• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Tahap Pelaksanaan Upacara Ritual Pesta Bona Taon

4.1.1. Pra-Upacara (sebelum pelaksanaan)

Sebelum pelaksanaan upacara ritual pesta Bona Taon, ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu:

1. Sungkun Nipi

Sungkun nipi ini adalah tahap pelaksanaan dimana roh nenek moyang datang melalui mimpi kepada Hatobangon Ni Huta untuk menyampaikan pelaksanaan upacara ritual pesta Bona Taon dan pada saat ini juga diberitahukan kapan waktu yang tepat untuk upacara ritual pesta Bona Taon itu dilaksanakan.

Yang dilakukan Hatobangon Ni Huta sebelum memimpikan para roh-roh nenek moyang masyarakat desa Simarpinggan adalah dengan cara menyediakan tiga lembar daun sirih serta tiga rupa itak (tepung beras yang dikepal) yang tiga warna (putih, kuning, merah) ditempatkan dalam bakul kecil. Sebelum Hatobangon Ni Huta tidur, sesajian (sesajen) itu didoakannya dengan mengucapkan mantra-mantranya, adapun isi mantranya adalah sebagai berikut: ‘Ale Ompung Mulajadi Na Bolon,

marpanghirimon do namangoloi jala namangulahon patik ni debata, nadapotsa do sogot hangoluan ni tondi asing ni ngolu ni diri on’.

Maksud dari mantra yang diucapkan Hatobangon Ni Huta adalah: “Mereka yang mematuhi dan melaksanakan Hukum Tuhan Yang Maha Esa,

mempunyai harapan kelak memperoleh kehidupan yang abadi selain dari kehidupan dunia ini”.

Diyakini masyarakat desa Simarpinggan bahwa dalam mimpi Hatobangon Ni

Huta akan bertemu dengan roh-roh penghuni alam semesta atau roh-roh leluhur yang

sudah mati yang disebut begu dalam bahasa Batak Toba untuk membicarakan kapan ditentukan hari yang baik untuk memulai upacara ritual pesta Bona Taon itu.

Setelah Hatobangon Ni Huta terbangun dari tidurnya dan sudah mendapat waktu yang tepat untuk hari pelaksanaan upacara ritual pesta Bona Taon yang akan segera dilaksanakan oleh masyarakat desa Simarpinggan, kemudian Hatobangon Ni

Huta menberitahukan kepada keluarga-keluarga terdekatnya, pengetua adat, dan

perwakilan marga-marga yang ada di Desa Simarpinggan. 2. Marhusip

Marhusip merupakan salah satu aktivitas yang penting dalam rangka perencanaan pelaksanaan upacara ritual pesta Bona Taon. Arti harafiahnya Marhusip dalam bahasa batak Toba adalah berbisik. Penulis tidak tahu persis kenapa kata Marhusip digunakan dalam kegiatan upacara ritual pesta Bona Taon ini, sebab pada hakekatnya dalam setiap pembicaraan, acara ini bukanlah berbisik bisik melainkan berbicara normal seperti sediakala dan terkadang diselingi canda dan tawa.

Dari pengalaman penulis setelah mengikuti upacara ritual pesta Bona Taon ini. Pada tahap acara Marhusip ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan ini belumlah disaksikan secara terbuka oleh masyarakat umum (kerabat-kerabat secara keseluruhan) namun terbatas hanya Hatobangon Ni Huta, perwakilan marga-marga, dan pengetua-pengetua adatlah yang hadir pada tahap acara ini.

Proses pelaksanaan acara Marhusip yang dilakukan masyarakat desa Simarpinggan adalah sebagai berikut:

Para perwakilan marga-marga datang secara resmi menemui Hatobangon Ni

Huta dengan membawa Sipanganon (makanan) dan tentunya kedatangan ini telah

disepakati dengan tujuan untuk membicarakan tentang pelaksanaan upacara ritual pesta Bona Taon yang akan dilaksanakan, sehingga Hatobangon Ni Huta mengundang para pengetua-pengetua adat desa Simarpinggan untuk menerima kedatangan para perwakilan marga-marga yang ada di Desa Simarpinggan.

