DESKRIPSI PERSEPSI ANAK PERTAMA TERHADAP ADIK KANDUNG
DARI MASA KANAK-KANAK HINGGA REMAJA AKHIR
Emelia Pudar Wijayanti Sagala
ABSTRAK
Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2014 mencatat bahwa rata-rata anggota keluarga di Indonesia dalah 3.9. Hal ini menunjukkan bahwa hampir setiap anak memiliki saudara kandung. Hubungan antar saudara kandung merupakan hubungan yang paling lama terjadi dalam hidup seseorang namun paling rentan mengalami konflik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana deskripsi persepsi anak pertama terhadap saudara kandung dari masa kanak-kanak hingga masa remaja akhir. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Validasi penelitian ini menggunakan metode member checking
sehingga hasil penelitian telah dianggap akurat oleh peneliti, responden, dan pembaca secara umum. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan wawancara semi terstruktur. Responden penelitian ini adalah 8 anak pertama yang berada di masa remaja akhir (15-24 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak pertama akan mempersepsikan adik ke dalam 3 tema besar, yaitu perubahan perhatian orangtua, adanya tanggung jawab baru, dan pertemanan. Ketiga tema besar tersebut muncul dikarenakan adanya faktor internal dan faktor eksternal. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak pertama laki-laki yang memiliki adik laki-laki cenderung memiliki persepsi yang lebih negatif dibandingkan kombinasi hubungan antar saudara kandung lainnya.
DESCRIPTION OF THE FIRST CHILD’S
PERCEPTION AGAINST THE
YOUNGER BROTHER/SISTER FROM CHILDHOOD UNTIL LATE
ADOLESCENCE
Emelia Pudar Wijayanti Sagala
ABSTRACT
Badan Pusat Statistik Indonesia in the 2014 noted that the average number of family members in Indonesia is 3.9. Theses data indicate that almost every child had a sibling. Sibling
relationship is the longest relationship that occurs in one’s life, but the most susceptible to conflict. This research aimed to know how the description of the first child’s perception against the younger brother/sister from childhood until late adolescence. This research used qualitative method with phenomenology approach. Member checking method used to know the validation of this research, so this research have considered to be accurate by the researcher, the respondent, and the reader. This research used semi-structured interview to retrived data. The respondents of this research were 8 first born child (15-24 years old. There’re 3 main theme of the first born
child’s perception, parents attention changed, there’re new responsibilities, and friendship. Those 3 main theme emerged due to internal and external factors. The results shown that male first-born child who has younger brother tended to has a negative perception than another siblings combination.
i
DESKRIPSI PERSEPSI ANAK PERTAMA TERHADAP ADIK KANDUNG
DARI MASA KANAK-KANAK HINGGA REMAJA AKHIR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Emelia Pudar Wijayanti Sagala
119114096
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
iv
HALAMAN MOTTO
There is
nothing that you can’t handle –
Chatarina Derici
Wasikem-
Trust yourself and you can make it
–
Pudar-
You’re the one who’ll take the responsibility of what you
have done
–
unknown-
With a mask, you can never be happy. But with a mask we
can survive
–
Mask-
Don’t stop, don’t yield –
Nike-
Growing up is not a problem, forgetting is a problem
–
The
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada:
B. F. Sagala
Chatarina Derici Wasikem
Yogaku Puspitarini Sagala
vii
DESKRIPSI PERSEPSI ANAK PERTAMA TERHADAP ADIK KANDUNG
DARI MASA KANAK-KANAK HINGGA REMAJA AKHIR
Emelia Pudar Wijayanti Sagala
ABSTRAK
Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2014 mencatat bahwa rata-rata anggota keluarga di Indonesia dalah 3.9. Hal ini menunjukkan bahwa hampir setiap anak memiliki saudara kandung. Hubungan antar saudara kandung merupakan hubungan yang paling lama terjadi dalam hidup seseorang namun paling rentan mengalami konflik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana deskripsi persepsi anak pertama terhadap saudara kandung dari masa kanak-kanak hingga masa remaja akhir. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Validasi penelitian ini menggunakan metode member checking
sehingga hasil penelitian telah dianggap akurat oleh peneliti, responden, dan pembaca secara umum. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan wawancara semi terstruktur. Responden penelitian ini adalah 8 anak pertama yang berada di masa remaja akhir (15-24 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak pertama akan mempersepsikan adik ke dalam 3 tema besar, yaitu perubahan perhatian orangtua, adanya tanggung jawab baru, dan pertemanan. Ketiga tema besar tersebut muncul dikarenakan adanya faktor internal dan faktor eksternal. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak pertama laki-laki yang memiliki adik laki-laki cenderung memiliki persepsi yang lebih negatif dibandingkan kombinasi hubungan antar saudara kandung lainnya.
viii
DESCRIPTION OF THE FIRST CHILD’S
PERCEPTION AGAINST THE
YOUNGER BROTHER/SISTER FROM CHILDHOOD UNTIL LATE
ADOLESCENCE
Emelia Pudar Wijayanti Sagala
ABSTRACT
Badan Pusat Statistik Indonesia in the 2014 noted that the average number of family members in Indonesia is 3.9. Theses data indicate that almost every child had a sibling. Sibling relationship is the longest relationship that occurs in one’s life, but the most susceptible to conflict. This research aimed to know how the description of the first child’s perception against the younger brother/sister from childhood until late adolescence. This research used qualitative method with phenomenology approach. Member checking method used to know the validation of this research, so this research have considered to be accurate by the researcher, the respondent, and the reader. This research used semi-structured interview to retrived data. The respondents of this research were 8 first born child (15-24 years old. There’re 3 main theme of the first born child’s perception, parents attention changed, there’re new responsibilities, and friendship. Those 3 main theme emerged due to internal and external factors. The results shown that male first-born child who has younger brother tended to has a negative perception than another siblings combination.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu
memberkati penulis dalam penulisan
skripsi yang berjudul ‘Deskripsi
Persepsi
Anak Pertama terhadap Adik Kandung dari Masa Kanak-kanak hingga Remaja
Akhir’
. Penulisan skripsi ini disusun untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi
(S.Psi.) dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Dalam proses pengerjaan penelitian ini, penulis dibantu dan didukung oleh
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi.
2.
Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi.
3.
Bapak C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi., Psi. selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah membimbing penulis selama menulis skripsi ini dari awal hingga
akhir. Terima kasih atas bimbingan, penyertaan, arahan, dan dukungan yang
diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4.
