• Tidak ada hasil yang ditemukan

 

spektrofotometer, mikropipet, timbangan analitik, homogenizer, magnetic stirer,

hot plate, pipet volumetrik, bulb, pipet tetes, tabung reaksi, cawan petri,

erlenmeyer, kapas, tissue, aluminium foil, bunsen, jarum ose, beaker glass, dan peralatan gelas lainnya serta peralatan uji organoleptik.

3.3 Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam dua tahap, meliputi penelitian pendahuluan untuk menentukan fase post mortem ikan secara organoleptik. Penelitian utama meliputi tiga tahap, yaitu tahap pertama adalah mempelajari pola kemunduran mutu serta perubahan parameter kesegaran kulit ikan yang terjadi, tahap kedua adalah ekstraksi enzim katepsin dan kolagenase serta mengetahui aktivitasnya. Tahap ketiga adalah pengukuran konsentrasi protein katepsin dan kolagenase. Kerangka penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.3.1 Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui waktu terjadinya fase

post mortem ikan, meliputi pre rigor, rigor mortis, post rigor dan busuk. Pada

tahap ini dilakukan penyimpanan pada suhu ruang (26-30 0C) dan suhu chilling ((-1)-5 0C). Penyimpanan pada suhu ruang dilakukan selama 19 jam dengan interval waktu pengamatan satu jam, sedangkan pada suhu chilling penyimpanan dilakukan selama 540 jam (23 hari) dengan interval waktu pengamatan 12 jam. Pengamatan dilakukan secara organoleptik menggunakan score sheet berdasarkan SNI 01-2346-2006 (Lampiran 3).

3.3.2 Penelitian utama

Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui pola kemunduran ikan P, Q, R, dan S berdasarkan analisis tingkat kesegaran ikan pada setiap tahap

post mortem. Pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap sampel ikan

berdasarkan waktu yang didapat dari hasil penentuan fase post mortem pada penelitian tahap pendahuluan. Analisis yang dilakukan pada setiap pengamatan

meliputi uji organoleptik menggunakan score sheet berdasarkan SNI 01-2346-2006 (BSNb 2006), uji nilai pH, TVB dan TPC, assay aktivitas

   

3.4 Analisis

Sampel kulit ikan bandeng pada setiap tahap post mortem diambil dan dilakukan pengamatan serta analisis, meliputi pengamatan dan analisis tingkat kesegaran ikan (penilaian organoleptik, penentuan nilai pH, TVB, penghitungan jumlah total bakteri dengan menggunakan metode TPC), serta ekstraksi enzim katepsin dan kolagenase untuk assay aktivitas katepsin dan kolagenase.

3.4.1 Uji organoleptik (BSNb 2006)

Metode yang digunakan untuk uji organoleptik adalah dengan score sheet berdasarkan SNI 01-2346-2006 (BSNb 2006). Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian yang bersifat subyektif menggunakan indera yang ditujukan pada mata, insang, lendir permukaan, badan, daging, bau, dan tekstur. Pada uji organoleptik ini, ada beberapa syarat yang harus disepakati oleh panelis (BSNb 2006) antara lain: tertarik dan mau, terampil dan konsisten dalam mengambil keputusan, siap sedia pada saat dibutuhkan dalam pengujian, tidak menolak contoh yang akan diuji, berbadan sehat, bebas dari penyakit THT dan tidak buta warna, serta jumlah panelis minimum untuk satu kali pengujian adalah 15 orang (semi-terlatih). Dari data yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis kesegaran ikan dengan kriteria sebagai berikut (SNI 01-2346-2006):

Segar : nilai organoleptik berkisar antara 7-9 Agak segar : nilai organoleptik berkisar antara 5-6 Tidak segar : nilai organoleptik berkisar antara 1-3 3.4.2 Uji nilai pH (Apriyantono et al. 1989)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter dengan cara dikalibrasi terlebih dahulu. Sampel sebanyak 10 gram yang diambil dari bagian kulit ikan dihomogenkan dengan homogenizer dengan 90 ml air destilata. Kemudian pH homogen diukur dengan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan buffer standar pH 4 dan 7.

3.4.3 Uji total volatile base (TVB) (Apriyantono et al. 1989)

Penetapan ini bertujuan untuk menentukan jumlah kandungan senyawa-senyawa basa volatil yang terbentuk akibat degradasi protein. Prinsip dari analisis total volatile base (TVB) adalah menguapkan senyawa-senyawa basa

   

volatil (amin, mono-, di-, dan trimetilamin). Senyawa tersebut kemudian diikat oleh asam borat dan kemudian dititrasi dengan larutan HCl.

