3.3 Prosedur untuk Menentukan Model Fungsi TransferTransfer
3.4.1 Tahap Pertama: Identifikasi Bentuk Model Input TunggalTunggal
Mempersiapkan deret input dan output
Pertama-tama akan diidentifkasi terlebih dahulu deret output curah hu-jan. Berikut adalah plot data serta plot ACF dan PACF-nya.
Gambar 3.3: Plot Runtun Waktu Data Curah Hujan
Gambar 3.4: PlotACF dan PACF Data Curah
Gambar 3.3 merupakan plot runtun waktu dari curah hujan yang berfluk-tuasi tajam. Walaupun tidak terlalu jelas namun dapat diduga bahwa terdapat pola musiman dalam data serta adanya kecenderungan variasi musim yang
menye-55
babkan hal tersebut terjadi karena memang curah hujan merupakan suatu feno-mena musiman.
Hal ini didukung oleh plot data runtun waktu dengan terlihat adanya pe-rubahan nilai pada rataan dan variansi yang tajam sehingga menunjukkan bahwa data curah hujan belum stasioner. Selain itu, pada plotACFterlihat bahwa pada lag 1, 6 dan 12 berbeda nyata dengan nol yang menunjukkan adanya pola musi-man. Untuk menstasionerkan datanya, maka dilakukan transformasi Box Cox.
Gambar 3.5: Plot Transformasi Box Cox Data Curah Hujan
Berdasarkan plot hasil transformasi Box Cox pada gambar 3.5, batas bawah untukλadalah 0,26 dan batas atasnya adalah 0,74 dengan nilai pendekatan
λ terbaik adalah 0,46. Namun nilai λ yang sebaiknya diambil adalah nilai yang memiliki makna, sehingga nilaiλyang terbaik untuk transformasi data adalah 0,5. Selain data belum stasioner dalam variansi, data curah hujan juga belum stasioner dalam rataan. Maka dari itu, perlu dilakukan pembeda terhadap data tersebut dimana pembeda yang dipakai adalah pembeda 12 karena data merupakan pola musiman.
Berdasarkan plot ACF dan PACF pada gambar 3.6 setelah dilakukan pembeda 12, data curah hujan sudah cenderung stasioner yang ditunjukkan pada
Gambar 3.6: PlotACFdanPACFData Curah Hujan Setelah Dilakukan Pembeda 12
plot ACFdan ACFyang menurun serta adanya pola musiman yang ditunjukkan pada lag 12 yang keluar dari garis signifikan. Bila diidentifikasikan orde model
ARIMA untuk curah hujan maka pada plot PACF menunjukkan AR(1) untuk
pola musimannya, sementara plotACFmemperlihatkan modelM A(2) untuk pola nonmusimannya.
Selanjutnya akan dilakukan identifikasi terhadap tiap deretinput, dimana deret-deretinput-nya adalah tekanan udara, kelembaban udara, kecepatan angin, suhu udara dan intensitas matahari. Pertama akan dilakukan identifikasi terhadap data tekanan udara. Berikut adalah plot data runtun waktu beserta plot ACF
dan PACF dari tekanan udara
57
Gambar 3.8: Plot ACFdan PACF Data Tekanan Udara
Dari plot data serta plot ACFdan PACF terlihat data belum stasioner, karena masih terjadi perubahan dalam nilai rataan. Oleh karena data tekanan udara berpola musiman maka akan dilakukan pembeda 12 untuk menstasioner-kannya. Berikut adalah plot ACFdan PACF setelah dilakukan pembeda 12.
Gambar 3.9: Plot ACFdan PACF Data Tekanan Udara Setelah Dilakukan Pem-beda 12
Setelah dilakukan pembeda 12, terlihat data sudah lebih baik dari se-belumnya dan dapat dikatakan stasioner. Untuk pola musiman, terlihat kalau pada lag 12 di plot PACF melewati garis signifikan dan bernilai negatif semen-tara lag 13 bernilai positif, sehingga model untukARIMAmusiman adalahAR(1). Untuk pola nonmusimannya adalahM A(2) karena pada plotACF, lag 2 melewati garis signifikan dan mulai menurun setelah lag kedua. Dengan demikian model
penduga awal untuk data tekanan udara adalah (0,0,2)(1,1,0)12. Selanjutnya akan dilakukan identifikasi terhadap data kelembaban udara. Berikut adalah plot data runtun waktu serta plot ACFdan PACF dari data kelembaban udara.
