• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi persepsi anak pertama terhadap adik kandung dari masa kanak-kanak hingga remaja akhir.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Deskripsi persepsi anak pertama terhadap adik kandung dari masa kanak-kanak hingga remaja akhir."

Copied!
403
0
0

Teks penuh

(1)

DESKRIPSI PERSEPSI ANAK PERTAMA TERHADAP ADIK KANDUNG

DARI MASA KANAK-KANAK HINGGA REMAJA AKHIR

Emelia Pudar Wijayanti Sagala

ABSTRAK

Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2014 mencatat bahwa rata-rata anggota keluarga di Indonesia dalah 3.9. Hal ini menunjukkan bahwa hampir setiap anak memiliki saudara kandung. Hubungan antar saudara kandung merupakan hubungan yang paling lama terjadi dalam hidup seseorang namun paling rentan mengalami konflik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana deskripsi persepsi anak pertama terhadap saudara kandung dari masa kanak-kanak hingga masa remaja akhir. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Validasi penelitian ini menggunakan metode member checking

sehingga hasil penelitian telah dianggap akurat oleh peneliti, responden, dan pembaca secara umum. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan wawancara semi terstruktur. Responden penelitian ini adalah 8 anak pertama yang berada di masa remaja akhir (15-24 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak pertama akan mempersepsikan adik ke dalam 3 tema besar, yaitu perubahan perhatian orangtua, adanya tanggung jawab baru, dan pertemanan. Ketiga tema besar tersebut muncul dikarenakan adanya faktor internal dan faktor eksternal. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak pertama laki-laki yang memiliki adik laki-laki cenderung memiliki persepsi yang lebih negatif dibandingkan kombinasi hubungan antar saudara kandung lainnya.

(2)

DESCRIPTION OF THE FIRST CHILD’S

PERCEPTION AGAINST THE

YOUNGER BROTHER/SISTER FROM CHILDHOOD UNTIL LATE

ADOLESCENCE

Emelia Pudar Wijayanti Sagala

ABSTRACT

Badan Pusat Statistik Indonesia in the 2014 noted that the average number of family members in Indonesia is 3.9. Theses data indicate that almost every child had a sibling. Sibling

relationship is the longest relationship that occurs in one’s life, but the most susceptible to conflict. This research aimed to know how the description of the first child’s perception against the younger brother/sister from childhood until late adolescence. This research used qualitative method with phenomenology approach. Member checking method used to know the validation of this research, so this research have considered to be accurate by the researcher, the respondent, and the reader. This research used semi-structured interview to retrived data. The respondents of this research were 8 first born child (15-24 years old. There’re 3 main theme of the first born

child’s perception, parents attention changed, there’re new responsibilities, and friendship. Those 3 main theme emerged due to internal and external factors. The results shown that male first-born child who has younger brother tended to has a negative perception than another siblings combination.

(3)

i

DESKRIPSI PERSEPSI ANAK PERTAMA TERHADAP ADIK KANDUNG

DARI MASA KANAK-KANAK HINGGA REMAJA AKHIR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Emelia Pudar Wijayanti Sagala

119114096

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN MOTTO

There is

nothing that you can’t handle –

Chatarina Derici

Wasikem-

Trust yourself and you can make it

Pudar-

You’re the one who’ll take the responsibility of what you

have done

unknown-

With a mask, you can never be happy. But with a mask we

can survive

Mask-

Don’t stop, don’t yield –

Nike-

Growing up is not a problem, forgetting is a problem

The

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada:

B. F. Sagala

Chatarina Derici Wasikem

Yogaku Puspitarini Sagala

(8)
(9)

vii

DESKRIPSI PERSEPSI ANAK PERTAMA TERHADAP ADIK KANDUNG

DARI MASA KANAK-KANAK HINGGA REMAJA AKHIR

Emelia Pudar Wijayanti Sagala

ABSTRAK

Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2014 mencatat bahwa rata-rata anggota keluarga di Indonesia dalah 3.9. Hal ini menunjukkan bahwa hampir setiap anak memiliki saudara kandung. Hubungan antar saudara kandung merupakan hubungan yang paling lama terjadi dalam hidup seseorang namun paling rentan mengalami konflik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana deskripsi persepsi anak pertama terhadap saudara kandung dari masa kanak-kanak hingga masa remaja akhir. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Validasi penelitian ini menggunakan metode member checking

sehingga hasil penelitian telah dianggap akurat oleh peneliti, responden, dan pembaca secara umum. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan wawancara semi terstruktur. Responden penelitian ini adalah 8 anak pertama yang berada di masa remaja akhir (15-24 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak pertama akan mempersepsikan adik ke dalam 3 tema besar, yaitu perubahan perhatian orangtua, adanya tanggung jawab baru, dan pertemanan. Ketiga tema besar tersebut muncul dikarenakan adanya faktor internal dan faktor eksternal. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak pertama laki-laki yang memiliki adik laki-laki cenderung memiliki persepsi yang lebih negatif dibandingkan kombinasi hubungan antar saudara kandung lainnya.

(10)

viii

DESCRIPTION OF THE FIRST CHILD’S

PERCEPTION AGAINST THE

YOUNGER BROTHER/SISTER FROM CHILDHOOD UNTIL LATE

ADOLESCENCE

Emelia Pudar Wijayanti Sagala

ABSTRACT

Badan Pusat Statistik Indonesia in the 2014 noted that the average number of family members in Indonesia is 3.9. Theses data indicate that almost every child had a sibling. Sibling relationship is the longest relationship that occurs in one’s life, but the most susceptible to conflict. This research aimed to know how the description of the first child’s perception against the younger brother/sister from childhood until late adolescence. This research used qualitative method with phenomenology approach. Member checking method used to know the validation of this research, so this research have considered to be accurate by the researcher, the respondent, and the reader. This research used semi-structured interview to retrived data. The respondents of this research were 8 first born child (15-24 years old. There’re 3 main theme of the first born child’s perception, parents attention changed, there’re new responsibilities, and friendship. Those 3 main theme emerged due to internal and external factors. The results shown that male first-born child who has younger brother tended to has a negative perception than another siblings combination.

(11)
(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu

memberkati penulis dalam penulisan

skripsi yang berjudul ‘Deskripsi

Persepsi

Anak Pertama terhadap Adik Kandung dari Masa Kanak-kanak hingga Remaja

Akhir’

. Penulisan skripsi ini disusun untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi

(S.Psi.) dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Dalam proses pengerjaan penelitian ini, penulis dibantu dan didukung oleh

berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1.

Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi.

2.

Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi.

3.

Bapak C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi., Psi. selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah membimbing penulis selama menulis skripsi ini dari awal hingga

akhir. Terima kasih atas bimbingan, penyertaan, arahan, dan dukungan yang

diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4.

Ibu Debri Prsitinella, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah

mendampingi dari awal semester hingga peneliti menyelesaikan penulisan

skripsi.

(13)

xi

6.

Staf dan karyawan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang

mendukung dan membantu penulis dalam setiap dinamika yang penulis

lakukan.

7.

B.F. Sagala, Chatarina Derici Wasikem, Yogaku Puspitarini Sagala, Angelius

Hagatama Sagala selaku orangtua, kakak, dan adik penulis yang telah

mendukung penulis selama proses penulisan skripsi dalam segala aspek.

8.

Mohammad Aditya Prayogo selaku teman baik dari SMA yang telah

memberikan penulis inspirasi dalam penulisan skripsi meskipun pada akhirnya

penulis beralih topic.

9.

M.T. Ghea Kuncahyani selaku teman terbaik dari SMA hingga saat ini yang

selalu mendukung penulis terutama dalam hal emosional. Terima kasih atas

dukungan yang diberikan dalam suka dan duka serta telah memicu penulis

untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

10.

