• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

B. Penyajian Data dan Analisis

16 Ruang Waka 1

17 Ruang Bendahara 1

18 Ruang Operator 1

19 Gedung Sena 1

20 Musholla 1

21 Lapangan 1

22 Kantin Kejujuran 1

23 Koperasi Siswa 1

24 Gudang 1

25 Sanitasi 25

1. Penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 1 Rogojampi Banyuwangi Tahun Pelajaran 2022/2023

Pembahasan penerapan contextual teaching and learning (CTL) ini terbagi dalam tiga tahap, yakni tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi.

Perencanaan, yakni tahap awal yang harus dipersiapkan guru sebelum melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Sebelum melaksanakan proses pembelajaran, seorang guru diharuskan untuk menyiapkan perangkat pembelajaran yang dijadikan sebagai acuan dalam kegiatan pembelajaran yang akan diterapkan di kelas. Secara umum, perangkat pembelajaran tersebut meliputi RPE (Rencana Pekan Efektif), program tahunan, program semester, silabus, dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Namun, peneliti memfokuskan penelitian pada perencanaan perangkat pembelajaran berupa RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dalam penerapan CTL. RPP ialah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan ataupun lebih.

RPP dibuat berdasarkan silabus untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan pembelajaran agar siswa mampu mencapai kompetensi dasar (KD) yang sudah ditetapkan. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Kepala Sekolah SMAN 1 Rogojampi Bapak Akip Effendy bahwa:

“Kalau untuk perencanaan pembelajaran disini, guru diwajibkan untuk membuat RPP yang nantinya bisa dijadikan pegangan dalam

pembelajaran di kelas ya. Jadi, sebelum masuk tahun ajaran baru guru sudah harus menyiapkan perangkat pembelajaran seperti RPP.

RPP itu bisa dikembangkan dari silabus yang sudah ada. Guru nanti bisa mendesain sendiri pola pembelajaran yang mau diterapkan di kelas, entah itu dari segi model ataupun metode pembelajarannya.

Pemilihan model pembelajaran seperti CTL yang akan diterapkan juga harus disesuaikan dengan materi supaya tujuan pembelajarannya dapat dicapai secara maksimal. Dengan RPP itu, nanti guru juga bisa mengatur dalam berapa kali pertemuan kira-kira materi itu bisa dituntaskan. Kalaupun nantinya ada yang tidak sesuai antara jumlah pertemuan dalam penyampaian materi di RPP dengan yang ada di kelas, maka guru itu bisa mencari tahu di bagian mana dari kegiatan pembelajaran yang berjalan kurang efektif sehingga bisa cari alternatif strategi penyampaian materi lain yang lebih efektif untuk diterapkan selanjutnya.”70

Senada dengan itu pula, Waka Kurikulum SMAN 1 Rogojampi Ibu Novida Kusuma Wardhani menyampaikan bahwa:

“Salah satu perencanaan yang harus disiapkan guru sejak awal semester itu ya RPP, mbak. Kalau sudah buat RPP, guru tidak perlu lagi bingung menentukan model, metode, cara menilai, dan semacamnya itu ketika mengajar di kelas karena sudah ada di RPP.

RPP juga dapat digunakan guru untuk bahan evaluasi nantinya mbak, apakah proses pembelajaran di kelas sudah berjalan dengan baik sekaligus sebagai tolak ukur tercapainya tujuan pembelajaran, sudah berhasil atau belum. Guru dapat mencatat apa-apa saja yang sekiranya jadi kendala selama proses pembelajaran sehingga di kegiatan belajar mengajar berikutnya tidak terjadi hal yang sama lagi.”71

Adapun berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Hery Susanto selaku guru mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMAN 1 Rogojampi, beliau menyampaikan bahwa:

“Untuk penyusunan perangkat pembelajaran seperti RPP itu dilakukan pada saat akan memasuki tahun ajaran baru, mbak. Saya membuat RPP dengan mengacu pada silabus. Silabus yang sudah ada itu kan perencanaan untuk materi satu tahun pelajaran, jadi penjabaran yang lebih operasionalnya ada dalam bentuk RPP. Saat

70 Akip Effendy, diwawancara oleh Penulis, Rogojampi, 24 Oktober 2022.

71 Novida Kusuma Wardhani, diwawancara oleh Penulis, Rogojampi, 24 Oktober 2022.

ini di sekolah RPP-nya menggunakan yang edisi penyederhanaan mbak, jadi lebih ringkas dibanding dengan model RPP yang dulu.