Sesampainya pengetua-pengetua adat dan perwakilan marga-marga di dalam rumah Hatobangon Ni Huta, pihak perwakilan marga-marga desa Simarpinggan menyampaikan bahwa mereka datang dengan membawa Sipanganon (makanan). Kemudian Hatobangon Ni Huta menyuruh salah satu pengetua adat untuk Manigat (pengertian Indonesianya membuka pembungkus disertai merapikan) makanan yang dimaksud, lalu kemudian dipersiapkan hidangan untuk dimakan para undangan yang telah hadir.

Setelah makanan terhidang, salah satu pihak perwakilan marga-marga mempersembahkan (Pasahathon) makanan (Sipanganon) yang dibawa oleh perwakilan marga-marga , makanan (Sipanganon) ini adalah seekor ikan mas yang sudah dimasak dan diatur sedemikian rupa pada tempatnya, dipersembahkan kepada

Hatobangon Ni Huta, dan disaksikan oleh pengetua-pengetua adat.

Hatobangon Ni Huta duduk berhadapan dengan salah satu perwakilan

marga-marga yang akan memberikan makanan (Sipanganon) kepada Hatobangon Ni Huta, sambil memegang tempat makanan (Sipanganon) tersebut, kemudian perwakilan

marga tersebut mengucapkan sepatah kata, adapun sepatah kata yang diucapkannya berbentuk umpasa.

Adapun umpasa yang disampaikan salah satu perwakilan marga-marga kepada

Hatobangon Ni Huta itu adalah sebagai berikut: Sise do mula ni hata, sungkun mula ni uhum,

‘ramah tamah awalnya pembicaraan, pertanyaan awalnya peraturan’

Gokhon sipaimaon jou-jou sialusan.

‘undangan yang ditunggu panggilan yang dijawab’.

Kemudian Hatobangon Ni Huta membalas umpasa yang disampaikan salah satu perwakilan marga-marga itu dan didengarkan oleh semua yang hadir pada acara tersebut. Adapun umpasa yang diucapkan Hatobangon Ni Huta yang ditujukan kepada perwakilan marga-marga itu adalah sebagai berikut:

Tuat ma na di dolok martungkot siala gundi Napinungka ni ompunta na parjolo

Tapa uli-uli (bukan tai huthon) sian pudi

Artinya: (Turunlah yang di bukit bertongkat siala gundi, yang sudah dimulai leluhur kita terdahulu kita perbaiki dari belakang). Maksudnya: adat istiadat yang sudah diciptakan dan diturunkan nenek moyang kita terdahulu kita ikuti sambil diperbaiki (disesuaikan) dari belakang.

Hatobangon Ni Huta selaku tuan rumah meminta agar yang membawakan doa

merekalah yang membawa makanan (Sipanganon) tersebut. Doapun dipanjatkan kepada Debata Mulajadi Na Bolon (Tuhan), lalu kemudian semua yang hadir makan bersama sama. Adapun doa yang disebutkan perwakilan marga-marga setelah diterjemahkan penulis ke dalam terjemahan bebas bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

”Dangka ni arirang ma na peak di tonga ni huta on, badan ma na so ra sirang, tondi ta namarsigonggoman”. ”Tangki ma jala ualang, galinggang jala garege, sai tubu ma di hita angka anak partahi, jala ulu balang dohot angka boru par mas jala pareme”. ”Eme sitamba tua parlinggoman ni siborok, ompunta debata do silehon tua, sai horas ma hita di parorot”. ”Sahat-sahat ni solu sahat ma tu Tigaras, sahat ma hita leleng mangolu, sahat gabe jala horas”.

Adapun tujuan doa salah satu pengetua adat kepada Debata Mulajadi Na Bolon adalah sebagai berikut:

Agar menjadi berkat bagi kami Ompung yang menyucikan tubuh dan jiwa kami di masa mendatang, supaya berlipat ganda yang baik bagi kami, berlimpah kebijaksanaan seperti raja, termulia bersama istri yang tercinta, dan berilah pada kami anak-anak yang bijak dan pintar. Agar menyehatkan kami, menjadi obat dan penangkal penyakit dan bahaya; perlindungan dan kekebalan pada kami, agar kami tidak tercemar dan terurapkan dari penyucian, yang tidak bisa dihukum.