Marius Angga Kurnianto selaku

‘one of my best dude’

dan teman satu

kelompok di Insadha. Terima kasih telah bersedia mendengarkan keluh kesah

penulis selama penulisan skripsi, relasi romantis, persahabatan, dll. Terima

kasih telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk mendengarkan

setiap kisah hidupmu.

(14)
(15)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan Dosen Pembimbing ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Motto... iv

Halaman Persembahan ... v

Halaman Pernyataan Keaslian Karya ... vi

Abstrak ... vii

Abstract ...

viii

Halaman Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah... ix

Kata Pengantar ... x

Daftar Isi... xiii

Daftar Tabel ... xx

Daftar Gambar ... xxii

Daftar Lampiran ... xxiii

BAB I : Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

(16)

xiv

D. Manfaat Penelitian ... 10

1. Manfaat Teoritis... 10

2. Manfaat Praktis ... 10

BAB II : Landasan Teori ... 12

A. Saudara Kandung ... 12

1. Pengertian Saudara Kandung ... 12

2. Kehadiran Suadara Kandung ... 12

a. Pengertian Kehadiran Saudara Kandung ... 12

b. Konsekuensi Kehadiran Saudara Kandung Bagi Orang Tua ... 13

c. Dampak Positif Kehadiran Saudara Kandung Bagi Anak Pertama .. 14

d. Dampak Negatif Kehadiran Suadara Kandung Bagi Anak Pertama . 15

2. Hubungan Antar Suadara Kandung ... 17

a. Pengertian Hubungan Antar Suadara Kandung ... 17

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Hubungan Antar Suadara

Kandung ... 18

1. Faktor Demografis ... 18

2. Interaksi antara Orang Tua dan Anak ... 19

3. Temperamen Anak ... 20

(17)

xv

c. Pola Hubungan Antar Saudara Kandung ... 21

d. Hubungan Antar Suadara Kandung Berdasarkan Tahapan

Perkembangan ... 22

1. Hubungan Antar Saudara Kandung Di Masa Anak-anak ... 22

2. Hubungan Antar Saudara Kandung Di Masa Remaja ... 23

3. Hubungan Antar Saudara Kandung Di Masa Remaja Akhir ... 24

B. Tahap Perkembangan Kognitif ... 26

1. Tahapan Sensorimotor ... 28

2. Tahapan Praoperasional ... 29

3. Tahapan Operasional Konkret ... 31

4. Tahapan Operasional Formal ... 32

C. Persepsi ... 34

1. Pengertian Persepsi ... 34

2. Proses Terjadinya Persepsi ... 35

3. Faktor yang Mempengaruhi terjadinya Persepsi ... 36

4. Fungsi Persepsi ... 40

D. Dinamika Persepsi Anak Pertama Terhadap Adik Kandung dari Masa

Anak-anak Hingga Remaja Akhir ... 40

(18)

xvi

A. Jenis Penelitian ... 46

B. Fokus Penelitian ... 47

C. Responden Penelitian ... 47

D. Metode Pengumpulan Data ... 48

E. Analisis Data ... 50

F. Uji Keabsahan Data ... 52

BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 53

A. Proses Pengambilan Data ... 53

1. Proses Penelitian ... 53

2. Proses Pengambilan Data ... 54

B. Hasil Penelitian ... 58

1. Latar Belakang Responden ... 58

2. Deskripsi Persepsi Anak Pertama terhadap Adik Kandung dari Masa

Anak-anak hingga Remaja Akhir ... 64

3. Dinamika Deskripsi Persepsi Anak Pertama Terhadap Adik

Kandung dari Masa Anak-anak Hingga Remaja Akhir ... 70

a. Responden 1 ... 70

b. Responden 2 ... 80

(19)

xvii

d. Responden 4 ... 98

e. Responden 5 ... 106

f. Responden 6 ... 112

g. Responden 7 ... 120

h. Responden 8 ... 129

4. Kesimpulan Hasil Kedelapan Responden ... 135

C. Pembahasan ... 144

BAB V : Kesimpulan dan Saran ... 155

A. Kesimpulan ... 155

B. Saran ... 156

Daftar Pustaka ... 158

(20)

xviii

DAFTAR TABEL

(21)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skema Dinamika Deskripsi Persepsi Anak Pertama terhadap Adik

Kandung dari Masa Kanak-kanak hingga Remaja Akhir ... 45

Gambar 2 Skema Bagan Kesimpulan Responden 1 ... 79

Gambar 3 Skema Bagan Kesimpulan Responden 2 ... 88

Gambar 4 Skema Bagan Kesimpulan Responden 3 ... 97

Gambar 5 Skema Bagan Kesimpulan Responden 4 ... 105

Gambar 6 Skema Bagan Kesimpulan Responden 5 ... 111

Gambar 7 Skema Bagan Kesimpulan Responden 6 ... 119

Gambar 8 Skema Bagan Kesimpulan Responden 7 ... 128

Gambar 9 Skema Bagan Kesimpulan Responden 8 ... 134

(22)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk yang

tergolong cukup padat. Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2015

mencatat bahwa di tahun 2014 rata-rata jumlah anggota keluarga di

Indonesia adalah 3.90. Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia, pada

tahun 2000-2002 rata-rata jumlah anggota keluarga di Indonesia adalah

3.90. Memasuki tahun 2003-2004 rata-rata jumlah anggota keluarga

menurun menjadi 3.80 dan 3.70. Akan tetapi di tahun 2005-2009, rata-rata

jumlah anggota keluarga di Indonesia mengalami peningkatan menjadi 4.00

dan menurun lagi di tahun 2010-2014, yaitu 3.90. Berdasarkan data Badan

Pusat Statistik tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata keluarga di Indonesia

memiliki anak lebih dari satu. Dengan kata lain, rata-rata anak di Indonesia

memiliki saudara kandung (Badan Pusat Statistik, 2016).

(24)

sindonews.com, saudara kandung memiliki peranan yang penting dalam

hidup seseorang. Artikel tersebut mengatakan bahwa kekerasan dan

bullying yang dilakukan oleh saudara kandung sendiri memiliki efek jangka

panjang. Seseorang yang diintimidasi oleh saudara kandungnya saat ia

berada di masa kecil dan remaja akan cenderung memiliki rasa

kekhawatiran dan ketakutan yang berlebihan ketika ia memasuki masa

dewasa (Huda, 2015).

Hubungan antar saudara kandung merupakan hubungan yang paling

lama terjadi, yaitu dimulai dari awal kehidupan seseorang sampai ia

meninggal. Akan tetapi, hubungan antar saudara kandung juga merupakan

hubungan yang paling rentan mengalami kompetisi, persaingan, dan konflik

karena hubungan antar saudara kandung melibatkan dinamika antara emosi

cinta dan benci (Cicirelli, 1994; Suleeman dalam Ihromi, 2004). Dalam

Brody (1998), para peneliti menyatakan bahwa hubungan antar saudara

kandung memiliki kontribusi yang signifikan terhadap keharmonisan

ataupun ketidak-harmonisan sebuah keluarga. Dunn (2002 dalam Lestari,

2012) menyatakan bahwa hubungan antar saudara kandung dapat

dikategorikan menjadi dua pola, yaitu positif dan negatif.

(25)

menyatakan bahwa hubungan antar saudara kandung yang negatif akan

didominasi

permusuhan,

gangguan,

dan

perilaku

agresif

yang

memperlihatkan adanya ketidaksukaan satu sama lain.

