• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : Landasan Teori

B. Tahap Perkembangan Kognitif

B. TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF

Piaget (1954 dalam Santrock, 2007) menyatakan bahwa

perkembangan kognitif di masa kanak-kanak meliputi beberapa proses

penting. Proses-proses tersebut adalah skema, asimilasi, akomodasi,

organisasi, keseimbangan, dan penyeimbangan. Skema dapat diartikan

sebagai proses ketika seseorang mulai membangun pemahaman tentang

dunia. Di masa bayi, skema disusun oleh tindakan-tindakan sederhana yang

diterapkan pada objek tertentu. Memasuki masa kanak-kanak, skema

meliputi berbagai strategi dan perencanaan untuk mengatasi persoalan.

Menginjak masa dewasa, seseorang telah menyusun skema dalam jumlah

besar dan kompleks.

Proses perkembangan kognitif setelah pembentukan skema adalah

asimilasi dan akomodasi. Asimilasi diartikan sebagai proses ketika

seseorang memasukkan informasi baru ke dalam skema-skema yang telah

menyesuaikan skema-skema yang ada dengan informasi dan

pengalaman-pengalaman baru.

Menurut Piaget, seseorang akan melakukan perbaikan organisasi

secara terus menerus sesuai dengan perkembangannnya. Piaget

mengartikan organisasi sebagai pengelompokan perilaku dan pemikiran

yang terisolasi ke dalam system yang lebih teratur dan lebih tinggi dan

dilakukan secara sadar. Setelah melakukan pengorganisasian, proses

perkembangan kognitif selanjutnya adalah proses penyeimbangan. Proses

penyeimbangan terjadi ketika seseorang mengalami konflik kognitif.

Konflik kognitif itu sendiri kemudian memicu terjadinya perpindahan dari

satu tahap pemikiran ke tahap pemikiran selanjutnya.

Piaget berpendapat bahwa tahapan baru akan muncul seiring dengan

munculnya cara berpikir yang baru. Cara berpikir yang baru akan tercipta

ketika seseorang melakukan akomodasi dan asimilasi. Hasil dari asimilasi

dan akomodasi tersebut akan disesuaikan dengan skema-skema lama dan

skema-skema yang baru. Skema-skema yang telah disesuaikan akan

diorganisasi dan direorganisasi sehingga secara fundamental, skema hasil

akomodasi dan asimilasi tersebut terbentuk dalam organisasi yang baru dan

terciptalah cara berpikir yang baru. Menurut Piaget, tahapan pemikiran

yang baru akan tercipta seiring dengan tahapan perkembangan seseorang.

Piaget mengkategorikan tahapan perkembangan kognitif manusia ke dalam

empat tahapan, yaitu tahapan sensorimotor, praoperasional, operasional

1. Tahapan Sensorimotor

Tahapan sensorimotor terjadi ketika seseorang baru dilahirkan

hingga ia menginjak usia kurang lebih 2 tahun. Saat tahapan

sensorimotor berlangsung, seorang bayi akan mengkoordinasikan

pengalaman-pengalaman sensorik dengan fisik dan motorik untuk

membentuk sebuah pemahaman tentang dunia. Pada tahapan

sensorimotor terdapat beberapa sub tahapan. Sub tahapan yang pertama

adalah refleks-refleks sederhana yang terjadi di masa bulan pertama

pasca kelahiran. Sub tahapan yang kedua adalah kebiasaan-kebiasaan

pertama dan reaksi-reaksi sirkuler primer. Sub tahapan ini terjadi pada

bayi yang berusia 1-4 bulan. Sub tahapan yang ketiga dari tahapan

sensorimotor adalah reaksi sirkuler sekunder yang dialami seorang bayi

pada usia 4-8 bulan. Sub tahapan yang keempat adalah koordinasi

reaksi-reaksi sirkuler sekunder. Memasuki tahapan ini, seorang bayi

sedang berusia 8-12 bulan dan gerakan-gerakan yang dilakukan mulai

terarah. Sub tahapan yang kelima adalah reaksi-reaksi sirkuler tersier,

kesenangan baru, dan keingintahuan yang berkembang pada usia 12-18

tahun. Sub tahapan yang keenam adalah internalisasi skema yang

berlangsung saat bayi berusia antara 18-24 bulan.

