HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH DAN KECEMASAN IBU BEKERJA YANG MEMILIKI ANAK REMAJA PADA MASA PUBERTAS
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh :
Chatarina Dwi Kumala Ningsih 129114022
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH DAN KECEMASAN IBU BEKERJA YANG MEMILIKI ANAK REMAJA PADA MASA PUBERTAS
iii
HALAMAN PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH DAN KECEMASAN IBU BEKERJA YANG MEMILIKI ANAK REMAJA PADA MASA PUBERTAS
Dipersiapkan dan ditulis oleh : Chatarina Dwi Kumala Ningsih
NIM : 129114022
Telah dipertanggungjawabkan di depan panitia penguji pada tanggal 17 Mei 2017
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji :
Nama Penguji Tanda Tangan
1. Penguji 1 : Ratri Sunar Astuti, M.Si. ……….
2. Penguji 2 : Dr. A. Priyono Marwan, S.J. ……….
3. Penguji 3 : P. Henrietta PDADS., M.A. ……….
Yogyakarta, ………. Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
iv
HALAMAN MOTTO
Jika tidak pernah menanggalkan sepatunya yang berhak tinggi,
Bagaimana dia dapat mengetahui seberapa jauh dia sanggup
berjalan..?
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Yang penting di rumahku bukanlah tempatnya, melainkan penghuninya.
-Lois Mcmaster Bujold-
Karya yang sederhana ini kupersembahkan untuk mereka:
AGUS SUTARNA & FRANSISKA SUYANTI
yang selalu memberikanku cinta & kasih sayang,
yang tak pernah berhenti mendoakanku,
yang tak pernah lelah mendengar keluh kesahku,
dan yang selalu bersabar menanti anak bungsumu ini
menyelesaikan skripsi.
vi
Yogyakarta, 25 Juli 2017
Peneliti,
vii
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH DAN KECEMASAN IBU BEKERJA YANG MEMILIKI ANAK REMAJA PADA MASA PUBERTAS
Chatarina Dwi Kumala Ningsih
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi pola asuh dan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak pada masa pubertas. Metode penelitian adalah penelitian kuantitatif. Responden berjumlah 122 orang ibu bekerja yang memiliki anak usia pubertas yaitu 12-16 tahun. Pengambilan data menggunakan model kuisioner berupa skala. Persepsi pola asuh diukur dengan menggunakan skala persepsi pola asuh yang dibuat peneliti dengan jumlah 44 item dan memiliki reliabilitas sebesar 0,909. Kecemasan ibu bekerja diukur menggunakan skala kecemaasan ibu bekerja yang memiliki anak pada masa pubertas dengan jumlah 51 item dan memiliki reliabilitas sebesar 0,966. Teknik analisi data menggunakan teknik korelasi Spearman’s Rho. Penelitian menghasilkan 4 buah kesimpulan, yaitu terdapat hubungan positif antara persepsi pola asuh otoriter dengan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas (r=0,541; p=0,000), terdapat hubungan positif antara persepsi pola asuh otoritatif dengan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas (r=0,510; p=0,000), terdapat hubungan positif antara persepsi pola asuh permisif dengan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas (r=0,433; p=0,000), dan terdapat hubungan positif antara persepsi pola asuh uninvolved dengan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas (r=0,333; p=0,000).
viii
THE CORRELATION BETWEEN THE PERCEPTIONS OF PARENTING TO THE ANXIETY OF WORKING MOTHERS WHICH HAVE
TEENAGE CHILDREN ON PUBERTY
Chatarina Dwi Kumala Ningsih
ABSTRACT
This research aims to determine the correlation between the parenting perceptions and the anxiety of working mothers which have teenage children on puberty. The method of the research is qualitative research. The respondents of this research were 122 working mothers which have teenage children on puberty aged 12-16 years old. The data retrieval used questionnaire model in a form of scales. The parenting perception is measured using parenting perception scale made by the researcher which consists of 44 items and has a reliability of 0.909. The anxiety of working mothers is measured using anxiety of working mothers which have teenage children on puberty scale, consists of 51 items and has a reliability of 0.966. The analysis technique uses Spearman’s Rho correlation technique. This research resulted 4 conclusions, which are, positive correlation between the perception of authoritarian parenting to the anxiety of working mothers which have teenage children on puberty (r=0.541; p=0.000), positive correlation between the perception of authoritative parenting to the anxiety of working mothers which have teenage children on puberty (r=0,510; p=0.000), positive correlation between the perception of permissive parenting to the anxiety of working mothers which have teenage children on puberty (r=0.433; p=0.000), and positive correlation between the perception of uninvolved parenting to the anxiety of working mothers which have teenage children on puberty (r=0.333; p=0.000).
ix
Yang menyatakan
x
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis haturkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas segala berkat yang telah Ia berikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Perjuangan Penulis menyelesaikan penelitian ini memang tidak mulus, tapi proses ini menjadikan penulis lebih siap menuju masa depan yang lebih baik lagi.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah memberikan perhatian dan bantuan dengan caranya masing-masing sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu memberikan penulis berkat, kekuatan, kesabaran dan tempat penulis berkeluh kesah ketika tidak seorangpun paham dengan kondisi penulis saat mengerjakan skripsi ini. Penulis percaya, semua akan indah pada waktunya.
2. Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Paulus Eddy Suhartanto, M.Si selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
xi
5. Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih Ibu telah membimbing, menyediakan waktu, memberikan saran dan dorongan, serta membantu penulis menyelesaikan skripsi. Terima kasih atas kesabaran Ibu membimbing penulis dalam proses penulisan skripsi ini.
6. Dr. A. Priyono Marwan, S.J dan P. Henrietta PDADS., M.A selaku dosen penguji Skripsi. Terima kasih telah membimbing, menyediakan waktu, memberikan saran dan dorongan, serta membantu penulis menyelesaikan skripsi.
7. Seluruh dosen, karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan Pak Gie atas segala pengetahuan, wawasan, dukungan, bantuan dan kerelaannya untuk berdinamika dengan penulis selama penulis menempuh studi.
8. Kedua orangtua penulis, Agus Sutarna & Fransiska Suyanti yang selalu memberikan cinta dan kasih sayangnya untuk penulis. Terima kasih atas segala macam bantuan yang diberikan secara langsung yang maupun tidak langsung. Terima kasih karena selalu mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini. Terimakasih karena sudah bersabar menanti skripsi ini terselesaikan. 9. Saudara kandung penulis, Margareta Rosita Kumala Sari terima kasih
xii
10.Genk Cobra: Klaudia Herba Ilona, Agnes F Bella, Angela Lintang Maharani, Gede Sudana, Maria Gracia Deivi, Wisnu Cahya Ardian, Komang Mahadewi Sandiasih, Yosua Cahyo Putro, Sonia Chandrikinannti, Nicolaus Chrisna Yuda. Terima kasih telah bersedia menjadi sahabat sekaligus keluarga baru untuk penulis. Terima kasih juga untuk kasih sayang, dukungan, kebahagiaan, suka duka, pengalaman-pengalaman yang telah kita lewati bersama-sama selama ini. Terima kasih karena telah berjuang bersama, saling menyemangati satu sama lain semasa kuliah.
11.Ines Claudia, Nadya Yosvara, Vina Juni Adriana, Greace Yusak, Maria Margareta, Valda Rompas. Terima kasih atas persahabatan, kasih sayang, canda tawa, dan dukungan yang kalian berikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas kerelaan kalian menerima penulis apa adanya dan selalu menjadi pendengar keluh kesah penulis yang baik.
xiii
13.Erlin Sanjaya, Zelda Anisa, Aurelia Judith terima kasih karena kalian mau membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
14.Emanuela Prima, Gregorius Dwi, Angela Lintang, Maureen Gracia, Clara Dewi, terima kasih karena kalian telah mengisi hari-hari penulis dengan canda tawa, suka duka, pengalaman-pengalaman unik selama menjadi student staff. Terimakasih juga untuk teman-teman asisten lain untuk dinamikanya selama penulis menjadi asisten.