Sebuah artikel yang melansir hasil riset dari

Parenting and Family

Support Centre University of Queensland menjelaskan bahwa pertengkaran

(26)

Beberapa penelitian menemukan bahwa relasi antar saudara

kandung yang positif merupakan hal yang penting karena terkait dengan

kesehatan mental yang positif, fisik yang sehat, kehidupan sosial yang

positif, dan perkembangan identitas yang positif pula. Memiliki hubungan

yang dekat dengan saudara kandung juga dapat mengurangi munculnya

symptom depresi. Selain itu, hubungan yang dekat dengan saudara kandung

dapat membentuk pribadi seseorang menjadi lebih positif, rendah hati,

penuh kasih sayang, dan dapat mengurangi rasa kesepian. Dari hubungan

dengan saudara kandung, seseorang juga dapat belajar menempatkan diri

sebagai seorang individu, orang tua, dan teman sebaya. Di sisi lain,

seseorang yang memiliki hubungan dekat dengan saudara kandung akan

mendapatkan dukungan dan afeksi untuk melewati masa transisi di remaja

akhir dari saudara kandungnya (O’Bryant,

1998; Cicielli, 1989; Ponzetti

dan James, 1997; Bedford, 1989, Watanabe-Hammond, 1988, dalam

Herrick, 2008).

(27)

saudara kandung secara positif cenderung memiliki relasi pertemanan yang

lebih baik, memiliki harga diri yang lebih tinggi, serta akan memiliki

tingkat rasa kesepian dan depresi yang rendah (Yeh dan Lempers, 2004).

Masa remaja akhir adalah waktu yang penting bagi seseorang untuk

memahami peran saudara kandung mereka terkait dengan kesehatan mental

mereka (Costello, Swendsen, Rose, dan Dierker, 2008; Kessler dan

Walters, 1998; Schulenberg dan Zarrett, 2006 dalam Conger dan Little,

2010). Di masa dewasa, Bedford (1998) menyatakan bahwa saudara

kandung memiliki peranan yang penting, spesial, dan unik. Saudara

kandung akan semakin dekat dan banyak berhubungan satu sama lain

terkait dengan perawatan orang tua (Brody, 1990; Matthews & Rosner,

1988 dalam Bedford, 1998). Saudara kandung di masa dewasa juga akan

saling membantu dalam menghadapi masa krisis mereka (Bedford, 1995

dalam Bedford, 1998; Herrick, 2008).

(28)

memicu remaja akhir untuk mencari saudara mereka sebagai teman untuk

berbincang-bincang (Hunter, 1985; Barber, 1994 dalam Tucker, Barber,

dan Eccles, 1997; Branje, Lieshout, Aken, dan Haselagar, 2004; Dunn,

2007 dalam Santrock, 2014).

Menurut Tanner dan Arnett (2009), titik krisis dalam hidup

seseorang adalah ketika ia memasuki masa transisi dari remaja akhir

menuju dewasa awal. Kejadian yang dialami seseorang saat ia berada di

usia belasan akhir sampai 20-an awal akan lebih terintegrasi dalam identitas

dan ingatan seseorang dibandingkan tahap kehidupan sebelumnya ataupun

setelahnya. Menurut Erikson, masa yang paling krusial dalam pencarian

identitas seseorang adalah ketika mereka memasuki masa remaja akhir. Jika

seseorang belum mendapatkan identitas diri yang kuat dan ego yang kuat di

masa remaja akhir, seseorang akan mengembangkan kewajiban secara tidak

sehat dan akan menghindari tanggung jawab atas tugas-tugas yang harus

diemban (Berk, 2012; Semium, 2013).

(29)

jawab atas adik-adiknya. Adanya tanggung jawab yang berat dan

munculnya perubahan perilaku orang tua terhadap anak pertama karena

kehadiran adik kandungnya menyebabkan anak pertama merasa

down

(Prawira, 2013). Oleh karena itu, secara tidak langsung ada tuntutan bagi

anak pertama untuk segera menemukan identitas mereka agar mereka dapat

mengembangkan tanggung jawab mereka secara sehat.

(30)

mengatakan bahwa persepsi itu sendiri tidak hanya bergantung pada

stimulus, tetapi juga latar belakang adanya stimulus,

pengalaman-pengalaman terdahulu, perasaan pada waktu itu, prasangka-prasangka,

keinginan-keinginan, sikap, dan tujuan pada waktu itu.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa hubungan antar

saudara kandung merupakan hubungan yang cukup penting bagi seseorang

karena terjadi paling lama dalam hidup seseorang. Meskipun demikian,

hubungan antar saudara kandung juga merupakan hubungan yang paling

rentan mengalami konflik. Mengingat bahwa saudara kandung merupakan

sumber dukungan dan anak pertama memiliki tugas untuk menggantikan

orang tua ketika kehadiran orang tua mereka tidak ditemukan, maka

deskripsi gambaran persepsi anak pertama terhadap adik kandung perlu

diketahui. Gambaran persepsi ini diperlukan agar kita dapat mengetahui

persepsi anak pertama terhadap adik kandung serta faktor yang

mempengaruhi persepsi tersebut sehingga motif perilaku seorang anak

pertama terhadap adik kandungnya dapat diketahui.

(31)

penilaian kembali relasi antar saudara kandung ketika mereka berada di

masa kanak-kanak.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

gambaran bagi orang tua tentang dinamika dan pengalaman apa saja yang

melatarberlakangi serta membentuk sikap dan perilaku seorang anak

pertama terhadap adik kandungnya. Gambaran tersebut diharapkan dapat

menjadi acuan bagi para orang tua untuk mengambil tindakan dalam

memperlakukan anak-anaknya. Pada akhirnya penelitian ini juga dapat

berkontribusi untuk mencegah terjadinya tindakan psikologikal yang

merusak dalam hubungan antar saudara kandung ditahap perkembangan

setelah remaja akhir. Subjek penelitian ini adalah anak pertama yang

mengalami persaingan dengan adik kandung dan sedang berada di masa

remaja akhir (15-24 tahun). Penelitian ini akan dilakukan dengan

menggunakan metode penelitian kualitatif dan pengambilan data dilakukan

dengan wawancara semi terstruktur.

B.

RUMUSAN MASALAH

(32)

C.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat deskripsi persepsi anak

pertama terhadap saudara kandung dari masa kanak-kanak hingga remaja

akhir.

D.

MANFAAT PENELITIAN

1.

Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menambah

pengetahuan di bidang Psikologi Perkembangan dan Keluarga yang

berkaitan dengan hubungan antar saudara kandung.

2.

Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah:

a.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

persepsi anak pertama terhadap saudara kandung dari masa

kanak-kanak hingga remaja akhir.

(33)
(34)

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A.

SAUDARA KANDUNG

1.

Pengertian Saudara Kandung

Saudara kandung merupakan bagian dari keluarga inti yang terdiri

dari suami-ayah, isteri-ibu, dan anak-saudara kandung (Lee, 1982 dalam

Lestari, 2012). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, saudara

diartikan sebagai orang yang seibu seayah; adik atau kakak; orang yang

bertalian keluarga, famili, sanak (Tim Reality, 2008). Reber & Reber

(2010) mendefinisikan saudara kandung (sibling) secara umum sebagai

salah satu dari dua/lebih keturunan di sebuah keluarga, seorang saudara

laki-laki atau perempuan dan secara biogenetika sebagai dua atau lebih

spesies yang terkait secara genetik dan sangat dekat. Jadi saudara

kandung adalah adik atau kakak yang memiliki ibu dan ayah yang sama

serta terhubung secara genetik.

2.

Kehadiran Saudara Kandung

a.