Di dalamnya ada tiga poin penting seperti tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan bentuk penilaian. Tujuan pembelajaran itu disesuaikan dengan KD apa saja yang harus dicapai. Untuk kegiatan pembelajarannya saya sesuaikan antara model atau metode yang akan digunakan dengan karakter materi yang akan diajarkan mbak, karena tidak semua materi cocok kalau disampaikan dengan metode yang sama. Sedangkan bentuk penilaiannya harus mencakup tiga aspek, baik itu afektif, kognitif, maupun psikomotorik.”72

Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa narasumber tersebut, maka dapat dipahami bahwa sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran guru diharuskan membuat RPP terlebih dahulu. RPP tersebut disusun sebelum memasuki tahun ajaran baru dengan mengacu pada silabus. RPP digunakan sebagai pedoman guru dalam melaksanakan alur kegiatan pembelajaran di kelas, tolak ukur tercapainya tujuan pembelajaran, dan bahan evaluasi pembelajaran.

RPP pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMAN 1 Rogojampi menggunakan RPP edisi penyederhanaan yang meliputi poin tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran. Model atau metode yang digunakan pada kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan materi pelajaran yang akan diajarkan.

Pada saat penelitian, guru menerapkan contextual teaching and learning (CTL) pada materi pendidikan agama Islam bab pernikahan. Hal itu ditujukan dalam rangka untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswanya. Sebagaimana penyampaian Bapak Hery Susanto saat wawancara:

72 Hery Susanto, diwawancara oleh Penulis, Rogojampi, 27 Oktober 2022.

“Saya memilih menggunakan contextual teaching and learning ini untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, mbak.

Berdasarkan pengalaman saya sendiri, sewaktu masih menggunakan metode ceramah saja dulu itu siswa banyak yang pasif, mbak. Jarang ada yang bertanya ketika pembelajaran berlangsung, padahal waktu ditanya balik juga masih belum paham.

Siswa banyak yang belum berani mengungkapkan pendapatnya di kelas dan terlihat kurang semangat waktu pelajaran. Dari situ, kemudian saya mencoba pakai alternatif model atau metode pembelajaran lain seperti CTL yang sekiranya dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa saya. Dengan CTL, siswa saya harap bisa belajar menghubungkan materi pelajaran dengan kejadian di kehidupan nyata sehari-hari, mbak. Mereka saya latih untuk bisa menganalisis informasi yang ada di sekitar mereka, terutama yang ada kaitannya dengan mata pelajaran PAI di sekolah.

Tidak langsung mempercayai suatu pernyataan, melainkan ditelaah terlebih dahulu. Mereka dibimbing untuk bisa menilai mana sekiranya pernyataan atau perbuatan yang harus diikuti ataupun ditinggalkan.”73

Hal itu diperkuat dengan pernyataan Bapak Akip Effendy yang menyampaikan bahwa:

“Kemampuan berpikir kritis wajib untuk dikembangkan dalam pembelajaran. Karena salah satu kunci kesuksesan kita dalam membangun jaringan komunikasi atau apapun, salah satunya adalah dengan berpikir dan bersikap kritis. Begitu juga dalam pembelajaran, pada umumnya saat ini siswa tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang harus diisi seperti gelas kosong. Tetapi, siswa sudah disuguhkan kepada informasi bahkan menjaring informasi sendiri. Kalau mencari ataupun menjaring informasi sendiri tanpa mereka mengolah, memetan-metani istilahnya dalam bahasa jawa, membandingkan, mengelompokkan, mana yang bagus dan mana yang jelek harus dibuang, maka mereka justru nanti akan terbentur kepada hal-hal yang sifatnya mudharat. Oleh karena itu, supaya mereka banyak mendapatkan kebermaknaan dalam belajarnya, tidak bisa tidak mereka harus mampu berpikir kritis. Karena apapun yang diterima, itu tidak selayaknya harus diterima dan ditelan begitu saja. Tetapi harus dicermati dan dianalisa seberapa besar manfaatnya/kebergunaannya, juga dengan kaitan-kaitan keilmuan selanjutnya di masa yang akan datang. Dengan demikian, penerapan contextual teaching and learning ini dinilai cocok untuk