Setelah selesai makan, Hatobangon Ni Huta memulai pembicaraan, dan menanyakan apakah maksud dan makna dari makanan (Sipanganon) yang

disampaikan oleh pihak perwakilan marga-marga kepada Hatobangon Ni Huta. Lalu perwakilan marga-marga menjawab bahwa makanan (Sipanganon) tersebut merupakan Surung Surung (dalam bahasa batak surung surung merupakan

Jambar atau hak Raja yang tidak perlu dibagikan pada saat acara tersebut).

Adapun maksud dan tujuan dari pembicaraan mereka adalah tentang kesediaan

Hatobangon Ni Huta pada upacara ritual pesta Bona Taon yang akan segera

dilaksanakan oleh masyarakat desa Simarpinggan.

Kemudian Hatobangon Ni Huta memberitahukan kepada pengetua-pengetua adat desa Simarpinggan (tetua atau orang yang dihormati disekitar tempat tinggal) yang hadir juga dalam acara Marhusip tersebut, tentang maksud dan tujuan yang disampaikan oleh perwakilan marga-marga tersebut.

Lalu berdasarkan pertimbangan dari pengetua-pengetua adat desa Simarpinggan, permohonan perwakilan marga-marga tersebut dikabulkan, bahwa

Hatobangan Ni Huta sudah siap-sedia untuk melaksanakan upacara ritual pesta Bona Taon yang akan dilaksanakan masyarakat desa Simarpinggan. Maka acara Marhusip

selesai dilaksanakan setelah Hatobangon Ni Huta menjawab permohonan dari perwakilan marga-marga tersebut.

3. Martonggo Raja

Pada tahap acara Martonggo Raja ini adalah suatu kegiatan pra pesta/acara yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pesta/acara

yang bertujuan untuk: mempersiapkan kepentingan pesta/acara yang bersifat teknis dan non teknis, pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan tidak mengadakan pesta/acara dalam waktu yang bersamaan, memohon izin pada masyarakat sekitar atau penggunaan fasilitas umum.

Pada tahap acara ini, Hatobangon Ni Huta mengundang semua pengetua-pengetua adat seperti yang mewakili marga Aritonang, Situmeang, Sihombing, Simatupang, Huta Barat, Huta Galung, Simanjuntak dan marga-marga lainnya yang ada di desa Simarpinggan. Maka dilaksanakanlah acara Martonggo Raja, pertemuan ini dimaksudkan agar mereka menentukan tanggal pelaksanaan upacara ritual pesta

Bona Taon serta mempersiapkan segala keperluan untuk melaksanakan acara tersebut.

Adapun proses pelaksanaan ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Hatobangon Ni Huta menyediakan makanan (Sipanganon) untuk makan bersama.

Makanan (Sipanganon) yang disampaikan oleh Hatobangon Ni Huta kepada perwakilan marga-marga yang hadir bertujuan agar pelaksanaan upacara ritual pesta

Bona Taon dilaksanakan dengan baik dan sukses. Hatobangon Ni Huta mengatakan

bahwa makanan (Sipanganon) tersebut merupakan Jambar bagi perwakilan raja-raja yang tidak perlu dibagikan pada saat acara tersebut sambil mengucapkan sepatah kata berbentuk umpasa. Adapun umpasa yang disampaikan kepada perwakilan marga-marga adalah sebagai berikut:

‘Bergendang sitidaon, makan kuda sigapiton’ Tu jolo nilangkahon, tupudi sinarihon. ‘Melangkah kedepan, kebelakang dipikirkan’

Pada saat inilah dibagikan (didistribusikan) undangan kepada semua masyarakat desa Simarpinggan yang sudah ditentukan hari pelaksanaannya upacara ritual pesta Bona Taon tersebut. Pada saat ini dipersiapkan apa saja yang dibutuhkan dan siapa yang melaksanakannya seperti persiapan panggung disediakan oleh pemuda-pemudi masyarakat desa Simarpinggan, persiapan makanan dan minuman dipersiapkan dari pihak parboru, persiapan tempat penanaman bibit tanaman dipersiapkan oleh suhut (tuan rumah), tempat penyembelihan hewan persembahan dipersiapkan oleh pengetua-pengetua adat dan lain-lain.

Dan pada tahap acara ini juga dibicarakan tentang pembagian Jambar agar pada hari pelaksanaan tidak ada salah paham dalam pembagian hewan persembahan yang akan disembelih yaitu seekor kerbau.

