• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV JATI DIRI MASYARAKAT MELAYU SERDANG DALAM

4.3 Tahap Dan Syarat Pelaksanaan

4.3.1 Tahap

Taib Osman (1998) menyatakan dalam pendekatan antropologi, khususnya dalam konteks kajian sastra perilaku penahapan pada aspek ritual dimulai dengan gerak-gerak awal yang disebut tahap pembuka. Lalu dikuti dengan tahap penghormatan dan isi/inti pelaksanaan sehingga penutup. Keseluruhan tahap ini masing-masing mempunyai arti dan makna.

Dalam Silat Lintau diawali dengan tahap pembuka, yaitu melengkapi syarat dan penyerahannya. Ini dilakukan oleh pelaku Silat Lintau dan guru disaksikan oleh khalayak dari pelaksanaan Silat Lintau di suatu wilayah atau tempat.

Selanjutnya sipelaku menunjukkan teknik dan gerak-gerak yang digunakan, sekaligus diperagakan. Dalam pelaksanaan atau tahap ini disaksikan oleh khalayaknya, sedangkan guru mengawasi setiap gerak yang diperagakan oleh si pelaku.

5 Percakapan dengan Muni dan Agam, 2014, Desa Pekan Kec. Batang Kuis, Sabtu, 8 Februari

Pada tahap ini dimulai dengan peragaankan teknik posisi duduk. Jurus-jurus pada tahap ini terdiri atas Lima jenis yang diiringi dengan pukulan dan elakan. Kelima jenis pukulan, yaitu ; bermula dari hormat, tumbuk, simbor, tetak, dan cucuk.

Kelima gerak itu dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

ii) Tumbuk

iv) Tetak

Jenis elak juga terbagi menjadi empat bagian, yaitu ; elak untuk tumbuk, elak untuk simbor, elak untuk tetak, dan elak untuk cucuk. Hal itu dapat dilihat pada gambar sebagai berikut;

Keempat gerak itu dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

i) Elakan untuk tumbuk

iii) Elakan untuk tetak

Pada keempat jenis elakan atau tangkisan tersebut masing-masing menimbulkan pukulan sebagai serangan balik,

Keempat gerak itu dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

i) Serangan balik pada tumbuk

iii) Serangan balik pada tetak

Elakan maupun tangkisan dapat berupa serangan yang menggunakan belati atau tangan kosong maupun kombinasi keduanya, contoh ketika serangan cucuk datang dengan menggunakan pisau teknik mengelak agar tidak tertusuk ialah menepis ke arah berlawanan dari datangnya pisau, misal pisau dengan tangan kanan harus di tepis dengan tangan kiri guna menjauhkan dari badan atau sasaran lainnya.

Jika serangan datang dari kanan dan kita menepis dengan tangan kanan sudah jelas pisau akan mengenai tangan, lalu menangkap tangan tersebut ke depan memanfaatkan tenaga dorongan dari pisau yang datang dan memakan wajah musuh dengan siku kiri, tahap menangkis tersebut merupakan salah satu dari empat jenis tangkisan dalam penggunaan Silat Lintau.

Mempelajari empat pukulan dan empat tangkisan tersebut memiliki total jumlah 16 pecahan (4x4) jurus tangkisan serta pukulan tersebut masih berada dalam rumah panggung dan merupakan tahap dengan kuda-kuda duduk hingga sampai mahir dan hendak berdiri atau ‘tegak setengah’ yang hendak mengantarkan murid kepada turun tanah atau disebut turun gelanggang.

Penguasaan Silat Lintau yang diajarkan tergantung penilaian guru, yang akan menentukan murid layak turun gelanggang atau tidak. Jika sudah layak turun tanah akan ada syarat yang di ajukan guru kepada murid, yaitu berupa ayam jantan yang belum pernah kawin dan pulut kuning beserta intinya. Dalam hal ini akan ada ujian yang sebenarnya sebagai kesungguhan hati sang murid dalam mempelajari Silat Lintau, akan ada usahanya untuk menjaga dan merawat ayam jantan tersebut, bertanggung jawab agar tidak kawin sebagai syarat turun gelanggang demi mempelajari Silat Lintau.

Selanjutnya ayam tersebut akan dipanggang/dibakar dihidangkan bersama pulut untuk disantap bersama-sama dengan para ulama, sesepuh-sesepuh kampung, kepala desa, luhak-luhak (lurah). Datuk dan alim ulama sebagai peresmian murid sudah turun gelanggang. Sebelum hidangan disantap bersama terlebih dahulu didoakan atas nama murid yang akan di nobatkan untuk turun gelanggang tersebut dengan di saksikan oleh pemuka adat yang hadir.

Setelah peresmian tersebut usai kemudian tulang-belulang ayam tersebut dibungkus pada selembar kain putih dan daun tepuk tawar dikubur di tengah-tengah gelanggang tempat murid akan berlatih kelak dengan tujuan disanalah akan menjadi tempat menyelesaikan penguasaan Silat Lintau, selain itu dalam peraturan Silat Lintau tidak di perkenankan saling berkelahi sesama murid dan teman menggunakan Silat Lintau untuk melawan guru dan orang tua.

Selain untuk melindungi, maka persatuan dan kesatuan merupakan hal yang dijunjung tinggi oleh Silat Lintau, agar dapat bekerja sama, bertujuan agar sesama murid tidak saling bermusuhan, ini seperti pulut yang bermakna banyak Namun, tetap bersatu merupakan perlambangan dari pulut yang dihidangkan pada peresmian turun gelanggang.

Mulai dari selesainya acara dan persyaratan turun tanah/gelanggang akan di ajarkan pula teknik langkah satu papan, yang di maksud langkah satu papan adalah melangkah secara dinamis namun bukan langkah mati, dan tidak membuka kaki dari depan tetapi dari samping sebab memungkinkan musuh untuk menyerang pada sasaran kemaluan, langkah satu papan adalah melangkah ke dapan atau ke belakang dalam satu jalur vertikal, tidak melebar ke sebelah kiri atau kanan.

Apabila berpindah atau memungkinkan perpindahan jalur karena pertarungan, langkah satu papan tetap di pertahankan dengan memperhatikan langkah maju dan langkah mundur tanpa harus berputar dan menyerong pada sisi lawan, maka dari itu keseimbangan sangat di butuhkan untuk menguasai teknik langkah satu papan.

Tujuan langkah satu papan sendiri adalah untuk menjaga pergerakan lawan yang maju mundur sesuai dengan irama pertarungan, apabila lawan melangkah mundur maka langkah maju harus di ambil untuk mendekat, begitu juga sebaliknya, sebab dalam Silat Lintau jarak harus tetap dekat atau rapat sebab kedekatan itulah yang dimanfaatkan untuk menyerang balik ataupun menangkis.

ii) Langkah satu papan dalam gerak pukulan

Kaki melangkah ke belakang

v) Langkah maju bersiap menangkap

vii) Serangan balik dengan langkah maju satu papan

Dokumen terkait