Gambar 3.10: Plot Runtun Waktu Data Kelembaban Udara
Gambar 3.11: Plot ACFdan PACF Data Kelembaban Udara
Berdasarkan plot data pada gambar 3.10 terlihat bahwa data belum sta-sioner dalam rataan karena masih terjadi fluktuasi yang cukup tajam di sekitar daerah rataan. Selain itu nilai pada plot ACF menurun secara melambat yang menandakan data belum stasioner. Berdasarkan plot ACF terlihat bahwa lag 1, 6, 12, dan 18 berbeda signifikan dari nol, sehingga jelas ini adalah data berpola musiman. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembeda 12 untuk menstasionerkan-nya. Berikut hasil plot ACF dan PACF setelah dilakukan pembeda 12 yang dityampilkan pada gambar 3.12.
59
Gambar 3.12: Plot ACFdan PACF Data Kelembaban Udara Setelah Dilakukan Pembeda 12
Setelah dilakukan pembeda 12 terhadap data kelembaban udara, terlihat data sudah lebih baik dari sebelumnya dan cenderung staioner terhadap rataannya walaupun masih ada beberapa lag yang keluar dari garis signifikan. Berdasarkan plot ACF dan PACF pada gambar 3.12 dapat diidentifikasikan model ARIMA
nonmusimannya adalah AR(1). Hal ini dikarenakan plot ACF yang menurun se-cara eksponensial sementara plotPACFsignifikan pada lag pertama. Selanjutnya untuk model ARIMA musimannya bila dilihat dari plot ACF dan PACF tidak ada lag signifikan sehingga model penduga awal untuk data kelembaban udara adalah (1,0,0)(0,1,0)12. Selanjutnya deret input yang akan diidentifikasi adalah kecepatan angin. Berikut adalah plot data beserta plotACFdanPACFdari data kecepatan angin.
Gambar 3.14: Plot ACF dan PACF Data Kecepatan Angin
Berdasarkan plot data dan plot ACF kecepatan angin dapat dikatakan sudah stasioner dalam rataan dan variansi sehingga sudah dapat diidentifikasikan model ARIMA-nya. Namun karena dalam pemodelan fungsi transfer agar meng-hasilkan nilai estimasi yang sesuai dengan model dan memenuhi syaratwhite noise, maka perlu disamakan model yaitu sama-sama distasionerkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembeda 12 agar data deret kecepatan angin dapat masuk dalam model. Berikut plot ACFdan PACF setelah dilakukan pembeda 12.
Gambar 3.15: Plot ACF dan PACF Data Kecepatan Angin Setelah Dilakukan Pembeda 12
Setelah dilakukan pembeda 12, data kecepatan angin yang sudah stasion-er menjadi lebih baik plotnya, baik dari rataan atau variansinya. Bstasion-erdasarkan plot
nonmusiman-61
nya yakni AR(1) atau M A(1). Hal ini dikarenakan pada plot ACF maupun plot
PACF sama-sama signifikan pada lag 1. Sementara jika dilihat kembali lag 12 di plotACFtidak signifikan. Begitu juga pada lag 12 di plotPACFtidak signifikan. Dengan demikian dapat diduga modelARIMAuntuk deretinput kecepatan angin adalah (1,0,0)(0,1,0)12 atau (0,0,1)(0,1,0)12.
Selanjutnya akan dilakukan identifikasi terhadap data suhu udara. Berikut adalah plot data dari deret suhu udara beserta plot ACF dan PACF-nya.
Gambar 3.16: Plot Runtun Waktu Data Suhu Udara
Gambar 3.17: Plot ACFdan PACF Data Suhu Udara
Berdasarkan plot data serta plotACFterlihat data belum stasioner kare-na masih adanya fluktuasi data dan perubahan nilai rataan dari waktu ke waktu. Oleh karena suhu udara merupakan data berpola musiman (dilihat dari plotACF) maka akan dilakukan pembeda 12 untuk menstasionerkan data suhu udara.
Gambar 3.18: PlotACFdanPACFData Suhu Udara Setelah Dilakukan Pembeda 12
Setelah dilakukan pembeda 12, terlihat pada gambar 3.18 data sudah stasioner dalam rataan walaupun masih ada beberapa lag yang keluar dari garis signifikan. Selanjutnya akan diidentifikasikan model penduga untuk suhu udara.
