• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2. Tahap Pelaksanaan Pembinaan

Tolak ukur dari keberhasilan dari pembinaan suatu lembaga pemasyarakatan adalah bagaimana perilaku narapidana baik selama berada di lembaga pemasyarakatan maupun setelah terjun kembali ke masyarakat. Oleh

commit to user

karena itu, perlu adanya suatu sistem atau strategi dalam pembinaan yang dilakukan oleh petugas pemasyarakatan.

Berdasarkan skema tentang proses pemasyarakatan sebagaimana terlampir, maka dapat diuraikan bahwa secara garis besar terdapat 4(empat) tahap pelaksanaan pembinaan, yaitu:

a. Tahap Pertama disebut dengan Tahap Masa Pengenalan Lingkungan (Mapenaling)

Pada tahap ini terdapat beberapa penekanan, yaitu penerapan pelatihan Peraturan Baris-Berbaris (PBB) untuk membentuk kedisiplinan, pengenalan norma-norma yang berlaku di lembaga pemasyarakatan, pembentukan pola ibadah yang sesuai dengan ajaran agama masing- masing, dan penggalian minat dan bakat.

Untuk penggalian minat dan bakat maka diperlukan wali narapidana untuk membantu narapidana mengenali diri sendiri dan mengetahui kemampuannya. Wali narapidana adalah petugas pemasyarakatan yang ditunjuk sebagai pengganti orang tua untuk mengamati, mengawasi, dan memberikan penilaian mengenai tingkah laku narapidana yang diampunya, serta menerima keluhan dari narapidana tersebut.

Setelah paling lama satu bulan menjalani masa pengenalan lingkungan dengan penempatan pada Blok G, maka selanjutnya dilakukan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) untuk menentukan apakah narapidana sudah siap atau belum untuk ditempatkan di Blok E sampai selesai menjalani 1/3 masa pidananya dengan sistem penjagaan Maximum Security, dalam arti terhadap narapidana tersebut dilakukan pengawasan secara ketat.

b. Tahap Kedua disebut dengan Tahap Peningkatan

Setelah narapidana menjalani 1/3 masa pidananya di Blok E, maka segera diadakan sidang TPP tahap kedua (Sidang Peningkatan Program). Pada sidang ini diputuskan apakah narapidana sudah siap atau belum untuk ditempatkan di Blok Reguler (Blok D dan F) sampai dengan 1/2 masa pidananya dengan sistem penjagaan Medium Security. Pada tahap

commit to user

ini, narapidana sudah dipekerjakan di luar tembok lembaga pemasyarakatan sesuai dengan kemampuannya.

c. Tahap Ketiga disebut dengan Tahap Asimilasi

Setelah menjalani tahap kedua, narapidana dapat mengusulkan agar ia dapat menjalani pembinaan tahap ketiga (tahap asimilasi) kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan.

Asimilasi adalah proses pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan di dalam kehidupan masyarakat.

Pada tahap ini, narapidana dapat dipekerjakan pada tiap-tiap latihan kerja, baik milik lembaga pemasyarakatan maupun milik swasta sampai 2/3 masa pidananya, dengan sistem penjagaan Minimum Security. Bentuk kegiatan dari tahap ini antara lain:

1) bekerja diluar lembaga pemasyarakatan yang dapat berupa :

a) bekerja pada pihak ketiga baik instansi pemerintah, swasta ataupun perorangan

b) bekerja mandiri, misalnya menjadi tukang cukur, binatu, bengkel, tukang memperbaiki radio dan lain sebagainya

c) bekerja pada lembaga pemasyarakatan terbuka dengan tahap

minimum security

2) mengikuti pendidikan, bimbingan dan latihan ketrampilan diluar lembaga pemasyarakatan

3) mengikuti kegiatan sosial dan kegiatan pembinaan lainnya seperti : a) kerja bakti bersama dengan masyarakat

b) berolah raga bersama dengan masyarakat

c) mengikuti upacara atau peragaan ketrampilan bersama dengan masyarakat

Dalam melaksanakan asimilasi, lamanya narapidana berada diluar lembaga pemasyarakatan ditentukan sebagai berikut :

commit to user

1) untuk kegiatan pendidikan, bimbingan dan latihan ketrampilan disesuaikan dengan waktu yang dipergunakan secara efektif ditempat kegiatan

2) untuk kegiatan kerja pada pihak ketiga dan kerja mandiri disesuaikan dengan waktu yang dipergunakan ditempat kerja paling lama 9 (sembilan) jam sehari termasuk waktu di perjalanan

3) untuk kegiatan di lembaga pemasyarakatan terbuka dapat menginap dengan mendapat pengawalan minimum security.

Dalam hal pelaksanaan asimilasi memerlukan kerja sama antara lembaga pemasyarakatan dengan pihak ketiga, maka kerja sama tersebut harus didasarkan pada suatu perjanjian yang dibuat antara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan pihak ketiga yang memberi pekerjaan pada narapidana. Perjanjian kerjasama tersebut harus memuat hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, termasuk upah yang akan diterima narapidana.

d. Tahap Keempat disebut dengan Tahap Integrasi

Setiap narapidana yang menempuh tahap keempat ini, yaitu setelah menempuh 2/3 masa pidananya, dapat diintegrasikan kepada masyarakat di luar lembaga pemasyarakatan berupa cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat.