15.Fransisca Chrisna, Yohanes Wisnu, Clothilde Arum Jayatri, Agnes Dita, Anas Etikasari, terima kasih karena selalu menemani, membantu, menyemangati dan menyayangi penulis selama penulis kuliah di Jogja. 16.Teman-teman satu bimbingan Ibu Ratri, terima kasih karena saling menyemangati, menguatkan dan membantu sama lain selama proses penulisan skripsi ini.
17.Para subjek penelitian ini, yang rela menyediakan waktu dan bersedia untuk ikut serta dalam pengambilan data demi keberhasilan skripsi ini. 18.Seluruh teman-teman angkatan 2012 terima kasih telah bersama penulis
melalui hari demi hari dari awal perkuliahan hingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
19.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk dukungan, doa, dan kerjasamanya baik secara langsung maupun tidak langsung selama ini.
Penulis sangat menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
xiv
dari pembaca yang sifatnya membangun demi perbaikan penelitian
selanjutnya. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi banyak
orang dan kiranya Tuhan senantiasa memberkati kita semua.
Yogyakarta, 25 Juli 2017
Chatarina Dwi Kumala Ningsih
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xv
DAFTAR TABEL ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
DAFTAR GAMBAR ... xxii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian... 6
1. Manfaat Teoritis ... 6
xvi
BAB II. LANDASAN TEORI ... 8
A. Pola Asuh ... 8
1. Pengertian Pola Asuh ... 8
2. Pengertian Persepsi Pola Asuh ... 9
3. Dimensi Pola Asuh ... 10
4. Jenis-jenis Pola Asuh ... 10
5. Dampak Pola Asuh ... 13
B. Kecemasan ... 15
1. Pengertian Kecemasan ... 15
2. Gejala-gejala Kecemasan ... 15
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan ... 16
C. Sikap dan Perilaku Remaja pada Masa Pubertas ... 17
D. Hubungan antara Persepsi Pola Asuh dan Kecemasan Ibu Bekerja yang Memiliki Anak Remaja pada Masa Pubertas ... 20
E. Skema Penelitian ... … 24
F. Hipotesis Penelitian ... 25
BAB III. METODELOGI PENELITIAN ... 26
A.Jenis Penelitian ... 26
B. Variabel Penelitian ... 26
C. Definisi Operasional ... 26
1. Persepsi Pola Asuh ... 26
2. Kecemasan ... 28
xvii
E. Metode dan Alat Pengumpulan & Alat Ukur ... 29
F. Pengujian Instrument Penelitian ... 32
1. Validitas ... 32
2. Seleksi Item ... 33
a. Skala Persepsi Pola Asuh ... 34
b. Skala Kecemasan ... 35
3. Reliabilitas ... 37
G. Metode Analisis Data ... 38
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41
A.Pelaksanaan Penelitian ... 41
B.Deskripsi Subjek Penelitian ... 41
C.Deskripsi DataPenelitian ... 44
D. Hasil Penelitian ... 46
1. Uji Asumsi ... 46
a. Uji Normalitas... 46
b. Uji Linearitas ... 48
2. Uji Hipotesis ... 50
E. Pembahasan ... 52
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
A. Kesimpulan ... 59
B. Saran ... 59
1. Bagi Ibu Bekerja ... 59
xviii
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sebaran Item Skala Persepsi Pola Asuh Sebelum Uji Coba ... 30
Tabel 3.2 Sebaran Item Skala Kecemasan Sebelum uji Coba ... 31
Tabel 3.3 Skor Item Skala Penelitian ... 32
Tabel 3.4 Sebaran Item Skala Persepsi Pola Asuh Sesudah Uji Coba ... 34
Tabel 3.5 Sebaran Item Skala Penelitian Persepsi Pola Asuh ... 35
Tabel 3.6 Sebaran Item Skala Kecemasan Setelah Uji Coba ... 36
Tabel 3.7 Sebaran Item Skala Penelitian Kecemasan ... 37
Tabel 4.1 Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Usia ... 42
Tabel 4.2 Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jumlah Anak ... 42
Tabel 4.3 Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Pekerjaan ... 43
Tabel 4.4 Deskripsi data Subjek Berdasarkan Jumlah Jam Kerja ... 43
Tabel 4.5 Deskripsi Statistik Data Persepsi Pola Asuh ... 44
Tabel 4.6 Deskripsi Data Persepsi Pola Asuh ... 45
Tabel 4.7 Deskripsi Data Kecemasan ... 45
Tabel 4.8 Uji Normalitas Variabel Persepsi Pola Asuh Otoriter ... 46
Tabel 4.9 Uji Normalitas Variabel Persepsi Pola Asuh Otoritatif ... 47
Tabel 4.10 Uji Normalitas Variabel Persepsi Pola Asuh Permisif ... 47
Tabel 4.11 Uji Normalitas Variabel Persepsi Pola Asuh Uninvolved ... 47
xx
Tabel 4.13 Uji Linearitas Hubungan Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan
Kecemasan ... 48
Tabel 4.14 Uji Linearitas Hubungan Persepsi Pola Asuh Otoritatif dengan Kecemasan ... 49
Tabel 4.15 Uji Linearitas Hubungan Persepsi Pola Asuh Permisif dengan Kecemasan ... 49
Tabel 4.16 Uji Linearitas Hubungan Persepsi Pola Asuh Uninvolved dengan Kecemasan ... 49
Tabel 4.17 Uji Hipotesis Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan Kecemasan ... 50
Tabel 4.18 Uji Hipotesis Persepsi Pola Asuh Otoritatif dengan Kecemasan ... 51
Tabel 4.19 Uji Hipotesis Persepsi Pola Asuh Permisif dengan Kecemasan ... 51
Tabel 4.20 Uji Hipotesis Persepsi Pola Asuh Uninvolved dengan Kecemasan .. 52
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skala uji Coba ... 67
Lampiran 2 Skala Penelitian ... 82
Lampiran 3 Reliabilitas Skala Persepsi Pola Asuh ... 96
Lampiran 4 Reliabilitas Skala Kecemasan ... 102
Lampiran 5 Uji Asumsi (Uji Normalitas & Uji Linearitas) ... 108
Lampiran 6 Tabel Z-Score ... 113
Lampiran 7 Uji Mean Teoritik & Mean Teoritik ... 118
xxii
DAFTAR GAMBAR
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa pubertas (Berk, 2008) adalah masa seorang remaja mengalami
perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual. Remaja yang
memasuki masa pubertas mengalami perubahan perilaku dan sikap serta
perubahan-perubahan lain di dalam tubuh, sehingga remaja dapat
bereproduksi dan berketurunan (Atkinson, 2000). Pada masa pubertas, remaja
juga mengalami perkembangan psikologis pada dirinya, yakni perubahan
emosi (Yusuf, 2004). Orang tua merasa cemas ketika anak mereka
menunjukkan banyak perubahan-perubahan pada masa pubertas (Gunarsa,
2007).
Pada jaman ini banyak fenomena memprihatinkan di kalangan para
remaja. Menurut survey Badan Pusat Statistik (2015), kenakalan remaja
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013 angka
kenakalan remaja di Indonesia mencapai 6325 kasus, sedangkan pada tahun
2014 berjumlah 7007 kasus dan pada tahun 2015 mencapai 7762 kasus.
Kenakalan remaja dari tahun ke tahun mengalami kenaikan sebesar 10,7%,
yang terdiri dari kasus pencurian, tawuran, pergaulan bebas dan narkoba.
Perubahan perilaku pada remaja seringkali membuat orang tua cemas
(Dariyo, 2004). Penelitian Nainggolan dan Tambunan (2003) mengatakan
menyendiri, antagonisme sosial, dan kehilangan rasa kepercayaan diri remaja,
membuat orang tua merasakan kecemasan yang berat bahkan panik. Orang tua
juga merasa khawatir pada anak remaja karena ia mengalami atau mengetahui
kejadian tertentu yang tidak menyenangkan (Gunarsa, 2007).
