• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PROSEDUR MEDIASI

B. Tahap-tahap proses Mediasi

Tahap mediasi diatur dalam Bab III yang terdiri dari pasal 13-19 dan substansinya meliputu penyerahan resume perkara, kewenangan mediator, keterlibatan ahli dan sebagainya. Selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut :81

a. Para Pihak Dapat Menyerahkan Resume Perkara

Berdasarkan Pasal 13 PERMA, tahap mediasi dimulai dari tanggal terpilihnya mediator oleh para pihak atau dari tanggal ditunjuknya mediator oleh ketua majelis. Terhitung dari tanggal itu timbullah kewajiban hukum kepada para pihak melaksakan kewajiban berikut :

1) Wajib Menyerahkan Resume Perkara

Resume perkara terdiri dari dokumen dan surat yang memuat duduk perkara, penafsiran atas duduk perkara yang digariskan dalam

80

Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.257.

81

Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

pasal dimaksud.82 Dapat berupa standar permohonan mediasi yang memuat secara ringkas minimal masalah sengketa, penyelesaian yang diinginkan dan ganti rugi atau rehabilitasi yang diminta atau boleh juga berupa gugatan secara utuh yang memuat dalil atau posita gugatan dengan potitum.83

2) Tenggang Waktu Penyerahan

Sesuai dengan pasal 13 PERMA, penyerahan resume paling lambat dalam waktu lima hari kerja. Terhitung dari tanggal para pihak memilih mediator atau majelis menunjuk mediator.84

3) Diserahkan Pada Mediator dan Pihak Lain

Penyerahan dokumen dan surat-surat menurut pasal 13 PERMA disampaikan kepada mediator dan kepada pihak lain. Berarti para pihak secara timbal balik saling menyerahkan dokumen dan surat- surat dimaksud kepada masing-masing pihak.85

b. Proses Mediasi Empat Puluh Hari Kerja

82

Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 260.

83

Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 259

84

Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 261

85

Sejak penunjukan mediator oleh majelis hakim atau penetapan mediator sesuai dengan pilihan para pihak maka proses mediasi berlangsung paling lama empat puluh hari kerja terhitung dari tanggal pemilihan mediator oleh para pihak. 40 hari kerja dapat diperpanjang paling lama 14 hari kerja.86

c. Kewenangan Mediator Menentukan Mediasi Gagal

Pasal 14 PERMA No.1 Tahun 2008, menyatakan jika salah satu pihak telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri mediasi yang telah disepakati tanpa alasan yang jelas, setelah dipanggil secara patut. Maka mediator berkewajiban menyatakan mediasi gagal. Kemudian mediator yanng berkewajiban menyatakan bahwa perkara tidak layak untuk dimediasi. Jika sengketa yang sedang dimediasi melibatka aset atau harta kekayaan yang berkaitan dengan pihak lain dan tidak disebutkan dalam gugatan. Sehingga pihak lain tersebut tidak menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi.87

d. Kewajiban dan Peran Mediator

Mediator memiliki kewajiban seperti yang tercantum dalam peraturan, yaitu :

1) Mediator Wajib Menentukan Jadwal Pertemuan

86

Bagir Manan, Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi

pasal 13 Jakarta,2008, h.8-9

87

Bagir Manan, Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi

Kewajiban ini ditegaskan dalam Pasal 15 ayat (1) PERMA adalah menentukan jadwal pertemuan dengan para pihak. Jadwal tersebut harus benar-benar realitas agar dapat dicapai hasil penyelesaian dalam jangka waktu yang relatif singkat.88

2) Proses Mediasi Mesti Dihadiri Para Pihak

Dalam proses mediasi terdapat hal-hal yang wajib diperhatiakan mediator, yaitu setiap pertemuan yang diadakan, mesti dihadiri para pihak. Dan mereka dapat didampingi oleh kuasa hukum.89

