel 6 dan 7 menunjukkan hasil pengamatan deskriptif oleh panelis terbatas (5 orang) untuk penggunaan STPP, Na2HPO4 dan NaH2PO4.

Tabel 6. Hasil pengamatan deskriptif terhadap penggunaan STPP

Konsentrasi Pengamatan deskriptif

0% Tekstur tahu tidak seragam (ada bagian yang pecah) dan berpori-pori

0.1% Tekstur cukup seragam, pori-pori halus, kenyal 0.2% Tekstur tahu seragam, pori-pori halus, kenyal 0.3% Tekstur tahu seragam, pori-pori halus, kenyal

Tabel 7. Hasil Pengamatan deskriptif terhadap penggunaan Na2HPO4 dan NaH2PO4

Konsentrasi Pengamatan deskriptif

0% Tekstur tahu seragam, pori-pori halus, kenyal 0.1% Tekstur tahu seragam, pori-pori halus, kenyal

0.2% Tekstur tahu lebih kompak, pori-pori tak terlihat, lebih kenyal 0.3% Tekstur tahu lebih kompak, pori-pori tak terlihat, lebih kenyal

Berdasarkan hasil dari pengamatan deskriptif, untuk STPP terlihat bahwa perbaikan karakteristik produk terjadi antara konsentrasi 0 - 0.1% dan juga pada konsentrasi 0.1-0.2% sedangkan pada konsentrasi di atas 0.2% tidak lagi terjadi perbaikan karakteristik. Telah kita ketahui bahwa jumlah bahan tambahan pangan yang ditambahkan adalah jumlah minimum yang dapat memberikan hasil yang diinginkan. Sehingga rentang yang dipilih untuk STPP adalah 0,05 - 0,15%. Nilai tersebut adalah nilai tengah dari konsentrasi 0 - 0.1% sebagai batas bawah dan

nilai tengah dari konsentrasi 0.1-0.2% sebagai batas atas. Pada Na2HPO4 dan NaH2PO4 terlihat bahwa perbaikan karakteristik tekstur terjadi antara konsentrasi 0.1 - 0.2% dan pada konsentrasi diatas 0.2% tidak lagi terjadi perbaikan karakteristik. Sehingga rentang yang dipilih untuk Na2HPO4 dan NaH2PO4 adalah 0.125 - 0.175%. Penggunaan Na2HPO4 dan NaH2PO4 harus dilakukan secara bersama-sama dengan jumlah yang sama karena peran keduanya adalah sebagai buffer untuk mempertahankan kondisi pH optimum penggumpalan tahu.

5. Penentuan rentang interval waktu dan suhu koagulasi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penentuan rentang interval suhu dan waktu koagulasi adonan tahu sutera ditentukan melalui kajian literatur yang telah ada. Hal ini dikarenakan telah banyak peneliti yang melakukan penelitian terhadap sifat fisik dan kimia penggumpal GDL.

Suhu dan lamanya waktu koagulasi sangat berpengaruh terhadap tekstur tahu sutera yang dihasilkan (Chang, Y.H et al., 2009). Sehingga perlu diketahui suhu dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk koagulasi sehingga akan menghasilkan tahu sutera bertekstur baik. Menurut Shih dan Shiau (2003), suhu optimum untuk koagulasi tahu sutera dengan GDL adalah 71oC. Sedangkan menurut Beddows dan Wang (1987), koagulasi optimum pada tahu sutera terjadi pada suhu 75-80oC dan menurut Kohyama et al. (1995), laju gelasi protein dengan adanya GDL akan meningkat dengan meningkatnya suhu hingga 90oC. Berdasarkan hal tersebut diatas maka ditentukan rentang suhu koagulasi adalah 70-90oC. Waktu yang dibutuhkan untuk koagulasi pada pembuatan tahu sutera adalah lebih dari 30 menit (Pszczola, 2000). Menurut Kohyama et al. (1995), susu kedelai yang telah diberi GDL dan dicelupkan dalam air panas selama 30-50 menit akan terbentuk tahu. Berdasarkan hal tersebut, maka ditentukan rentang waktu koagulasi adalah 30-50 menit.

Penelitian tahap I telah berhasil menentukan rentang interval setiap parameter yang dibutuhkan untuk melakukan optimasi dengan menggunakan metode respon permukaan. Hasil untuk penelitian tahap I disajikan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 6.

Gambar 6. Hasil penelitian tahap I GDL : 1-1.5% STPP : 0.05-0.15% Na2HPO4 & NaH2PO4 :

0.125-0.175%

Pelarutan dengan Air (1:2)

Tahu Sutera Pendinginan Koagulasi pada suhu 70- 90ºC & waktu 30-50 menit

Serbuk Tahu Sutera Susu kedelai Bubuk Pencampuran Kering

Dokumen terkait