• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara persepsi pola asuh dan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara persepsi pola asuh dan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH DAN KECEMASAN IBU BEKERJA YANG MEMILIKI ANAK REMAJA PADA MASA PUBERTAS

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Chatarina Dwi Kumala Ningsih 129114022

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH DAN KECEMASAN IBU BEKERJA YANG MEMILIKI ANAK REMAJA PADA MASA PUBERTAS

(3)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH DAN KECEMASAN IBU BEKERJA YANG MEMILIKI ANAK REMAJA PADA MASA PUBERTAS

Dipersiapkan dan ditulis oleh : Chatarina Dwi Kumala Ningsih

NIM : 129114022

Telah dipertanggungjawabkan di depan panitia penguji pada tanggal 17 Mei 2017

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji :

Nama Penguji Tanda Tangan

1. Penguji 1 : Ratri Sunar Astuti, M.Si. ……….

2. Penguji 2 : Dr. A. Priyono Marwan, S.J. ……….

3. Penguji 3 : P. Henrietta PDADS., M.A. ……….

Yogyakarta, ………. Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

(4)

iv

HALAMAN MOTTO

Jika tidak pernah menanggalkan sepatunya yang berhak tinggi,

Bagaimana dia dapat mengetahui seberapa jauh dia sanggup

berjalan..?

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Yang penting di rumahku bukanlah tempatnya, melainkan penghuninya.

-Lois Mcmaster Bujold-

Karya yang sederhana ini kupersembahkan untuk mereka:

AGUS SUTARNA & FRANSISKA SUYANTI

yang selalu memberikanku cinta & kasih sayang,

yang tak pernah berhenti mendoakanku,

yang tak pernah lelah mendengar keluh kesahku,

dan yang selalu bersabar menanti anak bungsumu ini

menyelesaikan skripsi.

(6)

vi

Yogyakarta, 25 Juli 2017

Peneliti,

(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH DAN KECEMASAN IBU BEKERJA YANG MEMILIKI ANAK REMAJA PADA MASA PUBERTAS

Chatarina Dwi Kumala Ningsih

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi pola asuh dan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak pada masa pubertas. Metode penelitian adalah penelitian kuantitatif. Responden berjumlah 122 orang ibu bekerja yang memiliki anak usia pubertas yaitu 12-16 tahun. Pengambilan data menggunakan model kuisioner berupa skala. Persepsi pola asuh diukur dengan menggunakan skala persepsi pola asuh yang dibuat peneliti dengan jumlah 44 item dan memiliki reliabilitas sebesar 0,909. Kecemasan ibu bekerja diukur menggunakan skala kecemaasan ibu bekerja yang memiliki anak pada masa pubertas dengan jumlah 51 item dan memiliki reliabilitas sebesar 0,966. Teknik analisi data menggunakan teknik korelasi Spearman’s Rho. Penelitian menghasilkan 4 buah kesimpulan, yaitu terdapat hubungan positif antara persepsi pola asuh otoriter dengan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas (r=0,541; p=0,000), terdapat hubungan positif antara persepsi pola asuh otoritatif dengan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas (r=0,510; p=0,000), terdapat hubungan positif antara persepsi pola asuh permisif dengan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas (r=0,433; p=0,000), dan terdapat hubungan positif antara persepsi pola asuh uninvolved dengan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas (r=0,333; p=0,000).

(8)

viii

THE CORRELATION BETWEEN THE PERCEPTIONS OF PARENTING TO THE ANXIETY OF WORKING MOTHERS WHICH HAVE

TEENAGE CHILDREN ON PUBERTY

Chatarina Dwi Kumala Ningsih

ABSTRACT

This research aims to determine the correlation between the parenting perceptions and the anxiety of working mothers which have teenage children on puberty. The method of the research is qualitative research. The respondents of this research were 122 working mothers which have teenage children on puberty aged 12-16 years old. The data retrieval used questionnaire model in a form of scales. The parenting perception is measured using parenting perception scale made by the researcher which consists of 44 items and has a reliability of 0.909. The anxiety of working mothers is measured using anxiety of working mothers which have teenage children on puberty scale, consists of 51 items and has a reliability of 0.966. The analysis technique uses Spearman’s Rho correlation technique. This research resulted 4 conclusions, which are, positive correlation between the perception of authoritarian parenting to the anxiety of working mothers which have teenage children on puberty (r=0.541; p=0.000), positive correlation between the perception of authoritative parenting to the anxiety of working mothers which have teenage children on puberty (r=0,510; p=0.000), positive correlation between the perception of permissive parenting to the anxiety of working mothers which have teenage children on puberty (r=0.433; p=0.000), and positive correlation between the perception of uninvolved parenting to the anxiety of working mothers which have teenage children on puberty (r=0.333; p=0.000).

(9)

ix

Yang menyatakan

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis haturkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas segala berkat yang telah Ia berikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Perjuangan Penulis menyelesaikan penelitian ini memang tidak mulus, tapi proses ini menjadikan penulis lebih siap menuju masa depan yang lebih baik lagi.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah memberikan perhatian dan bantuan dengan caranya masing-masing sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu memberikan penulis berkat, kekuatan, kesabaran dan tempat penulis berkeluh kesah ketika tidak seorangpun paham dengan kondisi penulis saat mengerjakan skripsi ini. Penulis percaya, semua akan indah pada waktunya.

2. Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Paulus Eddy Suhartanto, M.Si selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

(11)

xi

5. Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih Ibu telah membimbing, menyediakan waktu, memberikan saran dan dorongan, serta membantu penulis menyelesaikan skripsi. Terima kasih atas kesabaran Ibu membimbing penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

6. Dr. A. Priyono Marwan, S.J dan P. Henrietta PDADS., M.A selaku dosen penguji Skripsi. Terima kasih telah membimbing, menyediakan waktu, memberikan saran dan dorongan, serta membantu penulis menyelesaikan skripsi.

7. Seluruh dosen, karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan Pak Gie atas segala pengetahuan, wawasan, dukungan, bantuan dan kerelaannya untuk berdinamika dengan penulis selama penulis menempuh studi.

8. Kedua orangtua penulis, Agus Sutarna & Fransiska Suyanti yang selalu memberikan cinta dan kasih sayangnya untuk penulis. Terima kasih atas segala macam bantuan yang diberikan secara langsung yang maupun tidak langsung. Terima kasih karena selalu mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini. Terimakasih karena sudah bersabar menanti skripsi ini terselesaikan. 9. Saudara kandung penulis, Margareta Rosita Kumala Sari terima kasih

(12)

xii

10.Genk Cobra: Klaudia Herba Ilona, Agnes F Bella, Angela Lintang Maharani, Gede Sudana, Maria Gracia Deivi, Wisnu Cahya Ardian, Komang Mahadewi Sandiasih, Yosua Cahyo Putro, Sonia Chandrikinannti, Nicolaus Chrisna Yuda. Terima kasih telah bersedia menjadi sahabat sekaligus keluarga baru untuk penulis. Terima kasih juga untuk kasih sayang, dukungan, kebahagiaan, suka duka, pengalaman-pengalaman yang telah kita lewati bersama-sama selama ini. Terima kasih karena telah berjuang bersama, saling menyemangati satu sama lain semasa kuliah.

11.Ines Claudia, Nadya Yosvara, Vina Juni Adriana, Greace Yusak, Maria Margareta, Valda Rompas. Terima kasih atas persahabatan, kasih sayang, canda tawa, dan dukungan yang kalian berikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas kerelaan kalian menerima penulis apa adanya dan selalu menjadi pendengar keluh kesah penulis yang baik.

(13)

xiii

13.Erlin Sanjaya, Zelda Anisa, Aurelia Judith terima kasih karena kalian mau membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

14.Emanuela Prima, Gregorius Dwi, Angela Lintang, Maureen Gracia, Clara Dewi, terima kasih karena kalian telah mengisi hari-hari penulis dengan canda tawa, suka duka, pengalaman-pengalaman unik selama menjadi student staff. Terimakasih juga untuk teman-teman asisten lain untuk dinamikanya selama penulis menjadi asisten.

15.Fransisca Chrisna, Yohanes Wisnu, Clothilde Arum Jayatri, Agnes Dita, Anas Etikasari, terima kasih karena selalu menemani, membantu, menyemangati dan menyayangi penulis selama penulis kuliah di Jogja. 16.Teman-teman satu bimbingan Ibu Ratri, terima kasih karena saling menyemangati, menguatkan dan membantu sama lain selama proses penulisan skripsi ini.