Ibu Debri Prsitinella, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
mendampingi dari awal semester hingga peneliti menyelesaikan penulisan
skripsi.
xi
6.
Staf dan karyawan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang
mendukung dan membantu penulis dalam setiap dinamika yang penulis
lakukan.
7.
B.F. Sagala, Chatarina Derici Wasikem, Yogaku Puspitarini Sagala, Angelius
Hagatama Sagala selaku orangtua, kakak, dan adik penulis yang telah
mendukung penulis selama proses penulisan skripsi dalam segala aspek.
8.
Mohammad Aditya Prayogo selaku teman baik dari SMA yang telah
memberikan penulis inspirasi dalam penulisan skripsi meskipun pada akhirnya
penulis beralih topic.
9.
M.T. Ghea Kuncahyani selaku teman terbaik dari SMA hingga saat ini yang
selalu mendukung penulis terutama dalam hal emosional. Terima kasih atas
dukungan yang diberikan dalam suka dan duka serta telah memicu penulis
untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
10.
Marius Angga Kurnianto selaku
‘one of my best dude’
dan teman satu
kelompok di Insadha. Terima kasih telah bersedia mendengarkan keluh kesah
penulis selama penulisan skripsi, relasi romantis, persahabatan, dll. Terima
kasih telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk mendengarkan
setiap kisah hidupmu.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan Dosen Pembimbing ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Halaman Motto... iv
Halaman Persembahan ... v
Halaman Pernyataan Keaslian Karya ... vi
Abstrak ... vii
Abstract ...
viii
Halaman Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah... ix
Kata Pengantar ... x
Daftar Isi... xiii
Daftar Tabel ... xx
Daftar Gambar ... xxii
Daftar Lampiran ... xxiii
BAB I : Pendahuluan ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
xiv
D. Manfaat Penelitian ... 10
1. Manfaat Teoritis... 10
2. Manfaat Praktis ... 10
BAB II : Landasan Teori ... 12
A. Saudara Kandung ... 12
1. Pengertian Saudara Kandung ... 12
2. Kehadiran Suadara Kandung ... 12
a. Pengertian Kehadiran Saudara Kandung ... 12
b. Konsekuensi Kehadiran Saudara Kandung Bagi Orang Tua ... 13
c. Dampak Positif Kehadiran Saudara Kandung Bagi Anak Pertama .. 14
d. Dampak Negatif Kehadiran Suadara Kandung Bagi Anak Pertama . 15
2. Hubungan Antar Suadara Kandung ... 17
a. Pengertian Hubungan Antar Suadara Kandung ... 17
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Hubungan Antar Suadara
Kandung ... 18
1. Faktor Demografis ... 18
2. Interaksi antara Orang Tua dan Anak ... 19
3. Temperamen Anak ... 20
xv
c. Pola Hubungan Antar Saudara Kandung ... 21
d. Hubungan Antar Suadara Kandung Berdasarkan Tahapan
Perkembangan ... 22
1. Hubungan Antar Saudara Kandung Di Masa Anak-anak ... 22
2. Hubungan Antar Saudara Kandung Di Masa Remaja ... 23
3. Hubungan Antar Saudara Kandung Di Masa Remaja Akhir ... 24
B. Tahap Perkembangan Kognitif ... 26
1. Tahapan Sensorimotor ... 28
2. Tahapan Praoperasional ... 29
3. Tahapan Operasional Konkret ... 31
4. Tahapan Operasional Formal ... 32
C. Persepsi ... 34
1. Pengertian Persepsi ... 34
2. Proses Terjadinya Persepsi ... 35
3. Faktor yang Mempengaruhi terjadinya Persepsi ... 36
4. Fungsi Persepsi ... 40
D. Dinamika Persepsi Anak Pertama Terhadap Adik Kandung dari Masa
Anak-anak Hingga Remaja Akhir ... 40
xvi
A. Jenis Penelitian ... 46
B. Fokus Penelitian ... 47
C. Responden Penelitian ... 47
D. Metode Pengumpulan Data ... 48
E. Analisis Data ... 50
F. Uji Keabsahan Data ... 52
BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 53
A. Proses Pengambilan Data ... 53
1. Proses Penelitian ... 53
2. Proses Pengambilan Data ... 54
B. Hasil Penelitian ... 58
1. Latar Belakang Responden ... 58
2. Deskripsi Persepsi Anak Pertama terhadap Adik Kandung dari Masa
Anak-anak hingga Remaja Akhir ... 64
3. Dinamika Deskripsi Persepsi Anak Pertama Terhadap Adik
Kandung dari Masa Anak-anak Hingga Remaja Akhir ... 70
a. Responden 1 ... 70
b. Responden 2 ... 80
xvii
d. Responden 4 ... 98
e. Responden 5 ... 106
f. Responden 6 ... 112
g. Responden 7 ... 120
h. Responden 8 ... 129
4. Kesimpulan Hasil Kedelapan Responden ... 135
C. Pembahasan ... 144
BAB V : Kesimpulan dan Saran ... 155
A. Kesimpulan ... 155
B. Saran ... 156
Daftar Pustaka ... 158
xviii
DAFTAR TABEL
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Skema Dinamika Deskripsi Persepsi Anak Pertama terhadap Adik
Kandung dari Masa Kanak-kanak hingga Remaja Akhir ... 45
Gambar 2 Skema Bagan Kesimpulan Responden 1 ... 79
Gambar 3 Skema Bagan Kesimpulan Responden 2 ... 88
Gambar 4 Skema Bagan Kesimpulan Responden 3 ... 97
Gambar 5 Skema Bagan Kesimpulan Responden 4 ... 105
Gambar 6 Skema Bagan Kesimpulan Responden 5 ... 111
Gambar 7 Skema Bagan Kesimpulan Responden 6 ... 119
Gambar 8 Skema Bagan Kesimpulan Responden 7 ... 128
Gambar 9 Skema Bagan Kesimpulan Responden 8 ... 134
xx
DAFTAR LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk yang
tergolong cukup padat. Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2015
mencatat bahwa di tahun 2014 rata-rata jumlah anggota keluarga di
Indonesia adalah 3.90. Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia, pada
tahun 2000-2002 rata-rata jumlah anggota keluarga di Indonesia adalah
3.90. Memasuki tahun 2003-2004 rata-rata jumlah anggota keluarga
menurun menjadi 3.80 dan 3.70. Akan tetapi di tahun 2005-2009, rata-rata
jumlah anggota keluarga di Indonesia mengalami peningkatan menjadi 4.00
dan menurun lagi di tahun 2010-2014, yaitu 3.90. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata keluarga di Indonesia
memiliki anak lebih dari satu. Dengan kata lain, rata-rata anak di Indonesia
memiliki saudara kandung (Badan Pusat Statistik, 2016).
sindonews.com, saudara kandung memiliki peranan yang penting dalam
hidup seseorang. Artikel tersebut mengatakan bahwa kekerasan dan
bullying yang dilakukan oleh saudara kandung sendiri memiliki efek jangka
panjang. Seseorang yang diintimidasi oleh saudara kandungnya saat ia
berada di masa kecil dan remaja akan cenderung memiliki rasa
kekhawatiran dan ketakutan yang berlebihan ketika ia memasuki masa
dewasa (Huda, 2015).
