• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. FORMATIO (PEMBINAAN) PARA NOVIS BERDASARKAN

B. Formatio (Pembinaan) Menurut Konstitusi Kongregasi Suster Dina

3. Tahap-tahap Formatio Menurut Konstitusi Kongregasi Suster

Paus Yohanes Paulus II dalam Vita Consecrata art. 65 menekankan pentingnya tahap-tahap pembinaan yatiu “hendaklah disediakan waktu secukupnya bagi pembinaan dasar dalam arti proses perkembangan yang melalui tahap pematangan pribadi, dari segi psikologi dan rohani sampai teologi dan pastoral”. Adapun tekanan yang diberikan dalam formatio baik dimensi kultural, intelektual

dan dimensi rohani bagi calon religius maupun mereka yang sudah menjadi religius adalah untuk membantu dan mengantar mereka kepada pengalaman akan Allah dalam kehidupan sehari-hari. Setiap tahap-tahap pembinaan dalam seluruh proses formatio bertujuan agar melalui proses pembinaan para calon dapat menyerupai Tuhan Yesus dalam penyerahan diri seutuhnya. Mengingat pentingnya tahap-tahap pembinaan bagi para calon religius, maka Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang menyiapkan sarana pendampingan untuk orang-orang yang ingin membaktikan diri seutuhnya kepada Allah melalui tahap pembinaan yaitu tahap aspirat, tahap postulat, tahap novisiat, tahap yuniorat, dan pembinaan terus menerus (On Going Formation).

a. Tahap Aspirat

Seorang calon religius yang sedang menjalani masa pembinaan di Aspirat di sebut aspiran. Aspiran adalah orang yang sedang berada pada taraf mencari keterangan dan pengertian tentang arti panggilan religius, sekaligus mengenal secara dekat kongregasi yang dipilihnya. Selama masa aspirat seorang calon berada dalam pergumulan antara cita-cita dan kenyataan, antara nilai-nilai rohani dan yang kodrati (Konst 2003, art. 78). Oleh karena itu aspiran sendiri diharapkan memiliki keterbukaan dan kemauan untuk menjernihkan sekaligus mempertegas keinginannya untuk bergabung dalam kongregasi dengan kehendak yang bebas (Konst 2003, art. 81). Tujuan pembinaan di masa aspirat adalah menemukan pemahaman yang jelas tentang kongregasi yang dipilih, dan berani mengambil keputusan hendak bergabung bersama dalam kongregasi yang dipilih atau mencari kemungkinan lain yang cocok bagi dirinya.

b. Tahap Postulat

Menurut Tim Spiritualitas KKS, calon yang dinyatakan diterima pada tahap ini disebut postulan (Konst 2003, art. 84). Dengan diterimanya masuk dalam tahap pendidikan dan pembentukan di masa postulat, seorang calon diterima untuk mempersiapkan diri secara lebih intensif untuk masuk dan bergabung dalam kongregasi dengan fokus pembinaan pengetahuan iman, membangun kebiasaan hidup berkomunitas, mengembangkan keutamaan-keutamaan, memperkenalkan visi misi, tuntutan cara hidup kongregasi, latihan dasar hidup rohani yang menegaskan mereka bergabung dalam kongregasi (Konst 2003, art. 83).

Tujuan pembinaan pada tahap ini tidak lain untuk mencapai kedewasaan hidup beriman ingkar diri, disiplin hidup, hirarki nilai, tuntutan cara hidup kongregasi dan memilih hal-hal yang mendukung kemajuan hidup mereka. Oleh karena itu para calon perlu ditolong dalam mematangkan keputusannya untuk menjadi religius. Tiga bulan terakhir masa postulat pihak postulan mengajukan permohonan untuk melanjutkan ke masa novisiat setelah mengadakan pertimbangan-pertimbangan secukupnya.

Postulan yang pada akhirnya menyatakan sendiri atau oleh kongregasi dinyatakan bahwa hidup religius bukan jalan hidupnya dipersiapkan untuk meninggalkan postulat dengan baik. Masa postulat tidak diperpanjang lebih dari satu tahun dengan tujuan agar postulan menyadari kejelasan panggilan sebagai tawaran dari Allah yang dijawab dengan tulus dan rela, keluar dari hati, kemudian mulai menghayati dalam kegembiraan hidup, tekun melaksanakan kehendak Allah, berani menanggung resiko karena didorong oleh motivasi yang murni untuk mengikuti Kristus lewat kongregasi (Konst 2003, art. 86).