17.Para subjek penelitian ini, yang rela menyediakan waktu dan bersedia untuk ikut serta dalam pengambilan data demi keberhasilan skripsi ini. 18.Seluruh teman-teman angkatan 2012 terima kasih telah bersama penulis

melalui hari demi hari dari awal perkuliahan hingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

19.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk dukungan, doa, dan kerjasamanya baik secara langsung maupun tidak langsung selama ini.

Penulis sangat menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

(14)

xiv

dari pembaca yang sifatnya membangun demi perbaikan penelitian

selanjutnya. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi banyak

orang dan kiranya Tuhan senantiasa memberkati kita semua.

Yogyakarta, 25 Juli 2017

Chatarina Dwi Kumala Ningsih

(15)

xv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

DAFTAR GAMBAR ... xxii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

1. Manfaat Teoritis ... 6

(16)

xvi

BAB II. LANDASAN TEORI ... 8

A. Pola Asuh ... 8

1. Pengertian Pola Asuh ... 8

2. Pengertian Persepsi Pola Asuh ... 9

3. Dimensi Pola Asuh ... 10

4. Jenis-jenis Pola Asuh ... 10

5. Dampak Pola Asuh ... 13

B. Kecemasan ... 15

1. Pengertian Kecemasan ... 15

2. Gejala-gejala Kecemasan ... 15

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan ... 16

C. Sikap dan Perilaku Remaja pada Masa Pubertas ... 17

D. Hubungan antara Persepsi Pola Asuh dan Kecemasan Ibu Bekerja yang Memiliki Anak Remaja pada Masa Pubertas ... 20

E. Skema Penelitian ... … 24

F. Hipotesis Penelitian ... 25

BAB III. METODELOGI PENELITIAN ... 26

A.Jenis Penelitian ... 26

B. Variabel Penelitian ... 26

C. Definisi Operasional ... 26

1. Persepsi Pola Asuh ... 26

2. Kecemasan ... 28

(17)

xvii

E. Metode dan Alat Pengumpulan & Alat Ukur ... 29

F. Pengujian Instrument Penelitian ... 32

1. Validitas ... 32

2. Seleksi Item ... 33

a. Skala Persepsi Pola Asuh ... 34

b. Skala Kecemasan ... 35

3. Reliabilitas ... 37

G. Metode Analisis Data ... 38

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

A.Pelaksanaan Penelitian ... 41

B.Deskripsi Subjek Penelitian ... 41

C.Deskripsi DataPenelitian ... 44

D. Hasil Penelitian ... 46

1. Uji Asumsi ... 46

a. Uji Normalitas... 46

b. Uji Linearitas ... 48

2. Uji Hipotesis ... 50

E. Pembahasan ... 52

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 59

1. Bagi Ibu Bekerja ... 59

(18)

xviii

(19)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sebaran Item Skala Persepsi Pola Asuh Sebelum Uji Coba ... 30

Tabel 3.2 Sebaran Item Skala Kecemasan Sebelum uji Coba ... 31

Tabel 3.3 Skor Item Skala Penelitian ... 32

Tabel 3.4 Sebaran Item Skala Persepsi Pola Asuh Sesudah Uji Coba ... 34

Tabel 3.5 Sebaran Item Skala Penelitian Persepsi Pola Asuh ... 35

Tabel 3.6 Sebaran Item Skala Kecemasan Setelah Uji Coba ... 36

Tabel 3.7 Sebaran Item Skala Penelitian Kecemasan ... 37

Tabel 4.1 Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Usia ... 42

Tabel 4.2 Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jumlah Anak ... 42

Tabel 4.3 Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Pekerjaan ... 43

Tabel 4.4 Deskripsi data Subjek Berdasarkan Jumlah Jam Kerja ... 43

Tabel 4.5 Deskripsi Statistik Data Persepsi Pola Asuh ... 44

Tabel 4.6 Deskripsi Data Persepsi Pola Asuh ... 45

Tabel 4.7 Deskripsi Data Kecemasan ... 45

Tabel 4.8 Uji Normalitas Variabel Persepsi Pola Asuh Otoriter ... 46

Tabel 4.9 Uji Normalitas Variabel Persepsi Pola Asuh Otoritatif ... 47

Tabel 4.10 Uji Normalitas Variabel Persepsi Pola Asuh Permisif ... 47

Tabel 4.11 Uji Normalitas Variabel Persepsi Pola Asuh Uninvolved ... 47

(20)

xx

Tabel 4.13 Uji Linearitas Hubungan Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan

Kecemasan ... 48

Tabel 4.14 Uji Linearitas Hubungan Persepsi Pola Asuh Otoritatif dengan Kecemasan ... 49

Tabel 4.15 Uji Linearitas Hubungan Persepsi Pola Asuh Permisif dengan Kecemasan ... 49

Tabel 4.16 Uji Linearitas Hubungan Persepsi Pola Asuh Uninvolved dengan Kecemasan ... 49

Tabel 4.17 Uji Hipotesis Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan Kecemasan ... 50

Tabel 4.18 Uji Hipotesis Persepsi Pola Asuh Otoritatif dengan Kecemasan ... 51

Tabel 4.19 Uji Hipotesis Persepsi Pola Asuh Permisif dengan Kecemasan ... 51

Tabel 4.20 Uji Hipotesis Persepsi Pola Asuh Uninvolved dengan Kecemasan .. 52

(21)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala uji Coba ... 67

Lampiran 2 Skala Penelitian ... 82

Lampiran 3 Reliabilitas Skala Persepsi Pola Asuh ... 96

Lampiran 4 Reliabilitas Skala Kecemasan ... 102

Lampiran 5 Uji Asumsi (Uji Normalitas & Uji Linearitas) ... 108

Lampiran 6 Tabel Z-Score ... 113

Lampiran 7 Uji Mean Teoritik & Mean Teoritik ... 118

(22)

xxii

DAFTAR GAMBAR

(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa pubertas (Berk, 2008) adalah masa seorang remaja mengalami

perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual. Remaja yang

memasuki masa pubertas mengalami perubahan perilaku dan sikap serta

perubahan-perubahan lain di dalam tubuh, sehingga remaja dapat

bereproduksi dan berketurunan (Atkinson, 2000). Pada masa pubertas, remaja

juga mengalami perkembangan psikologis pada dirinya, yakni perubahan

emosi (Yusuf, 2004). Orang tua merasa cemas ketika anak mereka

menunjukkan banyak perubahan-perubahan pada masa pubertas (Gunarsa,

2007).

Pada jaman ini banyak fenomena memprihatinkan di kalangan para

remaja. Menurut survey Badan Pusat Statistik (2015), kenakalan remaja

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013 angka

kenakalan remaja di Indonesia mencapai 6325 kasus, sedangkan pada tahun

2014 berjumlah 7007 kasus dan pada tahun 2015 mencapai 7762 kasus.

Kenakalan remaja dari tahun ke tahun mengalami kenaikan sebesar 10,7%,

yang terdiri dari kasus pencurian, tawuran, pergaulan bebas dan narkoba.

Perubahan perilaku pada remaja seringkali membuat orang tua cemas

(Dariyo, 2004). Penelitian Nainggolan dan Tambunan (2003) mengatakan

(24)

menyendiri, antagonisme sosial, dan kehilangan rasa kepercayaan diri remaja,

membuat orang tua merasakan kecemasan yang berat bahkan panik. Orang tua

juga merasa khawatir pada anak remaja karena ia mengalami atau mengetahui

kejadian tertentu yang tidak menyenangkan (Gunarsa, 2007).

Freud (Feist & Feist, 2010) mengemukakan bahwa kecemasan adalah

perasaan terhadap situasi afektif yang tidak menyenangkan, disertai sensasi

fisik sebagai tanda bahaya yang mengancam seseorang. Perasaan tersebut

tidak jelas dan sulit dipastikan namun selalu terasa. Hasil penelitian Kaplan

dan Sadock (dalam Stuart & Laraia, 2015) menunjukkan bahwa perempuan

cenderung lebih mudah cemas dibandingkan laki-laki. Kepribadian wanita

yang cenderung lebih labil dan peran hormon mempengaruhi keadaan emosi

wanita.