Setelah mencapai sub-sub tahapan dari tahapan sensorimotorik,

seorang bayi akan melakukan permanensi objek. Permanensi objek

merupakan pemahaman yang dimiliki bayi tentang eksistensi objek

didengar, atau disentuh. Pada tahapan ini, seorang bayi mulai

memahami bahwa objek-objek yang ada disekitarnya bersifat permanen

dan terpisah dari dirinya (Santrock, 2007).

2. Tahapan Praoperasional

Piaget (Santrock, 2007) mengatakan bahwa anak yang berusia 2-7

tahun sedang berada pada tahapan perkembangan kognitif

praoperasional. Tahapan praoperasional adalah tahapan ketika seorang

anak mulai merepresentasikan dunia mereka dengan kata-kata,

bayangan, dan gambar-gambar. Hal penting yang muncul dalam

tahapan ini adalah adanya pemikiran-pemikiran mental, egosentrisme,

dan keyakinan-keyakinan magis. Piaget membagi tahapan

praoperasional ke dalam dua sub tahapan, yaitu sub tahapan fungsi

simbolik dan sub tahapan pemikiran intuitif.

Sub tahapan fungsi simbolik adalah sub tahapan yang dialami

oleh seorang anak yang berusia 2-4 tahun. Pada sub tahapan ini seorang

anak mulai mampu menggambarkan objek yang tidak ada secara

mental. Di tahapan ini seorang anak juga mulai menggunakan bahasa

dan mulai bermain peran. Selain mengalami perkembangan, di tahapan

ini seorang anak masih memiliki keterbatasan, seperti masih memiliki

egosentrisme dan animisme. Egosentrisme adalah keadaan ketika

seorang anak tidak mampu membedakan perspektif diri sendiri dan

perspektif orang lain. Animisme diartikan sebagai sebuah keyakinan

terkait bahwa objek-objek yang tidak bergerak memiliki kehidupan dan

kemampuan bertindak. Animisme menyebabkan seorang anak gagal

membedakan antara perspektif manusia dan perspektif nonmanusia.

Sub tahapan yang kedua adalah sub tahapan pemikiran intuitif

yang terjadi saat anak berusia 4-7 tahun. Piaget mengatakan bahwa

pada tahapan ini seorang anak mulai memiliki rasa keingintahuan yang

tinggi akan jawaban-jawaban atas semua pertanyaan dan mulai

menggunakan pemikiran primitif. Sub tahapan ini disebut dengan sub

tahapan pemikiran intuitif karena anak-anak diusia 4-7 tahun memiliki

keyakinan dengan pengetahuan dan pemahaman mereka, tetapi tidak

sadar pengetahuan dan pemahaman mereka tersebut muncul. Hal ini

dikarenakan anak-anak tersebut belum menggunakan pemikiran

rasional.

Pada tahapan praoperasional, terdapat beberapa batasan-batasan.

Batasan tahap praoperasional yang pertama adalah sentralisasi.

Sentralisasi dapat diartikan sebagai pemusatan perhatian pada satu

karakteristik dan pengabaian karakteristik lain. Sentralisasi didukung

kurangnya kesadaran bahwa perubahan penampilan sebuah objek tidak

3. Tahapan Operasional Konkret

Tahap operasional konkret terjadi pada anak yang berusia 7-11

tahun. Pada tahapan ini, seorang anak mulai memiliki pemikiran logis

dan menggantikan pemikiran intuitif. Selain itu, pada tahapan ini

seorang anak dapat menunjukkan operasi-operasi konkret yang

merupakan tindakan dua arah terhadap objek-objek nyata dan konkret.