Freud (Feist & Feist, 2010) mengemukakan bahwa kecemasan adalah
perasaan terhadap situasi afektif yang tidak menyenangkan, disertai sensasi
fisik sebagai tanda bahaya yang mengancam seseorang. Perasaan tersebut
tidak jelas dan sulit dipastikan namun selalu terasa. Hasil penelitian Kaplan
dan Sadock (dalam Stuart & Laraia, 2015) menunjukkan bahwa perempuan
cenderung lebih mudah cemas dibandingkan laki-laki. Kepribadian wanita
yang cenderung lebih labil dan peran hormon mempengaruhi keadaan emosi
wanita.
Ibu bekerja yang memiliki anak pada merasakan kecemasan ketika anak
mereka memasuki masa pubertas (Wawancara, Mei 2017). Para ibu merasa
anak mereka mulai sulit untuk diberi arahan, suka melawan, dan mulai
merahasiakan sesuatu. Para ibu juga merasa cemas karena banyak pemberitaan
di media massa maupun di lingkungan sekitar yang membahas perilaku
negatif remaja. Ibu khawatir anak mereka melakukan perbuatan-perbuatan
negatif ketika di luar rumah, seperti terlibat dalam kasus-kasus kriminalitas,
seks bebas, merokok, minum minuman keras dan melanggar norma di
lingkungan sekitar. Rata-rata dari ibu bekerja merasakan gejala-gejala
merasa pusing ketika membayangkan dan melihat perubahan perilaku anak
mereka.
Kecemasan ibu terhadap anak-anak remaja mereka tidak tiba-tiba muncul
dengan sendirinya, melainkan dipicu oleh beberapa faktor. Faktor-faktor
penyebab kecemasan ibu antara lain adalah perilaku anak, keadaan fisik,
pengalaman masa lalu, dan stressor eksternal (Margianti & Basuki, 2012).
Bower (dalam Gottlieb & Abramson, 1983) mengatakan bahwa pikiran
(kognitif) merupakan salah satu unsur yang membentuk kecemasan seseorang,
karena pikiran mempunyai hubungan dengan kecemasan seseorang.
Kecemasan ibu tidak hanya berasal dari kenyataan bahwa anak menjadi
remaja, tetapi kecemasan ibu juga berasal dari perilaku anak sebagai
tanggapan dari pola asuh (Hurlock, 1997).
Pola asuh adalah cara orang tua membesarkan anak dengan memenuhi
kebutuhan, melindungi, mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari.
Baumrind (dalam Santrock, 2003) mengatakan pola asuh orang tua terbagi ke
dalam beberapa macam, yaitu pola asuh otoriter, otoritatif, permisif, dan
uninvolved. Orang tua dengan pola asuh otoriter cenderung mengontrol anak
secara ketat dan tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk
menyampaikan pendapat. Orang tua dengan pola asuh otoritatif cenderung
mengontrol, mengarahkan dan membimbing anak. Orang tua menggunakan
cara-cara yang rasional ketika menghadapi perilaku remaja pada masa
pubertas dan memiliki komunikasi yang baik dengan anak remaja mereka.
kebebasan, serta kurang mengontrol anak. Orang tua juga bersikap acuh tak
acuh dalam menyikapi perilaku anak puber, sehingga mereka tidak
membimbing dan memberikan arahan kepada anak mereka (Campbell, 1975).
Orang tua dengan pola asuh uninvolved tidak memberikan kontrol dan tidak
memberikan perhatian kepada anak. Orang tua hanya berfokus pada
kebutuhannya sendiri dan mengabaikan kebutuhan anak (Santrock, 2003).
Hasil penelitian Baumrind (dalam Santrock, 2003) menunjukkan bahwa
orang tua yang berpola asuh otoritatif lebih mendukung perkembangan anak
dalam hal kemandirian dan tanggung jawab. Orang tua dengan pola asuh
otoriter membuat anak menjadi rendah diri dan kurang tanggung jawab serta
agresif. Orang tua dengan pola asuh permisif mengakibatkan anak suka
menuntut dan bergantung pada orang lain. Orang tua dengan pola asuh
uninvolved membuat anak memperlihatkan banyak masalah dan kurang
memiliki kemampuan sosial yang baik (Berk, 2008).
Salah satu faktor penyebab ibu merasa cemas adalah perilaku anak. Pola
asuh ibu bekerja kepada anak berpengaruh besar dalam membentuk sikap dan
perilaku serta kepribadian anak mereka (Desmita, 2010). Ibu bekerja yang
memberi pengasuhan yang baik kepada anak, menyebabkan anak memiliki
sikap dan perilaku yang baik, sehingga ibu bekerja tidak cemas. Ibu bekerja
yang memberikan pengasuhan yang kurang baik kepada anaknya,
menyebabkan anak tersebut memiliki sikap dan perilaku yang buruk dan
Pola asuh yang diterapkan oleh ibu bekerja dalam kehidupan sehari-hari
ditangkap oleh para remaja dan menimbulkan persepsi tersendiri bagi ibu
bekerja terhadap pola asuh yang selama ini mereka terapkan. Persepsi berarti
proses menyeleksi, mengorganisasi, dan menginterpretasi serta menilai
sesuatu. Persepsi tentang pola asuh berarti gambaran tentang pola asuh yang
mereka terapkan kepada anak remaja mereka. Persepsi penting karena perilaku
seseorang didasarkan pada persepsi mereka mengenai objek yang dilihat,
bukan mengenai objek itu sendiri. Persepsi pengasuhan bukan hanya
hubungan antara orang tua dan anak, tetapi lebih-lebih penilaian anak atau
orang tua mengenai hubungan tersebut (Hurlock, 1997).
Persepsi merupakan salah satu bagian dari proses berpikir. Persepsi yang
bias berhubungan dengan kecemasan (Beck dkk dalam Mineka dan Thomas,
1999). Seseorang yang berada pada situasi yang ambigu cenderung
mengembangkan pikiran-pikiran yang negatif dan merasakan kecemasan
(Atkinson, 2000). Ibu berpersepsi pola asuh otoriter, permisif dan uninvolved
merasa lebih cemas daripada ibu yang bersepsi pola asuh otoritatif.
Banyak penelitian tentang persepsi pola asuh mempunyai sudut pandang
anak remaja. Penelitian Prayoga (2009), Marthan (2009), Pravitasari (2012),
dan Basembun (2008) juga meneliti persepsi pola asuh dari sudut pandang
anak remaja. Penelitian tentang persepsi pola asuh dari sudut pandang ibu
yang merupakan pemberi pola asuh masih jarang. Peneliti tertarik untuk
pandang ibu dan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada
masa pubertas.
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara persepsi pola asuh dan kecemasan ibu
bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
persepsi pola asuh dan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja
pada masa pubertas
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan wacana atau pengetahuan tambahan di dunia psikologi
khususnya psikologi perkembangan mengenai hubungan antara pola asuh
dan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa
pubertas.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ibu
bekerja tentang pola asuh orang tua kepada anak yang memasuki masa
pubertas dan dapat menentukan sikap sebagai orang tua dengan pola asuh
Informasi tersebut juga dapat digunakan untuk mempersiapkan diri para
ibu bekerja untuk mengatasi kecemasan yang mereka rasakan ketika anak
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pola Asuh
1. Pengertian Pola Asuh
Pola asuh adalah cara orang tua membesarkan anak dengan memenuhi
kebutuhan, melindungi, mendidik, dan mempengaruhi tingkah laku anak
dalam kesehariannya (Baumrind dalam Papila, 2004). Maccoby (dalam
Barus, 2003) menyatakan pola asuh adalah interaksi antara orang tua
dengan anak yang di dalam prosesnya orang tua mengekspresikan
sikap-sikap, nilai-nilai, minat-minat dan harapan-harapannya dalam mengasuh
dan memenuhi kebutuhan anak.
Pola asuh orang tua adalah pola interaksi antara anak dan orang tua
untuk memenuhi kebutuhan fisik maupun psikologis anak dan mengajarkan
aturan serta norma yang berlaku agar anak hidup sesuai dengan
lingkungannya (Santrock, 2003).
