• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 1 Rogojampi Banyuwangi Tahun Pelajaran 2022/2023

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 1 Rogojampi Banyuwangi Tahun Pelajaran 2022/2023"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN

BERPIKIR KRITIS SISWA

PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMAN 1 ROGOJAMPI BANYUWANGI

TAHUN PELAJARAN 2022/2023

SKRIPSI

diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Islam dan Bahasa Program Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh : Annisa NIM. T20181198

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

DESEMBER 2022

i

(2)

PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN

BERPIKIR KRITIS SISWA

PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMAN 1 ROGOJAMPI BANYUWANGI

TAHUN PELAJAR AN 2022/2023

SKRIPSI

diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Islam dan Bahasa Program Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh:

Annisa NIM. T20181198

Disetujui Pembimbing:

Dr. H. Syamsul Anam, S.Ag., M.Pd.

NIP. 19710821 200710 1 002

(3)

PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN

BERPIKIR KRITIS SISWA

PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMAN 1 ROGOJAMPI BANYUWANGI

TAHUN PELAJARAN 2022/2023

SKRIPSI

telah diuji dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Islam dan Bahasa Program Studi Pendidikan Agama Islam

Hari : Selasa

Tanggal : 27 Desember 2022 Tim Penguji

Ketua Sekretaris

Dr. Istifadah, S.Pd., M.Pd.I. Hatta, S.Pd.I., M.Pd.I.

NIP. 19680414 199203 2 001 NUP. 20160363

Anggota:

1. Dr. H. Zainuddin Al Haj, Lc., M.Pd.I. ( ) 2. Dr. H. Syamsul Anam, S.Ag., M.Pd. ( )

Menyetujui,

Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Prof. Dr. Hj. Mukni’ah, M.Pd.I NIP. 19640511 199903 2 001

iii

(4)

MOTTO















































Artinya: “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.

Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. an-Nahl: 125)1

1 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Sygma Exagrafika, 2009), 281.

iv

(5)

PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Kedua orang tua saya, Bapak Shodery dan Ibu Wasiatur Rohmah yang telah membesarkan dan mendidik saya dengan penuh kasih sayang, selalu mendo‟akan dan memotivasi saya untuk terus semangat berjuang dalam menggapai kesuksesan masa depan dunia maupun akhirat.

2. Kakak dan adik saya, Siti Mufidah, Achmad Fazri, dan Nur Azizah yang selalu menghibur dan mendukung penuh atas terselesainya skripsi ini.

v

(6)

KATA PENGANTAR









Segala puji bagi Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 1 Rogojampi Banyuwangi Tahun Pelajaran 2022/2023” dengan lancar. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW., yang berkat kegigihan dan keikhlasan beliaulah kita dapat menikmati indahnya iman dan Islam.

Kesuksesan dalam penyelesaian skripsi ini, penulis peroleh karena dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., MM. selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang telah mendukung dan memberikan fasilitas selama proses kegiatan belajar di instansi ini.

2. Ibu Dr. Hj. Mukni‟ah, M.Pd.I. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang senantiasa telah memimpin pelaksanaan program fakultas sehingga terlaksana dengan baik.

3. Bapak Dr. Rif‟ an Humaidi, M.Pd.I. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Islam dan Bahasa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri

vi

(7)

(UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang selalu memberikan arahannya dalam program perkuliahan yang kami tempuh.

4. Ibu Dr. Hj. Fathiyaturrahmah, M.Ag. selaku Koordinator Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq yang telah membimbing dan mengayomi kami khususnya mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam.

5. Bapak Dr. H. Syamsul Anam, S.Ag., M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang selama ini sudah memberikan ilmunya.

7. Bapak Drs. Akip Effendy, M.Pd. selaku Kepala Sekolah SMAN 1 Rogojampi yang telah mengizinkan untuk melakukan penelitian skripsi.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.

Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat pada para pembaca.

Jember, 12 Desember 2022 Penulis,

Annisa

NIM. T20181198

vii

(8)

ABSTRAK

Annisa, 2022: Penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 1 Rogojampi Banyuwangi Tahun Pelajaran 2022/2023.