73 Hery Susanto, diwawancara oleh Penulis, Rogojampi, 27 Oktober 2022.

diterapkan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa disini.”74

Senada dengan hal itu, Ibu Novida Kusuma Wardhani juga menyampaikan bahwa:

“Menurut saya, penerapan contextual teaching and learning ini bisa digunakan untuk melatih kemampuan berpikir kritis siswa, mbak. Dengan CTL, siswa yang semula pasif bisa diarahkan untuk aktif dalam setiap rangkaian kegiatan yang ada dalam CTL.

Contohnya dengan aktif berdiskusi dan saling bertanya terkait permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari yang ada hubungannya dengan materi di kelas. Dengan begitu, pembelajaran akan lebih berkesan bagi siswa dan memudahkan mereka dalam memahami materi pelajaran. Mereka akan merasakan bahwa apa yang dipelajari di sekolah memang memiliki manfaat yang dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat nantinya.”75

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka dapat dipahami bahwa contextual teaching and learning (CTL) diterapkan di SMAN 1 Rogojampi dalam rangka mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswanya. Siswa disajikan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari di sekolah dengan kejadian yang ada di kehidupan nyata siswa, termasuk dalam ranah agama. Mereka dilatih untuk bisa memilah informasi yang benar dan salah agar tidak asal menelan semua informasi yang mereka dapat. Dengan begitu, mereka akan memperoleh kebermanfaaatan dari penguasaan materi yang telah dipelajari selama proses pembelajaran.

74 Akip Effendy, diwawancara oleh Penulis, Rogojampi, 24 Oktober 2022.

75 Novida Kusuma Wardhani, diwawancara oleh Penulis, Rogojampi, 24 Oktober 2022.

Dalam menerapkan contextual teaching and learning (CTL), ada beberapa hal yang harus dipersiapkan guru PAI selain RPP, sebagaimana hasil wawancara berikut:

“Sebelum menerapkan CTL di kelas, biasanya ada hal lain yang perlu saya siapkan sebelumnya, mbak. Contohnya seperti ppt terkait materi yang akan dibahas, video pembelajaran, dan bahan diskusi siswa. Yang saya utamakan disini yaitu bahan diskusinya, mbak. Hal itu dikarenakan bahan diskusi itulah yang akan saya pakai untuk menstimulus perkembangan kemampuan berpikir kritis dari siswa. Untuk bahan diskusi biasanya seperti informasi atau fakta di lapangan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Atau bahan diskusi juga kadang bisa berupa pertanyaan yang diajukan oleh siswa, mbak. Bahan diskusi ini yang nantinya harus dianalisis oleh siswa secara berkelompok pada saat proses pembelajaran berlangsung.”76

Berdasarkan beberapa hasil wawancara di atas, maka dapat diperoleh beberapa hasil penelitian yaitu pada tahap perencanaan pembelajaran, guru harus membuat RPP yang mengacu pada silabus. RPP pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMAN 1 Rogojampi menggunakan RPP edisi penyederhanaan yang meliputi poin tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.

Salah satu model pembelajaran yang diterapkan dalam RPP pada poin kegiatan pembelajaran oleh guru pendidikan agama Islam adalah cotextual teaching and learning (CTL) yang ditujukan dalam rangka mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswanya. Hal penting lain yang dipersiapkan guru dalam menerapkan CTL yaitu bahan diskusi untuk siswa berupa gambaran informasi, pernyataan, atau fakta di kehidupan nyata terkait materi yang akan dibahas antar kelompok siswa.