Pada penelitian ini, peneliti mengacu pengertian pola asuh menurut
Baumrind (dalam Papalia, 2004) yakni interaksi antara orang tua dengan
anak baik dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis, psikologis, maupun
dalam mendidik, membimbing, mendisiplinkan, dan melindungi anak untuk
mencapai kedewasaan dan akhirnya menerapkan tingkah laku yang sesuai
2. Pengertian Persepsi Pola Asuh
Persepsi adalah proses menginterpretasikan sesuatu yang diindrakan
seseorang (Santrock, 2002). Feldman (2012) mengemukakan bahwa
persepsi adalah proses menginterpretasi, menganalisa, dan memilah
rangsangan stimulus yang dibawa organ indra ke otak. Persepsi adalah
proses penilaian seseorang terhadap objek, situasi, kejadian, berdasarkan
pengalaman masa lalu, sikap, harapan dan nilai yang terkandung dalam diri
seseorang (Walgito, 2002). Pengalaman atau karakteristik seseorang yang
mempersepsikan berkaitan dengan penilaian suatu objek yang dipersepsi.
Salah satu pengalaman masa lalu yang berperan dalam pembentukan
karakteristik seseorang adalah pola asuh orang tua (Grinder, 1976).
Penjelasan menyimpulkan bahwa persepsi pola asuh adalah proses
menyeleksi, mengorganisasi, dan menginterpretasi serta menilai untuk
mendapatkan gambaran tentang interaksi antara orang tua dengan anak baik
dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis, psikologis, maupun dalam
mendidik, membimbing, mendisiplinkan, dan melindungi anak untuk
mencapai kedewasaan dan akhirnya menerapkan tingkah laku yang sesuai
dengan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Persepsi terhadap
pola asuh pada penelitian ini ditujukan untuk ibu bekerja dengan melihat
perilaku anak sebagai hasil pola pengasuhannya.
3. Dimensi Pola Asuh
Baumrind (dalam Santrock, 2014), menyebutkan 2 dimensi dasar dari
pola asuh orang tua, yakni sebagai berikut:
a. Tanggapan atau responsiveness
Dimensi responsivitas adalah dukungan kehangatan dan pemberian
kasih sayang orang tua kepada anak. Pada dimensi ini orang tua
menerima, memahami, dan mau mendengarkan anak (Nixon &
Halpenny, 2010). Orang tua juga memenuhi kebutuhan, memberikan
ketentraman dan tidak segan-segan memberikan pujian kepada anak
(Respati, 2006).
b. Kontrol atau demandingness
Dimensi kontrol adalah tuntutan-tuntutan yang diberikan orang tua
kepada anak, yang bertujuan agar anak menjadi individu yang dewasa,
bertanggungjawab serta menaati aturan (Nixon & Halpenny, 2010).
Orang tua juga berharap anak memiliki kemampuan yang baik dalam
bidang kognitif dan sosial (Respati, 2006).
4. Jenis-jenis Pola Asuh
Baumrind (Santrock, 2014) mengatakan dimensi kontrol dan
responsivitas memiliki keterkaitan satu sama lain dalam membentuk empat
jenis pola asuh, yakni otoriter, otoritatif, permisif dan uninvolved. Baumrind (dalam Santrock, 2014) menegaskan jenis-jenis pola asuh adalah
a. Pola asuh Otoriter
Pola asuh otoriter memiliki tingkat tuntutan dan kontrol yang tinggi
pada anak tetapi tingkat responsivitas yang diberikan orang tua kepada
anak rendah. Orang tua dengan pola asuh ini mengharapkan anak
menuruti semua arahan dan perkataan mereka. Orang tua memberi
hukuman jika anak mereka melakukan perilaku yang menyimpang dari
standar yang telah ditetapkan. Dalam pola asuh ini, dimensi kontrol lebih
menonjol daripada dengan dimensi responsivitas (Santrock, 2014).
Dalam pengasuhan ini, orang tua mengontrol anak dengan ketat dan
memaksa anak untuk bertindak sesuai dengan keinginan orang tua.
Komunikasi antara anak dengan orang tua didominasi oleh orang tua,
sehingga anak tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan
pendapatnya. Orang tua selalu menekankan bahwa pendapat mereka
selalu benar (Respati, 2006).
b. Pola Asuh Otoritatif
Dimensi kontrol dan responsivitas pada pola asuh otoritatif
seimbang. Pada pola asuh ini orang tua menggunakan pendekatan
rasional dan demokratis. Orang tua memberikan anak afeksi positif yang
meliputi kasih sayang, kehangatan dan penerimaan. Orang tua
bermusyawarah dalam mengambil suatu keputusan dan mendorong
komunikasi timbal balik (Santrock, 2014). Orang tua mau mendengarkan
pendapat dan bernegosiasi dengan anak (Papalia, 2004). Orang tua
mengapa aturan tersebut dibuat. Orang tua juga menerapkan standar
perilaku kepada anak sesuai kebutuhan perkembangan dan kemampuan
anak (Respati, 2006).
c. Pola asuh Permisif
Pola asuh permisif memiliki tingkat responsivitas yang tinggi tetapi
kurang memberikan tuntutan dan kontrol kepada anak. Orang tua dengan
pola asuh ini sangat terlibat dan responsif terhadap kebutuhan anak tetapi
kurang menuntut atau mengontrol mereka. Orang tua membebaskan
anak melakukan apa saja yang mereka inginkan (Santrock, 2014). Orang
tua kurang menerapkan kedisiplinan kepada anak, dan jika mereka
menerapkan disiplin biasanya penerapannya tidak konsisten. Orang tua
tidak menghukum anak dan selalu menyetujui apa saja yang dilakukan
oleh anak. Kebebasan berlebihan yang diberikan orang tua kepada anak
menyebabkan anak memiliki perilaku agresif dan impulsif (Respati,
2006).
d. Pola asuh Uninvolved
Pola asuh uninvolved ialah suatu pola pengasuhan dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Dalam pola asuh ini, orang
tua kurang menunjukkan kontrol dan responsivitas kepada anak. Pada
pola asuh ini orang tua terkadang hanya berfokus pada kebutuhannya
sendiri dan mengabaikan kebutuhan anak. Orang tua yang acuh
dihubungkan dengan berbagai penyimpangan perilaku yang dilakukan
yang menerapkan pola asuh uninvolved kurang memiliki kedekatan secara emosional dengan anak. Orang tua merasa tertekan dan
kewalahan dengan tekanan hidup yang harus mereka hadapi sehingga
mereka tidak memiliki banyak tenaga dan waktu untuk memperhatikan
dan memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Perkembangan anak
terganggu jika orang tua memberlakukan pengasuhan uninvolved sejak awal (Berk, 2008).
5. Dampak Pola Asuh pada Remaja
Dampak pola asuh yang diberikan orang tua pada remaja adalah
sebagai berikut:
a. Pola Asuh Otoriter
Remaja dengan pola asuh otoriter cenderung cemas, memiliki
kemampuan komunikasi yang buruk dan sulit mengekspresikan
perasaannya (Santrock, 2014). Remaja yang dibesarkan dengan pola
asuh otoriter cenderung kurang memiliki inisiatif, rendah diri dan tidak
bahagia. Remaja cenderung agresi ketika ia merasa tertekan (Berk,
2008). Pola asuh otoriter juga memberikan dampak negatif pada
penurunan fungsi emosional dan anak memiliki nkepercayaan diri yang
rendah (Terry, 2004).
b. Pola Asuh Otoritatif
Remaja dengan pola asuh ini cenderung mampu untuk
Remaja juga cenderung dewasa secara moral maupun sosial dan
memiliki kepercayaan diri. Remaja dengan orang tua yang berpola asuh
otoritatif juga memiliki ketekunan dalam mengerjakan sesuatu sehingga
memiliki performansi dan prestasi akademik yang baik (Berk, 2008).
c. Pola Asuh Permisif
Remaja dengan pola asuh permisif cenderung bergantung kepada
orang lain dan suka menuntut. Remaja juga sering melawan, impulsif
dan sering melakukan perilaku antisosial. Remaja dengan pola asuh ini
juga cenderung kurang bersungguh-sungguh ketika mengerjakan suatu
pekerjaan, sehingga kurang memiliki prestasi yang baik di sekolah
(Berk, 2008). Remaja dengan orang tua yang permisif juga menunjukkan
perilaku menyimpang seperti penggunaan obat-obatan terlarang,
berperilaku buruk, dan memiliki emosi yang tidak dapat dikendalikan
(Terry, 2004).
d. Pola Asuh Uninvolved
Remaja dengan pola asuh ini kurang bisa mengendalikan emosi dan
kurang memiliki kemampuan sosial yang baik. Remaja yang diasuh
dengan pola asuh ini mengalami kesulitan untuk membedakan perilaku
yang benar dan salah serta kesulitan dalam belajar (Berk, 2008). Remaja
juga cenderung mencari penerimaan di luar lingkungan rumah dan
berkumpul dengan kelompok sebaya yang memiliki latar belakang
B. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah perasaan seseorang ketika ia berpikir bahwa sesuatu
yang tidak menyenangkan terjadi dan muncul karena berbagai macam
alasan. Seseorang yang merasakan kecemasan cenderung ingin lari dari
kenyataan dan enggan untuk berbuat sesuatu (Margianti & Basuki, 2012).