Dari plotPACFterlihat signifikan di lag pertama dan lag-lag di plotACF
menurun mendekati nol sehingga model untuk nonmusimannya adalah AR(1). Sementara untuk pola musiman, modelnya adalahM A(1) atauAR(1) karena pada plotACFdan PACFmasing-masing signifikan di lag 12. Dengan demikian model penduga uhtuk data suhu udara adalah (1,0,0)(0,1,1)12 atau (1,0,0)(1,1,0)12. Terakhir, akan dilakukan identifikasi terhadap data intensitas matahari. Berikut adalah plot data beserta plot ACFdan PACF dari data intensitas matahari.
63
Gambar 3.20: Plot ACFdan PACF Data intensitas Matahari
Berdasarkan gambar 3.19 data intensitas matahari belum stasioner kare-na masih terjadi fluktuasi data. Terlihat pula bahwa data intensitas matahari memiliki pola musiman berdasarkan plotACF-nya, sehingga perlu dilakukan pem-beda 12 untuk menstasionerkan data.
Gambar 3.21: Plot ACFdan PACF Data Intensitas Matahari Setelah Dilakukan Pembeda 12
Setelah dilakukan pembeda 12, terlihat plot ACF pada gambar 3.21 su-dah stasioner karena susu-dah tidak terlihat lagi adanya fluktuasi data. Untuk orde model musimannya dapat diduga dengan M A(1). Hal ini dikarenakan plot ACF
signifikan pada lag 12. Sementara untuk nonmusimannya dapat diduga modelnya adalah AR(1), karena plot PACF signifikan pada pertama sedangkan plot ACF
ARIMA untuk data intensitas matahari adalah (1,0,0)(0,1,1)12.
Setelah proses identifikasi deret output dan input selesai maka tahap selanjutnya adalah pemutihan. Namun sebelum melakukan pemutihan, perlu dilakukan penetapan model ARIMA yang sesuai terlebih dahulu. Pada tahap identifikasi telah dilakukan pendugaan orde model ARIMA untuk masing-masing deret input, maka tahap selanjutnya perlu dipilih model mana yang terbaik den-gan melihat nilai p-value untuk mengetahui signifikansi parameter serta memilih nilai AIC yang terkecil apabila terdapat model dugaan lain yang sesuai. Berikut hasil estimasi parameter ARIMA untuk masing-masing deret input dengan ban-tuan program SAS 9.1. Pertama adalah estimasi parameter untuk deret tekanan udara.
ModelARIMA Estimasi Parameter t−value p−value
(0,0,2)(1,1,0)12 θ2 =−0,34190 -2,44 0,0187 Φ1 =−0,44955 -3,35 0,0016
Tabel 3.4: Estimasi Parameter dan Uji Signifikansi Model ARIMA untuk deret Tekanan Udara
Berikut adalah uji hipotesis untuk mengetahui signifikansi estimasi pa-rameter dari input tekanan udara:
1. Hipotesis
H0 : Estimasi parameter θ2,Θ1 tidak signifikan dalam model
H1 : Estimasi parameter θ2,Θ1 signifikan dalam model 2. Taraf signifikansiα = 0,05
3. Statistik uji
thitung = estimator
65
4. Kriteria keputusan tolak H0 jika |thi| > tα
2,df atau p-value <0,05 5. Perhitungan ada pada tabel 3.4
6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil di tabel 3.4 maka keputusanya adalah tolak H0 karena kedua parameter memiliki p-value kurang dari α = 0,05 atau nilai |thi| > tα
2,df sehingga parameter pada ARIMA (0,0,2)(1,1,0)12 signifikan
Selanjutnya akan dilakukan uji diagnostik model untuk mengetahui ke-sesuaian model yakni residualαtmemenuhi asumsi white noise. Berikut hipotesis yang digunakan untuk mengetahui apakah autokorelasi residualnya berbeda nyata dari nol. Lag Chi-Square db χ2 α,df p-value 6 5,59 4 9,49 0,2318 12 12,61 10 18,31 0,2462 18 15,35 16 26,30 0,4994 24 28,64 22 33,92 0,1554
Tabel 3.5: Uji Autokorelasi Residual Model ARIMA (0,0,2)(1,1,0)12 untuk Tekanan Udara
1. Hipotesis
H0 :ρ1 =...=ρk= 0 (autokorelasi residualnya tidak signifikan)
H1 :∃ρi 6= 0 (autokorelasi residualnya signifikan) 2. Taraf signifikansiα = 0,05 3. Statistik uji Q=n(n+ 2) m X k=1 ˆ ρ2 k (n−k)
4. Kriteria keputusan tolak H0 jika Q≥χ2
α,df atau p-value ≤α
5. Perhitungan menggunakan program SAS dan hasil ada di tabel 3.5
6. Kesimpulan
Berdasarkan tabel 3.5 terlihat nilaip-value untuk semua lag lebih dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima. Ini berarti autokorelasi residualnnya tidak signifikan atau tidak terdapat korelasi antarlag maka residual memenuhi asumsiwhite noise. Jadi modelARIMA(0,0,2)(1,1,0)12
layak digunakan.
