• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber: PP No. 8 Tahun 2008

Proses dan mekanisme penyusunan rencana kerja pembangunan daerah yang memenuhi kaidah tahapan yang telah disebutkan di atas diharapkan naskah rencana kerja yang dihasilkan berkualitas dengan memenuhi kriteria:

(a) Faktual dan realistis, (b) Logis dan rasional, (c) Fleksibel,

(d) Objektif, serta

(e) Komprehensif atau menyeluruh.

Pada tahapan musrenbang tersebut, semua pihak pemerintahan kota Binjai yang terkait dalam pelaksanaan musrenbang haruslah memenuhi kaidah tahapan

Pengorganisasian Pelaku Penyusunan Draft RKP Persiapan Pra Pelaksanaan Tahapan Pelaksanaan Tahapan Pasca Musrenbang

tersebut diatas. Namun, peneliti melihat bahwa kaidah tersebut justru tidak diterapkan sebagaimana mestinya, tidak berjalan secara menyeluruh, dan rumit. Hal ini terlihat dari hasil kebijakan RKPD maupun pelaksanaan pembangunan yang ada di Kota Binjai.

Menurut Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2010, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 0199/M PPN/04/2010 dan Menteri Keuangan Nomor PMK 95/PMK 07/2010 tentang Penyelarasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, disebutkan bahwa Rencana Pembangunan Tahunan Daerah, yang menjadi Rencana Kerja Pembangunan Daerah adalah dokumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun. Terkait dengan hal ini, penting untuk menentukan kualitas perencanaan pembangunan.

Pelaksanaan musrenbang tahunan di Kota Binjai sejak dari level pemerintah kelurahan sampai dengan di level kota, berbagai permasalahan baik prosedur, teknis maupun pengambilan kebijakan bisa terjadi. Permasalahan bisa datang dari masyarakat, pengurus RT/RW, birokrasi di masing-masing level pemerintahan, Tim Pelaksana Musrenbang maupun dari kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kondisi ini akan berpengaruh terhadap Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang berisi program/kegiatan sebagai rujukan dalam penyusunan Rencana Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (RAPBD).

Berdasarkan hasil perolehan data dan wawancara yang peneliti temukan, peneliti melihat akar permasalahan dimulai dari musrenbang tingkat kelurahan.

Saat musrenbang berlangsung, tokoh masyarakat maupun stakeholder di kelurahan hanya mengajukan beberapa permintaan yang bersifat mikro seperti perbaikan jalan, atau penahan banjir, pembuatan parit, atau pembabatan pohon dan sebagai hal lainnya yang serupa. Berikut tabel data dokumentasi sample yang diambil oleh peneliti di kelurahan Binjai Estate yang memperlihatkan hasil proses musrenbang kelurahan.

Sumber: Dokumentasi Kelurahan Binjai Estate

Besarnya masukan masyarakat yang cenderung kepada kebutuhan mikro daerah telah menjadi suatu Pertimbangan Daerah dalam merumuskan suatu APBD

sebagian besar untuk pembangun mikro. Namun demikian, jika melihat cakupan bagian APBD yang terdiri dari Anggaran Pendapatan, Anggaran Belanja dan Pembiayaan, maka berdasarkan informasi yang didapat oleh peneliti, pembagian anggaran belanja daerah sekitar 80% untuk belanja tidak langsung, sedang belanja langung hanya 20%. Adapun untuk belanja tidak langsung yang sebesar 80% tersebut dibagi lagi sekitar 60% untuk belanja pegawai, sedangkan 40 % diperuntukkan untuk masyarakat untuk hibah, dana bantuaan sosial .28

Dilihat dari segi kualitas, tidak dipungkiri, fakta ini terjadi juga dikarenakan minimnya pengetahuan dari peserta musrenbang dan hal ini didukung juga dengan fakta bahwa ada sebagian peserta yang diajak oleh Kelurahan atau SKPD dan lain sebagainya merupakan peserta yang kurang kompeten dibidangnya serta cenderung lebih kepada “teman dekat”.

Hal ini dapat dikatakan bahwa 25% anggaran belanja untuk masyarakat sebagian besar terpakai untuk keperluan mikro.

29

Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti, kondisi ini diperparah dengan informasi yang diperoleh bahwa saat ini pegawai Bappeda diisi oleh tenaga yang tidak sesuai pada bidangnya dan kurang berpengalaman. Sebagian pegawai Bappeda saat ini diisi oleh tenaga transferan dari pensiunan

Apabila dilihat dari segi kuantitas, keadaan ini tentu menyebabkan penyia-nyiaan dana yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memfasilitasi forum tersebut. Dampaknya ialah pada hasil maupun proses pelaksanaan program RKPD dan sasaran distribusi APBD yang kurang tepat dan menyeluruh.