Ibu bekerja yang memiliki anak pada merasakan kecemasan ketika anak

mereka memasuki masa pubertas (Wawancara, Mei 2017). Para ibu merasa

anak mereka mulai sulit untuk diberi arahan, suka melawan, dan mulai

merahasiakan sesuatu. Para ibu juga merasa cemas karena banyak pemberitaan

di media massa maupun di lingkungan sekitar yang membahas perilaku

negatif remaja. Ibu khawatir anak mereka melakukan perbuatan-perbuatan

negatif ketika di luar rumah, seperti terlibat dalam kasus-kasus kriminalitas,

seks bebas, merokok, minum minuman keras dan melanggar norma di

lingkungan sekitar. Rata-rata dari ibu bekerja merasakan gejala-gejala

(25)

merasa pusing ketika membayangkan dan melihat perubahan perilaku anak

mereka.

Kecemasan ibu terhadap anak-anak remaja mereka tidak tiba-tiba muncul

dengan sendirinya, melainkan dipicu oleh beberapa faktor. Faktor-faktor

penyebab kecemasan ibu antara lain adalah perilaku anak, keadaan fisik,

pengalaman masa lalu, dan stressor eksternal (Margianti & Basuki, 2012).

Bower (dalam Gottlieb & Abramson, 1983) mengatakan bahwa pikiran

(kognitif) merupakan salah satu unsur yang membentuk kecemasan seseorang,

karena pikiran mempunyai hubungan dengan kecemasan seseorang.

Kecemasan ibu tidak hanya berasal dari kenyataan bahwa anak menjadi

remaja, tetapi kecemasan ibu juga berasal dari perilaku anak sebagai

tanggapan dari pola asuh (Hurlock, 1997).

Pola asuh adalah cara orang tua membesarkan anak dengan memenuhi

kebutuhan, melindungi, mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari.

Baumrind (dalam Santrock, 2003) mengatakan pola asuh orang tua terbagi ke

dalam beberapa macam, yaitu pola asuh otoriter, otoritatif, permisif, dan

uninvolved. Orang tua dengan pola asuh otoriter cenderung mengontrol anak

secara ketat dan tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk

menyampaikan pendapat. Orang tua dengan pola asuh otoritatif cenderung

mengontrol, mengarahkan dan membimbing anak. Orang tua menggunakan

cara-cara yang rasional ketika menghadapi perilaku remaja pada masa

pubertas dan memiliki komunikasi yang baik dengan anak remaja mereka.

(26)

kebebasan, serta kurang mengontrol anak. Orang tua juga bersikap acuh tak

acuh dalam menyikapi perilaku anak puber, sehingga mereka tidak

membimbing dan memberikan arahan kepada anak mereka (Campbell, 1975).

Orang tua dengan pola asuh uninvolved tidak memberikan kontrol dan tidak

memberikan perhatian kepada anak. Orang tua hanya berfokus pada

kebutuhannya sendiri dan mengabaikan kebutuhan anak (Santrock, 2003).

Hasil penelitian Baumrind (dalam Santrock, 2003) menunjukkan bahwa

orang tua yang berpola asuh otoritatif lebih mendukung perkembangan anak

dalam hal kemandirian dan tanggung jawab. Orang tua dengan pola asuh

otoriter membuat anak menjadi rendah diri dan kurang tanggung jawab serta

agresif. Orang tua dengan pola asuh permisif mengakibatkan anak suka

menuntut dan bergantung pada orang lain. Orang tua dengan pola asuh

uninvolved membuat anak memperlihatkan banyak masalah dan kurang

memiliki kemampuan sosial yang baik (Berk, 2008).

Salah satu faktor penyebab ibu merasa cemas adalah perilaku anak. Pola

asuh ibu bekerja kepada anak berpengaruh besar dalam membentuk sikap dan

perilaku serta kepribadian anak mereka (Desmita, 2010). Ibu bekerja yang

memberi pengasuhan yang baik kepada anak, menyebabkan anak memiliki

sikap dan perilaku yang baik, sehingga ibu bekerja tidak cemas. Ibu bekerja

yang memberikan pengasuhan yang kurang baik kepada anaknya,

menyebabkan anak tersebut memiliki sikap dan perilaku yang buruk dan

(27)

Pola asuh yang diterapkan oleh ibu bekerja dalam kehidupan sehari-hari

ditangkap oleh para remaja dan menimbulkan persepsi tersendiri bagi ibu

bekerja terhadap pola asuh yang selama ini mereka terapkan. Persepsi berarti

proses menyeleksi, mengorganisasi, dan menginterpretasi serta menilai

sesuatu. Persepsi tentang pola asuh berarti gambaran tentang pola asuh yang

mereka terapkan kepada anak remaja mereka. Persepsi penting karena perilaku

seseorang didasarkan pada persepsi mereka mengenai objek yang dilihat,

bukan mengenai objek itu sendiri. Persepsi pengasuhan bukan hanya

hubungan antara orang tua dan anak, tetapi lebih-lebih penilaian anak atau

orang tua mengenai hubungan tersebut (Hurlock, 1997).

Persepsi merupakan salah satu bagian dari proses berpikir. Persepsi yang

bias berhubungan dengan kecemasan (Beck dkk dalam Mineka dan Thomas,

1999). Seseorang yang berada pada situasi yang ambigu cenderung

mengembangkan pikiran-pikiran yang negatif dan merasakan kecemasan

(Atkinson, 2000). Ibu berpersepsi pola asuh otoriter, permisif dan uninvolved

merasa lebih cemas daripada ibu yang bersepsi pola asuh otoritatif.

Banyak penelitian tentang persepsi pola asuh mempunyai sudut pandang

anak remaja. Penelitian Prayoga (2009), Marthan (2009), Pravitasari (2012),

dan Basembun (2008) juga meneliti persepsi pola asuh dari sudut pandang

anak remaja. Penelitian tentang persepsi pola asuh dari sudut pandang ibu

yang merupakan pemberi pola asuh masih jarang. Peneliti tertarik untuk

(28)

pandang ibu dan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada

masa pubertas.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara persepsi pola asuh dan kecemasan ibu

bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara

persepsi pola asuh dan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja

pada masa pubertas

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memberikan wacana atau pengetahuan tambahan di dunia psikologi

khususnya psikologi perkembangan mengenai hubungan antara pola asuh

dan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa

pubertas.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ibu

bekerja tentang pola asuh orang tua kepada anak yang memasuki masa

pubertas dan dapat menentukan sikap sebagai orang tua dengan pola asuh

(29)

Informasi tersebut juga dapat digunakan untuk mempersiapkan diri para

ibu bekerja untuk mengatasi kecemasan yang mereka rasakan ketika anak

(30)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pola Asuh

1. Pengertian Pola Asuh

Pola asuh adalah cara orang tua membesarkan anak dengan memenuhi

kebutuhan, melindungi, mendidik, dan mempengaruhi tingkah laku anak

dalam kesehariannya (Baumrind dalam Papila, 2004). Maccoby (dalam

Barus, 2003) menyatakan pola asuh adalah interaksi antara orang tua

dengan anak yang di dalam prosesnya orang tua mengekspresikan

sikap-sikap, nilai-nilai, minat-minat dan harapan-harapannya dalam mengasuh

dan memenuhi kebutuhan anak.

Pola asuh orang tua adalah pola interaksi antara anak dan orang tua

untuk memenuhi kebutuhan fisik maupun psikologis anak dan mengajarkan

aturan serta norma yang berlaku agar anak hidup sesuai dengan

lingkungannya (Santrock, 2003).

Pada penelitian ini, peneliti mengacu pengertian pola asuh menurut

Baumrind (dalam Papalia, 2004) yakni interaksi antara orang tua dengan

anak baik dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis, psikologis, maupun

dalam mendidik, membimbing, mendisiplinkan, dan melindungi anak untuk

mencapai kedewasaan dan akhirnya menerapkan tingkah laku yang sesuai

(31)

2. Pengertian Persepsi Pola Asuh

Persepsi adalah proses menginterpretasikan sesuatu yang diindrakan

seseorang (Santrock, 2002). Feldman (2012) mengemukakan bahwa

persepsi adalah proses menginterpretasi, menganalisa, dan memilah

rangsangan stimulus yang dibawa organ indra ke otak. Persepsi adalah

proses penilaian seseorang terhadap objek, situasi, kejadian, berdasarkan

pengalaman masa lalu, sikap, harapan dan nilai yang terkandung dalam diri

seseorang (Walgito, 2002). Pengalaman atau karakteristik seseorang yang

mempersepsikan berkaitan dengan penilaian suatu objek yang dipersepsi.