c. Tahap Novisiat

Novisiat adalah istilah untuk masa pendidikan awal bagi seorang religius. Dalam KHK, kan. 646 disebutkan bahwa seluruh kehidupan religius seseorang dimulai di novisiat. Masa novisiat pada umumnya ditandai dengan penerimaan jubah kebiaraan dalam upacara sederhana atau dalam istilah lain “Inkleding”. Calon yang dinyatakan diterima pada masa ini selanjutnya disebut novis. Masa novisiat dijalankan selama dua tahun. Tahun pertama merupakan tahun kanonik waktu untuk novis lebih melatih diri hidup dalam pengalaman akan Allah yang akan membuahkan benih-benih spiritualitas Keluarga Suci atau waktu untuk melatih diri dalam dimensi kontemplatif hidup religius (hidup yang mengarah kehadirat Tuhan). Tahun kedua merupakan waktu para novis dilatih untuk hidup menurut kharisma dan spiritualitas kongregasi melalui latihan pembatinan nilai kerohanian kongregasi dalam kenyataan hidup sehari-hari. Selain itu mereka juga diberi kesempatan untuk hidup dan mengalami kehidupan komunitas dan karya pelayanan kongregasi. Oleh karena itu selama dalam masa pembinaan di novisiat para novis diharapkan semakin memiliki kerinduan untuk bersatu dalam relasi dengan Allah yang menghidupkan dan tidak akan menyia-nyiakan anugerah/karunia yang diberikan kepadanya serta memiliki kemauan untuk berubah (Konst 2003, art. 88-95).

d. Tahap Yuniorat

Masa yuniorat adalah kelanjutan dari masa eksperimen untuk menjadi anggota agar semakin mampu mencintai dan terlibat dalam tarekat, yang disertai pembentukan kualitas diri berdasarkan kualitas KKS, sehingga KKS mempunyai

cukup bukti untuk menerimanya secara definitif sebagai anggota kaul kekal (Tim Formator, 2001: 52). Masa yuniorat berlangsung selama 3-6 tahun, dapat diperpanjang tidak lebih dari 9 tahun (KHK, kan. 655). Proses masa yuniorat terjadi di komunitas apostolik secara konkrit dan berada di tengah kehidupan masyarakat dengan berbagai macam tugas serta tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Bentuk komunitas dapat berupa komunitas karya dan komunitas studi. Pada masa ini yunior diajak untuk masuk kedalam kenyataan real kongregasi dengan segala tuntutannya, baik yang bersifat professional maupun kenyataan penghayatan panggilan. Melalui pengalaman yang diperoleh dalam komunitas karya maupun studi, yunior diajak melatih diri mengembangkan kemampuannya untuk berkurban demi pengabdian yang tulus sebagai hamba Tuhan yang siap sedia menerangi „identitas diri KKS‟ dan belajar lebih menghayati hidup religius dalam kenyataan manusia yang ditandai oleh dosa. Oleh karena itu masa yuniorat perlu dipikirkan secara sungguh-sungguh agar dapat membantu dan mengarahkan mereka untuk semakin mampu hidup beriman dan mampu melihat „Kehadiran Yang Ilahi bersembunyi dalam hidup manusiawi‟ dan bersandar pada rahmat Tuhan, siap mengambil keputusan secara personal dan realistis untuk kaul kekal atau tidak (Tim Formator, 2001: 51-52).

e. Pembinaan Diri Terus Menerus (On Going Formation)

Konstitusi merupakan norma arah yang menuntun hidup religius dalam menghayati kharisma pendiri dan tarekat menurut pengarahan Gereja. Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang memiliki konstitusi yang diperbaharui pada tahun 2003 dengan salah satu bab berbicara mengenai

pembinaan terus menerus (On Going Formation). Sebagaimana tertulis dalam konstitusi Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang, suster yang sudah berkaul kekal dengan tekun mengikuti dan berusaha mengembangkan hidup rohani, agar dapat menghayati pembaktian dirinya sendiri kepada Allah dalam seluruh kepenuhannya sesuai dengan perutusan kongregasi yang dipercayakan kepadanya dengan memperhatikan tiga pokok dasar pembinaan sebagaimana dirumuskan dalam konstitusi (Konst 2003, art. 107-108) sebagai berikut:

Pertama, hidup religius didalam Gereja memainkan peranan yang bercorak karismatis dan eskatologis yang mengandaikan para suster secara khusus menaruh perhatian kepada kehidupan Roh, baik dalam diri sendiri, dan sesama dalam suka dan duka.

Kedua, tantangan-tantangan yang muncul bagi iman kristiani dalam dunia yang senantiasa berubah cepat.