Setelah tahap acara ini selesai, kemudian mereka menyampaikan kepada khalayak ramai bahwa upacara ritual pesta Bona Taon akan segera dilaksanakan. Mereka juga meminta ijin dari pemerintah setempat untuk pelaksanaan upacara ini. Walaupun begitu, mereka tidak meminta untuk menjadikan hari pelaksanaan upacara ritual pesta Bona Taon ini sebagai hari libur resmi lokal (hari libur resmi di desa itu). Biasanya yang bertugas menyampaikan ini kepada pemerintah setempat adalah kepala

desa. Pembagian tugas-tugas dilakukan dengan cara musyawarah dan menurut kesepakatan mereka masing-masing.

4.1.2. Proses Pelaksanaan Upacara Ritual Pesta Bona Taon

Upacara ritual pesta Bona Taon dimulai pada pagi hari seiring terbitnya matahari. Hatobangon Ni Huta membuka acara ini dengan memanjatkan doa kepada

Debata Mulajadi Na Bolon ‘sang pencipta’. Acara ini berlangsung di lapangan (onan). Adapun doa yang diucapkan Hatobangon Ni Huta adalah sebagai berikut:

“Ditonggo asa diparo Mulajadi Na Bolon, tondi ni ompu tu ulaon on. Binahen saring-saring ni ompung ta ma tu tambak na guminjang, tu ginjang ma parhorasan, asa tu ginjang ma panggabean, patumpahon ni ompunta ma. Debata dohot tumpahon ni tondi ni angka raja di loloan.

Artinya adalah setelah diterjemahkan penulis kedalam terjemahan bebas bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

“Didoakan supaya didatangkan oleh Mulajadi Na Bolon rohnya ke dalam upacara ini. Dengan ditaruhnya tulang belulang nenek moyang kita, ke dalam kampung ini, kiranya meningkatlah kemakmuran, keberhasilan dan kesejahteraan yang dikerjakan oleh Debata yang berbahagia, dan disokong oleh roh-roh para raja yang hadir si sini”.

Doa ini secara langsung mengundang roh-roh nenek moyang untuk datang ke lapangan (onan) yang bertujuan agar memberkati seluruh kegiatan-kegiatan upacara

ritual pesta Bona Taon yang akan segera dilaksanakan. . Masyarakat desa Simarpinggan dalam tahap acara ini menyebut upacara Mala

Debata. Yang menarik dalam upacara ini adalah karena sebutannya menyangkut

Debata Mulajadi, tertuju pada Debata ‘Tuhan’. Mala Debata berarti memberikan persembahan kepada Tuhan.

Jalannya upacara Mala Debata dilaksanakan dengan sederhana, yang diiringi musik gondang tanpa tarian. Upacara itu dilaksanakan ditempat keramat, tempat itu disebut Onan ‘lapangan’. Dipanggung alam terbuka itu didirikan sebuah Joro ‘bangunan mini rumah tradisional’.

Adapun proses pelaksanaan ritual Mala Debata yang dilakukan masyarkat desa Simarpinggan adalah sebagai berikut:

Acara Mala Debata dilaksanakan dalam Joro yang bertempat di lapangan

(onan). Setelah gendang (gondang) dibunyikan, naiklah seorang wanita yang

sebelumnya sudah ditunjuk oleh Hatobangon Ni Huta ke dalam Joro tersebut. Si wanita tersebut memakai kain tudung putih sambil menggendong sebuah guci berisi air pagar ‘air suci’ dan membawa seekor ayam dan tujuh lembar daun sirih beralas kain putih dengan sikap menyembah. Di dalam Joro sudah tersedia setumpuk daupa ‘gabah’, yang ditempatkan dalam kuali tanah liat, diletakkanan diatas bara api. Pada pelaksanaan ritual Mala Debata ini si wanita tadi, dibantu oleh empat orang laki-laki yang ditunjuk oleh Hatobangon Ni Huta.

Pertama-tama si wanita itu berkeliling tujuh kali dalam Joro. Wanita tersebut mengangkat ayam dan sirih di atas asap padi yang terbakar bara dan empat laki-laki

itu bergiliran mengikuti gerak wanita itu di dalam Joro tersebut. Hatobangon Ni Huta memperhatikan gerakan mereka sambil membacakan doa kepada Debata Mulajadi

Na Bolon.

Setiap wanita itu berkeliling satu putaran dan empat orang laki-laki yang berkeliling dalam Joro tersebut, Hatobangon Ni Huta-pun mengucapkan doa-doanya.