Preparasi sampel dilakukan dengan cara menimbang 15 gram sampel yang diambil dari bagian kulit ikan, kemudian ditambahkan 45 ml TCA 7 % dan dihomogenkan selama satu menit. Hasil homogenisasi kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat yang berwarna jernih. Setelah penyiapan sampel, maka

dilakukan uji TVB dengan cara memasukkan 1 ml H3BO3 ke dalam

inner chamber cawan conway dan tutup cawan diletakkan dengan posisi hampir

menutupi cawan. Dengan memakai pipet 1 ml yang lain, filtrat dimasukkan ke dalam outer chamber disebelah kiri. Kemudian 1 ml larutan K2CO3 jenuh ditambahkan ke dalam outer chamber sebelah kanan sehingga filtrat dan K2CO3 tidak tercampur. Cawan segera ditutup dengan sebelumnya pinggir cawan diolesi vaselin agar proses penutupan sempurna, lalu digerakkan memutar sehingga kedua cairan di outer chamber tercampur. Disamping itu dikerjakan blanko dengan prosedur yang sama tetapi filtrat diganti dengan TCA 7 %. Kemudian kedua cawan conway tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C. Setelah diinkubasi, larutan asam borat dalam inner chamber cawan conway yang berisi blanko dititrasi dengan larutan HCl 0,032 N dan cawan digoyang-goyangkan perlahan sampai larutan asam borat berubah warna menjadi merah muda. Selanjutnya cawan conway yang berisi sampel juga dititrasi dengan larutan yang sama dengan blanko. Kadar TVB dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

%N (mg N/100 g) = (j – i) x N HCl x 100 x fp x 14 mg N/100 g g contoh 1

Keterangan:

j : ml titrasi sampel fp : faktor pengenceran i : ml titrasi blanko N : normalitas HCl (0,032 N) 3.4.4 Uji total plate count (TPC) (Fardiaz 1987)

Prinsip kerja analisis TPC adalah penghitungan jumlah bakteri yang ada di dalam sampel (kulit ikan) dengan pengenceran sesuai kebutuhan dan dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dilakukan dengan mencampurkan 10 gram sampel yang telah dihancurkan yang diambil dari bagian kulit ikan, lalu

   

dimasukkan ke dalam botol yang berisi 90 ml larutan garam 0,85 % steril, kemudian dikocok sampai larutan homogen. Campuran larutan contoh tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam botol berisi 9 ml larutan garam 0,85 % steril sehingga diperoleh contoh dengan pengenceran 10-2, setelah itu dikocok agar homogen. Banyaknya pengenceran dilakukan sesuai dengan keperluan penelitian, biasanya sampai pengenceran 10-5. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 ml larutan contoh dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo menggunakan pipet steril. Media agar dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 10 ml dan digoyangkan sampai permukaan agar merata (metode tuang), kemudian didiamkan beberapa saat hingga dingin dan mengeras. Cawan petri yang telah berisi agar dan larutan contoh dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 35 0C selama 48 jam dengan posisi cawan petri yang dibalik. Selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam cawan petri tersebut. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 30-300 koloni.

3.4.5 Ekstraksi enzim katepsin (Dinu et al. 2002)

Penelitian tahap ini bertujuan untuk memperoleh ekstrak kasar enzim katepsin yang siap digunakan dalam pengujian selanjutnya. Ekstraksi katepsin dilakukan pada sampel P, Q, R, dan S pada setiap tahap kemunduran mutu. Proses ektraksi katepsin dilakukan dengan metode Dinu et al. (2002).

Tahap pertama dilakukan preparasi sampel untuk memperoleh ekstrak kasar protease dengan mengambil sampel kulit ikan. Kulit ikan disuspensikan dalam akuades dengan perbandingan kulit ikan dan akuades sebesar 1:5, lalu dihomogenisasikan pada suhu 0-4 0C. Ekstrak kulit hasil homogenisasi ini disentrifugasi pada 1.000 rpm selama 10 menit dan supernatan yang diperoleh kemudian disentrifugasi lagi pada 10.000 rpm selama 10 menit. Pelet yang

dihasilkan dari sentrifugasi ini kemudian dilarutkan dalam 0,1 M buffer tris-HCl pH 7,4 dengan jumlah yang sama seperti jumlah akuades

sebelumnya (1:5) dan disentrifugasi pada 4.000 rpm selama 10 menit. Supernatan (ekstrak kasar enzim) yang diperoleh merupakan protein utama dari mitokondria dan lisosom yang siap untuk diteliti aktivitasnya lebih lanjut.

   

3.4.6 Ekstraksi enzim kolagenase (Moore dan Stein 1954 diacu dalam Kim et al. 2002)

Penelitian tahap ini bertujuan untuk memperoleh ekstrak kasar enzim kolagenase yang siap digunakan dalam pengujian selanjutnya. Ekstraksi kolagenase dilakukan pada sampel P, Q, R, dan S pada setiap tahap kemunduran mutu.

Proses ekstraksi dilakukan dengan cara mencuci kulit ikan bandeng dengan air dingin, dan ditambahkan dengan 100 mM buffer Tris-HCl (pH 8,0), dengan perbandingan bahan baku dan larutan buffer 1:5, kemudian dihomogenkan dengan homogenizer. Selanjutnya kulit yang telah homogen tersebut, disentrifugasi dengan kecepatan 7.000 rpm selama 20 menit. Setelah itu, pelet yang telah dihasilkan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 7.000 rpm selama 20 menit menggunakan larutan buffer yang sama. Perbandingan antara bahan baku dan larutan buffer sebesar 1:3. Selanjutnya supernatan yang dihasilkan

ditambahkan dengan 20 mM Tris-HCl (pH 8,0) yang mengandung 0,36 mM CaCl2, dan didiamkan pada suhu rendah (± 4 0C) selama 48 jam.

Larutan yang dihasilkan merupakan ekstrak kasar kolagenase yang akan digunakan untuk pengujian selanjutnya.

Dokumen terkait