Selanjutnya akan dilakukan estimasi parameter dan uji diagnostik untuk deret kelembaban udara.
ModelARIMA Estimasi Parameter t−value p−value
(1,0,0)(0,1,0)12 φ1 = 0,69505 6,55 <,0001
Tabel 3.6: Estimasi Parameter dan Uji Signifikansi Model ARIMA untuk deret Kelembaban Udara
Berikut adalah uji hipotesis untuk mengetahui signifikansi estimasi pa-rameter dari input kelembaban udara:
1. Hipotesis
H0 : Estimasi parameter φ1 tidak signifikan dalam model
H1 : Estimasi parameter φ1 signifikan dalam model 2. Taraf signifikansiα = 0,05
3. Statistik uji
thitung = estimator
67
4. Kriteria keputusan tolak H0 jika |thi| > tα
2,df atau p-value <0,05 5. Perhitungan ada pada tabel 3.6
6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil di tabel 3.6 maka keputusannyaa adalah tolakH0 karena parameter φ1 memiliki p-value kurang dari α= 0,05 atau nilai|thi| > tα
2,df sehingga parameter pada ARIMA (1,0,0)(0,1,0)12 signifikan
Langkah selanjutnya adalah memeriksa apakah autokorelasi residualnya berbeda nyata dari nol atau tidak. Untuk mengetahui maka akan dilakukan uji hipotesis sebagai berikut:
Lag Chi-Square db χ2 α,df p-value 6 4,18 5 11,07 0,5232 12 18,74 11 19,67 0,0659 18 22,07 17 27,59 0,1819 24 23,28 23 35,17 0,4443
Tabel 3.7: Uji Autokorelasi Residual Model ARIMA (1,0,0)(0,1,0)12 untuk Kelembaban Udara
1. Hipotesis
H0 :ρ1 =...=ρk= 0 (autokorelasi residualnya tidak signifikan)
H1 :∃ρi 6= 0 (autokorelasi residualnya signifikan) 2. Taraf signifikansiα = 0,05 3. Statistik uji Q=n(n+ 2) m X k=1 ˆ ρ2k (n−k) 4. Kriteria keputusan tolak H0 jika Q≥χ2
5. Perhitungan menggunakan program SAS dan hasil ada di tabel 3.7
6. Kesimpulan
Berdasarkan tabel 3.7 terlihat nilaip-value untuk semua lag lebih dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima. Ini berarti autokorelasi residualnnya tidak signifikan atau tidak terdapat korelasi antarlag maka residual memenuhi asumsiwhite noise. Jadi modelARIMA(1,0,0)(0,1,0)12
dapat digunakan.
Berikutnya adalah estimasi parameter dan uji diagnostik terhadap deret input
kecepatan angin.
Model ARIMA Estimasi Parameter t−value p−value AIC
(1,0,0)(0,1,0)12 φ1 = 0,32000 2,27 0,0281 103,8138 (0,0,1)(0,1,0)12 θ1 =−0,39049 -2,83 0,0069 102,6175 Tabel 3.8: Estimasi Parameter dan Uji Signifikansi Model ARIMA untuk deret Kecepatan Angin
Berikut adalah uji hipotesis untuk mengetahui signifikansi estimasi pa-rameternya:
1. Hipotesis
H0 : Estimasi parameter φ1, θ1 tidak signifikan dalam model
H1 : Estimasi parameter φ1, θ1 signifikan dalam model 2. Taraf signifikansiα = 0,05
69
thitung = estimator
SE(estimator) 4. Kriteria keputusan tolak H0 jika |thi| > tα
2,df atau p-value <0,05 5. Perhitungan ada pada tabel 3.8
6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil di tabel 3.8 keputusanya adalah tolak H0 karena kedua parameter memilikip-value kurang dari α= 0,05 sehingga parameter pada
ARIMA (1,0,0)(0,1,0)12 dan ARIMA (0,0,1)(0,1,0)12 signifikan. Namun harus dipilih satu model terbaik unfuk digunakan. Berdasarkan nilai AIC
pada tabel 3.8, model ARIMA (0,0,1)(0,1,0)12 memiliki nilai AIC lebih kecil sehingga modelARIMA (0,0,1)(0,1,0)12 menjadi model terbaik.