Salah satu pengalaman masa lalu yang berperan dalam pembentukan

karakteristik seseorang adalah pola asuh orang tua (Grinder, 1976).

Penjelasan menyimpulkan bahwa persepsi pola asuh adalah proses

menyeleksi, mengorganisasi, dan menginterpretasi serta menilai untuk

mendapatkan gambaran tentang interaksi antara orang tua dengan anak baik

dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis, psikologis, maupun dalam

mendidik, membimbing, mendisiplinkan, dan melindungi anak untuk

mencapai kedewasaan dan akhirnya menerapkan tingkah laku yang sesuai

dengan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Persepsi terhadap

pola asuh pada penelitian ini ditujukan untuk ibu bekerja dengan melihat

perilaku anak sebagai hasil pola pengasuhannya.

(32)

3. Dimensi Pola Asuh

Baumrind (dalam Santrock, 2014), menyebutkan 2 dimensi dasar dari

pola asuh orang tua, yakni sebagai berikut:

a. Tanggapan atau responsiveness

Dimensi responsivitas adalah dukungan kehangatan dan pemberian

kasih sayang orang tua kepada anak. Pada dimensi ini orang tua

menerima, memahami, dan mau mendengarkan anak (Nixon &

Halpenny, 2010). Orang tua juga memenuhi kebutuhan, memberikan

ketentraman dan tidak segan-segan memberikan pujian kepada anak

(Respati, 2006).

b. Kontrol atau demandingness

Dimensi kontrol adalah tuntutan-tuntutan yang diberikan orang tua

kepada anak, yang bertujuan agar anak menjadi individu yang dewasa,

bertanggungjawab serta menaati aturan (Nixon & Halpenny, 2010).

Orang tua juga berharap anak memiliki kemampuan yang baik dalam

bidang kognitif dan sosial (Respati, 2006).

4. Jenis-jenis Pola Asuh

Baumrind (Santrock, 2014) mengatakan dimensi kontrol dan

responsivitas memiliki keterkaitan satu sama lain dalam membentuk empat

jenis pola asuh, yakni otoriter, otoritatif, permisif dan uninvolved. Baumrind (dalam Santrock, 2014) menegaskan jenis-jenis pola asuh adalah

(33)

a. Pola asuh Otoriter

Pola asuh otoriter memiliki tingkat tuntutan dan kontrol yang tinggi

pada anak tetapi tingkat responsivitas yang diberikan orang tua kepada

anak rendah. Orang tua dengan pola asuh ini mengharapkan anak

menuruti semua arahan dan perkataan mereka. Orang tua memberi

hukuman jika anak mereka melakukan perilaku yang menyimpang dari

standar yang telah ditetapkan. Dalam pola asuh ini, dimensi kontrol lebih

menonjol daripada dengan dimensi responsivitas (Santrock, 2014).

Dalam pengasuhan ini, orang tua mengontrol anak dengan ketat dan

memaksa anak untuk bertindak sesuai dengan keinginan orang tua.

Komunikasi antara anak dengan orang tua didominasi oleh orang tua,

sehingga anak tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan

pendapatnya. Orang tua selalu menekankan bahwa pendapat mereka

selalu benar (Respati, 2006).

b. Pola Asuh Otoritatif

Dimensi kontrol dan responsivitas pada pola asuh otoritatif

seimbang. Pada pola asuh ini orang tua menggunakan pendekatan

rasional dan demokratis. Orang tua memberikan anak afeksi positif yang

meliputi kasih sayang, kehangatan dan penerimaan. Orang tua

bermusyawarah dalam mengambil suatu keputusan dan mendorong

komunikasi timbal balik (Santrock, 2014). Orang tua mau mendengarkan

pendapat dan bernegosiasi dengan anak (Papalia, 2004). Orang tua

(34)

mengapa aturan tersebut dibuat. Orang tua juga menerapkan standar

perilaku kepada anak sesuai kebutuhan perkembangan dan kemampuan

anak (Respati, 2006).

c. Pola asuh Permisif

Pola asuh permisif memiliki tingkat responsivitas yang tinggi tetapi

kurang memberikan tuntutan dan kontrol kepada anak. Orang tua dengan

pola asuh ini sangat terlibat dan responsif terhadap kebutuhan anak tetapi

kurang menuntut atau mengontrol mereka. Orang tua membebaskan

anak melakukan apa saja yang mereka inginkan (Santrock, 2014). Orang

tua kurang menerapkan kedisiplinan kepada anak, dan jika mereka

menerapkan disiplin biasanya penerapannya tidak konsisten. Orang tua

tidak menghukum anak dan selalu menyetujui apa saja yang dilakukan

oleh anak. Kebebasan berlebihan yang diberikan orang tua kepada anak

menyebabkan anak memiliki perilaku agresif dan impulsif (Respati,

2006).

d. Pola asuh Uninvolved

Pola asuh uninvolved ialah suatu pola pengasuhan dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Dalam pola asuh ini, orang

tua kurang menunjukkan kontrol dan responsivitas kepada anak. Pada

pola asuh ini orang tua terkadang hanya berfokus pada kebutuhannya

sendiri dan mengabaikan kebutuhan anak. Orang tua yang acuh

dihubungkan dengan berbagai penyimpangan perilaku yang dilakukan

(35)

yang menerapkan pola asuh uninvolved kurang memiliki kedekatan secara emosional dengan anak. Orang tua merasa tertekan dan

kewalahan dengan tekanan hidup yang harus mereka hadapi sehingga

mereka tidak memiliki banyak tenaga dan waktu untuk memperhatikan

dan memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Perkembangan anak

terganggu jika orang tua memberlakukan pengasuhan uninvolved sejak awal (Berk, 2008).

5. Dampak Pola Asuh pada Remaja

Dampak pola asuh yang diberikan orang tua pada remaja adalah

sebagai berikut:

a. Pola Asuh Otoriter

Remaja dengan pola asuh otoriter cenderung cemas, memiliki

kemampuan komunikasi yang buruk dan sulit mengekspresikan

perasaannya (Santrock, 2014). Remaja yang dibesarkan dengan pola

asuh otoriter cenderung kurang memiliki inisiatif, rendah diri dan tidak

bahagia. Remaja cenderung agresi ketika ia merasa tertekan (Berk,

2008). Pola asuh otoriter juga memberikan dampak negatif pada

penurunan fungsi emosional dan anak memiliki nkepercayaan diri yang

rendah (Terry, 2004).

b. Pola Asuh Otoritatif

Remaja dengan pola asuh ini cenderung mampu untuk

(36)

Remaja juga cenderung dewasa secara moral maupun sosial dan

memiliki kepercayaan diri. Remaja dengan orang tua yang berpola asuh

otoritatif juga memiliki ketekunan dalam mengerjakan sesuatu sehingga

memiliki performansi dan prestasi akademik yang baik (Berk, 2008).

c. Pola Asuh Permisif

Remaja dengan pola asuh permisif cenderung bergantung kepada

orang lain dan suka menuntut. Remaja juga sering melawan, impulsif

dan sering melakukan perilaku antisosial. Remaja dengan pola asuh ini

juga cenderung kurang bersungguh-sungguh ketika mengerjakan suatu

pekerjaan, sehingga kurang memiliki prestasi yang baik di sekolah

(Berk, 2008). Remaja dengan orang tua yang permisif juga menunjukkan

perilaku menyimpang seperti penggunaan obat-obatan terlarang,

berperilaku buruk, dan memiliki emosi yang tidak dapat dikendalikan

(Terry, 2004).

d. Pola Asuh Uninvolved

Remaja dengan pola asuh ini kurang bisa mengendalikan emosi dan

kurang memiliki kemampuan sosial yang baik. Remaja yang diasuh

dengan pola asuh ini mengalami kesulitan untuk membedakan perilaku

yang benar dan salah serta kesulitan dalam belajar (Berk, 2008). Remaja

juga cenderung mencari penerimaan di luar lingkungan rumah dan

berkumpul dengan kelompok sebaya yang memiliki latar belakang

(37)

B. Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah perasaan seseorang ketika ia berpikir bahwa sesuatu

yang tidak menyenangkan terjadi dan muncul karena berbagai macam

alasan. Seseorang yang merasakan kecemasan cenderung ingin lari dari

kenyataan dan enggan untuk berbuat sesuatu (Margianti & Basuki, 2012).

