• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5. Tinjauan Umum Tentang Pembinaan Narapidana

Perlindungan hak asasi pelanggar Hukum Internasional yang ditetapkan dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik sebagaimana telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2005, yaitu “sistem penjara harus mencakup pembinaan terhadap narapidana, yang tujuan utamanya adalah perbaikan dan rehabilitasi sosial narapidana” (Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005).

Pelanggar hukum yang belum dewasa harus dipisahkan dari orang dewasa dan diberikan perlakuan sesuai dengan usia dan status hukumnya. Oleh sebab itulah dalam Sistem Pemasyarakatan menganggap bahwa wadah pembinaan narapidana yang paling ideal adalah masyarakat.

Sejalan dengan prinsip ini maka dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan telah dinyatakan secara jelas dan limitatif berbagai hak narapidana, temasuk hak mendapatkan pembinaan di tengah-tengah masyarakat yakni hak asimilasi, hak mengunjungi keluarga, hak cuti bersyarat dan pembebasan bersyarat. Hal

commit to user

ini dimaksudkan untuk mengurangi dampak yang negatif dari pemenjaraan. Sedangkan di sisi lain secara bertahap ia diberikan pelatihan untuk menerima tanggung jawab sosial yang diperlukan dalam kegiatan bermasyarakat.

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, dijelaskan bahwa “pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan” (Pasal 1 ayat (1) PP No.31 Tahun 1999).

Untuk dapat melandasi program pembinaan narapidana, sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas:

1.) Pengayoman;

2.) Persamaan perlakuan dan pelayanan; 3.) Pendidikan;

4.) Pembimbingan;

5.) Penghormatan harkat dan martabat manusia;

6.) Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; dan

7.) Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu (Pasal 5 UU No.12 Tahun 1995).

Penjelasan terhadap asas-asas yang telah disebutkan diatas adalah sebagai berikut:

Pengayoman adalah perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, juga memberikan bekal hidupnya kepada Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat.

Persamaan perlakuan dan pelayanan adalah pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada Warga Binaan Pemasyarakatan tanpa membeda-bedakan orang,

commit to user

Penghormatan harkat dan martabat manusia” adalah bahwa sebagai orang yang tersesat Warga Binaan Pemasyarakatan harus tetap diperlakukan sebagai manusia.

Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan adalah Warga Binaan Pemasyarakatan harus berada dalam LAPAS untuk jangka waktu tertentu, sehingga mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya. (Selama di LAPAS, Warga Binaan Pemasyarakatan tetap memperoleh hak-haknya yang lain seperti layaknya manusia, dengan kata lain hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak memperoleh perawatan kesehatan, makan, minum, pakaian, tempat tidur, latihan, keterampilan, olah raga, atau rekreasi).

Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu adalah bahwa walaupun Warga Binaan Pemasyarakatan berada di LAPAS, tetapi harus tetap didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat, antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam LAPAS dari anggota masyarakat yang bebas, dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.

b. Tujuan Pembinaan

C.I.Harsono dalam skripsi Apriana Kusumaningrum menyebutkan bahwa:

Tujuan pembinaan adalah pemasyarakatan, yang dapat dibagi dalam tiga hal, yaitu:

1) Setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tidak lagi melakukan tindak pidana.

2) Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam membangun bangsa dan negaranya.

3) Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat (C.I. Harsono. 1995:47).

commit to user

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M. 02- PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana dan Tahanan, tujuan pembinaan dibagi menjadi dua:

1) Tujuan Umum:

a) Memantapkan iman (ketahanan mental) mereka.

b) Membina mereka agar mampu berintegrasi secara wajar di dalam kehidupan kelompok selama dalam Lembaga Pemasyarakatan dan kehidupan yang lebih luas (masyarakat) setelah menjalani pidananya.

2) Tujuan Khusus:

a) Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta bersikap optimis akan masa depannya.

b) Berhasil memperoleh pengetahuan, minimal ketrampilan untuk bekal mampu hidup mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan nasional.

c) Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin pada sikap dan perilakunya yang tertib disiplin serta mampu menggalang rasa kesetiakawanan sosial.

d) Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan negara.

c. Tahapan Pembinaan Narapidana

Berikut ini adalah tahap-tahap pembinaan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan:

1.) Pembinaan tahap awal.

Pembinaan tahap awal bagi narapidana dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan 1/3 (satu pertiga) dari masa pidana.Pembinaan tahap awal ini meliputi:

a) Masa pengamatan, pengenalan, dan penelitian lingkungan paling lama 1 (satu) bulan;

commit to user

c) Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; dan

d) Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal.