Untuk mengetahui apakah residual αtmemenuhi asumsi white noise ma-ka diperluma-kan uji hipotesis untuk mengetahui apama-kah autokorelasi residualnya berbeda nyata dari nol.
Lag Chi-Square db χ2 α,df p-value 6 3,67 5 11,07 0,5982 12 11,86 11 19,67 0,3740 18 15,52 17 27,59 0,5579 24 20,08 23 35,17 0,6368
Tabel 3.9: Uji Autokorelasi Residual Model ARIMA (0,0,1)(0,1,0)12 untuk Ke-cepatan Angin
1. Hipotesis
H0 :ρ1 =...=ρk= 0 (autokorelasi residualnya tidak signifikan)
2. Taraf signifikansiα = 0,05 3. Statistik uji Q=n(n+ 2) m X k=1 ˆ ρ2 k (n−k) 4. Kriteria keputusan tolak H0 jika Q≥χ2
α,df atau p-value ≤α
5. Perhitungan menggunakan program SAS dan hasil ada di tabel 3.9
6. Kesimpulan
Berdasarkan tabel 3.9 terlihat nilaip-value untuk semua lag lebih dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima. Ini berarti autokorelasi residualnnya tidak signifikan atau tidak terdapat korelasi antarlag maka residual memenuhi asumsiwhite noise. Jadi modelARIMA(0,0,1)(0,1,0)12
dapat digunakan.
Berikutnya model yang akan diestimasi parameternya dan uji diagnostik adalah model dari deret input suhu udara.
Model ARIMA Estimasi Parameter t−value p−value AIC φ1 = 0,56005 4,58 <,0001 61,229572 (1,0,0)(1,1,0)12 Φ1 =−0,60212 -4,48 <,0001 φ1 = 0,62614 5,53 <,0001 60,19578 (1,0,0)(0,1,1)12 Θ1 = 0,70810 4,88 <,0001
Tabel 3.10: Estimasi Parameter dan Uji Signifikansi Model ARIMA untuk deret Suhu Udara
Berikut adalah uji hipotesis untuk mengetahui signifikansi estimasi pa-rameternya:
71
1. Hipotesis
H0 : Estimasi parameter φ1,Φ1,Θ1 tidak signifikan dalam model
H1 : Estimasi parameter φ1,Φ1,Θ1 signifikan dalam model 2. Taraf signifikansiα = 0,05
3. Statistik uji
thitung = estimator
SE(estimator) 4. Kriteria keputusan tolak H0 jika |thi| > tα
2,df atau p-value <0,05 5. Perhitungan ada pada tabel 3.10
6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil di tabel 3.10 maka keputusannyaa adalah tolakH0 karena parameterφ1,Φ1,Θ1memilikip-valuekurang dariα = 0,05 sehingga param-eter padaARIMA(1,0,0)(1,1,0)12danARIMA(1,0,0)(0,1,1)12signifikan. Namun harus dipilih satu model terbaik unfuk digunakan. Berdasarkan ni-laiAIC pada tabel 3.10, modelARIMA(1,0,0)(0,1,1)12memiliki nilaiAIC
lebih kecil sehingga modelARIMA (1,0,0)(0,1,1)12 menjadi model terbaik. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui apakah autokore-lasi residualnya berbeda nyata dari nol.
1. Hipotesis
H0 :ρ1 =...=ρk= 0 (autokorelasi residualnya tidak signifikan)
H1 :∃ρi 6= 0 (autokorelasi residualnya signifikan) 2. Taraf signifikansiα = 0,05
Lag Chi-Square db χ2 α,df p-value 6 2,26 4 9,49 0,6882 12 4,04 10 18,31 0,9456 18 9,13 16 26,29 0,9079 24 16,07 22 33,92 0,8122
Tabel 3.11: Uji Autokorelasi Residual ModelARIMA(1,0,0)(0,1,1)12untuk Suhu Udara 3. Statistik uji Q=n(n+ 2) m X k=1 ˆ ρ2 k (n−k) 4. Kriteria keputusan tolak H0 jika Q≥χ2
α,df atau p-value ≤α
5. Perhitungan menggunakan program SAS dan hasil ada di tabel 3.11
6. Kesimpulan
Berdasarkan tabel 3.11 terlihat nilaip-valueuntuk semua lag lebih dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima. Ini berarti autokorelasi residualnnya tidak signifikan atau tidak terdapat korelasi antarlag maka residual memenuhi asumsiwhite noise. Jadi modelARIMA(1,0,0)(0,1,1)12
dapat digunakan.