Hubungan antar saudara kandung merupakan hubungan yang paling
lama terjadi, yaitu dimulai dari awal kehidupan seseorang sampai ia
meninggal. Akan tetapi, hubungan antar saudara kandung juga merupakan
hubungan yang paling rentan mengalami kompetisi, persaingan, dan konflik
karena hubungan antar saudara kandung melibatkan dinamika antara emosi
cinta dan benci (Cicirelli, 1994; Suleeman dalam Ihromi, 2004). Dalam
Brody (1998), para peneliti menyatakan bahwa hubungan antar saudara
kandung memiliki kontribusi yang signifikan terhadap keharmonisan
ataupun ketidak-harmonisan sebuah keluarga. Dunn (2002 dalam Lestari,
2012) menyatakan bahwa hubungan antar saudara kandung dapat
dikategorikan menjadi dua pola, yaitu positif dan negatif.
menyatakan bahwa hubungan antar saudara kandung yang negatif akan
didominasi
permusuhan,
gangguan,
dan
perilaku
agresif
yang
memperlihatkan adanya ketidaksukaan satu sama lain.
Sebuah artikel yang melansir hasil riset dari
Parenting and Family
Support Centre University of Queensland menjelaskan bahwa pertengkaran
Beberapa penelitian menemukan bahwa relasi antar saudara
kandung yang positif merupakan hal yang penting karena terkait dengan
kesehatan mental yang positif, fisik yang sehat, kehidupan sosial yang
positif, dan perkembangan identitas yang positif pula. Memiliki hubungan
yang dekat dengan saudara kandung juga dapat mengurangi munculnya
symptom depresi. Selain itu, hubungan yang dekat dengan saudara kandung
dapat membentuk pribadi seseorang menjadi lebih positif, rendah hati,
penuh kasih sayang, dan dapat mengurangi rasa kesepian. Dari hubungan
dengan saudara kandung, seseorang juga dapat belajar menempatkan diri
sebagai seorang individu, orang tua, dan teman sebaya. Di sisi lain,
seseorang yang memiliki hubungan dekat dengan saudara kandung akan
mendapatkan dukungan dan afeksi untuk melewati masa transisi di remaja
akhir dari saudara kandungnya (O’Bryant,
1998; Cicielli, 1989; Ponzetti
dan James, 1997; Bedford, 1989, Watanabe-Hammond, 1988, dalam
Herrick, 2008).
saudara kandung secara positif cenderung memiliki relasi pertemanan yang
lebih baik, memiliki harga diri yang lebih tinggi, serta akan memiliki
tingkat rasa kesepian dan depresi yang rendah (Yeh dan Lempers, 2004).
Masa remaja akhir adalah waktu yang penting bagi seseorang untuk
memahami peran saudara kandung mereka terkait dengan kesehatan mental
mereka (Costello, Swendsen, Rose, dan Dierker, 2008; Kessler dan
Walters, 1998; Schulenberg dan Zarrett, 2006 dalam Conger dan Little,
2010). Di masa dewasa, Bedford (1998) menyatakan bahwa saudara
kandung memiliki peranan yang penting, spesial, dan unik. Saudara
kandung akan semakin dekat dan banyak berhubungan satu sama lain
terkait dengan perawatan orang tua (Brody, 1990; Matthews & Rosner,
1988 dalam Bedford, 1998). Saudara kandung di masa dewasa juga akan
saling membantu dalam menghadapi masa krisis mereka (Bedford, 1995
dalam Bedford, 1998; Herrick, 2008).
memicu remaja akhir untuk mencari saudara mereka sebagai teman untuk
berbincang-bincang (Hunter, 1985; Barber, 1994 dalam Tucker, Barber,
dan Eccles, 1997; Branje, Lieshout, Aken, dan Haselagar, 2004; Dunn,
2007 dalam Santrock, 2014).
Menurut Tanner dan Arnett (2009), titik krisis dalam hidup
seseorang adalah ketika ia memasuki masa transisi dari remaja akhir
menuju dewasa awal. Kejadian yang dialami seseorang saat ia berada di
usia belasan akhir sampai 20-an awal akan lebih terintegrasi dalam identitas
dan ingatan seseorang dibandingkan tahap kehidupan sebelumnya ataupun
setelahnya. Menurut Erikson, masa yang paling krusial dalam pencarian
identitas seseorang adalah ketika mereka memasuki masa remaja akhir. Jika
seseorang belum mendapatkan identitas diri yang kuat dan ego yang kuat di
masa remaja akhir, seseorang akan mengembangkan kewajiban secara tidak
sehat dan akan menghindari tanggung jawab atas tugas-tugas yang harus
diemban (Berk, 2012; Semium, 2013).
jawab atas adik-adiknya. Adanya tanggung jawab yang berat dan
munculnya perubahan perilaku orang tua terhadap anak pertama karena
kehadiran adik kandungnya menyebabkan anak pertama merasa
down
(Prawira, 2013). Oleh karena itu, secara tidak langsung ada tuntutan bagi
anak pertama untuk segera menemukan identitas mereka agar mereka dapat
mengembangkan tanggung jawab mereka secara sehat.
