• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.3.1 Analisis Dispersi Pencemar menggunakan WRF/Chem

Model WRFChem terdiri dari 3 tahap utama, yaitu tahap pre-processing

menggunakan program WRF Pre-processing System (WPS), kemudian tahap analisis

meteorologi dan kimia atmosfer menggunakan Weather Research Forecasting (WRFV3).

Terakhir tahap post-processing menggunakan program ARWpost.

Parameter-parameter fisik dan kimia lapisan perbatas, yang berperan dalam proses- proses di atmosfer dilibatkan dalam pemodelan, meliputi proses mikrofisik, proses radiasi, skema fotolisis, mekanisme fase gas dan sebagainya (Grell et al. 2005; NCAR 2014). Pilihan ini sangat spesifik, sesuai dengan lokasi penelitian, selengkapnya dapat dilihat pada dokumen panduan untuk pengguna (NCAR 2014). Pada penelitian ini pemilihan parameter tercantum pada Tabel 2. Pada tahap akhir dilakukan analisis luaran dengan ARWpost menghasilkan satu file luaran yang dianalisis secara visual maupun angka melalui program Grads.

Pada penelitian ini tahapan analisis dibagi menjadi 3 tahap utama :

1 Analisis sebaran spasial dan temporal pencemar PM10 dan SO2 secara visual, untuk

melihat lokasi-lokasi yang rawan terhadap paparan pencemar dengan konsentrasi maksimum di wilayah kajian dari waktu ke waktu selama periode penelitian.

2 Validasi data luaran model dengan data observasi, meliputi

a. Analisis korelasi faktor meteorologi (suhu udara dan kecepatan angin permukaan) luaran model dan observasi

b. Analisis korelasi konsentrasi pencemar per jam selama periode pemodelan c. Analisis korelasi konsentrasi pencemar rata-rata diurnal 5 hari pemodelan

d. Analisis korelasi konsentrasi pencemar luaran model rata-rata diurnal 5 hari dengan rata-rata diurnal observasi bulan berjalan dan tahun berjalan

3 Analisis pengaruh faktor meteorologi terhadap konsentrasi pencemar, meliputi faktor

suhu udara, kecepatan angin dan ketebalan lapisan pencampuran Hasil dan pembahasan tahap ini disampaikan pada Bab IV. Tabel 2 Pilihan skema parameter pada tahap WRF

Proses Skema Parameter (nomor pilihan)

Microphysics Lin scheme (2)

Long wave radiation Skema Rapid radiative Transfer Model (RRTMG-(4))

Short wave radiation RRTMG (4)

surface layer Revised MM5 (1)

land-surface model 5 layer thermal diffusion (1)

Boundary layer scheme YU scheme (1)

Cumulus Parameterization Grell 3D (5)

Photolysis scheme Madronich photolysis-TUV (1)

Gas phase mechanism RADM2 (303)

Aerosol mode GOCART simple emission (6)

Alasan pemilihan parameter-parameter tersebut antara lain : Lin et al. (1983) merupakan skema mikrofisik yang cukup rumit (sophisticated) dan yang paling sesuai untuk penelitian, karena meliputi 6 kelompok hydrometeor yaitu uap air, awan cair, hujan, awan es, salju dan batu es (graupel), serta sesuai untuk resolusi yang tinggi. Skema radiasi menggunakan RRTMG, yaitu Rapid radiative Transfer Model terbaru yang

memperhitungkan awan yang bertumpuk. Skema surface-layer menggunakan revised

MM5, menggunakan fungsi stabilitas yang sudah diperbaharui (Jimenez et al.2012).

Cumulusparameterization secara teori tidak digunakan untuk pemodelan dengan ukuran grid < 10 km, tetapi pada penelitian digunakan, dengan memilih parameter Grell 3D yang merupakan skema yang memungkinkan digunakan untuk ukuran grid < 10 km.