Freud (Feist & Feist, 2010) mengemukakan bahwa kecemasan adalah
perasaan yang dirasakan seseorang mengenai situasi afektif yang tidak
menyenangkan dan diikuti sensasi fisik sebagai tanda bahaya yang
mengancam. Perasaan yang tidak menyenangkan tersebut biasanya tidak
jelas dan sulit dipastikan tetapi selalu terasa. Kecemasan adalah perasaan
emosional yang bercirikan terdapat rangsangan fisiologis, perasaan tegang,
tidak menyenangkan dan perasaan khawatir bahwa terjadi sesuatu yang
buruk (Hoeksema, 2007).
Pada penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa kecemasan adalah
suatu perasaan yang menakutkan dan tidak menyenangkan terhadap
sesuatu yang tidak jelas, serta perasaan khawatir yang biasanya diikuti
dengan sensasi fisik sebagai tanda bahwa sesuatu yang buruk terjadi.
2. Gejala-Gejala Kecemasan
Hoeksema (2007) mengatakan bahwa terdapat empat gejala
a. Gejala fisik, seperti banyak berkeringat, gugup, sakit perut, tangan dan
kaki terasa dingin, tidak nafsu makan, pusing, sesak bernafas, jantung
berdetak kencang, sering buang air kecil, dan sulit tidur.
b. Gejala emosi, seperti mudah tersinggung, mudah marah, mudah
gelisah, takut, resah, khawatir, kecewa.
c. Gejala kognitif, seperti cemas terhadap sesuatu, pelupa, sulit
berkonsentrasi, sulit berpikir jernih, dan sulit memecahkan masalah.
d. Gejala perilaku, seperti menghindar, tidak perhatian, bersikap kasar,
acuh tak acuh, dan mudah tersinggung.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Ibu
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan ibu (Margianti &
Basuki, 2012); (Bower, 1983), yakni:
a. Perilaku anak
Perilaku anak yang buruk, melanggar aturan dan norma yang
berlaku di masyarakat cenderung membuat ibu merasakan kecemasan
daripada ketika anak menunjukkan perilaku yang positif.
b. Kondisi Fisik
Ibu yang memiliki kondisi fisik yang tidak baik membuat ibu lebih
mudah merasakan kecemasan daripada ibu memiliki kondisi fisik yang
baik. Ibu merasa cemas kepada anak-anaknya ketika ibu sakit. Ibu
tidak dapat memperhatikan anak-anaknya secara langsung, meskipun
anak-anaknya, tetapi ibu merasa mereka memiliki cara yang berbeda dalam
memperhatikan perilaku anak di luar rumah.
c. Pengalaman yang tidak menyenangkan
Ibu yang mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan di
masa lalu ataupun sering mendengar pengalaman yang tidak
menyenangkan yang dialami orang lain membuat ibu lebih mudah
merasakan kecemasan.
d. Stressor eksternal
Kemunculan stressor eksternal yang berat dapat memunculkan
reaksi kecemasan pada ibu. Contohnya adalah ketika ibu kehilangan
pasangan hidupnya. Ibu merasa cemas dan khawatir tidak dapat
mendidik dan merawat anak dengan baik karena ia harus
melakukannya seorang diri.
e. Kognitif
Kognitif (pikiran) merupakan salah satu faktor pembentuk
kecemasan seseorang. Persepsi termasuk bagian dari proses kognitif.
Kecemasan muncul ketika seseorang mempersepsikan pikiran-pikiran
yang negatif.
C. Sikap dan Perilaku Remaja pada Masa Pubertas
Hurlock (1997) menjelaskan ketika memasuki masa pubertas, remaja
1. Ingin menyendiri
Remaja pada masa puber mulai menarik diri dan sering bertengkar
dengan teman-teman ataupun keluarganya. Pada masa ini, remaja mulai
melakukan eksperimen seks melalui masturbasi. Remaja puber juga sering
kali melamun dan diperlakukan kurang baik.
2. Bosan
Remaja puber mulai bosan dengan permainan yang sebelumnya ia
sukai, kegiatan-kegiatan sosial, tugas-tugas sekolah, dan kehidupan,
akibatnya prestasi yang dicapainya menurun.
3. Antagonisme Sosial
Remaja puber sering kali tidak mau bekerja sama, sering membantah
dan menentang. Seiring berjalannya waktu, remaja yang berhasil melewati
masa puber menjadi lebih ramah, lebih dapat bekerja sama dan lebih sabar
kepada orang lain.
4. Emosi yang Meninggi
Marah, murung, sedih, mudah marah dan suasana hati yang buruk
merupakan ciri-ciri awal masa puber. Dengan semakin matangnya keadaan
fisik, hal-hal tersebut lambat laun berkurang dan mereka sudah mulai
mampu mengendalikan emosinya.
5. Hilangnya kepercayaan diri
Remaja cenderung kehilangan kepercayaan diri dan takut gagal karena
datang dari orang tua maupun dari teman-temannya. Banyak remaja
setelah melewati masa puber memiliki perasaan rendah diri.
6. Terlalu sederhana
Perubahan fisik yang terjadi pada remaja di masa puber membuat
remaja menjadi sangat sederhana dalam berpenampilan. Remaja takut
orang lain berkomentar buruk terhadap perubahan yang terjadi pada
dirinya.
Soesilowindradini (2006) menambahkan perubahan sikap dan perilaku
remaja ketika masa pubertas, yakni:
1. Bersikap tidak tenang
Pada masa pubertas, remaja mulai mencoba-coba berbagai macam hal
baru yang dapat dikerjakannya dengan senang hati dan yang dapat
memberikan kepuasan. Emosional remaja yang tinggi pada masa pubertas
merupakan salah satu penyebab remaja memiliki sikap tidak tenang,
Pertumbuhan fisik yang pesat juga memunculkan ketegangan-ketegangan
yang menyebabkan timbulnya ketidaktenangan pada remaja.
2. Menentang orang-orang yang lebih berkuasa daripadanya
Remaja pada masa pubertas mulai berusaha untuk menentang orang
yang dikiranya menguasai mereka dan mulai terlibat konflik dengan ibu
mereka. Remaja pada masa ini juga gemar membuat heboh dan seringkali
D. Hubungan antara Persepsi Pola Asuh yang diberikan dan Kecemasan Ibu Bekerja yang memiliki Anak Remaja pada Masa Pubertas
Ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas cenderung
merasakan kecemasan (Nainggolan & Tambunan, 2003). Pada masa pubertas
banyak sekali perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja. Perubahan
perilaku pada remaja di masa pubertas seringkali menimbulkan kecemasan
bagi orang tua (Dariyo, 2004).
Banyak faktor yang dapat menimbulkan kecemasan pada ibu bekerja.
Margianti dan Basuki (2012) mengatakan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kecemasan ibu diantaranya perilaku anak, keadaan fisik,
pengalaman masa lalu, dan stressor eksternal. Bower (dalam Gottlieb &
Abramson, 1983) mengatakan bahwa pikiran (kognitif) merupakan salah satu
unsur pembentuk kecemasan seseorang, karena pikiran mempunyai hubungan
dengan kecemasan seseorang. Persepsi termasuk bagian dari proses berpikir.
Persepsi yang bias berhubungan dengan kecemasan (Beck dkk dalam Mineka
dan Thomas, 1999).