Terakhir akan dilakukan estimasi parameter dan uji diagnostik dari deret
input intensitas matahari. Berikut adalah uji hipotesis untuk mengetahui sig-nifikansi estimasi parameter dariinput intensitas matahari:
1. Hipotesis
H0 : Estimasi parameter φ1,Θ1 tidak signifikan dalam model
H1 : Estimasi parameter φ1,Θ1 signifikan dalam model 2. Taraf signifikansiα = 0,05
73
ModelARIMA Estimasi Parameter t−value p−value φ1 = 0,31476 2,24 0,0297 (1,0,0)(0,1,1)12
Θ1 = 0,73968 6,14 <,0001
Tabel 3.12: Estimasi Parameter dan Uji Signifikansi Model ARIMA untuk deret Intensitas Matahari
3. Statistik uji
thitung = estimator
SE(estimator) 4. Kriteria keputusan tolak H0 jika |thi| > tα
2,df atau p-value <0,05 5. Perhitungan ada pada tabel 3.12
6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil di tabel 3.12 maka keputusannyaa adalah tolakH0 karena parameterφ1,Θ1memilikip-valuekurang dariα= 0,05 sehingga parameter pada ARIMA (1,0,0)(0,1,1)12 signifikan
Selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui apakah autokore-lasi residualnya berbeda nyata dari nol.
Lag Chi-Square db χ2 α,df p-value 6 6,90 4 9,49 0,1412 12 10,43 10 18,31 0,4036 18 13,97 16 26,29 0,6009 24 17,48 22 33,92 0,7361
Tabel 3.13: Uji Autokorelasi Residual Model ARIMA (1,0,0)(0,1,1)12 untuk In-tensitas Matahari
1. Hipotesis
H1 :∃ρi 6= 0 (autokorelasi residualnya signifikan) 2. Taraf signifikansiα = 0,05 3. Statistik uji Q=n(n+ 2) m X k=1 ˆ ρ2 k (n−k) 4. Kriteria keputusan tolak H0 jika Q≥χ2
α,df atau p-value ≤α
5. Perhitungan menggunakan program SAS dan hasil ada di tabel 3.13
6. Kesimpulan
Berdasarkan tabel 3.13 terlihat nilaip-valueuntuk semua lag lebih dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima. Ini berarti autokorelasi residualnnya tidak signifikan atau tidak terdapat korelasi antarlag maka residual memenuhi asumsiwhite noise. Jadi modelARIMA(1,0,0)(0,1,1)12
dapat digunakan.
Pemutihan deret input dan output
Setelah didapatkan model ARIMA untuk masing–masing deret input, maka tahap pemutihan deret input dapat dilakukan. Berikut adalah pemutihan untuk masing-masing deret input:
a Pemutihan deret tekanan udara dengan model ARIMA (0,0,2)(1,1,0)12
(1−Φ1B12)(1−B12)x1t= (1−θ2B2)α1t (1−B12−Φ1B12+ Φ1B24)x1t= (1−θ2B2)α1t
x1t−x1t−12−Φ1x1t−12+ Φ1x1t−24=α1t−θ2α1t−2
75
dimana θ2 = −0,34190,Φ1 = −0,44955 dan tetapkan α1(1−24) = 0 sehingga deret α1t adalah:
α1t=x1t−x1t−12+ 0,44955x1t−12−0,44955x1t−24−0,34190α1t−2.