28

Hasil wawancara dengan sekretaris Bappeda Kota Binjai. 29

diluar bidang Bappeda.30 Kurangnya komunikasi dalam suatu internal Bappeda maupun antara pihak Kedinasan dengan kelurahan juga menjadi suatu hambatan yang menimbulkan kesenjangan interaksi antara pemangku kebijakan dengan masyarakat. 31

30

Hasil wawancara dengan Kabid Ekonomi Bappeda. 31

Hasil wawancara dengan Lurah rambung Timur.

Hal ini dikarenakan mereka ialah merupakan tokoh-tokoh penting yang mewakili tuntutan masyarakat luas. Mengenai permasalahan ini belum ada solusi konkrit. Para pemangku kepentingan sendiri tidak dapat memberikan sanksi karena tidak ada aturan hukum yang mengatur tentang kepesertaan atau ketidakprofesionalitasan kinerja tersebut. Di dalam praktek politik, maka penyelenggara intinya adalah pemerintah atau eksekutif. Di sini kita melihat bahwa komunikasi adalah bagian dari fungsi manajemen pemerintahan. Komunikasi merupakan instrumen yang penting. Namun, yang menjadi titik tumpu adalah pada perannya di leading karena pada prinsipnya tugas manajemen adalah mencapai hasil. Hasil dapat dicapai jika keputusan (yang benar dan tepat) dibuat.

Pembaharuan sistem perencanaan pembangunan nasional perlu dilakukan untuk memecahkan permasalahan pokok tersebut diatas dalam perihal manajemen pembangunan, yang kemudian peneliti rangkum sebagai berikut antara lain:

1. Adanya inkonsistensi antar kebijakan yang dilakukan berbagai organisasi publik dan antara kebijakan makro dengan mikro maupun antara kebijakan dan pelaksanaan;

2. Rendahnya tingkat keterlibatan aktor berkepentingan dan partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan;

3. Ketidakselarasan antara perencanaan program dan pembiayaan;

4. Rendahnya tingkat transparansi proses perumusan kebijakan dan perencanaan program, dan tingkat akuntabilitas pemanfaatan sumberdaya keuangan publik;

5. Kurang efektifnya penilaian kinerja kebijakan, perencanaan, dan pelaksanaan kegiatan itu sendiri di tengah masyarakat.32

32

Hasil Wawancara dengan Sekretaris Bappeda Kota Binjai.

Terkait dengan pelaksanaan musrenbang, peneliti memiliki beberapa foto dokumentasi yang diambil dari kecamatan Binjai Selatan. Berikut diantaranya beberapa foto dokumentasi pelaksanaan musrenbang yang diambil dari kecamatan Binjai Selatan:

Gambar 3. 2. 1

Gambar 3. 2. 3

Gambar 3. 2. 5

Sumber: Dokumentasi Kecamatan Binjai Selatan

Masyarakat perlu diberikan pengetahuan dan bekal dasar dalam memahami potensi daerahnya. Sosialisasi ini perlu dilakukan melalui pendekatan yang disesuaikan dengan karakter dan keadaan masyarakat. Penting dalam hal ini menumbuhkan kesadaran bersosialisasi dan berorganisasi dalam bidang positif dan menghasilkan karya yang kolektif. Sehingga, pada saat pelaksanaan musrenbang, peserta dapat mengajukan tuntutan maupun permintaan yang bersifat makro dan mikro.

Berbagai permasalahan di daerah memerlukan solusi yang tepat yang diperoleh melalui perencanaan pembangunan daerah yang bersinergi dan terpadu antar sektor dan regional baik Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kondisi ini menyebabkan tugas Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah sebagai lembaga penanggung jawab perencanaan pembangunan di daerah dirasakan akan semakin berat. Oleh sebab itu, kedepan diperlukan revitalisasi lembaga Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah sehingga mampu merumuskan kebijakan- kebijakan perencanaan pembangunan di daerah secara lebih komprehensif, terpadu, cepat dan tepat. Pemerintah juga harus ikut mendorong memasukkan agenda makro sebagai agenda prioritas pembangunan yang karenanya akan berdampak besar bagi pembangunan daerah. Maka perlu dilakukan koordinasi pada perencanaan pembangunan.

Koordinasi perencanaan pembangunan perlu dilakukan pada tingkat Kabupaten/Kota yang melibatkan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten/Kota. Koordinasi ini bertujuan untuk membahas Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) sebagai arah kebijakan umum APBD/Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten/Kota dengan mengacu pada: Program Pembangunan Daerah (Propeda); Rencana Strategis Daerah (Renstrada); dan RKPD kabupaten/kota pada tahun-tahun sebelumnya, serta hasil pengawasan pelaksanaan program. Inilah yang menjadikan musrenbang memiliki keterkaitan terhadap pembuatan APBD. Untuk keperluan koordinasi tersebut, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) atau badan/lembaga yang membidangi perencanaan di daerah bersama-sama dengan SKPD menyiapkan RKPD Kota Binjai. Hal ini penting dalam menentukan besaran dana APBD yang ditetapkan/dirumuskan dalam kebijakan pada tahun anggaran.