mengatakan bahwa persepsi itu sendiri tidak hanya bergantung pada
stimulus, tetapi juga latar belakang adanya stimulus,
pengalaman-pengalaman terdahulu, perasaan pada waktu itu, prasangka-prasangka,
keinginan-keinginan, sikap, dan tujuan pada waktu itu.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa hubungan antar
saudara kandung merupakan hubungan yang cukup penting bagi seseorang
karena terjadi paling lama dalam hidup seseorang. Meskipun demikian,
hubungan antar saudara kandung juga merupakan hubungan yang paling
rentan mengalami konflik. Mengingat bahwa saudara kandung merupakan
sumber dukungan dan anak pertama memiliki tugas untuk menggantikan
orang tua ketika kehadiran orang tua mereka tidak ditemukan, maka
deskripsi gambaran persepsi anak pertama terhadap adik kandung perlu
diketahui. Gambaran persepsi ini diperlukan agar kita dapat mengetahui
persepsi anak pertama terhadap adik kandung serta faktor yang
mempengaruhi persepsi tersebut sehingga motif perilaku seorang anak
pertama terhadap adik kandungnya dapat diketahui.
penilaian kembali relasi antar saudara kandung ketika mereka berada di
masa kanak-kanak.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
gambaran bagi orang tua tentang dinamika dan pengalaman apa saja yang
melatarberlakangi serta membentuk sikap dan perilaku seorang anak
pertama terhadap adik kandungnya. Gambaran tersebut diharapkan dapat
menjadi acuan bagi para orang tua untuk mengambil tindakan dalam
memperlakukan anak-anaknya. Pada akhirnya penelitian ini juga dapat
berkontribusi untuk mencegah terjadinya tindakan psikologikal yang
merusak dalam hubungan antar saudara kandung ditahap perkembangan
setelah remaja akhir. Subjek penelitian ini adalah anak pertama yang
mengalami persaingan dengan adik kandung dan sedang berada di masa
remaja akhir (15-24 tahun). Penelitian ini akan dilakukan dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif dan pengambilan data dilakukan
dengan wawancara semi terstruktur.
B.
RUMUSAN MASALAH
C.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat deskripsi persepsi anak
pertama terhadap saudara kandung dari masa kanak-kanak hingga remaja
akhir.
D.
MANFAAT PENELITIAN
1.
Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menambah
pengetahuan di bidang Psikologi Perkembangan dan Keluarga yang
berkaitan dengan hubungan antar saudara kandung.
2.
Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah:
a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
persepsi anak pertama terhadap saudara kandung dari masa
kanak-kanak hingga remaja akhir.
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
SAUDARA KANDUNG
1.
Pengertian Saudara Kandung
Saudara kandung merupakan bagian dari keluarga inti yang terdiri
dari suami-ayah, isteri-ibu, dan anak-saudara kandung (Lee, 1982 dalam
Lestari, 2012). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, saudara
diartikan sebagai orang yang seibu seayah; adik atau kakak; orang yang
bertalian keluarga, famili, sanak (Tim Reality, 2008). Reber & Reber
(2010) mendefinisikan saudara kandung (sibling) secara umum sebagai
salah satu dari dua/lebih keturunan di sebuah keluarga, seorang saudara
laki-laki atau perempuan dan secara biogenetika sebagai dua atau lebih
spesies yang terkait secara genetik dan sangat dekat. Jadi saudara
kandung adalah adik atau kakak yang memiliki ibu dan ayah yang sama
serta terhubung secara genetik.
2.
Kehadiran Saudara Kandung
a.
Pengertian Kehadiran Saudara Kandung
Jadi, kehadiran saudara kandung dapat diartikan sebagai adanya
seorang adik atau kakak yang memiliki ibu dan ayah yang sama serta
terhubung secara genetik di dalam kehidupan adik atau kakak itu
sendiri. Kehadiran saudara kandung dalam hidup seseorang
menentukan kedudukan mereka di dalam sebuah keluarga. Anak
yang terlebih dahulu lahir disebut sebagai kakak, dan anak yang lahir
berikutnya disebut dengan adik (Prawira, 2013).
Orang tua akan memberikan tanggung jawab baru kepada anak
pertama ketika anak kedua lahir. Secara tidak langsung, orang tua
akan memberikan beban tertentu kepada anak pertama karena
mereka memiliki harapan kelak setelah mereka meninggal, anak
pertama akan menggantikan posisi mereka. Sejak anak kedua lahir,
orang tua mulai menyiapkan anak pertama agar siap menggantikan
posisi mereka nantinya meskipun ketika anak kedua lahir, usia anak
pertama juga masih kecil. Orang tua akan mempersiapkan anak
pertama mereka agar dapat mengasuh, menjaga, dan menjadi contoh
bagi adik-adik kandungnya. Orang tua seringkali memiliki keinginan
agar anak pertamanya dapat melakukan hal-hal yang biasa mereka
lakukan tanpa memperhitungkan usia anak pertama mereka (Geertz,
1983; Alwisol, 2007; Prawira, 2013).
c.
Dampak Positif Kehadiran Suadara Kandung bagi Anak
Pertama
adik kandungnya jika selama tiga tahun pertama ia membentuk gaya
hidup yang bisa bekerja sama pula (Alwisol, 2007; Feist & Feist,
2010).
d.
Dampak Negatif Kehadiran Saudara Kandung Bagi Anak
Pertama
Ginott (1965) berpendapat bahwa anak pertama akan selalu
merasakan kecemburuan dan kepedihan hati saat anak kedua lahir
meskipun orang tua telah mempersiapkan anak pertama agar
menerima kehadiran anak kedua. Menurut Ginott, anak pertama akan
sulit menerima alasan yang diberikan kedua orang tua mereka untuk
menjelaskan kehadiran anak kedua.
Menurut Adler, anak pertama akan merasakan permusuhan dan
kemarahan terhadap adik kandung jika tiga tahun pertama sebelum
kelahiran adik kandung, anak pertama membentuk gaya hidup yang
yang berpusat pada dirinya sendiri. Apabila anak kedua lahir ketika
anak pertama berusia di bawah tiga tahun, maka permusuhan dan
kemarahan terhadap adik kandung tercipta secara tidak sadar dan
lebih sulit diubah di kehidupan selanjutnya (Ginott, 1965; Alwisol,
2007; Ardiyanto, 2010; Feist & Feist, 2010).
Ketika anak kedua lahir, anak pertama dituntut untuk
memenuhi keinginan adik kandung mereka. Jika anak pertama
menolak keinginan adik kandungnya, maka akan muncul
pertengkaran antar saudara kandung. Anak pertama dianggap sebagai
orang yang bertanggung jawab atas pertengkaran tersebut. Tidak
jarang pula anak pertama disalahkan dan akan diberi hukuman atas
kesalahan yang dilakukan oleh adik kandung (Geertz, 1983; Alwisol,
2007; Prawira, 2013).