b Pemutihan deret kelembaban udara dengan model ARIMA (1,0,0)(0,1,0)12 (1−φ1B)(1−B12)x2t=α2t
(1−B12−φ1B+φ1B13)x2t =α2t
α2t=x2t−x2t−12−φ1x2t−1+φ1x2t−13
dimanaφ1 = 0,69505 dan tetapkanα2(1−13)= 0, sehingga deret α2t adalah
α2t=x2t−x2t−12−0,69505x2t−1+ 0,69505x2t−13
c Pemutihan deret kecepatan angin dengan model ARIMA (0,0,1)(0,1,0)12
(1−B12)x3t= (1−θ1B)α3t
x3t−x3t−12= (α)3t−θ1α3t−1
α3t=x3t−x3t−12+θ1α3t−1
dimanaθ1 =−0,39049 dan tetapkanα3(1−12)= 0 sehingga deret α3t adalah:
α3t=x3t−x3t−12−0,39049α3t−1
d Pemutihan deret suhu udara dengan modelARIMA (1,0,0)(0,1,1)12
(1−φ1B)(1−B12)x4t= (1−Θ1B12)α4t (1−B12−φ1B+φ1B13)x4t = (1−Θ1B12)α4t
x4t−x4t−12−φ1x4t−1+φ1x4t−13=α4t−Θ1α4t−12 α4t=x4t−x4t−12−φ1x4t−1+φ1x4t−13+ Θ1α4t−12
dimana φ = 0,62614,Θ = 0,70810 dan tetapkan α4(1−13) = 0, sehingga deret
α4t adalah:
α4t=x4t−x4t−12−0,62614x4t−1+ 0,62614x4t−13+ 0,70810α4t−12
(1−φ1B)(1−B12)x5t= (1−Θ1B12)α5t (1−B12−φ1B+φ1B13)x5t = (1−Θ1B12)α5t
x5t−x5t−12−φ1x5t−1+φ1x5t−13=α5t−Θ1α5t−12
α5t=x5t−x5t−12−φ1x5t−1+φ1x5t−13+ Θ1α5t−12
dimana φ = 0,31476,Θ = 0,73968 dan tetapkan α5(1−13) = 0, sehingga deret
α5t adalah:
α5t=x5t−x5t−12−0,31476x5t−1+ 0,31476x5t−13+ 0,73968α5t−12
Setelah tahap pemutihan deret input selesai, maka selanjutnya adalah ’pemutihan’ deretoutput. Cara untuk melakukan ’pemutihan’ deretoutputadalah menggunakan persamaan pada masing-masing deret input yang telah diputihkan dan mengganti xit menjadi yit dan mengganti αit menjadi βit. Berikut adalah deret output yang telah di’putih’kan:
(a) ’Pemutihan’ deret output untuk tekanan udara dengan model ARIMA
(0,0,2)(1,1,0)12
β1t=y1t−y1t−12+ 0,44995y1t−12−0,44995y1t−24−0,33867β1t−2
(b) ’Pemutihan’ deret output untuk kelembaban udara dengan model ARIMA
(1,0,0)(0,1,0)12
β2t=y2t−y2t−12−0,69505y2t−1+ 0,69505y2t−13
(c) ’Pemutihan’ deret output untuk kecepatan angin dengan model ARIMA
(0,0,1)(0,1,0)12
β3t=y3t−y3t−12−0,39049β3t−1
(d) ’Pemutihan’ deret output untuk suhu udara dengan model ARIMA
(1,0,0)(0,1,1)12
77
(e) ’Pemutihan’ deret output untuk intensitas matahari dengan model ARIMA
(1,0,0)(0,1,1)12
β5t=y5t−y5t−12−0,31476y5t−1+ 0,31476y5t−13+ 0,73968β4t−12
Setelah tahap pemutihan deretinput danoutput selesai dilakukan, maka selanjutnya akan dilakukan pengecekan korelasi silang dan autokorelasi deretinput
dan output yang telah diputihkan.
Perhitungan korelasi silang dan autokorelasi deret input dan output
yang telah diputihkan
Pada tahap ini perhitungan korelasi silang dan autokorelasi dilakukan pada masing-masing deret input dan output yang telah diputihkan. Tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan dari waktu ke waktu yang mempengaruhi deret tersebut. Sebelum dilakukan korelasi silang antar deret input dan output, akan diselidiki autokorelasi dari masing-masing deret input. Perhitungan autoko-relasi deret input yang telah diputihkan disajikan pada Lampiran 6.
Setelah autokorelasi telah sesuai maka selanjutnya dilakukan korelasi silang untuk masing-masing deretinputterhadap deretoutputyang telah diputihkan. Dengan korelasi silang diharapkan akan diperoleh hasil dimana deret input tidak mempengaruhi deret output. Apabila ada pengaruh dari suatu waktu, dalam hal ini bulan terhadap bulan-bulan selanjutnya dan sesaat kemudian pengaruh terse-but tidak ada, maka hal ini diseterse-but penundaan yang pada langkah selanjutnya akan dijadikan sebagai penentu waktu delay(b). Nilai korelasi silang yang terda-pat pada lampiran 7 akan menjadi dasar dalam penaksiran langsung bobot respon impuls.