Kecemasan muncul ketika seseorang memiliki pikiran-pikiran negatif
karena ia sedang berada disituasi yang ambigu (Atkinson, 2000). Ibu bekerja
yang berpersepsi pola asuh otoriter, permisif dan uninvolved akan lebih cemas daripada ibu yang berpersepsi pola asuh otoritatif. Arifianto (2005)
mengatakan jika seseorang memiliki persepsi positif terhadap sesuatu maka ia
Baumrind (dalam Santrock, 2014) mengatakan terdapat 4 jenis pola asuh
yaitu otoriter, otoritatif, permisif dan uninvolved. Keempat jenis pola asuh itu terbentuk dari 2 dimensi besar yang mendasarinya, yaitu tanggapan atau
responsiveness dan kontrol atau demandingness (Santrock, 2014).
Persepsi ibu bekerja yang berpola asuh otoriter, cenderung memberikan
kontrol dan tuntutan yang tinggi terhadap anak mereka, tetapi tidak disertai
dengan responsivitas (Santrock, 2014). Remaja yang diasuh dengan pola asuh
otoriter cenderung memiliki kecemasan yang tinggi dan sulit untuk
mengungkapkan apa yang ia rasakan (Santrock, 2014). Remaja juga memiliki
kepercayaan diri yang rendah dan penurunan fungsi emosional (Terry, 2004).
Penelitian Nainggolan dan Tambunan (2013) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara hilangnya kepercayaan diri remaja dengan tingkat kecemasan
ibu bekerja. Ibu bekerja merasakan kecemasan yang cenderung tinggi ketika ia
mempersepsikan pola asuh otoriter yang ia berikan kepada anak.
Persepsi ibu bekerja yang berpola asuh otoritatif, cenderung seimbang
dalam memberikan responsivitas dan kontrol terhadap perilaku anak
(Santrock, 2014). Remaja yang diasuh dengan pola asuh ini juga dapat
mengendalikan dirinya, tenang dan memiliki kedewasaan secara sosial
maupun moral (Berk, 2008). Ibu bekerja mampu memberikan pemantauan,
pendisiplinan yang efektif serta memberikan dukungan-dukungan yang
diperlukan remaja (Santrock, 2014). Ibu bekerja merasakan kecemasan yang
Persepsi ibu bekerja yang berpola asuh permisif cenderung memberikan
responsivitas tanpa disertai dengan kontrol atas perilaku anak (Santrock,
2014). Remaja yang diasuh dengan pola asuh permisif cenderung bergantung
kepada orang lain dan suka memberontak (Berk, 2008). Remaja juga
melakukan perilaku-perilaku menyimpang dan memiliki emosi yang tidak
terkendali (Terry, 2004)
Nainggolan dan Tambunan (2013) mengatakan pada masa pubertas
remaja sering kali menyendiri dan mengurung diri di rumah, sehingga ibu
bekerja merasa cemas. Remaja yang sering memberontak dan memiliki emosi
yang tidak terkendali menimbulkan kecemasan pada ibu bekerja.
Perilaku-perilaku anak remaja tersebut berhubungan dengan kecemasan ibu
(Nainggolan & Tambunan, 2013). Ibu bekerja mempersepsi berpola asuh
permisif memiliki kecemasan yang cenderung tinggi.
Persepsi ibu bekerja yang berpola asuh uninvolved cenderung tidak terlibat dalam kehidupan anak. Orang tua kurang mengontrol perilaku anak dan
kurang memberikan responsivitas kepada anak (Santrock, 2014). Remaja
dengan pola asuh ini cenderung memiliki kemampuan sosial yang buruk,
sering membuat masalah, dan kurang dapat mengendalikan emosi (Berk,
2008). Ibu bekerja yang kurang memberikan simpati, perhatian dan mengasuh
anak, memicu anak berperilaku menyimpang (Hurlock, 1997). Perilaku negatif
yang dilakukan oleh remaja seringkali membuat keonaran, keganduhan,
keresahan menimbulkan kecemasan bagi ibu yang memiliki anak remaja
Hasil penelitian Nainggolan dan Tambunan (2013) remaja yang tidak
stabil, lebih dominan, dan menuntut kebebasan biasanya menimbulkan suatu
kekacauan dan menyebabkan ibu bekerja cemas karena perubahan tersebut
berdampak negatif pada dunia luar yang disebabkan emosi remaja yang tidak
stabil. Melihat banyak dampak negatif yang muncul dari pengasuhan
Kurang inisiatif, cemas, tidak
Dampak Pola Asuh Pada Remaja: Suasana hati yang tenang, memiliki pengendalian diri, mau bekerja sama, kepercayaan diri yang baik,
kematangan sosial dan moral.
Dampak Pola Asuh Pada Remaja: impulsif, melawan, bergantung, menuntut, sering terlibat dalam perilaku antisosial, perilaku menyimpang, emosi yang tinggi
Dampak Pola Asuh Pada Remaja: memperlihatkan banyak masalah, pengendalian emosi diri buruk, perilaku antisosial, mencari
penerimaan diluar lingkungan rumah,
Kecemasan Ibu
Pola Asuh Uninvolved Ibu Bekerja Responsivitas rendah
Kontrol rendah
Pola Asuh Otoriter Ibu Bekerja: Responsivitas rendah
Kontrol tinggi
Pola Asuh Otoritatif Ibu Bekerja: Responsivitas tinggi
Kontrol tinggi
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitan ini adalah
1. Ada hubungan positif antara persepsi pola asuh otoriter dan kecemasan ibu
bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas.
2. Ada hubungan negatif antara persepsi pola asuh otoritatif dan kecemasan
ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas.
3. Ada hubungan positif antara persepsi pola asuh permisif dan kecemasan
ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas.
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan teknik
korelasional. Teknik korelasional bertujuan untuk melihat hubungan antara
variabel satu dengan variabel lainnya (Azwar, 2012). Peneliti ingin melihat
hubungan antara persepsi pola asuh dan kecemasan ibu bekerja yang
memiliki anak remaja pada masa pubertas.
B. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel x : Persepsi Pola Asuh Ibu Bekerja
2. Variabel y : Kecemasan Ibu Bekerja yang Memiliki Anak Remaja
pada Masa Pubertas
C. Definisi Operasional
Definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Persepsi Pola Asuh Ibu Bekerja
Persepsi pola asuh ibu bekerja adalah proses menyeleksi,
mengorganisasi, dan menginterpretasi serta menilai yang dilakukan ibu
interaksi yang terjadi antara ibu bekerja dengan anak, baik memenuhi
kebutuhan fisiologis dan psikologis, maupun dalam mendidik,
membimbing, mendisiplinkan, dan melindungi anak untuk mencapai
kedewasaan dan akhirnya dapat menerapkan tingkah laku yang sesuai
dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Pengukuran dilakukan dengan skala persepsi pola asuh ibu bekerja
yang disusun berdasarkan empat jenis pola asuh Baumrind (dalam
Santrock, 2014), yakni otoriter, otoritatif, permisif, dan uninvolved.
Cara pengkategorian pola asuh menggunakan kategori, yang dilakukan
dengan mengubah skor subjek untuk setiap pola asuh ke dalam z-score. Rumus yang digunakan untuk menghitung z-score (Azwar, 2008).
Z= (X-M)/SD
Keterangan
Z = z-score
X = Skor Subjek
M = Mean Kelompok Subjek
SD = Standar Deviasi Kelompok
Subjek masuk ke dalam ketegori suatu pola asuh berdasarkan nilai
z-score yang paling tinggi karena nilai tersebut menunjukkan kecenderungan dari pola asuh yang dipakai/diterapkan subjek kepada
2. Kecemasan Ibu Bekerja yang Memiliki Anak Remaja pada Masa
Pubertas
Kecemasan adalah reaksi ibu yang bekerja di luar rumah dan
mendapatkan penghasilan dalam menghadapi anak remajanya yang
sedang mengalami masa pubertas yang dapat dilihat dengan munculnya
perasaan yang menakutkan dan tidak menyenangkan serta perasaan
khawatir. Kecemasan ibu bekerja diungkap dengan skor yang diperoleh
subjek pada skala kecemasan.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah ibu bekerja yang memiliki anak yang
sedang memasuki masa pubertas. Ibu bekerja adalah seorang ibu yang
mendapat gaji dari seseorang atau suatu institusi untuk melaksanakan
tugas tertentu (Dwijanti, 1999). Menurut Children’Encyclopedia of Children’s Health (2013) ibu bekerja adalah seorang ibu yang bekerja di luar rumah untuk mendapatkan penghasilan selain membesarkan dan
mengurus anak di rumah.