Freud (Feist & Feist, 2010) mengemukakan bahwa kecemasan adalah

perasaan yang dirasakan seseorang mengenai situasi afektif yang tidak

menyenangkan dan diikuti sensasi fisik sebagai tanda bahaya yang

mengancam. Perasaan yang tidak menyenangkan tersebut biasanya tidak

jelas dan sulit dipastikan tetapi selalu terasa. Kecemasan adalah perasaan

emosional yang bercirikan terdapat rangsangan fisiologis, perasaan tegang,

tidak menyenangkan dan perasaan khawatir bahwa terjadi sesuatu yang

buruk (Hoeksema, 2007).

Pada penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa kecemasan adalah

suatu perasaan yang menakutkan dan tidak menyenangkan terhadap

sesuatu yang tidak jelas, serta perasaan khawatir yang biasanya diikuti

dengan sensasi fisik sebagai tanda bahwa sesuatu yang buruk terjadi.

2. Gejala-Gejala Kecemasan

Hoeksema (2007) mengatakan bahwa terdapat empat gejala

(38)

a. Gejala fisik, seperti banyak berkeringat, gugup, sakit perut, tangan dan

kaki terasa dingin, tidak nafsu makan, pusing, sesak bernafas, jantung

berdetak kencang, sering buang air kecil, dan sulit tidur.

b. Gejala emosi, seperti mudah tersinggung, mudah marah, mudah

gelisah, takut, resah, khawatir, kecewa.

c. Gejala kognitif, seperti cemas terhadap sesuatu, pelupa, sulit

berkonsentrasi, sulit berpikir jernih, dan sulit memecahkan masalah.

d. Gejala perilaku, seperti menghindar, tidak perhatian, bersikap kasar,

acuh tak acuh, dan mudah tersinggung.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Ibu

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan ibu (Margianti &

Basuki, 2012); (Bower, 1983), yakni:

a. Perilaku anak

Perilaku anak yang buruk, melanggar aturan dan norma yang

berlaku di masyarakat cenderung membuat ibu merasakan kecemasan

daripada ketika anak menunjukkan perilaku yang positif.

b. Kondisi Fisik

Ibu yang memiliki kondisi fisik yang tidak baik membuat ibu lebih

mudah merasakan kecemasan daripada ibu memiliki kondisi fisik yang

baik. Ibu merasa cemas kepada anak-anaknya ketika ibu sakit. Ibu

tidak dapat memperhatikan anak-anaknya secara langsung, meskipun

(39)

anak-anaknya, tetapi ibu merasa mereka memiliki cara yang berbeda dalam

memperhatikan perilaku anak di luar rumah.

c. Pengalaman yang tidak menyenangkan

Ibu yang mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan di

masa lalu ataupun sering mendengar pengalaman yang tidak

menyenangkan yang dialami orang lain membuat ibu lebih mudah

merasakan kecemasan.

d. Stressor eksternal

Kemunculan stressor eksternal yang berat dapat memunculkan

reaksi kecemasan pada ibu. Contohnya adalah ketika ibu kehilangan

pasangan hidupnya. Ibu merasa cemas dan khawatir tidak dapat

mendidik dan merawat anak dengan baik karena ia harus

melakukannya seorang diri.

e. Kognitif

Kognitif (pikiran) merupakan salah satu faktor pembentuk

kecemasan seseorang. Persepsi termasuk bagian dari proses kognitif.

Kecemasan muncul ketika seseorang mempersepsikan pikiran-pikiran

yang negatif.

C. Sikap dan Perilaku Remaja pada Masa Pubertas

Hurlock (1997) menjelaskan ketika memasuki masa pubertas, remaja

(40)

1. Ingin menyendiri

Remaja pada masa puber mulai menarik diri dan sering bertengkar

dengan teman-teman ataupun keluarganya. Pada masa ini, remaja mulai

melakukan eksperimen seks melalui masturbasi. Remaja puber juga sering

kali melamun dan diperlakukan kurang baik.

2. Bosan

Remaja puber mulai bosan dengan permainan yang sebelumnya ia

sukai, kegiatan-kegiatan sosial, tugas-tugas sekolah, dan kehidupan,

akibatnya prestasi yang dicapainya menurun.

3. Antagonisme Sosial

Remaja puber sering kali tidak mau bekerja sama, sering membantah

dan menentang. Seiring berjalannya waktu, remaja yang berhasil melewati

masa puber menjadi lebih ramah, lebih dapat bekerja sama dan lebih sabar

kepada orang lain.

4. Emosi yang Meninggi

Marah, murung, sedih, mudah marah dan suasana hati yang buruk

merupakan ciri-ciri awal masa puber. Dengan semakin matangnya keadaan

fisik, hal-hal tersebut lambat laun berkurang dan mereka sudah mulai

mampu mengendalikan emosinya.

5. Hilangnya kepercayaan diri

Remaja cenderung kehilangan kepercayaan diri dan takut gagal karena

(41)

datang dari orang tua maupun dari teman-temannya. Banyak remaja

setelah melewati masa puber memiliki perasaan rendah diri.

6. Terlalu sederhana

Perubahan fisik yang terjadi pada remaja di masa puber membuat

remaja menjadi sangat sederhana dalam berpenampilan. Remaja takut

orang lain berkomentar buruk terhadap perubahan yang terjadi pada

dirinya.

Soesilowindradini (2006) menambahkan perubahan sikap dan perilaku

remaja ketika masa pubertas, yakni:

1. Bersikap tidak tenang

Pada masa pubertas, remaja mulai mencoba-coba berbagai macam hal

baru yang dapat dikerjakannya dengan senang hati dan yang dapat

memberikan kepuasan. Emosional remaja yang tinggi pada masa pubertas

merupakan salah satu penyebab remaja memiliki sikap tidak tenang,

Pertumbuhan fisik yang pesat juga memunculkan ketegangan-ketegangan

yang menyebabkan timbulnya ketidaktenangan pada remaja.

2. Menentang orang-orang yang lebih berkuasa daripadanya

Remaja pada masa pubertas mulai berusaha untuk menentang orang

yang dikiranya menguasai mereka dan mulai terlibat konflik dengan ibu

mereka. Remaja pada masa ini juga gemar membuat heboh dan seringkali

(42)

D. Hubungan antara Persepsi Pola Asuh yang diberikan dan Kecemasan Ibu Bekerja yang memiliki Anak Remaja pada Masa Pubertas

Ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas cenderung

merasakan kecemasan (Nainggolan & Tambunan, 2003). Pada masa pubertas

banyak sekali perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja. Perubahan

perilaku pada remaja di masa pubertas seringkali menimbulkan kecemasan

bagi orang tua (Dariyo, 2004).

Banyak faktor yang dapat menimbulkan kecemasan pada ibu bekerja.

Margianti dan Basuki (2012) mengatakan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kecemasan ibu diantaranya perilaku anak, keadaan fisik,

pengalaman masa lalu, dan stressor eksternal. Bower (dalam Gottlieb &

Abramson, 1983) mengatakan bahwa pikiran (kognitif) merupakan salah satu

unsur pembentuk kecemasan seseorang, karena pikiran mempunyai hubungan

dengan kecemasan seseorang. Persepsi termasuk bagian dari proses berpikir.

Persepsi yang bias berhubungan dengan kecemasan (Beck dkk dalam Mineka

dan Thomas, 1999).

Kecemasan muncul ketika seseorang memiliki pikiran-pikiran negatif

karena ia sedang berada disituasi yang ambigu (Atkinson, 2000). Ibu bekerja

yang berpersepsi pola asuh otoriter, permisif dan uninvolved akan lebih cemas daripada ibu yang berpersepsi pola asuh otoritatif. Arifianto (2005)

mengatakan jika seseorang memiliki persepsi positif terhadap sesuatu maka ia

(43)

Baumrind (dalam Santrock, 2014) mengatakan terdapat 4 jenis pola asuh

yaitu otoriter, otoritatif, permisif dan uninvolved. Keempat jenis pola asuh itu terbentuk dari 2 dimensi besar yang mendasarinya, yaitu tanggapan atau

responsiveness dan kontrol atau demandingness (Santrock, 2014).