Pengertian Kehadiran Saudara Kandung

(35)

Jadi, kehadiran saudara kandung dapat diartikan sebagai adanya

seorang adik atau kakak yang memiliki ibu dan ayah yang sama serta

terhubung secara genetik di dalam kehidupan adik atau kakak itu

sendiri. Kehadiran saudara kandung dalam hidup seseorang

menentukan kedudukan mereka di dalam sebuah keluarga. Anak

yang terlebih dahulu lahir disebut sebagai kakak, dan anak yang lahir

berikutnya disebut dengan adik (Prawira, 2013).

(36)

Orang tua akan memberikan tanggung jawab baru kepada anak

pertama ketika anak kedua lahir. Secara tidak langsung, orang tua

akan memberikan beban tertentu kepada anak pertama karena

mereka memiliki harapan kelak setelah mereka meninggal, anak

pertama akan menggantikan posisi mereka. Sejak anak kedua lahir,

orang tua mulai menyiapkan anak pertama agar siap menggantikan

posisi mereka nantinya meskipun ketika anak kedua lahir, usia anak

pertama juga masih kecil. Orang tua akan mempersiapkan anak

pertama mereka agar dapat mengasuh, menjaga, dan menjadi contoh

bagi adik-adik kandungnya. Orang tua seringkali memiliki keinginan

agar anak pertamanya dapat melakukan hal-hal yang biasa mereka

lakukan tanpa memperhitungkan usia anak pertama mereka (Geertz,

1983; Alwisol, 2007; Prawira, 2013).

c.

Dampak Positif Kehadiran Suadara Kandung bagi Anak

Pertama

(37)

adik kandungnya jika selama tiga tahun pertama ia membentuk gaya

hidup yang bisa bekerja sama pula (Alwisol, 2007; Feist & Feist,

2010).

d.

Dampak Negatif Kehadiran Saudara Kandung Bagi Anak

Pertama

Ginott (1965) berpendapat bahwa anak pertama akan selalu

merasakan kecemburuan dan kepedihan hati saat anak kedua lahir

meskipun orang tua telah mempersiapkan anak pertama agar

menerima kehadiran anak kedua. Menurut Ginott, anak pertama akan

sulit menerima alasan yang diberikan kedua orang tua mereka untuk

menjelaskan kehadiran anak kedua.

(38)

Menurut Adler, anak pertama akan merasakan permusuhan dan

kemarahan terhadap adik kandung jika tiga tahun pertama sebelum

kelahiran adik kandung, anak pertama membentuk gaya hidup yang

yang berpusat pada dirinya sendiri. Apabila anak kedua lahir ketika

anak pertama berusia di bawah tiga tahun, maka permusuhan dan

kemarahan terhadap adik kandung tercipta secara tidak sadar dan

lebih sulit diubah di kehidupan selanjutnya (Ginott, 1965; Alwisol,

2007; Ardiyanto, 2010; Feist & Feist, 2010).

(39)

Ketika anak kedua lahir, anak pertama dituntut untuk

memenuhi keinginan adik kandung mereka. Jika anak pertama

menolak keinginan adik kandungnya, maka akan muncul

pertengkaran antar saudara kandung. Anak pertama dianggap sebagai

orang yang bertanggung jawab atas pertengkaran tersebut. Tidak

jarang pula anak pertama disalahkan dan akan diberi hukuman atas

kesalahan yang dilakukan oleh adik kandung (Geertz, 1983; Alwisol,

2007; Prawira, 2013).

3.

Hubungan Antar Saudara Kandung

a.

Pengertian Hubungan Antar Saudara Kandung

(40)

b.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Hubungan Antar

Saudara Kandung

Pola hubungan antar saudara kandung dipengaruhi oleh

beberapa faktor, sebagai berikut:

1.

Faktor Demografis

Secara demografis, pola hubungan antar saudara kandung

di masa kanak-kanak dipengaruhi oleh jumlah saudara, jarak

kelahiran, dan jenis kelamin saudara kandungnya (Steelman &

Koch, 2009 dalam Lestari, 2012). Cicirelli (1994) dalam

penelitiannya menemukan bahwa di dalam budaya non industri,

semakin banyak jumlah saudara kandung, maka semakin baik

dukungan yang akan diberikan untuk orang tua dan saudara

kandungnya. Sedangkan di budaya industri, semakin banyak

jumlah saudara kandung, semakin rentan untuk mengalami

konflik.

(41)

jenis kelaminnya terdiri dari laki-laki dan laki-laki (Cicirelli,

1994).

2.

Interaksi antara Orang tua dan Anak

Faktor lain yang mempengaruhi kualitas dan pola hubungan

antar saudara kandung adalah interaksi antara orang tua dan anak

itu sendiri. Sroufe & Fleeson (1986) seperti yang dikutip dalam

Brody (1998) mengatakan bahwa pengalaman awal yang dialami

oleh seorang anak di dalam sebuah keluarga tidak dapat dihapus

oleh pengalaman yang sedang dialami oleh anak tersebut. Akan

tetapi pengalaman awal tersebut akan terintegrasi dalam pola

hubungan

yang

baru

dan

akan

berkelanjutan

dalam

mempengaruhi hubungan antar saudara kandung.

(42)

saudara kandung (Volling, 2001; Volling & Belsky, 1992 dalam

Berk, 2012).

3.

Temperamen Anak

Dari segi anak, faktor yang mempengaruhi kualitas antar

saudara kandung adalah temperamen anak itu sendiri. Brody

(1998) menjelaskan bahwa anak yang memiliki temperamen

mudah beradaptasi dapat dengan mudah merespon kelahiran

saudara kandungnya.

(43)

4.

Proses Perkawinan dan Depresi Orang tua

Brody mengatakan bahwa hubungan perkawinan, suasana

emosi secara umum dalam sebuah keluarga, dan kualitas

hubungan antar saudara kandung memiliki keterkaitan satu sama

lain. Kualitas perkawinan dan hubungan antar saudara kandung

akan mengarahkan anak untuk merespon konflik yang terjadi di

dalam keluarganya. Konflik perkawinan di dalam sebuah

keluarga akan dilihat sebagai pengalaman permusuhan yang

akan memicu kesulitan pada anak. Brody menemukan bahwa

perkawinan yang tidak bahagia, penuh dengan konflik, dan

emosi keluarga yang tidak harmonis akan terasosiasi dengan

hubungan antar saudara kandung yang negatif (Brody, 1998).

c.

Pola Hubungan Antar Saudara Kandung

(44)

Dunn, (2002, dalam Lestari, 2012) menyatakan bahwa

hubungan antar saudara kandung memiliki tiga karakteristik utama.

Karakteristik yang pertama adalah adanya kekuatan emosi satu sama

lain dan tidak terhambatnya pengungkapan emosi tersebut. Emosi

tersebut dapat berupa emosi positif maupun negatif. Karakteristik

yang kedua adalah keintiman. Keintiman membuat saudara kandung

dapat saling mengenal satu sama lain secara pribadi. Karakteristik

yang ketiga adalah adanya perbedaan sifat pribadi yang membentuk

pola hubungan antar saudara kandung nantinya.

d.

Hubungan antar Saudara Kandung Berdasarkan Tahap

Perkembangan

1.

Hubungan antar Saudara Kandung Di Masa Kanak-Kanak

Hubungan antar saudara kandung di masa kanak-kanak

awal secara emosional tergolong intens, baik dengan emosi

negatif maupun positif. Emosi negatif memicu munculnya konflik

dalam hubungan antar saudara kandung. Akan tetapi konflik antar

saudara kandung di masa kanak-kanak awal memberikan

kesempatan anak-anak untuk mempelajari keahlian negosiasi,

regulasi emosi, dan pemahaman sosial.