76 Hery Susanto, diwawancara oleh Penulis, Rogojampi, 27 Oktober 2022.

Pelaksanaan, yakni tahap dilaksanakannya perencanaan pembelajaran yang telah dipersiapkan dalam bentuk kegiatan belajar mengajar secara langsung di dalam kelas. Tahap pelaksanaan dari contextual teaching and learning (CTL) ini, dimulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup sebagaimana langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang tercantum di RPP. Pada tahap ini, peneliti menggalih data melalui observasi secara langsung di kelas XII MIPA 2. Kelas ini dipilih atas rekomendasi dari guru mata pelajaran pendidikan agama Islam yang mengkategorikan kelas XII MIPA 2 sebagai kelas yang aktif. Berikut rincian dari pelaksanaan contextual teaching and learning (CTL) di kelas.

a. Kegiatan Pendahuluan

Kegiatan pendahuluan merupakan langkah awal yang dilakukan guru ketika akan memulai proses pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara, guru PAI menyampaikan bahwa:

“Saat memasuki kelas, seperti biasa saya mengucap salam dan mengawali pembelajaran dengan berdo‟a, mbak. Biasanya juga saya menunjuk salah satu siswa untuk memimpin do‟a. Ketika mata pelajaran PAI dapat kelas jam pertama, biasanya kami membaca asmaul husna terlebih dahulu kemudian menyanyikan lagu nasional Indonesia raya dan dilanjut berdo‟a bersama.

Setelah itu, saya menanyakan kabar dan mulai mengabsen siswa satu per satu. Sembari mengisi daftar hadir, saya juga memeriksa kesiapan siswa, mbak. Saya instruksikan ke mereka untuk menyiapkan buku pelajaran atau bahan belajar lain yang sekiranya diperlukan ketika jam mata pelajaran PAI itu berlangsung. Kemudian, saya kasih ice breaking agar konsentrasi mereka fokus lagi dan juga untuk membangkitkan semangat mereka setelah mungkin lelah belajar pada materi pelajaran sebelumnya. Setelah itu, saya mulai review sekilas pembahasan pada materi sebelumnya untuk kemudian beralih ke

materi selanjutnya dengan menyampaikan tujuan dan lingkup materi pembelajaran yang akan dipelajari pada hari itu.”77

Gambar 4.2 Kegiatan Pendahuluan

Data tersebut sesuai sebagaimana hasil observasi yang dilakukan peneliti di kelas, guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan mengucap salam dan menyuruh salah satu siswa untuk memimpin do‟a bersama. Sesudah berdo‟a, guru memeriksa daftar hadir dan kesiapan siswa. Guru memfokuskan konsentrasi siswa dengan melakukan ice breaking, memberi motivasi kepada siswa, dan menyampaikan tujuan pembelajaran terkait materi yang akan dibahas.

Sebelum beralih ke materi selanjutnya, guru sedikit mengulas mengenai materi yang telah dibahas pada pertemuan sebelumnya untuk memastikan pemahaman siswa semisal ada yang ingin ditanyakan kembali. Setelah itu, guru menyampaikan garis besar cakupan materi yang akan dibahas dalam proses pembelajaran.78

77 Hery Susanto, diwawancara oleh Penulis, Rogojampi, 27 Oktober 2022.

78 Observasi di SMAN 1 Rogojampi, 01 November 2022.

b. Kegiatan Inti

Kegiatan inti ialah kegiatan yang paling pokok dalam proses pembelajaran. Penerapan contextual teaching and learning (CTL) menempatkan guru sebagai fasilitator dan siswa sebagai subjek dalam kegiatan pembelajaran. Dalam pelaksanaanya, siswa dituntut untuk aktif dengan menggalih sendiri informasi yang dibutuhkan dan berani dalam menyampaikan pendapat terkait permasalahan yang sedang dipelajari di dalam kelas. Kegiatan inti yang dilaksanakan pada mata pelajaran PAI sebagaimana yang tercantum dalam RPP meliputi langkah kegiatan literasi, berpikir kritis, kerja sama, berkomunikasi, dan kreativitas. Sebagaimana yang disampaikan oleh guru PAI berikut:

