• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Manfaat Penelitian

4) Tahap-tahap Experiential Learning

Model Experiential Learning sebagai pembelajaran dapat dilihat sebagai sebuah siklus yang terdiri dari dua rangkaian yang berbeda, memiliki daya tangkap dalam pemahaman dan memiliki tujuan yang berkelanjutan. Bagaimanapun, kesemua itu harus diintegrasikan dengan urutan untuk mempelajari apa yang terjadi. Daya tangkap dalam memahami sesuatu sangat dipengaruhi oleh pengamatan yang dialami lewat pengalaman, sementara tujuan yang berkelanjutan berhubungan dengan perubahan dari pengalaman. Komponen-komponen tersebut harus saling berhubungan untuk memperoleh pengetahuan.

Dengan kata lain dapat disingkat sebagai berikut “pengamalan yang dilakukan sendirian tidak cukup dijadikan pembelajaran, harus dilakukan secara terperinci dan perubahan yang dilakukan sendiri tidak dapat mewakili yang dibutuhkan pembelajaran, untuk itu diperlukan perubahan yang dibutuhkan dalam pembelajaran”. David Kolb, mengembangkan Model Experiential Learning yang dapat digambarkan seperti berikut ini:19

19

Ilham Budiman, Model Pembelajaran Experiental Learning, 2011, h. 4, (http://fisikasma-online.blogspot.com). 06 Desember 2011, 11:48 WIB.

22

Bagan 2.2

Siklus Model Experiential Learning David Kolb

Mengacu pada bagan di atas, pada dasarnya pembelajaran Model Experiential Learning ini sederhana dimulai dengan melakukan (do), refleksikan (reflect) dan kemudian terapkan (apply). Jika dielaborasi lagi maka akan terdiri dari lima langkah, yaitu mulai dari proses mengalami (experience), berbagi (share), analisis pengalaman tersebut (proccess), mengambil hikmah atau menarik kesimpulan (generalize), dan menerapkan (apply). Begitu seterusnya kembali ke fase pertama, alami. Siklus ini sebenarnya tidak pernah berhenti.

Masing-masing tujuan dari rangkaian-rangkaian tersebut kemudian muncullah langkah-langkah dalam proses pembelajaran, yaitu: Concrete experience, Reflective observation, Abstract concep-tualization, Active experimentation.

Bagan 2.3

Siklus empat langkah dalam Experiential Learning David Kolb.20

20 Ibid.

Adapun penjabaran dari langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Concrete experience (feeling): Belajar dari pengalaman-pengalaman yang spesifik. Peka terhadap situasi. Individu mempunyai pengalaman langsung yang konkrit.

2. Reflective observation (watching): Mengamati sebelum membuat suatu keputusan dengan mengamati lingkungan dari perspektif-perspektif yang berbeda. Memandang dari berbagai hal untuk memperoleh suatu makna. Kemudian ia mengembangkan observasinya atau merefleksikannya.

3. Abstract conceptualization (thinking): Analisa logis dari gagasan-gagasan dan bertindak sesuai pemahaman pada suatu situasi. Dari itu dibentuk generalisasi dan abstraksi.

4. Active experimentation (doing): Kemampuan untuk melaksanakan berbagai hal dengan orang-orang dan melakukan tindakan berdasarkan peristiwa. Termasuk pengambilan resiko. Implikasi itu yang diambilnya dari konsep-konsep itu dijadikan sebagai pegangannya dalam menghadapi pengalaman-pengalaman baru.21

Kemungkinan belajar melalui pengalaman-pengalaman nyata kemudian direfleksikan dengan mengkaji ulang apa yang telah dilakukannya tersebut. Pengalaman yang telah direfleksikan kemudian diatur kembali sehingga membentuk pengertian-pengertian baru atau konsep-konsep abstrak yang akan menjadi petunjuk bagi terciptanya pengalaman atau perilaku-perilaku baru. Proses pengalaman dan refleksi dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out), sedangkan proses konseptualisasi dan implementasi dikategorikan dalam proses penerapan (taking action).

21

S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet. 14, h. 111.