3.
Hubungan Antar Saudara Kandung
a.
Pengertian Hubungan Antar Saudara Kandung
b.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Hubungan Antar
Saudara Kandung
Pola hubungan antar saudara kandung dipengaruhi oleh
beberapa faktor, sebagai berikut:
1.
Faktor Demografis
Secara demografis, pola hubungan antar saudara kandung
di masa kanak-kanak dipengaruhi oleh jumlah saudara, jarak
kelahiran, dan jenis kelamin saudara kandungnya (Steelman &
Koch, 2009 dalam Lestari, 2012). Cicirelli (1994) dalam
penelitiannya menemukan bahwa di dalam budaya non industri,
semakin banyak jumlah saudara kandung, maka semakin baik
dukungan yang akan diberikan untuk orang tua dan saudara
kandungnya. Sedangkan di budaya industri, semakin banyak
jumlah saudara kandung, semakin rentan untuk mengalami
konflik.
jenis kelaminnya terdiri dari laki-laki dan laki-laki (Cicirelli,
1994).
2.
Interaksi antara Orang tua dan Anak
Faktor lain yang mempengaruhi kualitas dan pola hubungan
antar saudara kandung adalah interaksi antara orang tua dan anak
itu sendiri. Sroufe & Fleeson (1986) seperti yang dikutip dalam
Brody (1998) mengatakan bahwa pengalaman awal yang dialami
oleh seorang anak di dalam sebuah keluarga tidak dapat dihapus
oleh pengalaman yang sedang dialami oleh anak tersebut. Akan
tetapi pengalaman awal tersebut akan terintegrasi dalam pola
hubungan
yang
baru
dan
akan
berkelanjutan
dalam
mempengaruhi hubungan antar saudara kandung.
saudara kandung (Volling, 2001; Volling & Belsky, 1992 dalam
Berk, 2012).
3.
Temperamen Anak
Dari segi anak, faktor yang mempengaruhi kualitas antar
saudara kandung adalah temperamen anak itu sendiri. Brody
(1998) menjelaskan bahwa anak yang memiliki temperamen
mudah beradaptasi dapat dengan mudah merespon kelahiran
saudara kandungnya.
4.
Proses Perkawinan dan Depresi Orang tua
Brody mengatakan bahwa hubungan perkawinan, suasana
emosi secara umum dalam sebuah keluarga, dan kualitas
hubungan antar saudara kandung memiliki keterkaitan satu sama
lain. Kualitas perkawinan dan hubungan antar saudara kandung
akan mengarahkan anak untuk merespon konflik yang terjadi di
dalam keluarganya. Konflik perkawinan di dalam sebuah
keluarga akan dilihat sebagai pengalaman permusuhan yang
akan memicu kesulitan pada anak. Brody menemukan bahwa
perkawinan yang tidak bahagia, penuh dengan konflik, dan
emosi keluarga yang tidak harmonis akan terasosiasi dengan
hubungan antar saudara kandung yang negatif (Brody, 1998).
c.
Pola Hubungan Antar Saudara Kandung
Dunn, (2002, dalam Lestari, 2012) menyatakan bahwa
hubungan antar saudara kandung memiliki tiga karakteristik utama.
Karakteristik yang pertama adalah adanya kekuatan emosi satu sama
lain dan tidak terhambatnya pengungkapan emosi tersebut. Emosi
tersebut dapat berupa emosi positif maupun negatif. Karakteristik
yang kedua adalah keintiman. Keintiman membuat saudara kandung
dapat saling mengenal satu sama lain secara pribadi. Karakteristik
yang ketiga adalah adanya perbedaan sifat pribadi yang membentuk
pola hubungan antar saudara kandung nantinya.
d.
Hubungan antar Saudara Kandung Berdasarkan Tahap
Perkembangan
1.
Hubungan antar Saudara Kandung Di Masa Kanak-Kanak
Hubungan antar saudara kandung di masa kanak-kanak
awal secara emosional tergolong intens, baik dengan emosi
negatif maupun positif. Emosi negatif memicu munculnya konflik
dalam hubungan antar saudara kandung. Akan tetapi konflik antar
saudara kandung di masa kanak-kanak awal memberikan
kesempatan anak-anak untuk mempelajari keahlian negosiasi,
regulasi emosi, dan pemahaman sosial.
hubungan antar saudara kandung di masa kanak-kanak
pertengahan dapat mempengaruhi perkembangan sosial anak.
Dinamika hubungan antar saudara kandung akan berdampak
positif bagi perkembangan sosial baik dinamikanya bernuansa
negatif maupun positif (Volling, 2003).
2.
Hubungan antar Saudara Kandung Di Masa Remaja
Di masa remaja, hubungan antar saudara kandung tergolong
menonjol. Memasuki masa remaja awal, hubungan antar saudara
kandung memiliki lebih banyak konflik dibandingkan dengan
anggota keluarga lainnya, seperti ayah, kakek, nenek, teman,
ataupun yang lainnya. Akan tetapi, hubungan antar saudara
kandung di masa remaja awal juga merupakan sumber
persahabatan, afeksi, dan kedekatan. Di masa remaja, anak
pertama akan cenderung memiliki sifat lebih mendominasi dan
lebih mengasuh dibandingkan anak yang lahir berikutnya. Anak
yang lahir setelah anak pertama akan cenderung merasa dekat
dengan kakak kandung mereka dibandingkan dengan anak
pertama.
kandung dipengaruhi oleh persepsi perlakuan dari orang tua.
Persepsi remaja terhadap perbedaan perlakuan orang tua
dipengaruhi oleh usia, kepribadian, dan kebutuhan anak itu
sendiri. Perlakuan orang tua yang cenderung negatif dan tidak
hangat menjadi salah satu faktor terjadinya perilaku negatif
diantara saudara kandung (Smetana, Campione-Barr & Metzger,
2006).
Memasuki masa remaja, hubungan antar saudara kandung
sudah semakin setara. Hal ini dikarenakan ketika memasuki masa
remaja, keseimbangan kekuatan antara kakak dan adik kandung
mulai setara sehingga kakak tidak lagi memaksa adik untuk
memenuhi keinginannya. Di masa remaja, saudara kandung juga
mulai belajar untuk berhubungan secara lebih sejajar dan
perbedaan-perbedaan yang terjadi ketika mereka berada di masa
kanak-kanak mulai berkurang (McGuire & Manke, 1994 dalam
Santrock, 2007).