Penaksiran langsung bobot respon impuls
Pada tahap ini hasil dari korelasi silang akan digunakan untuk melakukan penaksiran langsung bobot respon impuls. Akan tetapi nilai-nilai yang digunakan adalah nilai positifnya saja, sehingga bobot respon impuls yang diperoleh dimulai dari k = 0,1,2, ...,17. Rumus untuk menentukan bobot respon impuls terdapat pada persamaan 3.17. Dengan menggunakan data di lampiran 4 dan persamaan 3.17 didapatkan hasil perhitungan bobot respon impuls fungsi transfer untuk deret
input sebagai berikut:
k v1(k) v2(k) v3(k) v4(k) v5(k) 0 -7.44292 27.45697 -81.0232 -135.482 -0.82336 1 9.068387 -12.6123 4.501287 88.69188 -5.24447 2 20.61775 21.15079 -58.9906 -92.882 0.715968 3 13.34593 -6.25037 16.58369 -9.0787 1.038154 4 -17.709 0.390648 -31.2721 33.52134 -3.45455 5 5.731905 -8.59425 -39.327 3.840987 1.772021 6 12.66152 1.506785 12.55622 31.77544 1.020255 7 4.448643 -2.12066 -35.2996 10.8246 0.23269 8 20.27554 2.678728 29.61373 -46.7902 -3.70514 9 8.982836 2.399694 6.870385 23.3951 2.774377 10 2.309872 -11.9985 38.37939 18.85575 1.485634 11 2.309872 5.134229 16.58369 14.31641 -0.34008 12 -7.78512 -12.8914 -1.89528 32.12462 -0.34008 13 23.01317 8.761674 2.606008 -28.2836 -1.14555 14 15.3136 -22.7692 40.51158 64.59842 4.635894 15 7.357371 4.743582 8.054935 -16.7607 2.094207 16 -2.90873 0.223227 -2.84292 10.47542 0.23269 17 7.614023 3.739058 72.96823 -5.93607 2.613284
79
Penetapan orde (r,s,b) untuk model fungsi transfer yang menghubungkan deret input dan output
Orde b merupakan nilai mutlak penundaan (delay) sebelum deret input
mempengaruhi deret output. Penentuannya adalah dengan menggunakan grafik pada bobot respon impuls atau dengan menggunakan nilai korelasi silang yaitu dilihat dari lag yang pertama kali mempengaruhi y secara signifikan. Sementara penentuansadalah dengan memperkirakan lag waktu yang memperlihatkan suatu pola yang tidak jelas sedangkan r ditentukan berdasarkan perkiraan lag waktu yang memperlihatkan suatu pola yang jelas. Berikut merupakan perkiraan (r, s, b) untuk model fungsi transfer input tunggal:
Variabel input r s b Tekanan Udara (X1) 0 0 2 Kelembaban Udara (X2) 0 0 0 Kecepatan Angin (X3) 0 0 0 Suhu Udara (X4) 0 0 12 Intensitas Matahari (X5) 0 0 2 Tabel 3.15: Estimasi Penentuan (r, s, b)
Berdasarkan nilai korelasi silang pada Lampiran 8 masing-masing deret
input diketahui nilai r dan s adalah nol karena lag-lag pada korelasi silang tidak menunjukkan pola yang jelas sehingga diduga nilai yang sesuai adalah nol. Se-mentara untuk nilai b dapat dilihat pada tabel 3.15. Lag pertama yang mem-pengaruhi secara signifikan pada tekanan udara adalah lag 2 dengan nilai lag 1,5620. Kemudian pada kelembaban udara dan kecepatan angin lag pertama yang mempengaruhi y masing-masing adalah lag 0 dengan nilai masing-masing lag 0 berturut-turut adalah 9.98704 dan -1,34284. Hal ini berarti bahwa kedua deretinputxtelah mempengaruhi deretoutputydari awal. Sementara untuk suhu udara dan intensitas matahari lag pertama yang mempengaruhioutputadalah lag
12 dan lag 2 dengan nilai masing-masing 1.202439 dan 2.418712. Berikut adalah model fungsi transfer untuk masing-masing deret input.
Model fungsi transfer untuk tekanan udara
y1t = v(B)(x1t)t−2+noise (3.28) Model fungsi transfer untuk kelembaban udara