“Untuk kegiatan inti biasanya saya menerapkan langkah yang ada di RPP itu mbak, meskipun terkadang bisa juga sedikit berubah dan menyesuaikan dikarenakan satu lain hal. Jadi, pertama-tama saya beri waktu siswa untuk membaca buku paketnya supaya mereka punya gambaran terkait materi yang akan dibahas. Beberapa dari mereka mungkin juga sudah ada yang mempelajari materi dari rumahnya, tetapi ada beberapa juga yang belum belajar. Setelah rampung membaca, saya menyampaikan materi entah itu melalui ppt atau video pembelajaran yang sudah saya siapkan terlebih dahulu. Kalau ada pembahasan yang perlu untuk diperagakan, saya biasanya menunjuk satu atau beberapa siswa maju ke depan untuk memberi contoh kepada temannya yang lain dan tetap saya arahkan supaya sesuai dengan contoh yang benar. Kemudian karena saya menerapkan CTL, saya membagi siswa menjadi kelompok kecil untuk menganalisis terkait kejadian dalam kehidupan nyata yang masih ada kaitannya dengan materi, mbak. Kegiatan ini saya tujukan untuk melatih kemampuan berpikir kritis mereka. Setelah berdiskusi, masing-masing kelompok itu nanti akan presentasi ke depan dan saling bertanya untuk bisa dapat pemahaman yang lebih baik lagi. Kalau selesai presentasi, saya akan bantu anak-anak menyimpulkan sekiranya jawaban mereka itu sudah tepat atau belum. Meskipun ada

jawaban yang kurang tepatpun, saya sudah mengapresiasi sekali keberanian mereka dalam menyampaikan pendapatnya.”79

Data yang disampaikan tersebut sesuai sebagaimana hasil observasi yang peneliti lakukan pada beberapa pertemuan di dalam kelas. Berikut uraian langkah kegiatan pembelajaran CTL yang diterapkan guru mata pelajaran pendidikan agama Islam tersebut pada materi pernikahan dalam ajaran Islam.

Pertama, guru menyampaikan materi melalui ppt dan tayangan video pembelajaran. Sebelum menyampaikan materi, guru memulai kegiatan inti dengan memberi siswa waktu untuk membaca sekilas materi yang ada di buku paket terlebih dahulu agar siswa mempunyai gambaran terhadap materi yang akan dibahas. Pada hari itu, materi yang mereka pelajari ialah tentang bab pernikahan dalam ajaran Islam.

Setelah kegiatan membaca, guru bertanya kepada siswa terkait apa yang mereka ketahui tentang pernikahan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang siswa miliki. Beberapa siswa mulai menyebutkan jawaban untuk pertanyaan tersebut. Setelah itu, guru mulai menerangkan materi tersebut melalui ppt yang ditayangkan di proyektor dan siswa menyimak penjelasan guru. Guru juga menayangkan video pembelajaran terkait praktik akad untuk memberi contoh secara nyata pelaksanaan dari materi pernikahan tersebut. Setelah penyampaian materi, guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk bertanya.

Kemudian guru memberi penjelasan terkait hal yang belum mereka

79 Hery Susanto, diwawancara oleh Penulis, Rogojampi, 27 Oktober 2022.

pahami tersebut. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru terkesan santai tetapi juga serius. Hal itu bisa dilihat dari cara guru yang menyelipkan humor ketika proses pembelajaran berlangsung.80

Gambar 4.3

Guru Menyampaikan Materi

Kedua, guru membimbing siswa untuk memperagakan contoh praktik terkait materi yang dipelajari. Sebagaimana yang disampaikan oleh guru PAI bahwa:

“Biasanya saya menunjuk perwakilan siswa untuk maju dan mencontohkan praktik dari materi yang sedang dibahas, mbak.