Adapun doa yang diucapkan Hatobangon Ni Huta kepada Debata Mulajadi

Na Bolon adalah sebagai berikut:

Adat do ugari

Sinihathon ni Mulajadi

Siradotan manipat ari

Siulahonon di siulu balang ari

Artinya dalam bahasa Indonesia setelah diterjemahkan penulis kedalam terjemahan bebas bahasa Indonesia adalah sebagai berikut; Adat adalah aturan yang ditetapkan oleh Tuhan Pencipta, yang harus dituruti sepanjang hari dan tampak dalam kehidupan.

Selama upacara, semua pengetua-pengetua adat yang berperan serta dalam upacara itu, duduk dilokasi berbentuk setengah lingkaran yang menghadap ke Joro tersebut. Hatobangon Ni Huta duduk di bagian tengah didampingi oleh empat pengetua adat lainnya. Disebelah kiri dan kanannya duduk para pengetua-pengetua adat desa Simarpinggan.

Berikut di bawah ini gambar skema dari upacara ritual Mala Debata:

Pada pagi hari itu juga, masyarakat desa Simarpinggan sibuk mempersiapkan perlengkapan acara seperti: makanan, minuman dan tempat persembahan, serta menunggu dan menyambut para tamu undangan yang datang dari tempat jauh.

Setelah upacara Mala Debata sudah selesai maka dilaksanakan acara selanjutnya adalah tahap penanaman bibit tanaman. Penanaman bibit tanaman ini dipimpin oleh Hatobangon Ni Huta. Penanaman bibit tanaman ini dilakukan secara

simbolis yang dilaksanakan di tempat dimana mereka bertani. Adapun yang dilakukan masyarakat desa Simarpinggan dalam acara ini adalah seluruh masyarakat

berkumpul dilokasi tempat penanaman bibit tanaman, lokasi tempat penanaman bibit Joro

Pengetua adat Hatobangon Ni Huta

Pengetua adat

tanaman ini ditentukan oleh Hatobangon Ni Huta dan pengetua-pengetua adat desa Simarpinggan.

Hatobangon Ni Huta membuka acara ini dimulai dengan mengucapkan

mantra-mantranya kepada Debata Mulajadi Na Bolon (Tuhan) agar bibit tanaman yang ditanam mereka subur dan hasil panenannya melimpah ruah, sambil memberikan cangkul kepada perwakilan marga-marga yang ada di Desa Simarpinggan dan mengucapkan mantra-mantranya. Adapun mantra-mantranya yang dipanjatkan Hatobangon Ni Huta kepada Debata Mulajadi Na Bolon adalah sebagai berikut:

Tul tanjung holi ampe tu bulung bira

(Luka pada tulang-tulang ditimpa kedaun talas)

Bisa ni tano bisa ni langit toh, lah, lah, lah, lah, lah, lah... (Bisa tanah, bisa langit menjadi hilang, berkat Tuhan)

Selanjutnya para perwakilan marga-marga menanam bibit tanaman yang sudah ditentukan lokasi penanaman bibit tanamannya sebelumnya. Adapun bibit tanaman yang ditanam seperti padi dan jagung maupun bibit tanaman yang dijadikan sebagai usaha keluarga seperti bibit pohon karet, durian, sawit, kopi, coklat, dan lain-lain. Setelah acara ini selesai mereka kembali ke tempat pelaksanaan upacara ritual pesta Bona Taon (onan).

Menjelang siang hari hewan persembahan yaitu seekor kerbau digiring ke

Onan untuk disembelih. Yang mengiring hewan persembahan ini adalah seoramg Pamuhai (penyembelih hewan persembahan). Pada saat itu hewan persembahan dapat

Hewan kerbau bersifat profan tergambar dari pandangan masyarakat desa Simarpinggan bahwa kerbau merupakan hewan persembahan yang memiliki nilai paling tinggi dibandingkan hewan lain.

Setelah semua peralatan untuk menyembelih hewan persembahan sudah dipersiapkan kemudian hewan persembahan dibawa berkeliling oleh seorang

Pamuhai ke lapangan (onan) sebanyak tiga kali di tempat upacara ritual pesta Bona Taon itu dilaksanakan, semua masyarakat yang hadir bersuka cita dan tanda suka

citanya mereka melemparkan beras (boras si pir ni tondi) kepada yang mengiring kerbau tersebut sambil bersorak horas…horas…horas….