3.
Hubungan antar Saudara Kandung Di Masa Remaja Akhir
seorang remaja akhir yang lebih banyak terlibat dalam hubungan
persahabatan sehingga waktu dan energi yang dihabiskan bersama
saudara kandung menjadi berkurang. Bagi seseorang yang
mengalami persaingan dengan suadara kandungnya di masa kecil,
ketika memasuki masa remaja akhir mereka tidak lagi mengalami
persaingan. Remaja akhir tersebut diprediksi dapat menjadi
sumber kehangatan dan akan memberikan kehangatan yang lebih
besar untuk saudara kandungnya (Berk, 2012).
Di masa remaja akhir, konflik antar saudara mulai menurun
meskipun masih ada juga remaja yang belum selesai dengan
persaingan antar saudara kandung mereka. Seorang remaja akhir
yang masa kecilnya memiliki hubungan yang positif dengan
suadara kandungnya, maka hubungan mereka akan tetap
didominasi oleh kasih sayang dan kepedulian satu sama lain
(Ardiyanto, 2010; Berk, 2012).
saudara kandung sebagai sumber dukungan bagi satu sama lain.
Ketiga, hubungan antar saudara kandung di masa remaja akhir
bervariasi satu sama lain. Beberapa remaja mendeskripsikan
bahwa hubungan mereka dengan saudara kandung positif, penuh
kehangatan, dan akan memberikan kasih sayang satu sama lain
meskipun disisi lain saudara kandung akan dipandang sebagai
seseorang yang mengganggu dan jahat.
B.
TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF
Piaget
(1954
dalam
Santrock,
2007)
menyatakan
bahwa
perkembangan kognitif di masa kanak-kanak meliputi beberapa proses
penting. Proses-proses tersebut adalah skema, asimilasi, akomodasi,
organisasi, keseimbangan, dan penyeimbangan. Skema dapat diartikan
sebagai proses ketika seseorang mulai membangun pemahaman tentang
dunia. Di masa bayi, skema disusun oleh tindakan-tindakan sederhana yang
diterapkan pada objek tertentu. Memasuki masa kanak-kanak, skema
meliputi berbagai strategi dan perencanaan untuk mengatasi persoalan.
Menginjak masa dewasa, seseorang telah menyusun skema dalam jumlah
besar dan kompleks.
menyesuaikan skema-skema yang ada dengan informasi dan
pengalaman-pengalaman baru.
Menurut Piaget, seseorang akan melakukan perbaikan organisasi
secara terus menerus sesuai dengan perkembangannnya. Piaget
mengartikan organisasi sebagai pengelompokan perilaku dan pemikiran
yang terisolasi ke dalam system yang lebih teratur dan lebih tinggi dan
dilakukan secara sadar. Setelah melakukan pengorganisasian, proses
perkembangan kognitif selanjutnya adalah proses penyeimbangan. Proses
penyeimbangan terjadi ketika seseorang mengalami konflik kognitif.
Konflik kognitif itu sendiri kemudian memicu terjadinya perpindahan dari
satu tahap pemikiran ke tahap pemikiran selanjutnya.
1.
Tahapan Sensorimotor
Tahapan sensorimotor terjadi ketika seseorang baru dilahirkan
hingga ia menginjak usia kurang lebih 2 tahun. Saat tahapan
sensorimotor berlangsung, seorang bayi akan mengkoordinasikan
pengalaman-pengalaman sensorik dengan fisik dan motorik untuk
membentuk sebuah pemahaman tentang dunia. Pada tahapan
sensorimotor terdapat beberapa sub tahapan. Sub tahapan yang pertama
adalah refleks-refleks sederhana yang terjadi di masa bulan pertama
pasca kelahiran. Sub tahapan yang kedua adalah kebiasaan-kebiasaan
pertama dan reaksi-reaksi sirkuler primer. Sub tahapan ini terjadi pada
bayi yang berusia 1-4 bulan. Sub tahapan yang ketiga dari tahapan
sensorimotor adalah reaksi sirkuler sekunder yang dialami seorang bayi
pada usia 4-8 bulan. Sub tahapan yang keempat adalah koordinasi
reaksi-reaksi sirkuler sekunder. Memasuki tahapan ini, seorang bayi
sedang berusia 8-12 bulan dan gerakan-gerakan yang dilakukan mulai
terarah. Sub tahapan yang kelima adalah reaksi-reaksi sirkuler tersier,
kesenangan baru, dan keingintahuan yang berkembang pada usia 12-18
tahun. Sub tahapan yang keenam adalah internalisasi skema yang
berlangsung saat bayi berusia antara 18-24 bulan.
didengar, atau disentuh. Pada tahapan ini, seorang bayi mulai
memahami bahwa objek-objek yang ada disekitarnya bersifat permanen
dan terpisah dari dirinya (Santrock, 2007).
2.
Tahapan Praoperasional
Piaget (Santrock, 2007) mengatakan bahwa anak yang berusia 2-7
tahun
sedang
berada
pada
tahapan
perkembangan
kognitif
praoperasional. Tahapan praoperasional adalah tahapan ketika seorang
anak mulai merepresentasikan dunia mereka dengan kata-kata,
bayangan, dan gambar-gambar. Hal penting yang muncul dalam
tahapan ini adalah adanya pemikiran-pemikiran mental, egosentrisme,
dan
keyakinan-keyakinan
magis.
Piaget
membagi
tahapan
praoperasional ke dalam dua sub tahapan, yaitu sub tahapan fungsi
simbolik dan sub tahapan pemikiran intuitif.
perspektif orang lain. Animisme diartikan sebagai sebuah keyakinan
terkait bahwa objek-objek yang tidak bergerak memiliki kehidupan dan
kemampuan bertindak. Animisme menyebabkan seorang anak gagal
membedakan antara perspektif manusia dan perspektif nonmanusia.
Sub tahapan yang kedua adalah sub tahapan pemikiran intuitif
yang terjadi saat anak berusia 4-7 tahun. Piaget mengatakan bahwa
pada tahapan ini seorang anak mulai memiliki rasa keingintahuan yang
tinggi akan jawaban-jawaban atas semua pertanyaan dan mulai
menggunakan pemikiran primitif. Sub tahapan ini disebut dengan sub
tahapan pemikiran intuitif karena anak-anak diusia 4-7 tahun memiliki
keyakinan dengan pengetahuan dan pemahaman mereka, tetapi tidak
sadar pengetahuan dan pemahaman mereka tersebut muncul. Hal ini
dikarenakan anak-anak tersebut belum menggunakan pemikiran
rasional.
