• Tidak ada hasil yang ditemukan

III METODE PENELITIAN

2) Tahap pelaksanaan, meliputi :

(a) Membuat peta kemiringan lereng dan peta ketinggian yang diperoleh

dari analisis peta topografi dengan skala 1 : 25.000 dan hasil digitasi kontur yang kemudian dibuat DEM (Digital Elevation Model), dari DEM tersebut dengan Spatial Analysis diturunkan menjadi peta lereng dan peta ketinggian.

(b) Digitasi peta tanah, peta geologi, peta ketinggian, peta kemiringan

lereng, peta liputan/penggunaan lahan, peta bentuk lahan dan peta isohyet wilayah Provinsi Jawa Barat.

(c) Tumpang-tepat (proses overlay) peta-peta ketinggian, kemiringan

lereng, curah hujan, bentuk lahan, liputan/penggunaan lahan, geologi, dan jenis tanah dengan SIG.

(d) Identifikasi parameter penyebab banjir dan penentuan kriteria rawan

(hazard) dan resiko (risk) bencana banjir dan tanah longsor melalui metode pembobotan dan skoring.

3) Tahap pengamatan lapangan, meliputi :

(a) Pengujian terhadap kebenaran identifikasi objek

(penggunaan/penutupan lahan dan bentuk lahan di wilayah Provinsi Jawa Barat).

(b) Verifikasi hasil di lapang mengenai kebenaran identifikasi daerah yang

rawan (hazard) dan beresiko (risk) bencana banjir dan tanah longsor.

4) Tahap penyelesaian

Tahap ini dilakukan pembuatan peta tingkat kerawanan (hazard) dan resiko (risk) bencana banjir dan tanah longsor. Penentuan kelas-kelas banjir dan tanah longsor diperoleh dari analisis tumpang-susun dengan sistem pengharkatan dan pembobotan.

Metode Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah data primer dan data sekunder dikumpulkan, secara digital melalui perangkat lunak (Software) ArcGIS 10.0 dan Surfer 8.0 yang terdapat dalam Sistem Informasi Geografi (SIG), sedangkan untuk

analisis lanjutannya dilakukan dengan software Minitab 14 dan Microsoft Excel

2007. Dalam penelitian ini, digitasi merupakan titik awal pemasukan dan pengolahan data dalam bentuk digital. Setelah semua data yang terkumpul didigitasi, dilakukan proses tumpang-susun (overlay). Klasifikasi data dimaksudkan sebagai pembagian kelas untuk setiap peta tematik. Pengharkatan adalah penentuan harkat pada masing-masing kelas, pemberian harkat pada peta- peta tematik yang digunakan dengan variasi dari 0 sampai 10.

24

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan banjir dan tanah longsor, yang dapat dibedakan menjadi faktor langsung seperti curah hujan dan debit aliran, dan faktor tidak langsung seperti ketinggian tempat, lereng, penggunaan/penutupan lahan, bentuk lahan dan jenis tanah. Dari banyak faktor yang ada, penelitian ini hanya menggunakan 7 faktor, yaitu curah hujan, elevasi, lereng, penggunaan/penutupan lahan, bentuk lahan, struktur geologi batuan dan jenis tanah.

Metode Pembobotan dan Skoring

Dalam penentuan bobot dan skor masing-masing parameter pembentuk banjir dan longsor, digunakan metode Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process – AHP) yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli (judgement) dalam memilih alternatif yang paling disukai. Dalam proses pembuatan AHP ini dilakukan dengan membuat kuesioner dalam bentuk matrik perbandingan berpasangan (pairwise comparison) terhadap parameter dan variabel yang akan ditentukan bobot dan skornya (Saaty 1983 dalam Marimin 2010). Responden yang terlibat dalam proses pembuatan AHP ini sejumlah 6 (enam) orang, yang mewakili keahlian di bidang banjir dan longsor, fisik lahan, geologi, kesesuaian lahan, mitigasi bencana lingkungan, serta permodelan dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Pengolahan data kuesioner AHP dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak program Expert Choice 2000. Bobot menunjukkan besaran atau derajat nilai masing- masing parameter yang ditunjukkan dengan kisaran nilai 0-1, sedangkan skor menunjukkan nilai setiap variabel pada masing-masing parameter yang ditunjukkan dengan kisaran nilai 0-100.