3) Berwenang Melakukan Kaukus

Kebolehan dan kewenangan mediator melekukan kaukus90 sebagaimana yang dimaksud Pasal 1 butir 4, diatur dalam Pasal 15 ayat (3) PERMA, yang menegaskan bahwa mediator dapat melakukan kaukus, apabila dianggap perlu oleh mediator.91

4) Mediator Berfungsi dan Berperan Sebagai Pembantu

88

Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 261

89

Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 262

90

Pengertian kaukus digariskan dalam pasal 1 butir 4 PERMA yang bermakna, pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri pihak lainnya. Dengan demikian, kaukus merupakan pengecualian dari prisip umum yang mengharuskan setiap pertemuan mesti dihadiri para pihak.

91

Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Mediator tidak berperan sebagai hakim yang bertindak menentukan pilihan mana yang salah dan benar, bukan pula bertindak dan berperan pemberi nasihat hukum (to give legal advice), juga tidak mengambil peran sebagai penasehat hukum (counsellor) atau mengobati (the rapits), melainkan mediator hanya berperan sebagai penolong (helper flore).92

Mengenai fungsi dan mediator sebagai pembantu (helper)

ditegaskan dalam Pasal 1 butir 5, yakni mediator sebagai pihak yang bersifat netral dan tidak memihak yang berfungsi membantu para pihak mencari berbagai kemungkiana penyelesaian. Sehubungan dengan fungsi tersebut, Pasal 15 ayat (4) PERMA memikulkan pada mediator :

a ) Wajib mendorong para pihak mencari alternatif terbaik dengan mendorong untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka. Serta mencari berbagai pilihan sebagai alternatif penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.

b ) Wajib berperan sebagai pembantu yang cakap yaitu mampu mengontrol proses dan menegakan aturan dasar mediasi,93 mampu berperan meluruskan persamaan persepsi, mampu berperan

92

Mahyudin Igo, ”Tinjauan Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perkara Perdata”, Varia Peradilan, tahun ke XXI No.253, (Desember 2006): h.49.

93

Abdul Manan, Penerapan Alternatif Depute Resolution (ADR) Dalam Proses Penyelesaian

membangun jalinan komunikasi yang harmonis dan bersahabat diantara para pihak, juga dapat memberi dan mengemukakan analisis yang cermat atas masalah yang kompleks. Serta membantu para pihak mengumpulkan informasi penting dan menciptakan pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian problem.94

5) Dapat Mengundang Ahli

Menurut Pasal 16 ayat (1) PERMA, mediator dapat mengundang seorang atau beberapa ahli, dengan syarat :

a ) Harus berdasarkan persetujuan para pihak

Mediator dapat mengusulkan untuk mengundang ahli, tetapi untuk itu harus meminta dan mendapat persetujuan para pihak dan apabila tidak disetujui para pihak, mediator tidak dapat melaksakannya oleh karena hak yang dimilikinya tidak bersifat ex-officio, tapi digantungkan pada syarat adanya persetujuan para pihak.95

b ) Ahli kompeten dalam bidang tertentu

Hal ini ditegaskan dalam pasal 16 ayat (1) PERMA, bahwa ahli yang dapat diundang, memiliki keahlian yang kompeten dalam bidang

94

Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama, 2006, h. 36.

95

Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

tertentu yang berkaitan langsung dengan masalah yang disengketakan.96

Dalam tulisannya Bagir Manan disebutkan bahwa mediasi bukanlah pekerjaan dibidang hukum, walaupun pekerjaan paling utama menyelesaikan sengketa hukum. Karena itu mediator tidak harus ahli hukum. Seorang ahli lingkungan (bukan ahli hukum lingkungan), seperti seorang ahli biologi, ahli kethutanan, dapat menjadi mediator yang sangat baik menyelesaikan sengketa lingkungan. Syarat utama mediator adalah kemampuan mengajak dan meyakinkan pihak yang bersengketa untuk mencari jalan terbaik untuk menyelesaikan sengketa mereka (keahlian dalam teknik mediasi). Seorang ahli ekonomi dapat menjadi mediator yang baik menyelesaikan sengketa bisnis dengan berbagai perhitungan resiko ekonomi kalau beperkara di pengadilan. Jadi, yang harus disentuh dalam mediasi ada rasa keadilan dan kepatutan.97

c ) Dapat membantu para pihak menyelesaikan perbedaan

Pada saat perundingan yang telah berlangsung, masih terdapat perbedaan penndapat mengenai penyelesaian sengketa dan mediator kesulitan menjembatani atu menyamakan persepsi atau masalah