3.
Tahapan Operasional Konkret
Tahap operasional konkret terjadi pada anak yang berusia 7-11
tahun. Pada tahapan ini, seorang anak mulai memiliki pemikiran logis
dan menggantikan pemikiran intuitif. Selain itu, pada tahapan ini
seorang anak dapat menunjukkan operasi-operasi konkret yang
merupakan tindakan dua arah terhadap objek-objek nyata dan konkret.
Pada tahapan ini juga terjadi proses konservasi. Konservasi memiliki
tugas untuk mendemonstrasikan kemampuan anak dalam melakukan
operasi-operasi konkret. Memasuki masa operasional konkret, seorang
anak telah mampu mengkoordinasikan beberapa karakteristik sekaligus
dan tidak lagi berfokus pada elemen tunggal dari sebuah objek.
Memasuki tahap operasional konkret, anak-anak akan melakukan
konservasi secara bertahap. Piaget mengusung tema horizontal décalage
yang diartikan sebagai munculnya kemampuan-kemampuan yang mirip
secara bersamaan dalam suatu tahapan perkembangan.
transitivity adalah sebuah kemampuan anak untuk memikirkan relasi
gabungan secara logis (Santrock, 2007).
4.
Tahapan Operasional Formal
Tahapan perkembangan kognitif yang keempat dan terakhir
adalah tahapan operasional formal terjadi direntang usia 11-15 tahun.
Piaget mengatakan bahwa ketika seseorang memasuki tahapan ini, ia
akan mengalami pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir dalam
cara-cara yang abstrak dan lebih logis. Di tahapan ini seseorang juga
mulai mengembangkan gambaran-gambaran tentang situasi-situasi yang
ideal serta akan menggunakan pemikiran logis dan lebih sistematis
dalam menyelesaikan suatu masalah.
secara sistematis menyimpulkan langkah-langkah terbaik untuk
menyelesaikan sebuah masalah (Santrock, 2007).
C.
PERSEPSI
1.
Pengertian Persepsi
mendefinisikan persepsi sebagai proses mengatur dan mengartikan
informasi sensoris untuk memberikan makna. Mahmud (1990)
mendefinisika persepsi sebagai penafsiran stimulus yang telah ada di
dalam otak.
Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa persepsi adalah
proses seseorang memandang, menafsirkan, menyeleksi informasi
dari lingkungan dan kemudian bereaksi berdasarkan informasi yang
telah diseleksi dan diproses berdasarkan stimulus yang telah ada di
dalam otak.
2.
Proses Terjadinya Persepsi
Persepsi dan kognisi diperlukan disemua kegiatan psikologis.
Persepsi merupakan perilaku seleksi, interpretasi, dan pembulatan
terhadap interpretasi yang sampai. Berdasarkan teori
rangsangan-tanggapan, persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang
menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada
manusia. Terdapat tiga komponen utama dalam proses persepsi,
yaitu:
a.
Seleksi yang diartikan sebagai proses penyaringan oleh indra
terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat
banyak atau sedikit.
berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang
dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga
bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan
pengategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses
mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.
c.
Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk
tingkah laku sebagai reaksi (Depdikbud, 1985 dalam Sobur,
2003).
Mahmud (1990) menjelaskan bahwa dalam melakukan perspsi,
manusia tidak hanya bergantung pada rangsangan saja, akan tetapi
sesuatu yang melatar belakangi rangsangan itu sendiri. Latar
belakang suatu rangsangan dapat berupa pengalaman-pengalaman
sensoris yang dulu pernah dialami, perasaan manusia pada waktu
rangsangan
itu
ditangkap,
prasangka-prasangka,
keinginan-keinginan, sikap, dan tujuan manusia pada waktu itu.
3.
Faktor yang Mempengaruhi terjadinya Persepsi
maka tidak semua rangsangan akan diperhatikan tetapi diseleksi
terlebih dahulu. Beberapa faktor yang mempengaruhi seleksi
rangsangan menurut Pareek adalah sebagai berikut:
a.
Faktor Internal
Menurut Pareek, faktor internal merupakan faktor yang
berkaitan dengan diri sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain
adalah sebagai berikut:
Kebutuhan
psikologis
merupakan
faktor
yang
mempengaruhi persepsi. Hal ini dikarenakan ada beberapa
hal yang sebenarnya tidak ada menjadi ada karena adanya
kebutuhan psikologis.
Latar belakang
mempengaruhi hal-hal yang dipilih oleh
persepsi karena seseorang akan mencari sesuatu yang sama
dengan latar belakang yang ia miliki.
Pengalaman
juga mempengaruhi hal-hal yang dipilih oleh
persepsi, layaknya latar belakang. Seseorang akan mencari
orang-orang, hal-hal, dan gejala-gejala yang mungkin serupa
dengan pengalaman pribadinya.
Sikap dan kepercayaan umum
mempengaruhi persepsi
terkait dengan minat seseorang untuk melihat hal kecil yang
mungkin tidak diperhatikan oleh orang lain.
Penerimaan
diri
merupakan
sifat
penting
yang
mempengaruhi persepsi karena orang yang telah mampu
menerima dirinya akan lebih tepat menyerap suatu
rangsangan yang sesuai dengan dirinya.
b.
Faktor Eksternal
Pareek menjelaskan bahwa selain faktor internal, persepsi
seseorang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor telaah.
Faktor-faktor tersebut kemudian juga mempengaruhi persepsi atas
orang dan keadaan. Faktor-faktor eksternal tersebut adalah:
Intensitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
persepsi seseorang. Orang akan cenderung lebih menanggapi
rangsangan yang lebih intensif dibandingkan rangsangan
yang kurang intens.
Ukuran
suatu benda yang lebih besar cenderung lebih
menarik perhatian seseorang karena lebih cepat dilihat. Oleh
karena itu ukuran menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi persepsi.
tidak biasa. Perubahan yang terjadi pada suatu kebiasaan
akan cenderung lebih menarik perhatian.
Gerakan
merupakan salah satu faktor eksternal yang
mempengaruhi terbentuknya persepsi seseorang. Pareek
menjelaskan bahwa hal-hal yang bergerak lebih menarik
perhatian diaripada hal-hal yang diam.