Persepsi ibu bekerja yang berpola asuh otoriter, cenderung memberikan

kontrol dan tuntutan yang tinggi terhadap anak mereka, tetapi tidak disertai

dengan responsivitas (Santrock, 2014). Remaja yang diasuh dengan pola asuh

otoriter cenderung memiliki kecemasan yang tinggi dan sulit untuk

mengungkapkan apa yang ia rasakan (Santrock, 2014). Remaja juga memiliki

kepercayaan diri yang rendah dan penurunan fungsi emosional (Terry, 2004).

Penelitian Nainggolan dan Tambunan (2013) menunjukkan bahwa terdapat

hubungan antara hilangnya kepercayaan diri remaja dengan tingkat kecemasan

ibu bekerja. Ibu bekerja merasakan kecemasan yang cenderung tinggi ketika ia

mempersepsikan pola asuh otoriter yang ia berikan kepada anak.

Persepsi ibu bekerja yang berpola asuh otoritatif, cenderung seimbang

dalam memberikan responsivitas dan kontrol terhadap perilaku anak

(Santrock, 2014). Remaja yang diasuh dengan pola asuh ini juga dapat

mengendalikan dirinya, tenang dan memiliki kedewasaan secara sosial

maupun moral (Berk, 2008). Ibu bekerja mampu memberikan pemantauan,

pendisiplinan yang efektif serta memberikan dukungan-dukungan yang

diperlukan remaja (Santrock, 2014). Ibu bekerja merasakan kecemasan yang

(44)

Persepsi ibu bekerja yang berpola asuh permisif cenderung memberikan

responsivitas tanpa disertai dengan kontrol atas perilaku anak (Santrock,

2014). Remaja yang diasuh dengan pola asuh permisif cenderung bergantung

kepada orang lain dan suka memberontak (Berk, 2008). Remaja juga

melakukan perilaku-perilaku menyimpang dan memiliki emosi yang tidak

terkendali (Terry, 2004)

Nainggolan dan Tambunan (2013) mengatakan pada masa pubertas

remaja sering kali menyendiri dan mengurung diri di rumah, sehingga ibu

bekerja merasa cemas. Remaja yang sering memberontak dan memiliki emosi

yang tidak terkendali menimbulkan kecemasan pada ibu bekerja.

Perilaku-perilaku anak remaja tersebut berhubungan dengan kecemasan ibu

(Nainggolan & Tambunan, 2013). Ibu bekerja mempersepsi berpola asuh

permisif memiliki kecemasan yang cenderung tinggi.

Persepsi ibu bekerja yang berpola asuh uninvolved cenderung tidak terlibat dalam kehidupan anak. Orang tua kurang mengontrol perilaku anak dan

kurang memberikan responsivitas kepada anak (Santrock, 2014). Remaja

dengan pola asuh ini cenderung memiliki kemampuan sosial yang buruk,

sering membuat masalah, dan kurang dapat mengendalikan emosi (Berk,

2008). Ibu bekerja yang kurang memberikan simpati, perhatian dan mengasuh

anak, memicu anak berperilaku menyimpang (Hurlock, 1997). Perilaku negatif

yang dilakukan oleh remaja seringkali membuat keonaran, keganduhan,

keresahan menimbulkan kecemasan bagi ibu yang memiliki anak remaja

(45)

Hasil penelitian Nainggolan dan Tambunan (2013) remaja yang tidak

stabil, lebih dominan, dan menuntut kebebasan biasanya menimbulkan suatu

kekacauan dan menyebabkan ibu bekerja cemas karena perubahan tersebut

berdampak negatif pada dunia luar yang disebabkan emosi remaja yang tidak

stabil. Melihat banyak dampak negatif yang muncul dari pengasuhan

(46)

Kurang inisiatif, cemas, tidak

Dampak Pola Asuh Pada Remaja: Suasana hati yang tenang, memiliki pengendalian diri, mau bekerja sama, kepercayaan diri yang baik,

kematangan sosial dan moral.

Dampak Pola Asuh Pada Remaja: impulsif, melawan, bergantung, menuntut, sering terlibat dalam perilaku antisosial, perilaku menyimpang, emosi yang tinggi

Dampak Pola Asuh Pada Remaja: memperlihatkan banyak masalah, pengendalian emosi diri buruk, perilaku antisosial, mencari

penerimaan diluar lingkungan rumah,

Kecemasan Ibu

Pola Asuh Uninvolved Ibu Bekerja Responsivitas rendah

Kontrol rendah

Pola Asuh Otoriter Ibu Bekerja: Responsivitas rendah

Kontrol tinggi

Pola Asuh Otoritatif Ibu Bekerja: Responsivitas tinggi

Kontrol tinggi

(47)

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitan ini adalah

1. Ada hubungan positif antara persepsi pola asuh otoriter dan kecemasan ibu

bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas.

2. Ada hubungan negatif antara persepsi pola asuh otoritatif dan kecemasan

ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas.

3. Ada hubungan positif antara persepsi pola asuh permisif dan kecemasan

ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas.

(48)

26

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan teknik

korelasional. Teknik korelasional bertujuan untuk melihat hubungan antara

variabel satu dengan variabel lainnya (Azwar, 2012). Peneliti ingin melihat

hubungan antara persepsi pola asuh dan kecemasan ibu bekerja yang

memiliki anak remaja pada masa pubertas.

B. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel x : Persepsi Pola Asuh Ibu Bekerja

2. Variabel y : Kecemasan Ibu Bekerja yang Memiliki Anak Remaja

pada Masa Pubertas

C. Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Persepsi Pola Asuh Ibu Bekerja

Persepsi pola asuh ibu bekerja adalah proses menyeleksi,

mengorganisasi, dan menginterpretasi serta menilai yang dilakukan ibu

(49)

interaksi yang terjadi antara ibu bekerja dengan anak, baik memenuhi

kebutuhan fisiologis dan psikologis, maupun dalam mendidik,

membimbing, mendisiplinkan, dan melindungi anak untuk mencapai

kedewasaan dan akhirnya dapat menerapkan tingkah laku yang sesuai

dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat.

Pengukuran dilakukan dengan skala persepsi pola asuh ibu bekerja

yang disusun berdasarkan empat jenis pola asuh Baumrind (dalam

Santrock, 2014), yakni otoriter, otoritatif, permisif, dan uninvolved.

Cara pengkategorian pola asuh menggunakan kategori, yang dilakukan

dengan mengubah skor subjek untuk setiap pola asuh ke dalam z-score. Rumus yang digunakan untuk menghitung z-score (Azwar, 2008).

Z= (X-M)/SD

Keterangan

Z = z-score

X = Skor Subjek

M = Mean Kelompok Subjek

SD = Standar Deviasi Kelompok

Subjek masuk ke dalam ketegori suatu pola asuh berdasarkan nilai

z-score yang paling tinggi karena nilai tersebut menunjukkan kecenderungan dari pola asuh yang dipakai/diterapkan subjek kepada

(50)

2. Kecemasan Ibu Bekerja yang Memiliki Anak Remaja pada Masa

Pubertas

Kecemasan adalah reaksi ibu yang bekerja di luar rumah dan

mendapatkan penghasilan dalam menghadapi anak remajanya yang

sedang mengalami masa pubertas yang dapat dilihat dengan munculnya

perasaan yang menakutkan dan tidak menyenangkan serta perasaan

khawatir. Kecemasan ibu bekerja diungkap dengan skor yang diperoleh

subjek pada skala kecemasan.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah ibu bekerja yang memiliki anak yang

sedang memasuki masa pubertas. Ibu bekerja adalah seorang ibu yang

mendapat gaji dari seseorang atau suatu institusi untuk melaksanakan

tugas tertentu (Dwijanti, 1999). Menurut Children’Encyclopedia of Children’s Health (2013) ibu bekerja adalah seorang ibu yang bekerja di luar rumah untuk mendapatkan penghasilan selain membesarkan dan

mengurus anak di rumah.

Masa pubertas (dalam Santrock, 2003) adalah masa perkembangan

fisik yang pesat yang diikuti dengan perubahan hormonal dan tubuh yang

berlangsung di masa remaja awal. Pada masa pubertas kriteria dari

kematangan seksual mulai terlihat, selain itu remaja yang memasuki masa

pubertas mengalami perubahan fisik, berperilaku dan bersikap (Yusuf,

(51)

Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Wanita yang menikah dan memiliki anak remaja yang memasuki masa

pubertas (12-16 tahun) (Hurlock, 1997).