BAB IV

PENUTUP

4. 1 KESIMPULAN

Proses Penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Binjai tidak terlepas dari komunikasi politik yang terjadi dalam internal Pemerintah Kota Binjai. Hubungan yang terjalin didalam institusi pemerintah baik dari Sekda, Bappeda hingga tingkat Kelurahan dapat terlihat jelas dalam tahapan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang merupakan salah satu dari bagian tahapan pembuatan APBD. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) merupakan pihak yang bertanggung jawab dan berperan dalam dalam penyusunan dan penetapan RKPD dan Rencana Kerja (Renja) SKPD.

Berdasarkan hasil penelitian, maka ditarik kesimpulan mengenai keterkaitan musrenbang terhadap pembuatan APBD Kota Binjai tahun 2014, yang akan

diuraikan sebagai berikut:

1. Musrenbang berdasarkan Menteri Dalam Negeri Nomor: 1354/M.PPN/03/2004 dan 050/744/SJ Tentang Pedoman Pelaksanaan Forum Musrenbang dan Perencanaan Partisipatif Daerah yang dikoordinatori oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Binjai sudah menjalankan prinsip-prinsip Good Governance (partisipasi dan tranparansi) dengan cukup baik. Walaupun pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut belum begitu maksimal dilakukan sesuai dengan tataran teoritis,

sebab ada hambatan-hambatan dalam menjalankannya. Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan misalnya, belum sepenuhnya masyarakat dilibatkan dalam seluruh tahapan penyelenggaraan pemerintahan, yaitu dalam praktek operasional, keputusan anggaran dan pembuatan kebijakan. Partisipasi masyarakat hanya terdapat pada tahapan operasional, yaitu perencanaan pembangunan yang forumnya musrenbang. Sedang dalam keputusan anggaran, masyarakat tidak dilibatkan, hanya pihak DPRD dan SKPD saja. Hal ini disebabkan karena Pemerintah Daerah masih memandang bahwa masyarakat bukan elemen penting dalam proses penganggaran dan sudah terwakili di DPRD.

2. Dalam hal transparansi, Bappeda Kota Binjai juga belum maksimal memberikan akses informasi kepada masyarakat terhadap dokumen- dokumen publik seperti APBD. Dokumen tersebut hanya dapat diakses pada saat sidang paripurna DPRD dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RANPERDA APBD). Tetapi, Bappeda selalu transparan dalam mensosialisasikan jadwal pelaksanaan musrenbang.

3. Pembagian peran antara pemerintah dan lembaga non pemerintah masih sangat timpang dan kurang proporsional, sehingga sinergi belum optimal. Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan pembangunan yang forumnya adalah musrenbang, maka dapat disaring aspirasi masyarakat dan dijadikan sebagai bahan masukan bagi penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan dalam dokumen RKPD tidak diperbolehkan/diperkenankan memasukkan program/kegiatan baru yang

tidak melalui proses musrenbang, artinya perencanaan pembangunan dinilai sudah cukup efektif sebab merupakan kebutuhan masyarakat dari hasil penjaringan aspirasi masyarakat dalam musyawarah perencanaan pembangunan daerah (musrenbang), walaupun tidak seluruhnya aspirasi masyarakat terakomodir, sebab dihadapkan pada keterbatasan sumber daya keuangan pemerintah.

4. Kurangnya komunikasi dan terjadinya ketimpangan interaksi didalam internal pemerintah kota Binjai seperti lurah dengan Bappeda, lurah dengan kecamatan atau sejenisnya menyebabkan terhambatnya realisasi pelaksanaan hasil forum musrenbang didalam implementasinya dalam pemenuhan hak-hak daerah, sehingga terkesan kurang mewakili aspirasi masyarakat yang seharusnya bukan hanya dibidang mikro melainkan mencakup juga bidang makro Kota Binjai.

Pada akhirnya ketepatan dan kecepatan dalam penyusunan APBD sangat dipengaruhi oleh kemampuan komunikasi dan intensitas pertemuan disamping mekanisme hubungan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menyatukan pemikiran-pemikiran, pandangan, aspirasi serta kepentingan antara pihak yang berperan dan bertanggung jawab dalam penyelesaian APBD guna kesepakatan bersama dan mengantisipasi tidak berjalannya pembangunan dikarenakan kurangnya jumlah APBD yang diterima dan arah tujuan yang menjadi sasaran penggunaan APBD kota Binjai Tahun 2014.

BAB II

PROFIL SEJARAH KOTA BINJAI DAN TUPOKSI BAPPEDA

Dokumen terkait