Analisis Tingkat Rawan (Hazard) Banjir dan Longsor

Setelah dilakukan klasifikasi dan pengharkatan atau pemberian nilai pada masing-masing parameter, kemudian semua peta tematik yang digunakan dalam penelitian ini di integrasikan (overlay) untuk menentukan tingkat kerawanannya. Nilai rawan (hazard) suatu daerah terhadap banjir dan longsor ditentukan dari total penjumlahan hasil perkalian antara bobot dan skor dari 7 (tujuh) parameter yang berpengaruh terhadap banjir dan longsor di atas. Penentuan tingkat rawan (hazard) dilakukan dengan membagi sama banyaknya nilai-nilai kerawanan (hazard) dengan jumlah interval kelas yang sama; interval kelas ditentukan dengan persamaan i = R/n; dimana i : lebar inteval, R: selisih skor maksimum

dan minimum, n : jumlah kelas kerawanan. Dari peta dan tabel hasil tumpang-

susun diperoleh informasi tingkat rawan banjir dan longsor pada tiap-tiap satuan parameter penentu klasifikasi. Hasil dari proses overlay dari peta-peta tematik tersebut menghasilkan peta potensi rawan (hazard) banjir dan longsor.

Analisis Tingkat Resiko (Risk) Banjir dan Longsor

Peta resiko (risk) banjir dan longsor didapat dari peta potensi rawan (hazard) banjir dan longsor yang diintegrasikan dengan hasil analisis kerentanan (vulnerability) dan element of risk. Analisis kerentanan (vulnerability) itu sendiri merupakan hasil analisis berdasarkan parameter kepadatan (density) infrastruktur,

25

aksesibilitas atau jalan dan penggunaan lahan. Sedangkan analisis element of risk merupakan fungsi dari kesiapsiagaan atau tanggap darurat dari masing-masing kabupaten/kota yang memiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah penduduk (density per kabupaten/kota), serta penggunaan lahan. Integrasi peta potensi rawan (hazard)

banjir dan longsor dengan kriteria analisis vulnerability dan element of risk

menghasilkan nilai akhir yang telah direklasifikasi (Gambar 7). Perhitungan resiko banjir dan longsor berdasarkan hasil analisis kerentanan (vulnerability) dan element of risk disajikan pada Tabel 3 sampai Tabel 9.

Gambar 7 Matrik tahapan dalam analisis resiko (risk) banjir dan longsor Tabel 3 Perhitungan nilai resiko kerentanan (vulnerability) terhadap banjir dan

longsor berdasarkan parameter penggunaan lahan

No. Tipe Penggunaan Lahan Nilai Kerentanan

1. Permukiman 5

2. Sawah, Tambak/Empang 4

3. Kebun Campuran, Perkebunan 3

4. Tegalan/Ladang 2

5. Hutan, Semak/Belukar, Rawa, Mangrove, Tanah Terbuka 1

6. Tubuh Air 0

Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2012)

Penentuan nilai resiko kerentanan (vulnerability) terhadap banjir dan

longsor berdasarkan parameter penggunaan lahan, dilakukan dengan

Peta Rawan (Hazard)

Banjir dan Longsor Nilai

Tidak Rawan 1

Agak Rawan 2

Rawan Sedang 3

Rawan Tinggi 4

Rawan Sangat Tinggi 5

Nilai Vulnerabilitydan Element of Risk

Tidak Rawan 1

Agak Rawan 2

Rawan Sedang 3

Rawan Tinggi 4

Rawan Sangat Tinggi 5

No. Analisis Kerentanan

(Vulnerability)

1. Jalan / Aksesibilitas 2. Infrastruktur 3. Penggunaan Lahan

Peta Resiko (Risk) Banjir dan Longsor Nilai

Tidak Rawan 1

Agak Rawan 2

Rawan Sedang 3

Rawan Tinggi 4

Rawan Sangat Tinggi 5

No. Analisis Element of Risk

1. Keberadaan BPBD 2. Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)

3. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) 4. Penggunaan Lahan

26

pengklasifikasian tipe penggunaan lahan dari yang memiliki tingkat kerentanan paling tinggi sampai dengan yang paling rendah terhadap bencana banjir dan longsor, seperti terlihat pada Tabel 3. Terlihat bahwa tipe penggunaan lahan permukiman memiliki kerentanan yang paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya, hal ini dikarenakan permukiman tidak memiliki kemampuan mitigasi dan adaptasi terhadap bencana banjir dan longsor, disamping juga memiliki potensi kerugian yang paling tinggi dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan lainnya. Demikian sebaliknya dengan tipe penggunaan lahan hutan, semak/belukar, rawa, mangrove, tanah terbuka dan tubuh air yang memiliki tingkat kerentanan paling rendah, dimana hal tersebut dikarenakan pada tipe penggunaan lahan tersebut memiliki kemampuan bertahan atau mitigasi dan adaptasi adaptasi terhadap bencana banjir dan longsor, disamping juga memiliki potensi kerugian yang paling rendah dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan lainnya.