96

Ibid”

97

Bagir Manan, “Mediasi Sebagai Alternatif Menyelesaikan Sengketa”, Varia Peradilan,

tersebut. Diperkirakan hanya ahli yang dapat memberikan penjelasan atas perbedaan itu. Jika terjadi demikian, maka mengundang ahli dianggap memiliki urgensi dan relevansi.98

d ) Biaya ahli ditanggung para pihak

Syarat selanjutnya diatur pada Pasal 16 ayat (3), yaitu mengenai biaya jasa ahli ditanggung para pihak. Dan hal itu, didasarkan atas kesepakatan mereka.99

Adapun tahapan dalam pelaksanaan mediasi pada dasarnya sama halnya dengan proses penyelesaian konflik yang lain mediasi juga mempunyai beberapa tahapan yang harus dilalui agar dapat menempuh tujuan yang dituju dapat tercapai. Secara global tahapan mediasi bisa dibagi kedalam tiga tahap, yaitu: 1. Tahap Persiapan

Dalam sebuah proses mediasi dibutuhkan bagi seorang mediator terlebih dahulu mendalami terhadap apa yang menjadi pokok sengketa para pihak yang akan dibicarakan dalam mediasi tersebut. Dan pada tahap ini juga mediator biasanya mengkonsultasikan dengan para pihak tentang tempat dan waktu mediasi, identitas pihak yang akan hadir, durasi waktu dan sebagainya.100

2. Tahap Pelaksanaan

98

Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 264.

99

Ibid”

100

Yasardin, ”Mediasi Di Pengadilan Agama Upaya Pelaksaan SEMA No.1 Tahun 2002”,

Dalam tahap pelaksanaan yang pertama dilakukan adalah pembentukan forum yaitu dimana sebelum dimulai antara mediator dan para pihak menciptakan atau membentuk forum. Setelah forum terbentuk diadakan rapat bersama dan mediator mengeluarkan pernyataan pendahuluan.101 Yang harus dilakukan mediator pada tahap ini adalah:

a. Melakukan perkenalan diri dan dilanjutkan perkenalan para pihak. b. Menjelaskan kedudukan peran dan wewenangnya sebagai mediator. c. Menjelaskan aturan dasar tentang proses aturan kerahasiaan

(confidentyality) dan ketentuan rapat.

d. Menjawab pertanyaan-pertanyan para pihak.

e. Bila para pihak sepakat untuk melanjutkan mediator harus meminta komitmen para pihak untuk mengikuti semua aturan yang berlaku.102 Setelah itu tahap kedua dilanjutkan dengan pengumpulan dan pembagian informasi, dimana mediator memberikan kesempatan kepada para pihak untuk berbicara tentang fakta dan posisi menurut versinya masing-masing. Mediator bertindak sebagai pendengar yang aktif dan dapat mengemukakan pertanyaan- pertanyaan dan harus juga menerapkan aturan keputusandan sebaliknya mengontrol interaksi para pihak. Dalam tahapan ini mediator harus memperhatikan semua informasi yang disampaikan masing-masing pihak,

101

Yasardin, ” Mediasi Di Pengadilan Agama Upaya Pelaksaan SEMA No.1 Tahun 2002”,

Mimbar Hukum, No.63, h. 21.