Tapi tergantung materinya juga, kalau ada yang bisa diperagakan ya maju, kalau tidak ada langsung saya pandu untuk diskusi. Peragaaan ini juga bisa menarik perhatian siswa dan membuat mereka lebih paham materinya.”

Setelah penyampaian materi, beberapa siswa ditunjuk untuk memperagakan praktik akad pernikahan sebagaimana video pembelajaran yang telah mereka lihat sebelumnya. Dengan arahan guru, beberapa siswa tersebut mulai mencontohkan praktik akad nikah di depan teman-temannya yang lain. Siswa terlihat begitu antusias dan

80 Observasi di SMAN 1 Rogojampi, 01 November 2022.

tertarik melihat apa yang diperagakan temannya tersebut.81 Hal ini dilakukan dengan tujuan menambah pemahaman siswa terkait sub-materi pernikahan dalam ajaran Islam yang mereka pelajari di kelas.

Gambar 4.4

Siswa Memperagakan Materi

Ketiga, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok diskusi untuk menganalisis peristiwa nyata dan aktual terkait materi.

Pada kegiatan ini, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari empat sampai lima siswa. Kemudian, guru memberi siswa stimulus berupa lembar diskusi yang berisi pernyataan atau permasalahan dan pertanyaan terkait materi pernikahan yang berhubungan dengan peristiwa di kehidupan nyata. Guru berperan sebagai fasilitator yang memandu dan memberi arahan saat kegiatan diskusi berlangsung. Siswa diarahkan untuk menganalisis dan memberi komentar terhadap apa yang tersaji dalam lembar diskusi tersebut.82 Sebagaimana yang disampaikan oleh guru PAI bahwa:

81 Hery Susanto, diwawancara oleh Penulis, Rogojampi, 27 Oktober 2022.

82 Observasi di SMAN 1 Rogojampi, 01 November 2022.

“Karena saya menerapkan CTL, saat kegiatan diskusi di kelas siswa saya arahkan untuk menganalisa dunia luar mbak, tentunya yang masih ada hubungannya dengan materi. Jadi untuk bahan diskusinya saya munculkan kejadian atau permasalahan yang ada baru-baru ini supaya mereka bisa memberikan pendapat serta alasan kenapa berargumen seperti itu. Disini letak poin penting untuk melatih kemampuan berpikir kritis mereka, mbak. Bagaimana mereka saling sharing dengan temannya, menganalisis permasalahan, mengumpulkan informasi untuk mendukung argumen mereka, sampai dengan menyimpulkan hasil diskusi mereka nantinya.”83

Dilihat dari lembar diskusi siswa, pertanyaan yang disajikan guru untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa ini merupakan kejadian yang tidak asing bagi siswa dan memang ada dalam kenyataan kehidupan sehari-hari. Lembar diskusi tersebut juga dilengkapi dengan gambar yang disesuaikan dengan tema diskusi.

Berkenaan dengan hal yang harus dianalisis siswa tersebut meliputi perjodohan dalam pernikahan, pelaksanaan nikah online, pernikahan beda agama, dan pernyataan salah satu wakil gubernur yang menyarankan poligami untuk mencegah penularan hiv/aids. Setelah mendapat lembar diskusi tersebut, siswa terlihat mulai saling bertukar pendapat dan mengumpulkan informasi (dari buku, internet, dan sumber lainnya) untuk kemudian digunakan sebagai pertimbangan dalam menganalisis, mengevaluasi, dan meyimpulkan hasil diskusi mereka.84

83 Hery Susanto, diwawancara oleh Penulis, Rogojampi, 27 Oktober 2022.

84 Observasi di SMAN 1 Rogojampi, 01 November 2022.

Gambar 4.5 Kegiatan Diskusi Siswa

Keempat, guru menginstruksikan siswa untuk mempresentasikan argumen hasil diskusi mereka. Setelah kegiatan berdiskusi selesai, masing-masing kelompok siswa maju secara bergantian untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka. Mereka menyampaikan argumen yang kemudian ditanggapi oleh kelompok lain.