Ulangan merupakan salah satu trik untuk menarik perhatian
seseorang. Akan tetapi perilaku berulang yang terlalu sering
juga dapat menimbulkan kejenuhan. Oleh karena itu sebuah
pengulangan memiliki nilai yang cukup tinggi untuk
menarik perhatian seseorang jika digunakan dengan
hati-hati.
Keakraban
menjadi salah satu faktor eksternal pembentuk
persepsi karena orang akan lebih tertarik pada hal-hal yang
telah ia kenal.
4.
Fungsi Persepsi
Tingkah laku merupakan salah satu bentuk fungsi dari cara
seseorang memandang dan setiap tingkah lakunya memiliki tujuan
tersendiri. Tingkah laku setiap individu bukanlah sesuatu yang statis
dan dapat berubah. Dua faktor utama untuk mengubah perilaku
seseorang adalah dengan mengubah cara pandang seseorang atau
persepsinya dan mengetahui motivasi orang tersebut melakukan
sesuatu. Persepsi menjadi penting dalam perubahan perilaku
seseorang karena persepsi mempengaruhi selektivitas individu
terhadap informasi yang didapat, daya pilihan, dan menentukan
minat perhatian seseorang untuk mengolah berbagai pengaruh yang
datang dari luar dirinya (Ardiyanto, 2010; Sobur, 2003).
D.
DINAMIKA
DESKRIPSI
PERSEPSI
ANAK
PERTAMA
TERHADAP ADIK KANDUNG DARI MASA KANAK-KANAK
HINGGA REMAJA AKHIR
melakukan berbagai cara dan akan bersaing agar memperoleh kasih
sayang, cinta, dan perhatian yang ia dapatkan dulu.
Jika anak kedua lahir disaat anak pertama telah berusia tiga tahun,
maka dampak kehadiran anak kedua akan bergantung pada gaya hidup
yang telah dibentuk anak pertama. Kehadiran anak kedua akan berdampak
positif jika anak pertama telah membentuk gaya hidup bekerja sama ditiga
tahun pertama kehidupannya. Sebaliknya, jika anak pertama membentuk
gaya hidup yang berpusat pada dirinya sendiri, maka anak pertama akan
merasakan kemarahan dan permusuhan terhadap adik kandungnya
tersebut. Anak pertama akan merasakan kemarahan dan permusuhan disaat
anak kedua lahir karena di suia tiga tahun, anak sedang berada ditahapan
praoperasional dimana seorang anak sedang mengalami tahap sentralisasi.
Kehadiran adik menjadi sumber kemarahan karena anak pertama masih
berfokus pada berubahnya sikap orang tua terhadap anak pertama dan
mengabaikan esensi dari perilaku orang tua itu sendiri.
perilaku seseorang muncul sesuai dengan persepsinya terhadap rangsangan
yang ia terima. Terbentuknya persepsi seseorang terhadap suatu
rangsangan itu sendiri dipengeruhi banyak faktor. Faktor tersebut dapat
berupa faktor internal dan juga faktor eksternal sehingga persepsi
seseorang dapat berubah.
Hubungan antar saudara kandung itu sendiri akan mengalami
perkembangan sesuai dengan tahapan perkembangan seseorang. Di masa
kanak-kanak awal, hubungan antar saudara kandung rentan mengalami
konflik. Hubungan antar saudara kandung di masa kanak-kanak awal
tergolong intens secara emosional baik itu negatif maupun positif. Emosi
negatif pada anak akan memicu munculnya konflik dalam hubungan antar
saudara kandung. Emosi negatif anak pertama dapat muncul karena
perubahan perilaku orang tua dan anak pertama melihat orang tuanya tidak
lagi memperhatikan dirinya. Hal ini memicu munculnya konflik antar
saudara kandung karena di masa kanak-kanak belum mampu melihat dari
sudut pandang perspektif orang lain sehingga melihat perubahan perilaku
orang tua tersebut sebagai hal yang negatif. Meskipun demikian, konflik
yang terjadi diantara saudara kandung di masa kanak-kanak awal
memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar bernegosiasi,
meregulasi emosi dengan baik, dan belajar memahami sosial.
kanak-kanak pertengahan juga memegang peranan penting bagi anak
karena dapat mempengaruhi perkembangan sosial anak. Relasi positif
maupun relasi negatif pada anak-anak di masa kanak-kanak pertengahan
pada dasarnya akan memberikan dampak positif bagi perkembangan sosial
anak baik itu relasinya bernuansa negatif maupun positif. Hal ini
dikarenakan di masa kanak-kanak pertengahan, seorang anak sudah
memiliki pemikiran intuitif sehingga yang dialami anak saat berelasi
dengan saudara kandung mereka akan menjadi pengetahuan anak tersebut.
Memasuki masa remaja awal, hubungan antar saudara kandung lebih
rentan mengalami konflik dan persaingan dibandingkan hubungan
keluarga lainnya. Akan tetapi di masa ini hubungan antar saudara kandung
juga menjadi sumber persahabatan, afeksi dan kedekatan. Di masa remaja
akhir, anak pertama cenderung merasa kurang dekat dengan adik, tetapi
adik akan merasa lebih dekat dengan kakak mereka. Memasuki masa
remaja pertengahan, konflik antar saudara kandung mulai berkurang dan
intensitas mereka melakukan aktifitas bersama juga telah berkurang.
Gambar 1. Skema Dinamika Deskripsi Persepsi Anak Pertama terhadap Adik
Kandung dari Masa Kanak-kanak hingga Remaja Akhir Kehadiran Saudara Kandung
Persepsi
Perubahan Perilaku Orang tua Persepsi Anak Pertama di
masa kanak-kanak Persepsi
Persepsi Positif Persepsi Negatif
Hubungan Positif
Persaingan Antar Saudara Kandung
Konstruktif Desruktif
Memiliki keahlian untuk memecahkan masalah
secara konstruktif
Kecemburuan, Kemarahan, Iri
hati
Di masa remaja rentan mengalami konflik dan persaingan, yang semula mengalami konflik jadi berkurang, intensitas melakukan
aktifitas bersama mulai berkurang
Di masa remaja akhir persaingan dan konflik di masa kanak-kanak tidak lagi terjadi. Persepsi terhadap saudara kandung
dapat berupa persepsi negatif dan positif.
Faktor yang mempengaruhi persepsi:
Internal: kebutuhan psikologis, latar belakang, pengalaman, kepribadian, sikap dan kepercayaan umum, penerimaan diri.