102

Abdul Halim, Konstektualisasi Mediasi Dalam Perdamain, hal. 20 Artikel ini diakses pada

tanggal 21 Juni 2010 dari www.badilag.net/.2010../Kontektualisasi %20Mediasi%20 Dalam%20

karena masing-masing informasi tentulah merupakan kepentingan- kepentingan yang selalu dipertahankan oleh masing-masing pihak agar pihak lain menyetujuinya.103 Dalam menyampaikan fakta para pihak juga mempunyai gaya yang berbeda-beda, hal-hal seperti itulah yang harus diperhatikan oleh mediator. Setelah pengumpulan dan pembagian data maka langkah ketiga dilanjutkan dengan negosiasi pemecahan masalah. Yaitu diskusi dan tanggapan terhadap informasi yang disampaikan oleh masing- masing pihak. Para pihak mengadakan tawar menawar (negosiasi diantara mereka).

Terdapat 12 faktor yang menyebabkan proses mediasi menjadi efektip, yaitu : 1. Para pihak memiliki sejarah pernah bekerja sama dan berhasil dalam

menyelesaikan masalah mengenai beberapa hal.

2. Para pihak yang bersengketa (terlibat dalam proses mediasi) tidak memiliki sejarah panjang saling menggugat di pengadilan sebelum melakukan proses mediasi.

3. Jumlah pihak yang terlibat dalam sengketa tidak meluas sampai pada pihak yang berada diluar masalah.

4. Pihak-pihak yang bersengketa telah sepakat untuk membatasi permasalahan yang akan dibahas.

103

Ahmad Syarhuddin, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Mediasi Menurut Peraturan Mahkamah

5. para pihak mempunyai keinginan besar untuk menyelesaikan masalah mereka.

6. Para pihak telah mempunyai atau akan mempunyai hubungan lebih lanjut dimana yang akan datang.

7. Tingkat kemarahan dari para pihak masih dalam batas normal. 8. Para pihak bersedia menerima bantuan pihak ketiga.

9. Terdapat alasan-alasan yang kuat untuk menyelesaikan sengketa. 10. Para pihak tidak memiliki persoalan psikologis yang benar-benar

mengganggu hubungan mereka.

11. Terdapat sumber daya untuk tercapainya sebuah kompromi. 12. Para pihak memiliki kemauan untuk saling menghargai.104

Alokasi yang terbesar dalam mediasi biasanya terjadi pada tahap negosiasi, karena dalam negosiasi ini membicarakan masalah krusial yang diperselisihkan.105 Pada tahap ini terbuka kemungkinan terjadi perbedaan bahkan dapat terjadi keributan para pihak yang bersengketa. Seorang mediator harus bisa menjalin kerja sama dengan para pihak secara bersama-sama dan terpisah untuk mengidentifikasi isu-isu, memberikan pengarahan para pihak tentang tawar menawar

104

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT

Aditya Bakti, 2003, h. 102-103

105

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT

pemecahan masalah serta mengubah pendirian para pihak dan posisi masing-masing menjadi kepentingan bersama.106 Yang bisa dilakukan mediator pada tahap ini, ialah :

1) Membantu para pihak menaksir, menilai dan memprioritaskan kepentingan masing-masing.

2) Memperluas atau mempersempit sengketa bilamana perlu. 3) Membuat agenda negosiasi.

4) Memberikan penyelesaian alternatif. 3. Tahap Pengambilan Keputusan

Pada tahap ini para pihak saling bekerja sama dengan bantuan mediator untuk mengevaluasi pilihan, mendapatkan trade off dan menawarkan paket, memperkecil perbedaan-perbedaan dan mencari basis yang adil bagi alokasi bersama. Dan akhirnya para pihak yang sepakat berhasil membuat keputusan bersama. Dalam tahap penentuan keputusan mediator dapat juga menekan para pihak, mencarikan rumusan-rumusan untuk menghindari rasa malu membantu para pihak dalam menghadapi para pemberi kuasa (kalau dikuasakan).107

106

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT

Aditya Bakti, 2003, h. 105.

107

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT

Aditya Bakti, 2003, h. 106.

Dokumen terkait