3.3.2 Analisis stabilitas atmosfer berdasar stabilitas statis (dT/dz) dan Richardson Number (Ri)

Pada tahap ini stabilitas atmosfer dianalisis menggunakan 2 tipe stabilitas : 1. Stabilitas statis / stabilitas thermal /thermal stability

=

− −

− − ………7)

Kondisi atmosfer dianalisis hanya dengan melihat peluang bergerak vertikal berdasar perbedaan suhu udara vertikal. Stabilitas dibagi ke dalam 3 kelas yaitu : (a) Stabil : dT/dz > 0; (b) Netral : dT/dz = 0; (c) Tidak stabil : dT/dz < 0

2. Stabilitas dinamis

Pada tipe ini kondisi stabilitas tidak hanya ditentukan oleh profil suhu vertikal, tetapi juga oleh profil kecepatan angin. Pendugaan stabilitas atmosfer diwakili oleh persamaan 1) yang disebut sebagai gradient Richardson number (Arya 1999, Wallace & Hobbs 2006, Stull 2000) :

� = � �̅�� ̅̅̅̅̅ �ȥ (�̅̅̅̅�ȥ) + (�̅̅̅̅�ȥ)

Untuk memudahkan perhitungan, �…̅̅̅̅

�ȥ didekati oleh ∆ … ̅̅̅̅̅

∆ȥ maka persamaannya

menjadi Bulk Richardson Number (Stull 1999):

� = � � ̅̅̅̅∆� .∆ ∆ + ∆

………..

8) Keterangan :

g = konstanta percepatan gravitasi (9.8 m det-2); T v

̅̅̅ = suhu virtual rata-rata (K) θv = suhu potensial virtual (K); ∆ȥ = ketebalan lapisan (m)

∆U = perbedaan kecepatan angin vektor u antar lapisan (mdet-1) ∆V= perbedaan kecepatan angin vektor v antar lapisan (mdet-1)

Ri < 0 lapisan atmosfer tidak stabil; Ri < Rc laminar lemah menjadi turbulen Ri > Rf turbulen menjadi laminar; Rc = 0.21 – 0.25; Rf = 1.0

Hasil dan pembahasan analisis stabilitas atmosfer ini disampaikan pada Bab V.

3.3.3 Analisis Potensi Pajanan Masyarakat terhadap Pencemar dengan Konsentrasi Maksimum

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan laju intake. Sehubungan

dengan tidak adanya data emisi yang memadai, maka pendugaan potensi pajanan

pencemar dilakukan menggunaakan laju intake sebagaimana pada persamaan 4.

Ir = Ci x Inhr

Laju intake tersebut dijadikan dasar untuk menghitung dosis potensial dengan mempertimbangkan berat badan rata-rata orang Indonesia dan lama pajanan (jam per hari) terhadap pencemar. Selanjutnya nilai risiko kesehatan (Health Risk –HR) diduga dengan membandingkan dosis potensial dengan nilai Lowest Observed Adverse Effect Level (LOAEL). Menurut Cerna et al. (1998) nilai LOAEL PM10 dan SO2 untuk orang

tingkat pekerjaan medium diasumsikan 2.1 m3 jam-1 (USEPA 1989). Pada analisis ini diasumsikan juga berat badan orang dewasa di Indonesia rata-rata 60 kg, berdasar data dari Syaifudin et al. (1996). Waktu pajanan 6 jam per hari, dengan pertimbangan jenis pekerjaannya dalam ruangan. Waktu pajan ini akan sangat spesifik bergantung aktivitas masyarakat. Hasil dan pembahasan analisis risiko kesehatan disampaikan pada Bab VI. Secara keseluruhan tahapan penelitian ditunjukkan pada diagram alir tahapan penelitian (Gambar 12).