Horas adalah salam khas orang Batak yang berarti selamat, salam sejahtera, yang kerap diucapkan dalam kehidupan sehari-hari bila dua orang atau lebih bertemu. Horas bisa juga berarti selamat jalan/datang, selamat pagi/siang/malam dan lain lain yang maknanya baik. Karena populernya kata horas, orang-orang non Batak juga sering mengucapkan kata tersebut jika bertemu dengan orang Batak.

Kemudian setelah hewan persembahan tersebut sudah diikat maka semua bersiap-siap untuk manortor (menari). Adapun jenis gondang yang mengiringi tor-tor ‘tarian’ yang mereka bawakan dalam upacara itu adalah:

1. Gondang Alu-alu, gondang sebelum acara dimulai,

2. Gondang Mula-mula, gondang bahwa acara sudah dimulai,

3. Gondang Somba-somba, gondang ini ditujukan kepada Ompung Debata Mulajadi Na Bolon (maha pencipta),

4. Gondang Elek-elek, gondang ini datang dari pihak hula-hula untuk mangelek (merayu) parboru supaya tetap rajin karena mereka telah lelah dalam mempersiapkan segala kelengkapan upacara ritual pesta Bona Taon ini,

5. Gondang Marpangidoan, semua yang hadir dapat manortor (menari) serta meminta kepada Ompung Debata Mulajadi Na Bolon supaya mendapat berkah,

6. Gondang Si Boru, diberikan khusus untuk pihak parboru untuk menari atau manortor,

7. Gondang Liat-liat, gondang ini merupakan simbolis mengelilingi dunia serta lambang persatuan,

8. Gondang Olop-olop, gondang ini adalah lambang ikrar bahwa semua telah bersatu, dan

9. Gondang Hasahaton, gondang ini bertujuan agar segala sesuatu yang diinginkan tercapai.

Pada saat ini juga hewan persembahan disembelih oleh seorang yang ahli untuk menyembelih hewan persembahan tersebut, masyarakat desa Simarpinggan menyebut dia dengan julukan Pamuhai. Dimana dia adalah seorang perantara yang menyembelih hewan persembahan tersebut. Setelah hewan persembahan selesai disembelih, dia langsung pulang tidak diperbolehkan melihat kebelakang (lokasi upacara pesta Bona Taon). Datangnya dewa-dewa ditandai dengan datangnya angin kencang, yang berarti hewan persembahan telah diterima.

Pada tahap acara ini juga seluruh pelaku upacara ritual pesta Bona Taon mengadakan pembagian Jambar (daging hewan persembahan dibagikan kepada yang bersangkutan sesuai dengan aturan yang ada di Batak Toba).

Jambar adalah istilah yang sangat khas Batak. Kata Jambar menunjuk kepada hak atau bagian yang ditentukan bagi seseorang (sekelompok orang). Yaitu: hak untuk mendapat bagian atas hewan sembelihan (jambar)

Pada pembagian jambar juhut (hewan persembahan) terdapat aturan tertentu yang disebut ruhut papangan yaitu:

a. Kepala (ulu) dan osang 3 untuk raja adat.

b. Leher (rungkung atau tanggalan ) untuk pihak boru. c. Paha dan kaki (soit ) untuk pihak dongan sabutuha.

d. Punggung dan rusuk (panamboli ) & somba-somba untuk pihak hula- hula. e. Bagian belakang (ihur-ihur ) untuk pihak hasuhuton.

Adanya aturan memberi perlakuan khusus pada Raja yaitu masyarakat desa Simarpinggan menjelaskan keberadaan tanduk kerbau sebagai ornamen rumah adat. Perlakuan khusus kepada Hatobangon Ni Huta (pemimpin adat) adalah berupa pemberian bagian kepala hewan persembahan tersebut.

Mereka yakin bahwa daging yang didapat dari hasil persembahan akan menambah berkah bagi mereka yang memakannya. Setelah pembagian Jambar itu selesai, maka upacara ritual pesta Bona Taon yang dilakukan masyarakat desa Simarpinggan pun selesai dilaksanakan.

4.2. Fungsi Upacara Ritual Pesta Bona Taon pada Masyarakat Desa

Dokumen terkait