Pada tahapan ini juga terjadi proses konservasi. Konservasi memiliki

tugas untuk mendemonstrasikan kemampuan anak dalam melakukan

operasi-operasi konkret. Memasuki masa operasional konkret, seorang

anak telah mampu mengkoordinasikan beberapa karakteristik sekaligus

dan tidak lagi berfokus pada elemen tunggal dari sebuah objek.

Memasuki tahap operasional konkret, anak-anak akan melakukan

konservasi secara bertahap. Piaget mengusung tema horizontal décalage

yang diartikan sebagai munculnya kemampuan-kemampuan yang mirip

secara bersamaan dalam suatu tahapan perkembangan.

Proses lainnya yang terjadi pada tahap operasional konkret adalah

klasifikasi. Klasifikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

mengklasifikasikan benda dan memahami relasi antar benda tersebut.

Selain mengalami proses klasifikasi, seorang anak yang berada dalam

tahap operasional konkret juga mengalami proses seriation. Seriation

adalah kemampuan seorang anak untuk mengurutkan stimulus

berdasarkan kuantitasnya. Proses terkahir yang terjadi di tahap

transitivity adalah sebuah kemampuan anak untuk memikirkan relasi

gabungan secara logis (Santrock, 2007).

4. Tahapan Operasional Formal

Tahapan perkembangan kognitif yang keempat dan terakhir

adalah tahapan operasional formal terjadi direntang usia 11-15 tahun.

Piaget mengatakan bahwa ketika seseorang memasuki tahapan ini, ia

akan mengalami pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir dalam

cara-cara yang abstrak dan lebih logis. Di tahapan ini seseorang juga

mulai mengembangkan gambaran-gambaran tentang situasi-situasi yang

ideal serta akan menggunakan pemikiran logis dan lebih sistematis

dalam menyelesaikan suatu masalah.

Pada tahapan ini, seseorang mulai memiliki pemikiran yang

abstrak, ideal, dan logis. Kualitas abstraksi pemikiran pada tahap ini

lebih jelas dan para remaja mulai memiliki kemampuan untuk

menyelesaikan masalah verbal. Kualitas abstrak seseorang juga dapat

dilihat dari munculnya pemikiran remaja yang cenderung lebih

memikirkan dirinya sendiri. Selain itu, remaja juga mulai memiliki

pemikiran yang penuh dengan idealisme dan

kemungkinan-kemungkinan. Setelah remaja memilik pemikiran yang abstrak dan

idealis, remaja mulai berpikir secara lebih logis. Menurut Piaget, saat

memasuki masa remaja seseorang akan menggunakan metode

secara sistematis menyimpulkan langkah-langkah terbaik untuk

menyelesaikan sebuah masalah (Santrock, 2007).

Selain memiliki pemikiran yang abstrak, ideal, dan logis, seorang

remaja yang berada pada tahapan operasional formal juga mengalami

peningkatan kesadaran akan diri sendiri sehingga akan menganggap

semua orang tertarik pada diri mereka dan menganggap bahwa dirinya

tidak terkalahkan. Proses ini dikenal sebagai egosentrisme remaja

(Elkind, 1978 dalam Santrock, 2007). Elkind membedakan

egosentrisme remaja ke dalam 2 tipe pemikiran. Pemikiran yang

pertama adalah penonton imajinatif, yaitu perilaku remaja yang

bertujuan untuk mendapatkan perhatian dan dilihat oleh lingkungan. Di

masa remaja awal, seorang remaja yang memiliki pemikiran penonton

imajinatif akan merasa bahwa ia sebagai seorang actor dan lingkungan

sebagai penonton yang mengawasi perilakunya. Pemikiran yang kedua

adalah fabel personal. Fabel personal adalah munculnya kesadaran

remaja akan keunikan yang dimilikinya. Kesadaran ini memicu para

remaja merasa bahwa tidak ada orang yang dapat memahami perasaan

yang sedang dirasakan. Dimasa ini, para remaja akan menggambarkan

dirinya dengan melibatkan fantasi-fantasi dan jauh dari realitas yang

Dokumen terkait