24

Menurut experiential learning theory, agar proses belajar mengajar efektif, seorang siswa harus memiliki 4 kemampuan, yakni:22

Tabel 2.1

Empat Kemampuan Menurut Teori Experiential Learning

Kemampuan Uraian Pengutamaan

(1) Concrete Experience (CE)

Siswa melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman.

Feeling (perasaan) (2) Reflection

Observation (RO)

Siswa mengobservasi dan merefleksikan atau memikirkan pengalaman dari berbagai segi.

Watcing (mengamati)

(3) Abstract Conceptuali zation (AC)

Siswa menciptakan konsep-konsep yang mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat.

Thinking (berpikir)

(4) Active

Experimentation (AE)

Siswa menggunakan teori untuk memecahkan masalah-masalah dan mengambil keputusan.

Doing (berbuat)

Untuk menentukan gaya belajar orang, Kolb menciptakan suatu Learning Style Inventory (LSI) dan membedakan 4 tipe gaya pelajar, yaitu:23

1. “Converger”.

Pelajar ini lebih suka belajar bila dihadapinya soal yang mempunyai jawaban tertentu. Bila mereka menghadapi tugas atau masalah, mereka segera berusaha menemukan jawaban yang tepat. Kemampuan utama mereka adalah AC dan AE. Orang serupa ini termasuk tak-emosional dan lebih suka menghadapi benda daripada manusia. Biasanya minat mereka terbatas dan cenderung untuk mengkhususkan diri dalam ilmu pengetahuan alam dan engineering. 2. “Diverger”. 22 Ibid., h. 112. 23 Ibid., h. 112-114.

Pelajar serupa ini lebih mengutamakan CE dan RO, kebalikan dari “converger”. Kekuatan mereka terletak pada kemampuan imajinasi mereka. Mereka suka memandang sesuatu dari berbagai segi dan menjalin berbagai hubungan menjadi suatu keseluruhan yang bulat. Mereka disebut “divergers” karena subur dalam melahirkan ide-ide baru dan trampil dalam “brainstorming”. Mereka ini suka menghadapi manusia. Bidang spesialisasi mereka sering bahasa, kesusastraan, sejarah, dan ilmu-ilmu social lainnya. Bidang pekerjaan yang sesuai dengan tipe ini antara lain, konseling, urusan personalia, dan pengembangan organisasi.

3. “Assimilator”.

Cara belajar kelompok ini terutama bersifat AC dan RO. Mereka menunjukkan kemampuan yang tinggi dalam menciptakan model teori. Mereka disebut assimilator, karena mereka suka mengasimilisasikan berbagai ragam hal menjadi suatu keseluruhan yang bulat. Mereka kurang perhatian kepada menusia dan lebih tertarik kepada konsep-konsep yang abstrak. Mereka juga kurang mengindahkan penerapan praktis dari ide-ide. Bidang studi yang mereka sukai ialah science dan matematika dan pekerjaan yang sesuai bagi mereka ialah perencanaan dan penelitian.

4. “Accomodator”.

Mereka ini bertentangan minatnya dengan assimilator. Mereka ini justru tertarik pada pengalaman yang konkrit (CE) dan eksperimentasi aktif (AE). Mereka suka akan pengalaman baru dan melakukan sesuatu. Mereka berani mengambil risiko dan disebut accommodator, karena mereka mampu menyesuaikan diri dalam berbagai situasi yang baru. Mereka intuitif dan sering melakukan cara “trial-and-error” dalam memecahkan masalah-masalah. Mereka kurang sabar dan ingin segera bertindak dan bila dihadapkan dengan teori yang tidak sesuai dengan fakta, mereka cenderung untuk mengabaikannya saja. Bidang studi yang serasi

26

bagi mereka ialah lapangan usaha dan teknik dan menyukai pekerjaan dalam penjualan dan pemasaran.

Hubungan antara keempat tipe itu dapat digambarkan dalam bagan yang berikut:

Bagan 2.4

Learning Style Inventory dan 4 Tipe Gaya Pelajar Peter Honey dan Alan Mumford mengembangkan sistem cara belajar mereka sebagai variasi pada model Kolb. Empat tahap yang dikembangkan oleh Honey dan Mumford secara langsung saling terkait, karena berbeda dari model Kolb dimana cara belajar yang merupakan produk kombinasi pembelajaran tahapan siklus. Yang khas dari presentasi Honey dan Mumford tentang gaya masing-masing tahapan pada lingkaran atau empat tahap berhubung dengan putaran arus diagram.