2. Bekerja di luar rumah atau di suatu instansi tertentu.

E. Metode Pengumpulan Data & Alat Ukur

Metode pengumpulan data adalah dengan menggunakan skala.

Penelitian ini menggunakan dua macam skala, yaitu:

1. Skala Persepsi Pola Asuh Ibu Bekerja

Skala persepsi pola asuh disusun berdasarkan empat jenis pola

asuh menurut Baumrind (dalam Santrock, 2014) yaitu pola asuh

otoriter, otoritatif, permisif, dan uninvolved. Skala ini terdiri dari pertanyaan fovorable, hal ini dikarenakan item-item pada skala ini sudah menggambarkan kategori pola asuh tertentu. Cara menempatkan

subjek masuk ke dalam masing-masing kategori pola asuh adalah

dengan mengubah skor subjek untuk setiap persepsi pola asuh kedalam

z-score. Semakin tinggi z-score yang diperoleh dari suatu skala persepsi pola asuh, maka semakin tinggi kecenderungan subjek memberikan

(52)

Tabel 3.1

2. Skala Kecemasan Ibu Bekerja yang Memiliki Anak Remaja Pada Masa

Pubertas

Skala untuk mengukur kecemasan pada ibu bekerja disusun

berdasarkan 4 gejala kecemasan dari Hoeksema (2007) yakni gejala

emosi, kognitif, fisiologis, dan perilaku. Dalam skala ini terdapat dua

(53)

Tabel 3.2

Sebaran Item Skala Kecemasan Ibu Bekerja yang Memiliki Anak

Remaja pada Masa Pubertas Sebelum Uji Coba

No Aspek Nomer Item Total

setiap pernyataan dalam skala Likert merupakan rating atau penilaian yang kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan pengukuran tentang sikap

subjek terhadap objek psikologis (Bird dan Edwards dalam Supratiknya,

2014). Metode ini meminta subjek untuk menyatakan

kesetujuan-ketidaksetujuan dalam sebuah kontinum yang terdiri atas empat respon,

yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak

Setuju (STS). Peneliti memutuskan untuk menggunakan empat respon dan

menghilangkan jawaban netral agar subjek hanya memilih jawaban

(54)

Tabel 3.3

Validitas adalah keadaan yang menggambarkan instrument atau

alat ukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak

diukur (Arikunto, 2005). Suatu alat ukur dapat dikatakan mempunyai

validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya

atau memberikan hasil ukur sesuai dengan tujuan dari pengukuran

tersebut (Azwar, 2012).

Sarwono (2006) mengatakan validitas terdiri dari tiga macam yaitu

validitas isi, validitas konstruk dan validitas kriteria. Pada penelitian ini

peneliti menggunakan validitas isi yang merujuk pada suatu instrument

yang melihat kesesuaian isi dengan mengukur apa yang hendak diukur.

Validitas isi suatu alat ukur didasarkan pada pendapat professional

(Profesional Judgement) (Suryabrata, 2005). Profesional judgement

dilakukan oleh orang yang lebih ahli didalam bidangnya, dalam hal ini

adalah dosen. Untuk memenuhi validitas isi, isi suatu skala harus

(55)

memberikan gambaran mengenai isi skala dan menjadi acuan serta

pedoman untuk berada dalam lingkup yang benar (Azwar, 2005).

2. Seleksi Item

Skala penelitian ini diuji coba pada tanggal 22 November–2

Desember 2016. Peneliti menyebarkan 80 buah skala, tetapi hanya 54

skala yang kembali. Dari 54 skala yang kembali, terdapat 4 skala yang

tidak dapat dipergunakan dikarenakan subjek tidak mengisi skala secara

lengkap. Skala yang digunakan untuk uji coba skala adalah sebanyak 50

skala.

Seleksi item dilakukan untuk memilih item-item yang membentuk

sebuah skala yang homogen dan berdaya diskriminasi tinggi (Azwar,

2012). Seleksi item dilakukan dengan menghitung korelasi item total

dari item yang terdapat pada masing-masing skala yang digunakan saat

uji coba. Perhitungan korelasi item total dapat menunjukkan item-item

yang paling baik mengukur konstruk atau isi yang sedang diukur.

Semakin tinggi korelasi antara skor item dan skor total skala, semakin

baik juga item yang bersangkutan. Item yang mencapai korelasi di atas

0,20 daya bedanya dianggap memuaskan (Supratiknya, 2014). Aiken

(1985) juga mengatakan bahwa item-item yang dapat dipertahankan

adalah item-item yang memiliki koefisien korelasi sebesar 0,20. Semua

item yang berkorelasi ≥ 0,20 dengan skor total layak dipertahankan

(Supratiknya, 2014). Uji seleksi item menggunakan korelasi item total

(56)

Berikut ini merupakan hasil uji seleksi item yang dilakukan pada

kedua skala:

a. Skala Persepsi Pola Asuh Ibu Bekerja

Uji coba pada skala Persepsi Pola Asuh Ibu Bekerja terdiri 16

item pada masing-masing pola asuh otoriter, otoritatif, permisif dan

uninvolved. Total item pada uji coba skala Persepsi Pola Asuh Ibu Bekerja adalah 64 item.

Tabel 3.4

Sebaran item skala Persepsi Pola Asuh Setelah Uji Coba

maka dilakukan seleksi item dengan menggugurkan item yang

(57)

memiliki korelasi item total (rix) di bawah 0,20. Item yang

digugurkan dalam perhitungan ini adalah 15 item.

Total item yang lolos uji seleksi adalah 49 item. Seleksi

manual dilakukan untuk menyeimbangkan dimensi. Seleksi

dilakukan berdasarkan korelasi item total (rix) yang paling rendah

diantara item-item lain yang telah lolos uji seleksi. Total item yang

digugurkan secara manual adalah 5 item. Hasil akhir seleksi item

pada skala ini adalah 44 item. Hasil korelasi item total (rix) akhir

skala Persepsi Pola Asuh Ibu Bekerja berkisar antara 0,201 sampai

dengan 0,594. Tabel 3.5 menyajikan skala penelitian Persepsi Pola

Asuh Ibu Bekerja:

Tabel 3.5

Skala Penelitian Persepsi Pola Asuh Ibu Bekerja

(58)

dari 4 gejala kecemasan, yakni gejala emosi, kognitif, fisiologis

dan perilaku. Masing-masing gejala dalam skala ini terdapat 16

item pernyataan yang mencangkup 8 item favorable dan 8 item

unfavorable. Tabel 3.6 menyajikan sebaran item skala Kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas:

Tabel 3.6

Sebaran Item skala Kecemasan Ibu Bekerja yang Memiliki

Anak Remaja pada Masa Pubertas Setelah Uji Coba

No Gejala Nomer Item Total

maka dilakukan seleksi item dengan menggugurkan item yang

memiliki korelasi item total (rix) di bawah 0,20. Item yang

(59)

Total item yang lolos uji seleksi adalah 57 item. Seleksi

manual dilakukan untuk menyeimbangkan aspek. Seleksi

dilakukan berdasarkan korelasi item total (rix) yang paling rendah

diantara item-item lain yang telah lolos uji seleksi. Total item yang

digugurkan secara manual adalah 6 item. Hasil akhir seleksi item

pada skala ini adalah 51 item. Hasil korelasi item total (rix) akhir

skala ini berkisar antara 0,205 sampai dengan 0,826. Tabel 3.7

memperlihatkan Skala Kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak

remaja pada masa pubertas :

Tabel 3.7

Skala Penelitian Kecemasan Ibu Bekerja yang Memiliki Anak

Remaja pada Masa Pubertas

Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran

(Azwar, 2003). Pengukuran yang mempunyai reliabilitas tinggi, yaitu

(60)

Uji reliabilitas berkaitan dengan keajegan suatu alat ukur, yaitu sejauh

mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Reliabilitas dinyatakan oleh

koefiisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang dari 0 –

1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti

makin tinggi reliabilitasnya, demikian juga jika koefisien reliabilitasnya

rendah mendekati 0 maka semakin rendah reliabilitasnya. Reliabilitas

diukur dengan menggunakan koefisien Alpha dari Cronbach, karena pendekatan ini mempunyai nilai praktis yaitu hanya dikenakan sekali

saja pada kelompok subjek (single-trial-administration) (Azwar, 2007). Hasil perhitungan koefisien reliabilitas skala Persepsi Pola Asuh

Ibu Bekerja yang diuji dengan Alpha Cronbach setelah mengalami seleksi item diperoleh nilai (α) sebesar 0,909. Pada skala Kecemasan

ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas nilai Alpha Cronbach yang diperoleh setelah mengalami seleksi item adalah 0,966.