(45)

hubungan antar saudara kandung di masa kanak-kanak

pertengahan dapat mempengaruhi perkembangan sosial anak.

Dinamika hubungan antar saudara kandung akan berdampak

positif bagi perkembangan sosial baik dinamikanya bernuansa

negatif maupun positif (Volling, 2003).

2.

Hubungan antar Saudara Kandung Di Masa Remaja

Di masa remaja, hubungan antar saudara kandung tergolong

menonjol. Memasuki masa remaja awal, hubungan antar saudara

kandung memiliki lebih banyak konflik dibandingkan dengan

anggota keluarga lainnya, seperti ayah, kakek, nenek, teman,

ataupun yang lainnya. Akan tetapi, hubungan antar saudara

kandung di masa remaja awal juga merupakan sumber

persahabatan, afeksi, dan kedekatan. Di masa remaja, anak

pertama akan cenderung memiliki sifat lebih mendominasi dan

lebih mengasuh dibandingkan anak yang lahir berikutnya. Anak

yang lahir setelah anak pertama akan cenderung merasa dekat

dengan kakak kandung mereka dibandingkan dengan anak

pertama.

(46)

kandung dipengaruhi oleh persepsi perlakuan dari orang tua.

Persepsi remaja terhadap perbedaan perlakuan orang tua

dipengaruhi oleh usia, kepribadian, dan kebutuhan anak itu

sendiri. Perlakuan orang tua yang cenderung negatif dan tidak

hangat menjadi salah satu faktor terjadinya perilaku negatif

diantara saudara kandung (Smetana, Campione-Barr & Metzger,

2006).

Memasuki masa remaja, hubungan antar saudara kandung

sudah semakin setara. Hal ini dikarenakan ketika memasuki masa

remaja, keseimbangan kekuatan antara kakak dan adik kandung

mulai setara sehingga kakak tidak lagi memaksa adik untuk

memenuhi keinginannya. Di masa remaja, saudara kandung juga

mulai belajar untuk berhubungan secara lebih sejajar dan

perbedaan-perbedaan yang terjadi ketika mereka berada di masa

kanak-kanak mulai berkurang (McGuire & Manke, 1994 dalam

Santrock, 2007).

3.

Hubungan antar Saudara Kandung Di Masa Remaja Akhir

(47)

seorang remaja akhir yang lebih banyak terlibat dalam hubungan

persahabatan sehingga waktu dan energi yang dihabiskan bersama

saudara kandung menjadi berkurang. Bagi seseorang yang

mengalami persaingan dengan suadara kandungnya di masa kecil,

ketika memasuki masa remaja akhir mereka tidak lagi mengalami

persaingan. Remaja akhir tersebut diprediksi dapat menjadi

sumber kehangatan dan akan memberikan kehangatan yang lebih

besar untuk saudara kandungnya (Berk, 2012).

Di masa remaja akhir, konflik antar saudara mulai menurun

meskipun masih ada juga remaja yang belum selesai dengan

persaingan antar saudara kandung mereka. Seorang remaja akhir

yang masa kecilnya memiliki hubungan yang positif dengan

suadara kandungnya, maka hubungan mereka akan tetap

didominasi oleh kasih sayang dan kepedulian satu sama lain

(Ardiyanto, 2010; Berk, 2012).

(48)

saudara kandung sebagai sumber dukungan bagi satu sama lain.

Ketiga, hubungan antar saudara kandung di masa remaja akhir

bervariasi satu sama lain. Beberapa remaja mendeskripsikan

bahwa hubungan mereka dengan saudara kandung positif, penuh

kehangatan, dan akan memberikan kasih sayang satu sama lain

meskipun disisi lain saudara kandung akan dipandang sebagai

seseorang yang mengganggu dan jahat.

B.

TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF

Piaget

(1954

dalam

Santrock,

2007)

menyatakan

bahwa

perkembangan kognitif di masa kanak-kanak meliputi beberapa proses

penting. Proses-proses tersebut adalah skema, asimilasi, akomodasi,

organisasi, keseimbangan, dan penyeimbangan. Skema dapat diartikan

sebagai proses ketika seseorang mulai membangun pemahaman tentang

dunia. Di masa bayi, skema disusun oleh tindakan-tindakan sederhana yang

diterapkan pada objek tertentu. Memasuki masa kanak-kanak, skema

meliputi berbagai strategi dan perencanaan untuk mengatasi persoalan.

Menginjak masa dewasa, seseorang telah menyusun skema dalam jumlah

besar dan kompleks.

(49)

menyesuaikan skema-skema yang ada dengan informasi dan

pengalaman-pengalaman baru.

Menurut Piaget, seseorang akan melakukan perbaikan organisasi

secara terus menerus sesuai dengan perkembangannnya. Piaget

mengartikan organisasi sebagai pengelompokan perilaku dan pemikiran

yang terisolasi ke dalam system yang lebih teratur dan lebih tinggi dan

dilakukan secara sadar. Setelah melakukan pengorganisasian, proses

perkembangan kognitif selanjutnya adalah proses penyeimbangan. Proses

penyeimbangan terjadi ketika seseorang mengalami konflik kognitif.

Konflik kognitif itu sendiri kemudian memicu terjadinya perpindahan dari

satu tahap pemikiran ke tahap pemikiran selanjutnya.

(50)

1.

Tahapan Sensorimotor

Tahapan sensorimotor terjadi ketika seseorang baru dilahirkan

hingga ia menginjak usia kurang lebih 2 tahun. Saat tahapan

sensorimotor berlangsung, seorang bayi akan mengkoordinasikan

pengalaman-pengalaman sensorik dengan fisik dan motorik untuk

membentuk sebuah pemahaman tentang dunia. Pada tahapan

sensorimotor terdapat beberapa sub tahapan. Sub tahapan yang pertama

adalah refleks-refleks sederhana yang terjadi di masa bulan pertama

pasca kelahiran. Sub tahapan yang kedua adalah kebiasaan-kebiasaan

pertama dan reaksi-reaksi sirkuler primer. Sub tahapan ini terjadi pada

bayi yang berusia 1-4 bulan. Sub tahapan yang ketiga dari tahapan

sensorimotor adalah reaksi sirkuler sekunder yang dialami seorang bayi

pada usia 4-8 bulan. Sub tahapan yang keempat adalah koordinasi

reaksi-reaksi sirkuler sekunder. Memasuki tahapan ini, seorang bayi

sedang berusia 8-12 bulan dan gerakan-gerakan yang dilakukan mulai

terarah. Sub tahapan yang kelima adalah reaksi-reaksi sirkuler tersier,

kesenangan baru, dan keingintahuan yang berkembang pada usia 12-18

tahun. Sub tahapan yang keenam adalah internalisasi skema yang

berlangsung saat bayi berusia antara 18-24 bulan.

(51)

didengar, atau disentuh. Pada tahapan ini, seorang bayi mulai

memahami bahwa objek-objek yang ada disekitarnya bersifat permanen

dan terpisah dari dirinya (Santrock, 2007).

2.

Tahapan Praoperasional

Piaget (Santrock, 2007) mengatakan bahwa anak yang berusia 2-7

tahun

sedang

berada

pada

tahapan

perkembangan

kognitif

praoperasional. Tahapan praoperasional adalah tahapan ketika seorang

anak mulai merepresentasikan dunia mereka dengan kata-kata,

bayangan, dan gambar-gambar. Hal penting yang muncul dalam

tahapan ini adalah adanya pemikiran-pemikiran mental, egosentrisme,

dan

keyakinan-keyakinan

magis.

Piaget

membagi

tahapan

praoperasional ke dalam dua sub tahapan, yaitu sub tahapan fungsi

simbolik dan sub tahapan pemikiran intuitif.