IV POLA DISPERSI SPASIAL DAN TEMPORAL

PM

10

DAN SO

2

4.1 Pendahuluan

Partikulat dan sulfurdioksida (SO2) adalah pencemar utama dari aktivitas yang

berbahan bakar fossil, seperti industri dan transportasi. Kedua pencemar ini memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap kesehatan. Sulfurdioksida bersifat mengiritasi saluran hidung dan tenggorokan, meningkatkan gejala asthma, menurunkan volume paru-paru, serta dapat merusak jaringan epitel pada saluran udara, memicu penyakit kanker, mendorong peningkatan mortalitas akibat penyakit jantung dan pernafasan serta meningkatnya pasien gangguan pernapasan dan paru-paru di rumahsakit (US Department of Health and Human Services 1998; WHO 2001, Lippmann dan Ito 2006, Tseng et al. 2012). Partikulat memiliki dampak seperti: mengakibatkan radang saluran pernafasan, radang sistemik, penurunan fungsi paru, serta dengan kandungan kimia di dalamnya dapat memicu penyakit kanker saluran pernafasan (Arifin dan Sutomo 2003, WHO 2006, Orru et al. 2009).

Wilayah industri dan perkotaan merupakan wilayah yang berpotensi mengalami pencemaran udara oleh partikulat dan SO2, yang berasal dari cerobong industri serta

kepadatan lalulintas yang tinggi. Pengelolaan serta pengendalian pencemaran udara sangat diperlukan agar dampak pencemaran udara tidak terlalu parah. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan mengenali daerah-daerah yang rawan terhadap pajanan konsentrasi pencemar yang maksimum. Walaupun konsentrasi tersebut berfluktuasi, tetapi potensi akumulasi pencemar akan terjadi jika faktor meteorologi seperti arah angin dominan serta kecepatan angin dan stabilitas atmosfer mendukung. Jika terjadi akumulasi pencemar, maka konsentrasi pencemar akan berpotensi melampaui baku mutu udara

ambien, dan risiko pajanan pencemar dengan konsentrasi tinggi dalam waktu lamaakan

mengancam kesehatan masyarakat di sekitar lokasi tersebut. Waktu dan lokasi pemantauan kualitas udara yang representatif merupakan hal penting dalam pengelolaan kualitas udara.

Pemodelan dispersi atau sebaran pencemar menjadi salah satu pilihan untuk mempelajari pola sebaran pencemar. Pemodelan juga dapat membantu memahami karakteristik kualitas udara setempat serta karakteristik meteorologi yang mendorong pola dispersi pencemar menjadi khas. Weather Research Forecasting / Chemistry

yang berjalan secara simultan (Yerramilli et al. 2008, Zhang et al. 2009, Tucella et al. 2012, Baklanov et al. 2014).

Kabupaten Tangerang dikenal sebagai wilayah yang cukup pesat perkembangan industrinya, sehingga menarik untuk dikaji potensi keterpaparannya terhadap pencemar udara khususnya SO2 dan partikulat, dalam hal ini PM10. Kabupaten Tangerang memiliki

potensi sumber emisi yang akan terus meningkat sejalan dengan rencana pengembangan industri dan sarana transportasi. Menurut Dokumen Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Tangerang tahun 2011-2030, wilayah industri besar di Tangerang luasnya akan terus ditambah menjadi sekitar 8407 ha, meliputi Pasar Kemis, Cikupa, Tigaraksa, Sepatan, dan Balaraja. Begitu pula rencana perkembangan industri menengahnya akan diperluas di beberapa daerah di Kabupaten Tangerang. Hal ini berpotensi meningkatkan pencemaran udara yang dapat mempengaruhi kualitas udara wilayah setempat.

Kondisi topografi wilayah Tangerang yang memiliki garis pantai di bagian Utara dan dataran yang tinggi di bagian Selatan akan mempengaruhi karakteristik meteorologi setempat. Selain itu sumber-sumber emisi dari wilayah lain yang berbatasan juga bisa memberi kontribusi terhadap konsentrasi pencemar udara. Oleh karena itu pola sebaran pencemar udara di wilayah tersebut menarik untuk dianalisis agar dapat dipahami lokasi- lokasi yang berpotensi terpajan pencemar dengan konsentrasi maksimum, dalam rangka pengelolaan kualitas udara dan pengendalian pencemaran udara. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis lokasi dan waktu di wilayah Tangerang dan DKI Jakarta yang berpotensi mendapat pajanan konsentrasi pencemar maksimum berdasar pola dispersi

diurnal PM10 dan SO2 menggunakan model WRF/Chem.

Dokumen terkait