Tahap1: Having an Experience, mempunyai sebuah Pengalaman dan berperan sebagai Activis (gaya 1), baik di sini maupun sekarang. Selain itu, orang dengan ciri ini juga suka berteman, mencari tantangan dan pengalaman, berpikiran terbuka, dan merasa bosan dengan implementasi.

Tahap2: Reviewing the Experience, mengulas pengalaman dan berperan sebagai Reflectors (gaya 2). Orang dengan tipe ini berusaha mengarah ke belakang, mengumpulkan data, mempertimbangkan dan menganalisis, menunda mencapai

berbagai kesimpulan, mendengarkan sebelum berbicara, dan penuh pertimbangan.

Tahap3: Concluding from the Experience, menyimpulkan dari pengalaman dan bersikap Theorists (gaya 3). Orang dengan tipe ini memikirkan segala hal melalui langkah-langkah yang logis, mengasimilasi berbagai fakta yang berbeda ke dalam teori-teori yang koheren secara rasional dan objektif, serta menolak subjektivitas, juga sembrono dalam berbicara. Tahap4: Planning the next steps, merencanakan langkah

selanjutnya dan bersikap Pragmatists (gaya 4). Orang dengan tipe ini berusaha mencari dan menguji coba ide baru, praktis, membumi, menikmati pemecahan masalah dan membuat keputusan dengan cepat, serta bosan dengan pembicaraan yang panjang.24

Dari tahapan di atas, ada kesamaan yang kuat antara Honey dan Mumford tahapan yang sesuai dan gaya belajar Kolb:25

Activistc= Accommodating, Reflectorc= Diverging

Theoristc= Assimilating, Pragmatist = Converging

Bagan 2.5

24

Dina Indriana, Mengenal Ragam Gaya Pembelajaran Efektif, (Jogjakarta: Diva Press, 2011), h. 129.

25

28

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa model pembelajaran experiential learning merupakan model pembelajaran yang memperhatikan atau menitikberatkan pada pengalaman yang akan dialami peserta didik. Dengan terlibat langsung dalam proses belajar dan mengkonstruksi sendiri pengalaman-pengalaman yang didapat sehingga menjadi suatu pengetahuan.

Seperti halnya model pembelajaran lainnya, dalam menerapkan model experiential learning guru harus memperbaiki prosedur agar pembelajarannya berjalan dengan baik. Menurut Oemar Hamalik, mengungkapkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam model pembelajaran experiential learning adalah sebagai berikut:26

1. Guru merumuskan secara seksama suatu rencana pegalaman belajar yang bersifat terbuka (open minded) mengenai hasil yang potensial/memiliki seperangkat hasil-hasil alternatif tertentu. 2. Guru memberikan rangsangan dan motivasi pengenalan terhadap

pengalaman.

3. Siswa dapat bekerja secara individual/bekerja dalam kelompok-kelompok kecil/keseluruhan kelompok di dalam belajar berdasarkan pengalaman.

4. Para siswa di tempatkan di dalam situasi-situasi nyata pemecahan masalah, bukan dalam situasi pengganti.

5. Siswa aktif berpartisipasi di dalam pengalaman yang tersedia, membuat keputusan sendiri, dan menerima konsekuensi berdasarkan keputusan tersebut.

6. Keseluruhan kelas menyajikan pengalaman yang telah dipelajari sehubungan dengan mata pelajaran tersebut untuk memperluas pengalaman belajar dan pemahaman guru melaksanakan pertemuan yang membahas bermacam-macam pengalaman tersebut.

26

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet. 11, h. 213.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran experiential learning disusun dan dilaksanakan dengan berangkat dari hal-hal yang dimiliki oleh peserta didik. Prinsip inipun berkaitan dengan pengalaman di dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta dalam cara-cara belajar yang biasa dilakukan oleh peserta didik.

Dokumen terkait