(52)

perspektif orang lain. Animisme diartikan sebagai sebuah keyakinan

terkait bahwa objek-objek yang tidak bergerak memiliki kehidupan dan

kemampuan bertindak. Animisme menyebabkan seorang anak gagal

membedakan antara perspektif manusia dan perspektif nonmanusia.

Sub tahapan yang kedua adalah sub tahapan pemikiran intuitif

yang terjadi saat anak berusia 4-7 tahun. Piaget mengatakan bahwa

pada tahapan ini seorang anak mulai memiliki rasa keingintahuan yang

tinggi akan jawaban-jawaban atas semua pertanyaan dan mulai

menggunakan pemikiran primitif. Sub tahapan ini disebut dengan sub

tahapan pemikiran intuitif karena anak-anak diusia 4-7 tahun memiliki

keyakinan dengan pengetahuan dan pemahaman mereka, tetapi tidak

sadar pengetahuan dan pemahaman mereka tersebut muncul. Hal ini

dikarenakan anak-anak tersebut belum menggunakan pemikiran

rasional.

(53)

3.

Tahapan Operasional Konkret

Tahap operasional konkret terjadi pada anak yang berusia 7-11

tahun. Pada tahapan ini, seorang anak mulai memiliki pemikiran logis

dan menggantikan pemikiran intuitif. Selain itu, pada tahapan ini

seorang anak dapat menunjukkan operasi-operasi konkret yang

merupakan tindakan dua arah terhadap objek-objek nyata dan konkret.

Pada tahapan ini juga terjadi proses konservasi. Konservasi memiliki

tugas untuk mendemonstrasikan kemampuan anak dalam melakukan

operasi-operasi konkret. Memasuki masa operasional konkret, seorang

anak telah mampu mengkoordinasikan beberapa karakteristik sekaligus

dan tidak lagi berfokus pada elemen tunggal dari sebuah objek.

Memasuki tahap operasional konkret, anak-anak akan melakukan

konservasi secara bertahap. Piaget mengusung tema horizontal décalage

yang diartikan sebagai munculnya kemampuan-kemampuan yang mirip

secara bersamaan dalam suatu tahapan perkembangan.

(54)

transitivity adalah sebuah kemampuan anak untuk memikirkan relasi

gabungan secara logis (Santrock, 2007).

4.

Tahapan Operasional Formal

Tahapan perkembangan kognitif yang keempat dan terakhir

adalah tahapan operasional formal terjadi direntang usia 11-15 tahun.

Piaget mengatakan bahwa ketika seseorang memasuki tahapan ini, ia

akan mengalami pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir dalam

cara-cara yang abstrak dan lebih logis. Di tahapan ini seseorang juga

mulai mengembangkan gambaran-gambaran tentang situasi-situasi yang

ideal serta akan menggunakan pemikiran logis dan lebih sistematis

dalam menyelesaikan suatu masalah.

(55)

secara sistematis menyimpulkan langkah-langkah terbaik untuk

menyelesaikan sebuah masalah (Santrock, 2007).

(56)

C.

PERSEPSI

1.

Pengertian Persepsi

(57)

mendefinisikan persepsi sebagai proses mengatur dan mengartikan

informasi sensoris untuk memberikan makna. Mahmud (1990)

mendefinisika persepsi sebagai penafsiran stimulus yang telah ada di

dalam otak.

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa persepsi adalah

proses seseorang memandang, menafsirkan, menyeleksi informasi

dari lingkungan dan kemudian bereaksi berdasarkan informasi yang

telah diseleksi dan diproses berdasarkan stimulus yang telah ada di

dalam otak.

2.

Proses Terjadinya Persepsi

Persepsi dan kognisi diperlukan disemua kegiatan psikologis.

Persepsi merupakan perilaku seleksi, interpretasi, dan pembulatan

terhadap interpretasi yang sampai. Berdasarkan teori

rangsangan-tanggapan, persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang

menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada

manusia. Terdapat tiga komponen utama dalam proses persepsi,

yaitu:

a.

Seleksi yang diartikan sebagai proses penyaringan oleh indra

terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat

banyak atau sedikit.

(58)

berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang

dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga

bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan

pengategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses

mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.

c.

Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk

tingkah laku sebagai reaksi (Depdikbud, 1985 dalam Sobur,

2003).

Mahmud (1990) menjelaskan bahwa dalam melakukan perspsi,

manusia tidak hanya bergantung pada rangsangan saja, akan tetapi

sesuatu yang melatar belakangi rangsangan itu sendiri. Latar

belakang suatu rangsangan dapat berupa pengalaman-pengalaman

sensoris yang dulu pernah dialami, perasaan manusia pada waktu

rangsangan

itu

ditangkap,

prasangka-prasangka,

keinginan-keinginan, sikap, dan tujuan manusia pada waktu itu.

3.

Faktor yang Mempengaruhi terjadinya Persepsi

(59)

maka tidak semua rangsangan akan diperhatikan tetapi diseleksi

terlebih dahulu. Beberapa faktor yang mempengaruhi seleksi

rangsangan menurut Pareek adalah sebagai berikut:

a.

Faktor Internal

Menurut Pareek, faktor internal merupakan faktor yang

berkaitan dengan diri sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain

adalah sebagai berikut:

Kebutuhan

psikologis

merupakan

faktor

yang

mempengaruhi persepsi. Hal ini dikarenakan ada beberapa

hal yang sebenarnya tidak ada menjadi ada karena adanya

kebutuhan psikologis.

Latar belakang

mempengaruhi hal-hal yang dipilih oleh

persepsi karena seseorang akan mencari sesuatu yang sama

dengan latar belakang yang ia miliki.

Pengalaman

juga mempengaruhi hal-hal yang dipilih oleh

persepsi, layaknya latar belakang. Seseorang akan mencari

orang-orang, hal-hal, dan gejala-gejala yang mungkin serupa

dengan pengalaman pribadinya.

(60)

Sikap dan kepercayaan umum

mempengaruhi persepsi

terkait dengan minat seseorang untuk melihat hal kecil yang

mungkin tidak diperhatikan oleh orang lain.

Penerimaan

diri

merupakan

sifat

penting

yang

mempengaruhi persepsi karena orang yang telah mampu

menerima dirinya akan lebih tepat menyerap suatu

rangsangan yang sesuai dengan dirinya.

b.

Faktor Eksternal

Pareek menjelaskan bahwa selain faktor internal, persepsi

seseorang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor telaah.

Faktor-faktor tersebut kemudian juga mempengaruhi persepsi atas

orang dan keadaan. Faktor-faktor eksternal tersebut adalah:

Intensitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

persepsi seseorang. Orang akan cenderung lebih menanggapi

rangsangan yang lebih intensif dibandingkan rangsangan

yang kurang intens.

Ukuran

suatu benda yang lebih besar cenderung lebih

menarik perhatian seseorang karena lebih cepat dilihat. Oleh

karena itu ukuran menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi persepsi.

(61)

tidak biasa. Perubahan yang terjadi pada suatu kebiasaan

akan cenderung lebih menarik perhatian.

Gerakan

merupakan salah satu faktor eksternal yang

mempengaruhi terbentuknya persepsi seseorang. Pareek

menjelaskan bahwa hal-hal yang bergerak lebih menarik

perhatian diaripada hal-hal yang diam.

Ulangan merupakan salah satu trik untuk menarik perhatian

seseorang. Akan tetapi perilaku berulang yang terlalu sering

juga dapat menimbulkan kejenuhan. Oleh karena itu sebuah

pengulangan memiliki nilai yang cukup tinggi untuk

menarik perhatian seseorang jika digunakan dengan

hati-hati.