Tabel 4 Perhitungan nilai resiko kerentanan (vulnerability) terhadap banjir dan longsor berdasarkan parameter aksesibilitas atau jalan

No. Jalan Penggunaan Lahan Nilai

Kerentanan

Kelas Bobot Tipe/Jenis Bobot

1. Jalan Lain, Lokal, Terowongan, Titian 2 Permukiman 5 5/2 Sawah, Tambak/Empang 4 4/2 Kebun Campuran, Perkebunan 3 3/2 Tegalan/Ladang 2 2/2 Hutan, Semak/Belukar, Rawa, Mangrove, Tanah Terbuka

1

½

Tubuh Air 0 0

2. Jalan Kolektor 3 Permukiman 5 5/3

Sawah, Tambak/Empang 4 4/3 Kebun Campuran, Perkebunan 3 3/3 Tegalan/Ladang 2 2/3 Hutan, Semak/Belukar, Rawa, Mangrove, Tanah Terbuka 1 1/3 Tubuh Air 0 0 3. Jalan Arteri/Utama 4 Permukiman 5 5/4 Sawah, Tambak/Empang 4 4/4 Kebun Campuran, Perkebunan 3

¾

Tegalan/Ladang 2 2/4 Hutan, Semak/Belukar, Rawa, Mangrove, Tanah Terbuka 1

¼

Tubuh Air 0 0 4. Jalan Tol Nasional 5 Permukiman 5 5/5 Sawah, Tambak/Empang 4 4/5

27

No. Jalan Penggunaan Lahan Nilai

Kerentanan

Kelas Bobot Tipe/Jenis Bobot

Kebun Campuran, Perkebunan

3 3/5

Tegalan/Ladang 2 2/5

Hutan, Semak/Belukar, Rawa, Mangrove, Tanah Terbuka

1 1/5

Tubuh Air 0 0

5. Jalan Kereta Api 6 Permukiman 5 5/6

Sawah, Tambak/Empang 4 4/6 Kebun Campuran, Perkebunan 3 3/6 Tegalan/Ladang 2 2/6 Hutan, Semak/Belukar, Rawa, Mangrove, Tanah Terbuka

1 1/6

Tubuh Air 0 0

6. Non Jalan 1 Permukiman 5 5

Sawah, Tambak/Empang 4 4 Kebun Campuran, Perkebunan 3 3 Tegalan/Ladang 2 2 Hutan, Semak/Belukar, Rawa, Mangrove, Tanah Terbuka

1 1

Tubuh Air 0 0

Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2012)

Penentuan nilai resiko kerentanan (vulnerability) terhadap banjir dan longsor berdasarkan parameter aksesibilitas atau jalan dilakukan pengklasifikasian kelas jalan berdasarkan klasifikasi jenis dan lebar jalan dari Kementerian Pekerjaan Umum, serta dengan memberikan bobot/nilai kerentanannya berdasarkan klasifikasi kerentanan jalan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2012) seperti terlihat pada Tabel 4. Integrasi kelas jalan terhadap tipe penggunaan lahan, dapat menghasilkan bobot/nilai dari masing-masing kelas jalan tersebut. Nilai kerentanan jalan kereta api pada tipe penggunaan lahan permukiman memiliki nilai kerentanan yang paling rendah dibandingkan dengan lainnya, hal ini dikarenakan dengan adanya jalan kereta api tersebut pada penggunaan lahan permukiman, akan sangat memudahkan dan mempercepat proses evakuasi dan pemberian pertolongan akibat bencana banjir dan longsor. Demikian sebaliknya dengan tipe penggunaan lahan permukiman yang tidak memiliki jalan atau aksesibilitas, akan memiliki tingkat kerentanan yang paling tinggi dibandingkan dengan lainnya, dimana hal ini dikarenakan tidak adanya jalur atau aksesibilitas yang dapat membantu dalam memberikan pertolongan atau proses evakuasi apabila terjadi bencana banjir dan longsor.