Masa pubertas (dalam Santrock, 2003) adalah masa perkembangan
fisik yang pesat yang diikuti dengan perubahan hormonal dan tubuh yang
berlangsung di masa remaja awal. Pada masa pubertas kriteria dari
kematangan seksual mulai terlihat, selain itu remaja yang memasuki masa
pubertas mengalami perubahan fisik, berperilaku dan bersikap (Yusuf,
Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Wanita yang menikah dan memiliki anak remaja yang memasuki masa
pubertas (12-16 tahun) (Hurlock, 1997).
2. Bekerja di luar rumah atau di suatu instansi tertentu.
E. Metode Pengumpulan Data & Alat Ukur
Metode pengumpulan data adalah dengan menggunakan skala.
Penelitian ini menggunakan dua macam skala, yaitu:
1. Skala Persepsi Pola Asuh Ibu Bekerja
Skala persepsi pola asuh disusun berdasarkan empat jenis pola
asuh menurut Baumrind (dalam Santrock, 2014) yaitu pola asuh
otoriter, otoritatif, permisif, dan uninvolved. Skala ini terdiri dari pertanyaan fovorable, hal ini dikarenakan item-item pada skala ini sudah menggambarkan kategori pola asuh tertentu. Cara menempatkan
subjek masuk ke dalam masing-masing kategori pola asuh adalah
dengan mengubah skor subjek untuk setiap persepsi pola asuh kedalam
z-score. Semakin tinggi z-score yang diperoleh dari suatu skala persepsi pola asuh, maka semakin tinggi kecenderungan subjek memberikan
Tabel 3.1
2. Skala Kecemasan Ibu Bekerja yang Memiliki Anak Remaja Pada Masa
Pubertas
Skala untuk mengukur kecemasan pada ibu bekerja disusun
berdasarkan 4 gejala kecemasan dari Hoeksema (2007) yakni gejala
emosi, kognitif, fisiologis, dan perilaku. Dalam skala ini terdapat dua
Tabel 3.2
Sebaran Item Skala Kecemasan Ibu Bekerja yang Memiliki Anak
Remaja pada Masa Pubertas Sebelum Uji Coba
No Aspek Nomer Item Total
setiap pernyataan dalam skala Likert merupakan rating atau penilaian yang kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan pengukuran tentang sikap
subjek terhadap objek psikologis (Bird dan Edwards dalam Supratiknya,
2014). Metode ini meminta subjek untuk menyatakan
kesetujuan-ketidaksetujuan dalam sebuah kontinum yang terdiri atas empat respon,
yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak
Setuju (STS). Peneliti memutuskan untuk menggunakan empat respon dan
menghilangkan jawaban netral agar subjek hanya memilih jawaban
Tabel 3.3
Validitas adalah keadaan yang menggambarkan instrument atau
alat ukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak
diukur (Arikunto, 2005). Suatu alat ukur dapat dikatakan mempunyai
validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya
atau memberikan hasil ukur sesuai dengan tujuan dari pengukuran
tersebut (Azwar, 2012).
Sarwono (2006) mengatakan validitas terdiri dari tiga macam yaitu
validitas isi, validitas konstruk dan validitas kriteria. Pada penelitian ini
peneliti menggunakan validitas isi yang merujuk pada suatu instrument
yang melihat kesesuaian isi dengan mengukur apa yang hendak diukur.
Validitas isi suatu alat ukur didasarkan pada pendapat professional
(Profesional Judgement) (Suryabrata, 2005). Profesional judgement
dilakukan oleh orang yang lebih ahli didalam bidangnya, dalam hal ini
adalah dosen. Untuk memenuhi validitas isi, isi suatu skala harus
memberikan gambaran mengenai isi skala dan menjadi acuan serta
pedoman untuk berada dalam lingkup yang benar (Azwar, 2005).
2. Seleksi Item
Skala penelitian ini diuji coba pada tanggal 22 November–2
Desember 2016. Peneliti menyebarkan 80 buah skala, tetapi hanya 54
skala yang kembali. Dari 54 skala yang kembali, terdapat 4 skala yang
tidak dapat dipergunakan dikarenakan subjek tidak mengisi skala secara
lengkap. Skala yang digunakan untuk uji coba skala adalah sebanyak 50
skala.
Seleksi item dilakukan untuk memilih item-item yang membentuk
sebuah skala yang homogen dan berdaya diskriminasi tinggi (Azwar,
2012). Seleksi item dilakukan dengan menghitung korelasi item total
dari item yang terdapat pada masing-masing skala yang digunakan saat
uji coba. Perhitungan korelasi item total dapat menunjukkan item-item
yang paling baik mengukur konstruk atau isi yang sedang diukur.
Semakin tinggi korelasi antara skor item dan skor total skala, semakin
baik juga item yang bersangkutan. Item yang mencapai korelasi di atas
0,20 daya bedanya dianggap memuaskan (Supratiknya, 2014). Aiken
(1985) juga mengatakan bahwa item-item yang dapat dipertahankan
adalah item-item yang memiliki koefisien korelasi sebesar 0,20. Semua
item yang berkorelasi ≥ 0,20 dengan skor total layak dipertahankan
(Supratiknya, 2014). Uji seleksi item menggunakan korelasi item total
Berikut ini merupakan hasil uji seleksi item yang dilakukan pada
kedua skala:
a. Skala Persepsi Pola Asuh Ibu Bekerja
Uji coba pada skala Persepsi Pola Asuh Ibu Bekerja terdiri 16
item pada masing-masing pola asuh otoriter, otoritatif, permisif dan
uninvolved. Total item pada uji coba skala Persepsi Pola Asuh Ibu Bekerja adalah 64 item.
Tabel 3.4
Sebaran item skala Persepsi Pola Asuh Setelah Uji Coba
maka dilakukan seleksi item dengan menggugurkan item yang
memiliki korelasi item total (rix) di bawah 0,20. Item yang
digugurkan dalam perhitungan ini adalah 15 item.
Total item yang lolos uji seleksi adalah 49 item. Seleksi
manual dilakukan untuk menyeimbangkan dimensi. Seleksi
dilakukan berdasarkan korelasi item total (rix) yang paling rendah
diantara item-item lain yang telah lolos uji seleksi. Total item yang
digugurkan secara manual adalah 5 item. Hasil akhir seleksi item
pada skala ini adalah 44 item. Hasil korelasi item total (rix) akhir
skala Persepsi Pola Asuh Ibu Bekerja berkisar antara 0,201 sampai
dengan 0,594. Tabel 3.5 menyajikan skala penelitian Persepsi Pola
Asuh Ibu Bekerja:
Tabel 3.5
Skala Penelitian Persepsi Pola Asuh Ibu Bekerja
dari 4 gejala kecemasan, yakni gejala emosi, kognitif, fisiologis
dan perilaku. Masing-masing gejala dalam skala ini terdapat 16
item pernyataan yang mencangkup 8 item favorable dan 8 item
unfavorable. Tabel 3.6 menyajikan sebaran item skala Kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas:
Tabel 3.6
Sebaran Item skala Kecemasan Ibu Bekerja yang Memiliki
Anak Remaja pada Masa Pubertas Setelah Uji Coba
No Gejala Nomer Item Total
maka dilakukan seleksi item dengan menggugurkan item yang
memiliki korelasi item total (rix) di bawah 0,20. Item yang
Total item yang lolos uji seleksi adalah 57 item. Seleksi
manual dilakukan untuk menyeimbangkan aspek. Seleksi
dilakukan berdasarkan korelasi item total (rix) yang paling rendah
diantara item-item lain yang telah lolos uji seleksi. Total item yang
digugurkan secara manual adalah 6 item. Hasil akhir seleksi item
pada skala ini adalah 51 item. Hasil korelasi item total (rix) akhir
skala ini berkisar antara 0,205 sampai dengan 0,826. Tabel 3.7
memperlihatkan Skala Kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak
remaja pada masa pubertas :
Tabel 3.7
Skala Penelitian Kecemasan Ibu Bekerja yang Memiliki Anak
Remaja pada Masa Pubertas
Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran
(Azwar, 2003). Pengukuran yang mempunyai reliabilitas tinggi, yaitu
Uji reliabilitas berkaitan dengan keajegan suatu alat ukur, yaitu sejauh
mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Reliabilitas dinyatakan oleh
koefiisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang dari 0 –
1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti
makin tinggi reliabilitasnya, demikian juga jika koefisien reliabilitasnya
rendah mendekati 0 maka semakin rendah reliabilitasnya. Reliabilitas
diukur dengan menggunakan koefisien Alpha dari Cronbach, karena pendekatan ini mempunyai nilai praktis yaitu hanya dikenakan sekali
saja pada kelompok subjek (single-trial-administration) (Azwar, 2007). Hasil perhitungan koefisien reliabilitas skala Persepsi Pola Asuh
Ibu Bekerja yang diuji dengan Alpha Cronbach setelah mengalami seleksi item diperoleh nilai (α) sebesar 0,909. Pada skala Kecemasan
ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas nilai Alpha Cronbach yang diperoleh setelah mengalami seleksi item adalah 0,966.