Keakraban

menjadi salah satu faktor eksternal pembentuk

persepsi karena orang akan lebih tertarik pada hal-hal yang

telah ia kenal.

(62)

4.

Fungsi Persepsi

Tingkah laku merupakan salah satu bentuk fungsi dari cara

seseorang memandang dan setiap tingkah lakunya memiliki tujuan

tersendiri. Tingkah laku setiap individu bukanlah sesuatu yang statis

dan dapat berubah. Dua faktor utama untuk mengubah perilaku

seseorang adalah dengan mengubah cara pandang seseorang atau

persepsinya dan mengetahui motivasi orang tersebut melakukan

sesuatu. Persepsi menjadi penting dalam perubahan perilaku

seseorang karena persepsi mempengaruhi selektivitas individu

terhadap informasi yang didapat, daya pilihan, dan menentukan

minat perhatian seseorang untuk mengolah berbagai pengaruh yang

datang dari luar dirinya (Ardiyanto, 2010; Sobur, 2003).

D.

DINAMIKA

DESKRIPSI

PERSEPSI

ANAK

PERTAMA

TERHADAP ADIK KANDUNG DARI MASA KANAK-KANAK

HINGGA REMAJA AKHIR

(63)

melakukan berbagai cara dan akan bersaing agar memperoleh kasih

sayang, cinta, dan perhatian yang ia dapatkan dulu.

Jika anak kedua lahir disaat anak pertama telah berusia tiga tahun,

maka dampak kehadiran anak kedua akan bergantung pada gaya hidup

yang telah dibentuk anak pertama. Kehadiran anak kedua akan berdampak

positif jika anak pertama telah membentuk gaya hidup bekerja sama ditiga

tahun pertama kehidupannya. Sebaliknya, jika anak pertama membentuk

gaya hidup yang berpusat pada dirinya sendiri, maka anak pertama akan

merasakan kemarahan dan permusuhan terhadap adik kandungnya

tersebut. Anak pertama akan merasakan kemarahan dan permusuhan disaat

anak kedua lahir karena di suia tiga tahun, anak sedang berada ditahapan

praoperasional dimana seorang anak sedang mengalami tahap sentralisasi.

Kehadiran adik menjadi sumber kemarahan karena anak pertama masih

berfokus pada berubahnya sikap orang tua terhadap anak pertama dan

mengabaikan esensi dari perilaku orang tua itu sendiri.

(64)

perilaku seseorang muncul sesuai dengan persepsinya terhadap rangsangan

yang ia terima. Terbentuknya persepsi seseorang terhadap suatu

rangsangan itu sendiri dipengeruhi banyak faktor. Faktor tersebut dapat

berupa faktor internal dan juga faktor eksternal sehingga persepsi

seseorang dapat berubah.

Hubungan antar saudara kandung itu sendiri akan mengalami

perkembangan sesuai dengan tahapan perkembangan seseorang. Di masa

kanak-kanak awal, hubungan antar saudara kandung rentan mengalami

konflik. Hubungan antar saudara kandung di masa kanak-kanak awal

tergolong intens secara emosional baik itu negatif maupun positif. Emosi

negatif pada anak akan memicu munculnya konflik dalam hubungan antar

saudara kandung. Emosi negatif anak pertama dapat muncul karena

perubahan perilaku orang tua dan anak pertama melihat orang tuanya tidak

lagi memperhatikan dirinya. Hal ini memicu munculnya konflik antar

saudara kandung karena di masa kanak-kanak belum mampu melihat dari

sudut pandang perspektif orang lain sehingga melihat perubahan perilaku

orang tua tersebut sebagai hal yang negatif. Meskipun demikian, konflik

yang terjadi diantara saudara kandung di masa kanak-kanak awal

memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar bernegosiasi,

meregulasi emosi dengan baik, dan belajar memahami sosial.

(65)

kanak-kanak pertengahan juga memegang peranan penting bagi anak

karena dapat mempengaruhi perkembangan sosial anak. Relasi positif

maupun relasi negatif pada anak-anak di masa kanak-kanak pertengahan

pada dasarnya akan memberikan dampak positif bagi perkembangan sosial

anak baik itu relasinya bernuansa negatif maupun positif. Hal ini

dikarenakan di masa kanak-kanak pertengahan, seorang anak sudah

memiliki pemikiran intuitif sehingga yang dialami anak saat berelasi

dengan saudara kandung mereka akan menjadi pengetahuan anak tersebut.

Memasuki masa remaja awal, hubungan antar saudara kandung lebih

rentan mengalami konflik dan persaingan dibandingkan hubungan

keluarga lainnya. Akan tetapi di masa ini hubungan antar saudara kandung

juga menjadi sumber persahabatan, afeksi dan kedekatan. Di masa remaja

akhir, anak pertama cenderung merasa kurang dekat dengan adik, tetapi

adik akan merasa lebih dekat dengan kakak mereka. Memasuki masa

remaja pertengahan, konflik antar saudara kandung mulai berkurang dan

intensitas mereka melakukan aktifitas bersama juga telah berkurang.

(66)
(67)

Gambar 1. Skema Dinamika Deskripsi Persepsi Anak Pertama terhadap Adik

Kandung dari Masa Kanak-kanak hingga Remaja Akhir Kehadiran Saudara Kandung

Persepsi

Perubahan Perilaku Orang tua Persepsi Anak Pertama di

masa kanak-kanak Persepsi

Persepsi Positif Persepsi Negatif

Hubungan Positif

Persaingan Antar Saudara Kandung

Konstruktif Desruktif

Memiliki keahlian untuk memecahkan masalah

secara konstruktif

Kecemburuan, Kemarahan, Iri

hati

Di masa remaja rentan mengalami konflik dan persaingan, yang semula mengalami konflik jadi berkurang, intensitas melakukan

aktifitas bersama mulai berkurang

Di masa remaja akhir persaingan dan konflik di masa kanak-kanak tidak lagi terjadi. Persepsi terhadap saudara kandung

dapat berupa persepsi negatif dan positif.

Faktor yang mempengaruhi persepsi:

Internal: kebutuhan psikologis, latar belakang, pengalaman, kepribadian, sikap dan kepercayaan umum, penerimaan diri.

(68)

46

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

JENIS PENELITIAN

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif.

Smith (2006) mejelaskan bahwa penilitan kualitatif merupakan penelitian

yang menggambarkan unsur-unsur pada sebuah fenomena. Parker (2005)

menyatakan bahwa penelitian kualitatif dapat membuka kesempatan untuk

memperoleh informasi-informasi yang terkait dengan pencegahan akan suatu

kejadian yang tidak baik sehingga dapat membentuk masyarakat menjadi lebih

baik. Oleh karena itu untuk melihat deskripsi persepsi anak pertama, peneliti

menggunakan metode penelitian kualitatif.

(69)

B.

FOKUS PENELITIAN

Fokus penelitian ini adalah memahami bagaimana deskripsi persepsi

anak pertama terhadap adik kandung pertama (anak kedua) terhadap saudara

kandung dari kecil hingga remaja akhir. Menurut Adler, kehadiran anak kedua

merupakan pengalaman yang traumatik bagi anak pertama (Adler, 1930 dalam

Feist & Feist, 2010). Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti hanya

melihat persepsi anak pertama terhadap adik pertama.

C.

RESPONDEN PENELITIAN

Giorgi dan Giorgi dalam Smith (2008) menjelaskan bahwa peneliti

berangkat dari satu dugaan situasi yang konstan karena setiap individu

memiliki pengalaman yang berbeda. Oleh karena itu, peneliti menentukan

kriteria tertentu bagi responden agar dugaan situasi yang dibawa oleh peneliti

dapat konstan. Kriteria responden dalam penelitian ini adalah:

1.