Beberapa siswa terlihat antusias bertanya dan menanggapi karena sebelumnya guru menyampaikan bahwa akan ada nilai tambahan bagi siswa yang aktif. Siswa saling bertanya dan menjawab untuk melengkapi pemahaman mereka terkait materi yang dibahas. Guru juga memberikan reward kepada kelompok siswa yang dapat memberikan argumen jawaban yang tepat, rinci, dan kredibel.85 Reward ini tidak hanya bisa diberikan dalam bentuk kebendaan, tetapi juga dapat bersifat kejiwaan seperti dengan memberi tepuk tangan dan pujian kepada siswa.

85 Observasi di SMAN 1 Rogojampi, 01 November 2022.

Gambar 4.6

Kegiatan Presentasi Siswa

Kelima, guru mengevaluasi hasil diskusi siswa. Setelah masing-masing kelompok siswa melakukan presentasi, guru memberikan evaluasi terhadap hasil diskusi mereka. Guru meluruskan argumen yang kurang tepat dan memberi penguatan terkait pembahasan pemecahan masalah terkait materi pernikahan dalam ajaran Islam yang didiskusikan. Guru juga memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan kembali hal-hal yang belum dipahami.86

c. Kegiatan Penutup

Kegiatan penutup merupakan langkah terakhir dalam kegiatan pembelajaran. Sebagaimana yang disampaikan oleh guru PAI bahwa:

“Kegiatan penutup itu kan sudah langkah terakhir ya mbak kalau di RPP. Jadi biasanya saya mengajak siswa untuk bersama merefleksikan pengalaman belajar yang sudah didapat pada hari itu. Mengingat apa saja yang sudah dipelajari dan menyimpulkannya. Saya juga menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya, kemudian menutup pembelajaran dengan berdo‟a bersama.”87

86 Observasi di SMAN 1 Rogojampi, 08 November 2022.

87 Hery Susanto, diwawancara oleh Penulis, Rogojampi, 27 Oktober 2022.

Hasil wawancara tersebut telah sesuai sebagaimana hasil observasi peneliti di kelas, mulai dari guru yang mengajak siswa merefleksikan pengalaman belajarnya, menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya, menutup pembelajaran dengan berdo‟a bersama, dan mengucapkan salam ketika akan keluar dari kelas.

Evaluasi, yakni tahap penilaian yang dilakukan guru dalam kegiatan belajar mengajar. Bentuk penilaian hasil pembelajaran yang dilakukan oleh guru PAI terdiri dari aspek penilaian sikap, penilaian pengetahuan, dan penilaian keterampilan. Senada dengan hal itu, guru PAI menjelaskan bahwa:

“Evaluasi itu sama dengan penilaian hasil pembelajaran ya mbak.

Jadi kita bisa tahu ketercapaian tujuan pembelajaran itu dengan melihat hasil evaluasi ini. Hasil evaluasi juga bisa dijadikan patokan untuk memperbaiki pembelajaran selanjutnya, dilihat apa metode yang dipakai sudah efektif, apa sudah bisa membuat siswa paham, dan kalau belum apa saja sekiranya yang perlu dibenahi.

Bentuk penilaian yang saya gunakan disini sebagaimana ketentuan dari pusat itu mencakup tiga hal mbak, yaitu pada aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik. Kalau untuk aspek afektif, saya menilainya melalui lembar pengamatan sikap siswa, mbak. Jadi saya mengamati bagaimana sikap siswa tersebut saat di sekolah, bagaimana mereka berinteraksi dengan temannya dan bagaimana sikap mereka saat proses pembelajaran berlangsung. Kalau untuk aspek kognitifnya, saya menilai melalui tugas dan tes yang saya beri ke siswanya, entah itu tes tulis ataupun tes lisan, mbak. Kalau untuk aspek psikomotoriknya, saya menilai dengan mengamati bagaimana mereka saat proses diskusi dan presentasi.”88

88 Hery Susanto, diwawancara oleh Penulis, Rogojampi, 27 Oktober 2022.

Dokumen terkait