G. Metode Analisis Data
Untuk memperoleh kesimpulan yang tidak menyimpang dari tujuan
penelitian, peneliti melakukan uji normalitas dan linearitas sebelum
melakukan uji hipotesis. Syarat untuk melakukan teknik analisis data
1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data untuk memastikan bahwa data sampel
berasal dari populasi yang berdistribusi normal (Sumanto, 2014).
Cara untuk membuktikan data hasil penyebaran kuisioner
terdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan uji One-Sample Kolmogorov Smirnov jika subjek dalam penelitian (n) > 50 atau uji normalitas Shaphiro-Wilk Test jika subjek dalam penelitian (n) < 50. Data dikatakan berdistribusi normal apabila nilai
probabilitas (p) > 0,05. Jika nilai probabilitas (p) < 0,05, maka data
tersebut tidak terdistribusi dengan normal (Santoso, 2010).
b. Uji Linearitas
Uji Linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan antar
variabel yang dianalisis mengikuti garis lurus atau tidak (Santoso,
2010). Teknik untuk menguji linearitas adalah Test for Linearity
pada program SPSS (Statistical Product & Service Solution) versi 20. Antar variabel dapat dikatakan linear apabila nilai signifikannya
lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05).
2. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis adalah suatu prosedur yang akan menghasilkan
suatu keputusan, yaitu keputusan menerima atau menolak hipotesis
product moment dari Karl Pearson melalui program SPSS 20 for windows (Statistical Product & Service Solution) dengan tujuan untuk menguji korelasi antara dua variabel penelitian yang diselidiki dengan
asumsi bahwa korelasi itu bersifat linear. Data penelitian yang tidak
normal, tidak linear, atau tidak normal dan tidak linear maka uji
hipotesis akan dilakukan dengan menggunakan teknik Spearman Rho. Teknik Spearman Rho dapat digunakan sebagai alternatif korelasi
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara membagikan skala penelitian kepada subjek. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 19 Januari 2017 sampai dengan 30 Januari 2017. Peneliti menyebarkan skala kepada ibu bekerja yang memiliki anak usia 12-16 tahun. Peneliti juga menitipkan skala tersebut kepada mahasiswa Universitas Sanata Dharma untuk diberikan kepada ibu atau saudara mereka yang bekerja dan memiliki anak remaja yang berusia 12-16 tahun. Pada tanggal 21 Januari 2017, peneliti menyebarkan skala kepada siswa di SMP Mardi Waluya Sukabumi untuk diberikan kepada ibu mereka. Peneliti juga menyebarkan skala penelitian di kelompok Wanita Katolik (WK), perkumpulan doa dan perkumpulan arisan ibu-ibu di Kota Sukabumi,danYogyakarta. Peneliti menyebar 200 skala dan terdapat 122 skala yang kembali dan dapat diolah datanya.
B. Deskripsi Subjek Penelitian
Tabel 4.1
Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Persentase
20 – 40 49 40 %
40 – 65 73 60 %
Total 122 100 %
Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 122 orang. Subjek dibagi berdasarkan usia. Subjek yang berusia 20-40 tahun berada pada masa dewasa awal sedangkan subjek yang memiliki usia 40-65 tahun berada pada masa
Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jumlah Anak
Jumlah Anak Frekuensi Persentase
1 14 11 %
Tabel 4.3
Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi Persentase
Perawat 1 1 %
Tabel 4.3 memperlihatkan sebagian besar subjek bekerja sebagai karyawan dengan total 46 orang atau 38%. 32 orang atau 26% dari total subjek bekerja sebagai wiraswasta, 22 orang atau 18% dari total subjek bekerja sebagai guru dan 18 orang atau 15% dari total keseluruhan subjek bekerja sebagai PNS. 2 orang atau 2% dari total keseluruhan subjek bekerja sebagai buruh dan ada masing-masing 1 orang dengan presentase masing-masing 1% dari total keseluruhan subjek bekerja sebagai perawat dan pendeta.
Tabel 4.4
Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jumlah Jam Kerja Lama Bekerja per
12% bekerja selama 9 jam. 8 orang atau 7% dari total keseluruhan subjek bekerja selama 6 dan 7 orang atau 6% dari total subjek penelitian bekerja selama 10 jam.
C. Deskripsi Data Penelitian
Peneliti melakukan analisis deskripsi data penelitian yang bertujuan untuk melihat gambaran umum dari subjek. Analisis deskripsi data penelitian ini dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan menggunakan perhitungan Z-Score dan membandingkan mean teoritik dan empiris.
1. Persepsi Pola Asuh
Peneliti menggunakan perhitungan Z-Score untuk mengelompokkan subjek masuk dalam pola asuh tertentu, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.5
Deskripsi Statistik Data Persepsi Pola Asuh
Otoriter Otoritatif Permisif Uninvolved Jumlah
Tabel 4.6
Deskripsi Data Penelitian Persepsi Pola Asuh Persepsi Pola
Asuh
Teoritis Empiris Sig
Min Max Mean Min Max Mean otoritatif dan uninvolved lebih besar jika dibandingkan dengan mean teoritik, namun mean empiris pada persepsi pola asuh otoriter dan permisif lebih rendah dibandingkan dengan mean teoritik. Mayoritas subjek memiliki persepsi yang tinggi pada pola asuh otoritatif dan uninvolved dan memiliki persepsi yang rendah pada pola asuh otoriter dan permisif.
2. Kecemasan
Peneliti melakukan analisis deskripsi data penelitian dengan tujuan untuk melihat gambaran umum dari subjek mengenai kecemasan yang dimiliki subjek. Analisis deskripsi data dilakukan dengan membandingkan mean teoritik dan mean empiris.
Tabel 4.7
Deskripsi Data Penelitian
Teoritis Empiris
Min Max Mean Min Max Mean Sig
Tabel 4.7 memperlihatkan hasil perbandingan antara mean empirik dan mean teoritis pada variabel kecemasan ibu bekerja. Pada variabel ini mean empiris lebih tinggi daripada mean teoritis. Subjek dalam penelitian ini memiliki taraf kecemasan yang cenderung tinggi. Pernyataan ini didukung oleh signifikansi yang diperoleh melalui uji t, yaitu bernilai 0.00 (p<0.05).
D. Hasil Penelitian
Peneliti melakukan uji normalitas dan linearitas terlebih dahulu sebelum melakukan uji hipotesis.
1. Uji Asumsi a. Uji Normalitas
Perhitungan uji normalitas dengan menggunakan SPSS for windows versi 20, didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 4.8
Uji Normalitas Variabel Penelitian Persepsi Pola Asuh Otoriter
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
otoriter .189 28 .012 .946 28 .157