28

Tabel 5 Perhitungan nilai resiko kerentanan (vulnerability) terhadap banjir dan longsor berdasarkan parameter infrastruktur

No. Jenis Infrastruktur Nilai Kerentanan

1. Komplek Perkantoran dan Bangunan Perumahan 5

2. Fasilitas Sosial dan Umum, Fasilitas Peribadatan 4

3. Fasilitas Kawat Listrik dan Pipa Gas, Fasilitas Vital Energi 3

4. Fasilitas Pariwisata, Fasilitas Pemakaman, dan Fasilitas

Pertambangan

2

5. Fasilitas Non Publik (Titik Tinggi, Tonggak Kilometer) 1

Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2012)

Penentuan nilai resiko kerentanan (vulnerability) terhadap banjir dan longsor berdasarkan parameter infrastruktur dilakukan pengklasifikasian infrastruktur berdasarkan klasifikasi jenis infrastruktur dan potensi kerugian dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2012) seperti terlihat pada Tabel 5. Semakin banyak infrastruktur yang dimiliki suatu wilayah akan menyebabkan potensi kerugian yang dialami akibat bencana banjir dan longsor semakin tinggi, demikian juga berlaku sebaliknya, semakin sedikit infrastruktur di suatu wilayah akan menyebabkan semakin rendah potensi kerugian yang dialami akibat bencana banjir dan longsor.

Tabel 6 Perhitungan resiko element of risk terhadap banjir dan longsor berdasarkan parameter penggunaan lahan

No. Tipe Penggunaan Lahan Nilai Element of

Risk

1. Permukiman 5

2. Sawah, Tambak/Empang 4

3. Kebun Campuran, Perkebunan 3

4. Tegalan/Ladang 2

5. Hutan, Semak/Belukar, Rawa, Mangrove, Tanah Terbuka 1

6. Tubuh Air 0

Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2012)

Penentuan nilai resiko element of risk terhadap banjir dan longsor

berdasarkan parameter penggunaan lahan, dilakukan dengan pengklasifikasian tipe penggunaan lahan dari yang memiliki tingkat kerentanan paling tinggi sampai dengan yang paling rendah terhadap bencana banjir dan longsor, seperti terlihat pada Tabel 3. Terlihat bahwa tipe penggunaan lahan permukiman memiliki nilai element of risk paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya, hal ini dikarenakan permukiman memiliki potensi nilai (value) kerugian yang paling tinggi dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan lainnya apabila terjadi bencana banjir dan longsor. Demikian sebaliknya dengan tipe penggunaan lahan hutan, semak/belukar, rawa, mangrove, tanah terbuka dan tubuh air yang memiliki

nilai element of risk paling rendah, dimana hal tersebut dikarenakan pada tipe

29

dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan lainnya apabila terjadi bencana banjir dan longsor.

Tabel 7 Perhitungan resiko element of risk terhadap banjir dan longsor

berdasarkan parameter kepadatan jumlah penduduk (jiwa/km2

No.

)

Kepadatan Jumlah Penduduk (Density) Nilai Element of

Risk 1. 0 – 250 jiwa/km2 5 2. 250 – 500 jiwa/km2 4 3. 500 – 750 jiwa/km2 3 4. 750 – 1.000 jiwa/km2 2 5. > 1.000 jiwa/km2 1

Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)

Penentuan nilai resiko element of risk terhadap banjir dan longsor

berdasarkan parameter kepadatan jumlah penduduk (density) dilakukan pembagian jumlah kelas tingkat kepadatan penduduk berdasarkan klasifikasi dari Badan Pusat Statistik (2011) seperti terlihat pada Tabel 7. Semakin rendah tingkat kepadatan penduduk suatu wilayah akan menyebabkan potensi kerugian yang dialami akibat bencana banjir dan longsor semakin rendah, demikian juga berlaku sebaliknya, semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah akan menyebabkan semakin tinggi kerugian yang dialami akibat bencana banjir dan longsor.

Tabel 8 Perhitungan resiko element of risk terhadap banjir dan longsor berdasarkan parameter Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)

No. Kepadatan Jumlah Penduduk (Density) Nilai Element of

Risk 1. < 10 triliun/tahun 5 2. 10 – 15 triliun/tahun 4 3. 15 – 20 triliun/tahun 3 4. 20 – 25 triliun/tahun 2 5. > 25 triliun/tahun 1

Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)

Penentuan nilai resiko element of risk terhadap banjir dan longsor

berdasarkan parameter Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dilakukan pembagian nilai PDRB yang dimiliki masing-masing kabupaten/kota berdasarkan klasifikasi dari Badan Pusat Statistik (2011) seperti terlihat pada Tabel 8. Semakin besar nilai PDRB yang dimiliki oleh suatu kabupaten/kota akan menyebabkan potensi kerugian yang dialami akibat bencana banjir dan longsor semakin tinggi, demikian juga berlaku sebaliknya, semakin rendah nilai PDRB yang dimiliki oleh suatu kabupaten/ kota akan menyebabkan potensi kerugian yang dialami akibat bencana banjir dan longsor semakin rendah.