Anak pertama dan memiliki adik kandung.

2.

Berada diusia remaja akhir atau berumur 15-24 tahun.

D.

METODE PENGUMPULAN DATA

(70)

pertanyaan tersebut. Menurut Dillon, wawancara dapat digunakan untuk

berbagai tujuan, salah satunya adalah untuk mendapatkan data sebuah

penelitian. Arksey dan Knight (1999) seperti yang dikutip dalam Hugh-Jones

(2010), menyatakan bahwa wawancara yang digunakan dalam penelitian

kualitatif merupakan metode yang penting untuk dapat mencari data

pemahaman, pendapat, ingatan seseorang akan apa yang telah ia lakukan,

sikap, perasaan, dan hal lainnya seperti manusia pada umumnya.

Hugh-Jones (2010) mengkategorikan wawancara penelitian kedalam 3

tipe, yaitu wawacara yang sangat terstruktur (ada control dari peneliti), semi

terstruktur, dan sangat tidak terstruktur (tidak ada control dari peneliti). Pada

penelitian mengenai persepsi anak pertama yang mengalami persaingan antar

saudara kandung terhadap saudara kandung dimasa remaja akhir ini, peneliti

menggunakan tipe wawancara semi terstruktur. Peneliti menggunakan tipe

wawancara semi terstruktur karena tipe wawancara ini memungkinkan

responden untuk memberikan informasi yang lebih luas dan dapat

mengembangkan jawaban mereka.

(71)

Smith (2006) menyatakan bahwa wawancara semi terstruktur dapat

berlangsung lama dan mendalam. Selama proses wawancara berlangsung,

peneliti menggunakan alat perekam suara untuk membantu merekam proses

wawancara. Alat bantu perekam suara diperlukan agar peneliti dapat

berkonsentrasi pada jawaban-jawaban subjek dan dapat tetap melakukan

observasi selama proses wawancara berlangsung. Alat bantu perekam suara

akan dipergunakan setelah peneliti mendapatkan izin dari responden.

Tabel 1.

Panduan Pertanyaan Wawancara

Panduan Pertanyaan

1.

Persaingan antar saudara kandung

-

Bisakah Anda ceritakan pengalaman Anda saat bersama adik

kandung Anda saat Anda berada dimasa anak-anak?

-

Bagaimana pengalaman Anda bersama adik kandung Anda saat

Anda berada diusia remaja?

-

Lalu bagaimana pengalaman Anda bersama adik kandung Anda saat

ini?

-

Bagaimana perasaan Anda terhadap adik kandung Anda ketika Anda

kecil?

(72)

-

Bagaimana perasaan Anda terhadap adik kandung Anda ketika Anda

berada dimasa remaja akhir?

2.

Persepsi anak pertama terhadap saudara kandung

-

Bisakah Anda jelaskan bagaimana sosok adik kandung Anda masih

anak-anak?

-

Menurut Anda bagaimana sosok adik kandung Anda saat Anda

berada dimasa remaja?

-

Menurut Anda, sosok adik kandung Anda saat ini bagaimana?

-

Apa arti adik bagi Anda saat Anda kecil?

-

Apa arti adik bagi Anda saat Anda berada dimasa remaja?

-

Apa arti adik bagi Anda saat Anda berada dimasa remaja akhir?

E.

ANALISIS DATA

Smith (2006) menjelaskan bahwa analisis data untuk pendekatan

fenomenologi dilakukan melalui empat tahap. Tahapan-tahapan tersebut ialah:

1.

Peneliti membaca secara keseluruhan deskripsi hasil wawancara yang

telah dilakukan sebelumnya. Oleh karena pendekatan fenomenologi

merupakan pendekatan yang menyeluruh, maka peneliti perlu

memahami deskripsi hasil wawancara sebelum melanjutkan ketahap

selanjutnya.

(73)

meaning units. Untuk mendapatkan

meaning units,

peneliti perlu

membaca deskripsi hasil wawancara secara teliti dan berulang-ulang.

Peneliti akan memberikan garis miring disetiap adanya transisi makna.

3.

Tahapan ketiga adalah transformasi makna. Peneliti mentransformasi

deskripsi yang awalnya tersirat menjadi tersurat, terutama untuk

makna-makna

psikologis.

Transformasi

juga

merupakan

tindakan

menggeneralisasi makna yang muncul dalam deskripsi supaya tidak

terlalu spesifik pada situasi tertentu. Pada tahapan transformasi ini, jika

memungkinkan peneliti juga akan mengungkapkan makna-makna yang

sensitive secara psikologis yang berperan dalam pengalaman agar bisa

diamati.

4.

Tahap yang keempat adalah menyusun struktur umum. Penyusunan

struktur umum dapat dilakukan dengan cara melakukan transformasi

akhir atas

meaning units

dan menentukan unsut-unsur yang memiliki

makna khusus. Memiliki makna khusus dapat diartikan bahwa struktur

tersebut bersifat general sesuai dengan konteksnya. Struktur terdiri dari

unsur-unsur kunci dan hubungan antar unsur-unsur tersebut.

F.

UJI KEABSAHAN DATA

(74)
(75)

53

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

PROSES PENGAMBILAN DATA

1.

Proses Penelitian

Responden penelitian ini adalah delapan orang anak pertama yang

terdiri dari empat laki-laki dan empat perempuan. Kedelapan responden

penelitian ini berusia antara 20-24 tahun dan memiliki adik. Responden 1

(R1) dan Responden 2 (R2) adalah anak pertama perempuan yang

memiliki adik pertama laki-laki. Responden 3 (R3) dan Responden 4 (R4)

adalah anak pertama perempuan yang memiliki adik pertama perempuan.

Responden 5 (R5) dan Responden 6 (R6) adalah anak pertama laki-laki

yang memiliki adik pertama perempuan. Sedangkan Responden 7 dan

Responden 8 adalah anak pertama laki-laki yang memiliki adik pertama

laki-laki.

Sebelum proses pengambilan data dengan metode wawancara,

peneliti menjelaskan secara singkat tentang tujuan wawancara. Peneliti

juga menjelaskan bahwa proses wawancara akan direkam dengan

sound

recorder pada

handphone peneliti. Setelah menjelaskan tujuan wawancara

(76)

melaksanakan wawancara, peneliti dan para responden membuat janji

untuk melaksanakan proses wawancara. Proses wawancara dilaksanakan

di tempat dan waktu yang telah disepakati antara responden dan peneliti.

Peneliti menjelaskan data responden dan hasil wawancara bersifat rahasia.

Selama proses wawancara berlangsung, peneliti menggunakan alat

perekam suara untuk merekam hasil wawancara.

Setelah proses pengambilan data dengan metode wawancara

dilaksanakan, peneliti mendengarkan hasil wawancara yang telah direkam

kemudian disalin dalam bentuk verbatim. Penyalinan verbatim berfungsi

agar tidak ada data yang berubah dan sesuai dengan yang dimaksud oleh

responden. Verbatim para responden dibaca ulang oleh peneliti kemudian

diinterpretasi sesuai tujuan penelitian. Hasil interpretasi peneliti

disimpulkan dan akan didapatkan perubahan persepsi responden terhadap

adik ketika responden berada di masa remaja akhir.

2.

Proses Pengambilan Data

Gambar

Tabel 1 Panduan Pertanyaan Wawancara ..........................................................
Gambar 1. Skema Dinamika Deskripsi Persepsi Anak Pertama terhadap Adik
Tabel 1.  Panduan Pertanyaan Wawancara
Tabel 2 Jadwal Pengambilan Data
+7

Referensi

Dokumen terkait