Ketiga, masa depan kongregasi sebagian tergantung pada pembinaan yang berkelanjutan bagi anggotanya.

Berdasarkan ketiga pokok pembinaan tersebut, masa pembinaan yang berkelanjutan (On Going Formation) memiliki fokus utama pada tahap-tahap tertentu. Tahap pertama disebut tahap Medior, tahap ini merupakan tahap pematangan cinta akan panggilan dan hidup religius sebagai anggota kongregasi beserta misinya sebagai wujud tetap tinggal dalam inti jiwa tarekat. Tahap Medior terdiri dari Medior balita (bawah lima tahun), Medior basepta (bawah sepuluh tahun) dan medior di bawah usia 60 tahun). Tahap kedua disebut tahap Senior, yaitu tahap pematangan cinta akan hidup panggilan sebagai anggota kongregasi agar tetap setia dengan kegembiraan dan jiwa besar menyerahkan diri secara total dan radikal kepada Tuhan (Tim Formator, 2001: 11-12). Maka dari itu proses formatio pada tahap ini membutuhkan kesadaran diri dari setiap religius untuk mengembangkan kemampuannya mencinta sampai dapat mengalami mistik cinta

dengan jalan rela berkurban demi visi dan misi kongregasi. Pengikraran kaul baik sementara maupun kekal bagi religius bukanlah menjadi tanda bahwa masa pembinaan selesai, sebaliknya pengikraran kaul membuka lembaran baru dalam hidup religius untuk memulai hidup sebagai religius yang sesungguhnya. Setiap religius terpanggil untuk memperkembangkan diri melalui berbagai macam cara antara lain lewat doa-doa yang teratur, rekoleksi, retret tahunan, kursus-kursus, seminar, lokakarya, pertemuan-pertemuan, studi lanjut, dan mengadakan kontak dengan peristiwa-peristiwa dunia dan masyarakat (Darminta, 1982: 106-107).

4. Pelaku Formatio (Pembinaan) Novis menurut Konstitusi Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang

Pada prinsipnya semua kaum religius sendiri secara individual memiliki tanggung jawab terhadap panggilan hidupnya masing-masing. Oleh karenanya seorang yang terpanggil tiada henti-hentinya diajak untuk memberikan perhatian terhadap proses formatio dan akhirnya ikut bertanggung jawab dalam seluruh proses formatio selanjutnya. Sebagaimana dikutip dalam salah satu dokumen Gereja (PPDLR, art. 33) “bahwa para religius dan para pembina memiliki peranan untuk menyaring keaslian panggilan untuk hidup religius dalam tahap dasar pembinaan, dan membantu para religius menentukan jalan yang sekiranya dikehendaki Allah”. Dalam konstitusi dirumuskan bahwa pelaku pembina bagi para calon religius Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang dipilih oleh dewan pemimpin umum dengan pertimbangan bahwa mereka dituntut untuk memiliki ketulusan batin, kesediaan, kesabaran, pengertian dan kasih sayang sejati kepada para calon juga memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:

Pertama, memiliki wawasan yang luas dan kemampuan untuk mendengarkan.

Kedua, memiliki pengetahuan akan Allah dan doa yang diperoleh dari pengalaman hidupnya

Ketiga, memiliki kebijaksanaan yang diperoleh dari mendengarkan dengan penuh perhatian dan terus menerus akan sabda Allah.

Keempat, memiliki pemahaman dan cinta akan peranan liturgi dalam pembinaan rohani dan gerejawi.

Kelima, memiliki pemahaman yang luas dan mendalam dalam hal budaya. Keenam, memiliki waktu yang cukup dan kemampuan yang baik untuk membantu para calon secara individual, dan bukan hanya secara berkelompok.

Ketujuh, upaya peningkatan kualitas hidup rohani dan professional dengan studi, kursus-kursus dan lain (Konst 2003, art 113).

Dari kriteria diatas, penting bahwa dalam proses formatio membutuhkan kerja sama antara mereka yang bertanggung jawab atas pembinaan dan juga dengan para calon agar memperoleh keterpaduan dan keseimbangan mengidentifikasi sikap dasar manusiawi dan kristiani dalam seluruh peta perjalanan panggilan sebagai religius. Meskipun demikian perlu disadari bahwa pelaku pembinaan yang utama adalah Roh Kudus. Roh Kudus inilah yang mengajar, mengingatkan, dan yang membimbing serta membantu di saat mengalami lemah, mendukung dan menganugerahi semangat keputusan (Mardi Prasetyo, 1992: 50-51).

C.Spiritualitas Keluarga Kudus Yesus Maria dan Yosef sebagai Daya

Dokumen terkait