30

Tabel 9 Perhitungan resiko element of risk terhadap banjir dan longsor berdasarkan parameter kesiapsiagaan atau tanggap darurat

No. Kesiapsiagaan/Tanggap Darurat Nilai Element of

Risk

1. Keberadaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD)

5

2. AD-ART 4

3. Mekanisme/Protap Penanggulangan Bencana 3

4. Peta Potensi Bencana Lingkungan 2

5. Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi 1

Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2012)

Penentuan nilai resiko element of risk terhadap banjir dan longsor

berdasarkan parameter kesiapsiagaan/tanggap darurat, dilakukan dengan menguraikan keberadaan BPBD pada masing-masing kabupaten/kota, AD-ART, mekanisme/protap penanggulangan bencana, adanya informasi mengenai peta potensi bencana lingkungan sebagai salah satu tindakan mitigasi bencana banjir dan longsor, serta adanya program rehabilitasi dan rekonstruksi akibat bencana banjir dan longsor; berdasarkan klasifikasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2012) seperti terlihat pada Tabel 9. Apabila suatu kabupaten/kota memiliki BPBD sampai dengan program rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana banjir dan longsor, maka dapat dikatakan bahwa kabupaten/ kota tersebut

memiliki nilai resiko element of risk yang tinggi terhadap bencana banjir dan

longsor.

Mitigasi Bencana Banjir dan Tanah Longsor

Dalam melakukan upaya mitigasi bencana diperlukan tahapan kegiatan yang dapat memberikan gambaran secara rinci mengenai upaya yang harus dilakukan. Tahapan-tahapan tersebut meliputi pengkajian potensi bencana, analisis kerawanan dan analisis resiko bencana. Setelah dihasilkan peta rawan (hazard) dan resiko (risk) banjir dan tanah longsor, kemudian diintegrasikan dengan Peta Rencana Pola Ruang yang tertuang dalam RTRW Provinsi Jawa Barat Tahun 2010-2030 untuk melihat apakah dalam rencana pola ruang yang telah disusun tersebut, karakteristik lahannya merupakan daerah yang berpotensi terjadinya bencana banjir dan longsor. Apabila dalam rencana pola ruang tersebut terdapat daerah yang berpotensi tinggi untuk terjadinya bencana banjir dan longsor, hal tersebut perlu ditindaklanjuti dengan rekomendasi-rekomendasi berbagai alternatif tindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi bencana banjir dan tanah longsor. Tahapan penelitian secara sistematik sebagaimana diuraikan di atas, secara skematik dapat digambarkan dalam diagram alir (Gambar 8).

31

GCP : Ground Control Point

Gambar 8 Diagram alir tahapan penelitian

Re-Class Nilai Resiko

Longsor PDRB Citra Landsat/ ASTER / SPOT Image Processing Peta Landuse Terkini (Sementara) Integrasi (Overlay) Data Sosial

Analisis Spasial Daerah

Berpotensi Banjir & Longsor Penentuan Bobot dan Skor Parameter

Pembentuk Banjir & Longsor Peta Potensi Rawan

(Hazard) Banjir & Longsor

Integrasi (Overlay)

Peta Potensi Resiko (Risk)

Banjir & Longsor

Arahan Pemanfaatan Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat

Peta Geologi Peta Bentang Lahan (Landform) Peta Curah Hujan (Isohyet)

Integrasi Pola Ruang (RTRW Provinsi Jawa

Barat 2010-2030)

Analytical Hierarchy Process (AHP)

Data Kejadian Banjir dan Longsor

di Lapangan GCP Survai Lapangan/ Ground Truth Se sua i Ti d a k Se sua i Peta Jenis Tanah

Peta Tutupan Lahan (Eksisting)

Peta Topografi

Peta Lereng Peta Elevasi

Nilai Resiko (Vulnerability)

Revisi Peta Potensi

Rawan (Hazard) Banjir

dan Longsor

Re-Class Nilai Resiko

Banjir Analisis Element of Risk Landuse Tanggap Darurat Kerapatan Penduduk Jalan Infra- struktur Landuse Analisis Kerentanan (Vulnerability)

32

Dokumen terkait