Cuti menjelang bebas adalah proses pembinaan diluar Lembaga Pemasyarakatan bagi narapidana yang menjalani masa pidana atau sisa masa pidana yang pendek. Sedangkan pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan narapidana diluar Lembaga Pemasyarakatan yang dilaksanakan berdasarkan Pasal 15 dan Pasal 16 Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta Pasal 14, 22 dan Pasal 29 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Dalam pelaksanaan semua tahap pembinaan tersebut, sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, maka narapidana berhak atas Remisi. Menurut Dwidja Priyatno dalam bukunya menyatakan:

commit to user

Remisi dalam sistem pelaksanaan pidana penjara khususnya yang menyangkut sistem pemasyarakatan sangat penting. Hal ini menyangkut masalah pembinaan yang dilakukan oleh para petugas LAPAS terhadap para narapidana. Untuk itu dalam pelaksanaan sistem pidana penjara di Indonesia, remisi mempunyai kedudukan yang sangat strategis sebab, apabila narapidana tidak berkelakuan baik (yang merupakan inti keberhasilan pembinaannya) maka tidak dapat diberikan remisi (Dwidja Priyatno, 2009:133).

Pengertian dari remisi itu sendiri menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan adalah “remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan” (Pasal 1 ayat (6) PP No.32 Tahun 1999).

Bentuk-bentuk remisi berdasarkan Pasal 2 dan 3 Keputusan Presiden Nomor: 174 Tahun 1999 tentang Remisi antara lain:

a. Remisi Umum

Remisi Umum adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus.

b. Remisi Khusus

Remisi Khusus adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana pada Hari Besar Keagamaan yang dianut oleh yang bersangkutan dan dilaksanakan sebanyak-banyaknya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun bagi masing-masing agama. Pemberian Remisi khusus dilaksanakan pada:

1) Setiap Hari Raya Idul Fitri bagi Narapidana dan Anak Pidana yang beragama Islam.

2) Setiap Hari Natal bagi Narapidana dan Anak Pidana yang beragama Kristen/Khatolik.

3) Setiap Hari Raya Nyepi bagi Narapidana dan Anak Pidana yang beragama Hindu.

commit to user

4) Setiap Hari Raya Waisak bagi Narapidana dan Anak Pidana yang beragama Budha.

Berdasarakan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Nomor: E.UM.01.10-130 Tahun 2001 tentang Penjelasan Remisi Khusus yang Tertunda dan Remisi Khusus Bersyarat serta Remisi Tambahan, Remisi Khusus dibagi menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu:

1) Remisi Khusus Tertunda

Remisi Khusus ini diberikan kepada Narapidana yang telah memenuhi syarat substantif namun pada hari raya keagamaannya, yang bersangkutan masih berstatus tahanan sehingga yang bersangkutan tidak dapat diusulkan untuk memperoleh Remisi. Untuk selanjutnya yang bersangkutan dapat diusulkan Remisi setelah yang bersangkutan berstatus Narapidana. Besarnya Remisi Khusus Tertunda maksimal 1 (satu) bulan.

2) Remisi Khusus Bersyarat

Remisi Khusus ini diberikan kepada Narapidana dan anak pidana yang pada hari raya keagamaannya, belum cukup 6 (enam) bulan menjalani pidananya, Narapidana tersebut tetap dapat diusulkan Remisi Khusus Bersyaratnya, apabila selama menjalani masa bersyarat genap 6 (enam) bulan yang bersangkutan senantiasa berkelakuan baik selanjutnya Remisi Khusus Bersyarat tersebut diperhitungkan dalam expirasinya. Namun apabila selama menjalani masa bersyarat tersebut yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin maka Remisi Khusus Bersyarat dicabut/dibatalkan.

c. Remisi Tambahan

Remisi Tambahan adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang berbuat jasa kepada negara, melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan atau melakukan perbuatan yang membantu kegiatan Lembaga Pemasyarakatan.

Remisi Tambahan ini diberikan kepada Narapidana biasa bukan pemuka yang sekurang kurangnya 6 (enam) bulan sebelum hari “H” (Hari

commit to user

Ulang Tahun Kemerdekaan RI) telah melakukan tugas Karya dan Dharma Bhakti, sehingga dapat dirasakan manfaatnya bagi banyak Narapidana lainnya. Remisi tambahan jenis ini tetap dapat diberikan pada Hari Raya Keagamaan berikutnya sepanjang Dharma, Karya/Bhaktinya dilakukan terus menerus tidak terputus sampai dengan Hari Raya tahun berikutnya. Adapun Karya dan Dharma Bhakti yang dilakukan sebagai pengajar, guru, pelatih keterampilan dan instruktur, Da’i atau Pendeta.

d. Remisi Dasawarsa

Remisi Dasawarsa diberikan bertepatan dengan ulang tahun kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus, tiap 10 (sepuluh) tahun sekali.

Dokumen terkait