G. Metode Analisis Data

Untuk memperoleh kesimpulan yang tidak menyimpang dari tujuan

penelitian, peneliti melakukan uji normalitas dan linearitas sebelum

melakukan uji hipotesis. Syarat untuk melakukan teknik analisis data

(61)

1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data untuk memastikan bahwa data sampel

berasal dari populasi yang berdistribusi normal (Sumanto, 2014).

Cara untuk membuktikan data hasil penyebaran kuisioner

terdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan uji One-Sample Kolmogorov Smirnov jika subjek dalam penelitian (n) > 50 atau uji normalitas Shaphiro-Wilk Test jika subjek dalam penelitian (n) < 50. Data dikatakan berdistribusi normal apabila nilai

probabilitas (p) > 0,05. Jika nilai probabilitas (p) < 0,05, maka data

tersebut tidak terdistribusi dengan normal (Santoso, 2010).

b. Uji Linearitas

Uji Linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan antar

variabel yang dianalisis mengikuti garis lurus atau tidak (Santoso,

2010). Teknik untuk menguji linearitas adalah Test for Linearity

pada program SPSS (Statistical Product & Service Solution) versi 20. Antar variabel dapat dikatakan linear apabila nilai signifikannya

lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05).

2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis adalah suatu prosedur yang akan menghasilkan

suatu keputusan, yaitu keputusan menerima atau menolak hipotesis

(62)

product moment dari Karl Pearson melalui program SPSS 20 for windows (Statistical Product & Service Solution) dengan tujuan untuk menguji korelasi antara dua variabel penelitian yang diselidiki dengan

asumsi bahwa korelasi itu bersifat linear. Data penelitian yang tidak

normal, tidak linear, atau tidak normal dan tidak linear maka uji

hipotesis akan dilakukan dengan menggunakan teknik Spearman Rho. Teknik Spearman Rho dapat digunakan sebagai alternatif korelasi

(63)

41

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara membagikan skala penelitian kepada subjek. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 19 Januari 2017 sampai dengan 30 Januari 2017. Peneliti menyebarkan skala kepada ibu bekerja yang memiliki anak usia 12-16 tahun. Peneliti juga menitipkan skala tersebut kepada mahasiswa Universitas Sanata Dharma untuk diberikan kepada ibu atau saudara mereka yang bekerja dan memiliki anak remaja yang berusia 12-16 tahun. Pada tanggal 21 Januari 2017, peneliti menyebarkan skala kepada siswa di SMP Mardi Waluya Sukabumi untuk diberikan kepada ibu mereka. Peneliti juga menyebarkan skala penelitian di kelompok Wanita Katolik (WK), perkumpulan doa dan perkumpulan arisan ibu-ibu di Kota Sukabumi,danYogyakarta. Peneliti menyebar 200 skala dan terdapat 122 skala yang kembali dan dapat diolah datanya.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

(64)

Tabel 4.1

Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persentase

20 – 40 49 40 %

40 – 65 73 60 %

Total 122 100 %

Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 122 orang. Subjek dibagi berdasarkan usia. Subjek yang berusia 20-40 tahun berada pada masa dewasa awal sedangkan subjek yang memiliki usia 40-65 tahun berada pada masa

Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jumlah Anak

Jumlah Anak Frekuensi Persentase

1 14 11 %

(65)

Tabel 4.3

Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi Persentase

Perawat 1 1 %

Tabel 4.3 memperlihatkan sebagian besar subjek bekerja sebagai karyawan dengan total 46 orang atau 38%. 32 orang atau 26% dari total subjek bekerja sebagai wiraswasta, 22 orang atau 18% dari total subjek bekerja sebagai guru dan 18 orang atau 15% dari total keseluruhan subjek bekerja sebagai PNS. 2 orang atau 2% dari total keseluruhan subjek bekerja sebagai buruh dan ada masing-masing 1 orang dengan presentase masing-masing 1% dari total keseluruhan subjek bekerja sebagai perawat dan pendeta.

Tabel 4.4

Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jumlah Jam Kerja Lama Bekerja per

(66)

12% bekerja selama 9 jam. 8 orang atau 7% dari total keseluruhan subjek bekerja selama 6 dan 7 orang atau 6% dari total subjek penelitian bekerja selama 10 jam.

C. Deskripsi Data Penelitian

Peneliti melakukan analisis deskripsi data penelitian yang bertujuan untuk melihat gambaran umum dari subjek. Analisis deskripsi data penelitian ini dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan menggunakan perhitungan Z-Score dan membandingkan mean teoritik dan empiris.

1. Persepsi Pola Asuh

Peneliti menggunakan perhitungan Z-Score untuk mengelompokkan subjek masuk dalam pola asuh tertentu, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.5

Deskripsi Statistik Data Persepsi Pola Asuh

Otoriter Otoritatif Permisif Uninvolved Jumlah

(67)

Tabel 4.6

Deskripsi Data Penelitian Persepsi Pola Asuh Persepsi Pola

Asuh

Teoritis Empiris Sig

Min Max Mean Min Max Mean otoritatif dan uninvolved lebih besar jika dibandingkan dengan mean teoritik, namun mean empiris pada persepsi pola asuh otoriter dan permisif lebih rendah dibandingkan dengan mean teoritik. Mayoritas subjek memiliki persepsi yang tinggi pada pola asuh otoritatif dan uninvolved dan memiliki persepsi yang rendah pada pola asuh otoriter dan permisif.

2. Kecemasan

Peneliti melakukan analisis deskripsi data penelitian dengan tujuan untuk melihat gambaran umum dari subjek mengenai kecemasan yang dimiliki subjek. Analisis deskripsi data dilakukan dengan membandingkan mean teoritik dan mean empiris.

Tabel 4.7

Deskripsi Data Penelitian

Teoritis Empiris

Min Max Mean Min Max Mean Sig

(68)

Tabel 4.7 memperlihatkan hasil perbandingan antara mean empirik dan mean teoritis pada variabel kecemasan ibu bekerja. Pada variabel ini mean empiris lebih tinggi daripada mean teoritis. Subjek dalam penelitian ini memiliki taraf kecemasan yang cenderung tinggi. Pernyataan ini didukung oleh signifikansi yang diperoleh melalui uji t, yaitu bernilai 0.00 (p<0.05).

D. Hasil Penelitian

Peneliti melakukan uji normalitas dan linearitas terlebih dahulu sebelum melakukan uji hipotesis.

1. Uji Asumsi a. Uji Normalitas

Perhitungan uji normalitas dengan menggunakan SPSS for windows versi 20, didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 4.8

Uji Normalitas Variabel Penelitian Persepsi Pola Asuh Otoriter

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

otoriter .189 28 .012 .946 28 .157

Gambar

Tabel 4.15   Uji Linearitas Hubungan Persepsi Pola Asuh  Permisif dengan
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4 Sebaran item skala Persepsi Pola Asuh Setelah Uji Coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Disampaikan bahwa sebagai kelanjutan dari proses evaluasi, saudara dimintakan untuk dapat menghadiri acara Pembuktian Kualifikasi dengan membawa serta dokumen (asli beserta satu

Potong Kain katun sesuai pola diatas, potong juga untuk sisi kiri kanan zipper yang panjang sebagai bukaan atas/sisi atas 2 lembar kain katun persegi panjang 8cm x 75cm, dan

Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengaruh perubahan variable jarak masuk udara dari mulut nosel terhadap kuantitatif volumetric atominasi cairan- udara dengan memvariasikan

- Bagaima na penerimaan dan pendapatan bersih usaha agribisnis pola tumpang sari Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis biaya dan pendapatan serta uji

Adapunyang menyebabkan penerapan syariah menjadi sangat urgen dalam bisnis jasa konstruksi, antara lain dikarenakan maraknya budaya bisnis yang tidak sehat dalam dunia

The cost of airmail and cargo shipment in Indonesia is the most expensive among the other countries in ASEAN. High cost and longer processing time are affected by below

(2) Untuk menerapkan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1), agar seseorang dapat diadili secara adil, seluruh investigasi atas kejahatan yang dituduhkan kepada seseorang

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran IPA Dengan Menggunakan Media Gambar di Kelas V SDN 05 Biau.. Jurnal