Tahap ini diawali dengan tahap admisi dan orientasi, yaitu sejak masuk didaftar, diteliti surat-surat vonisnya, lama pidananya, diperhitungkan kapan bebasnya, hasil penelitian tersebut penting untuk penyusunan program pembinaan selanjutnya.

2.) Pembinaan tahap lanjutan

Pembinaan tahap lanjutan dapat dibagi kedalam 2 periode, yaitu sebagai berikut:

a) Tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya pembinaan tahap awal sampai dengan 1/2 (satu per dua) dari masa pidana; dan

b) Tahap lanjutan kedua, sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua per tiga) masa pidana.

Pembinaan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud di atas, meliputi:

a) Perencanaan program pembinaan lanjutan; b) Pelaksanaan program pembinaan lanjutan;

c) Penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan; dan d) Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi.

3.) Pembinaan tahap akhir

Pembinaan tahap akhir dilaksanakan sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari narapidana yang bersangkutan. Pembinaan tahap akhir meliputi:

a) Perencanaan program integrasi; b) Pelaksanaan program integrasi; dan

c) Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir.

Tahap Integrasi atau non institusional, tahap ini apabila narapidana sudah menjalani 2/3 masa pidanaya dan paling sedikit 9 (sembilan) bulan, narapidana dapat diusulkan diberikan pembebasan bersyarat. Di sini narapidana sudah sepenuhnya berada di tengah-tengah masyarakat dan

commit to user

keluarga. Setelah pembebasan bersyarat habis, kembali ke lembaga pemasyarakatan untuk mengurus atau menyelesaikan surat bebas atau surat lepasnya. Apabila dalam tahap ini mendapatkan kesulitan atau hal- hal yang memungkinkan tidak mendapatkan persyaratan pembebasan bersyarat, maka narapidana diberikan cuti panjang lepas yang lamanya sama dengan banyaknya remisi terakhir, tapi tidak boleh lebih dari 6 (enam) bulan. Dengan uraian di atas, tampak jelas bahwa proses pemasyarakatan berjalan tahap demi tahap, dan masing-masing tahap ada gerak ke arah menuju kematangan.

Pentahapan pembinaan tersebut ditetapkan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) melalui sidang TPP. Dalam sidang TPP, kepala lembaga pemasyarakatan wajib memperhatikan hasil lintas.

commit to user B. KERANGKA PEMIKIRAN Skema 2 Kerangka Pemikiran Tindak Pidana / Kejahatan Pemidanaan Pidana Penjara

Pidana Mati Pidana

Kurungan Pidana Denda Lembaga Pemasyarakatan Pembinaan Warga Binaan Narapidana Anak Didik Pemasyarakatan Klien Pemasyarakatan Narapidana Laki-Laki Narapidana Wanita LAPAS Kelas IIA Yogyakarta Kesimpulan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

commit to user KETERANGAN

Adanya tindak pidana/kejahatan yang dilakukan, maka diberlakukannya pemidanaan untuk mengatasi maupun mencegah tindak pidana/kejahatan. Bentuk pemidanaan atau sanksi pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia antara lain pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, dan pidana denda. Penulis berkonsentrasi pada pelaksanaan pidana penjara. Untuk melaksanakan pidana penjara tersebut, diperlukan suatu wadah yang memadai dan manusiawi.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, maka dibentuklah Lembaga Pemasyarakatan yang tidak hanya berfungsi sebagai wadah untuk melaksanakan pidana penjara tetapi juga sebagai sarana untuk mengembalikan narapidana kepada perilaku yang baik dan bertanggungjawab serta menyiapkan narapidana untuk terjun kembali ke masyarakat. Upaya yang dilakukan untuk mewujudkan fungsi dan tujuan tersebut adalah dengan pembinaan warga binaan, yaitu narapidana, anak didik pemasyarakatan, dan klien pemasyarakatan. Penulis berkonsentrasi pada pembinaan narapidana.

Pembinaan terhadap narapidana laki-laki dan narapidana wanita tentu saja berbeda. Namun, di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Yogyakarta, pembinaan terhadap narapidana laki-laki dan wanita dilakukan dalam satu lembaga pemasyarakatan.

Oleh karena itu, pada penulisan hukum ini penulis akan menguraikan bagaimana tata cara pembinaan narapidana laki-laki dan wanita dalam satu lembaga pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta dan bagaimana jika ditinjau dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

commit to user

25

Dokumen terkait