Kata Kunci: Contextual Teaching and Learning (CTL), Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Pembelajaran pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di abad 21 di samping memiliki tanggung jawab dalam membangun karakter religius siswa, juga bertanggung jawab dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Terdapat berbagai model pembelajaran yang dapat dikembangkan oleh guru di kelas untuk melatih kemampuan berpikir kritis seperti Contextual teaching and learning (CTL). CTL menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan siswa secara nyata. Siswa dilatih untuk berpikir kritis terhadap permasalahan yang ada di sekitar kehidupan mereka, khususnya yang berkaitan dengan materi pendidikan agama Islam.

Fokus penelitian ini adalah 1) Bagaimana penerapan contextual teaching and learning (CTL) dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran PAI di SMAN 1 Rogojampi Banyuwangi tahun pelajaran 2022/2023? 2) Apa saja kendala dalam penerapan contextual teaching and learning (CTL) pada mata pelajaran PAI di SMAN 1 Rogojampi Banyuwangi

tahun pelajaran 2022/2023?. Adapun tujuan penelitian ini adalah 1) Mendeskripsikan penerapan contextual teaching and learning (CTL) dalam

mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran PAI di SMAN 1 Rogojampi Banyuwangi tahun pelajaran 2022/2023. 2) Mendeskripsikan kendala dalam penerapan contextual teaching and learning (CTL) pada mata pelajaran PAI di SMAN 1 Rogojampi Banyuwangi tahun pelajaran 2022/2023.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Penentuan subyek penelitian menggunakan teknik purposive. Teknik pengumpulan data dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Analisis data menggunakan analisis data model interaktif dari Miles dan Huberman. Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan teknik.

Hasil penelitian ini adalah 1) Penerapan contextual teaching and learning (CTL) dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran PAI dilakukan melalui tiga tahapan. Pada tahap perencanaan, guru membuat RPP dan menyiapkan bahan diskusi. Pada tahap pelaksanaan, guru menyampaikan materi; membimbing siswa untuk memperagakan contoh praktik terkait materi; membagi siswa menjadi beberapa kelompok diskusi untuk menganalisis peristiwa nyata dan aktual terkait materi; menginstruksikan siswa untuk mempresentasikan argumennya; dan mengevaluasi hasil diskusi siswa. Pada tahap evaluasi, guru menekankan pada penilaian proses saat kegiatan pembelajaran berlangsung (aspek afektif melalui lembar pengamatan sikap siswa;

aspek kognitif melalui penugasan dan tes; aspek psikomotorik melalui observasi kecakapan siswa saat proses diskusi dan presentasi). 2) Kendala dalam penerapan contextual teaching and learning (CTL) pada mata pelajaran PAI meliputi dua aspek, yaitu dari segi media (kurangnya kelengkapan sarana fasilitas sekolah) dan dari segi siswa (dikarenakan perbedaan karakteristik dari masing-masing siswa).

viii

(9)

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Konteks Penelitian... 1

B. Fokus Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Definisi Istilah ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II : KAJIAN PUSTAKA ... 13

A. PenelitianTerdahulu ... 13

B. KajianTeori... 18

ix

(10)

BAB III : METODE PENELITIAN ... 45

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 45

B. Lokasi Penelitian ... 46

C. Subyek Penelitian ... 47

D. Teknik Pengumpulan Data ... 48

E. Analisis Data ... 51

F. Keabsahan Data ... 53

G. Tahapan Penelitian ... 54

BAB IV : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS ... 56

A. Gambaran Obyek Penelitian... 56

B. Penyajian Data dan Analisis ... 61

C. Pembahasan Temuan ... 86

BAB V : PENUTUP ... 97

A. Kesimpulan... 97

B. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99

x

(11)

DAFTAR TABEL

Keterangan Hal

2.1 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu... ... 16 4.1 Data Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Peserta Didik

SMAN 1 Rogojampi ... 59 4.2 Data Sarana dan Prasarana SMAN 1 Rogojampi ... 60 4.3 Hasil Temuan ... 84

xi

(12)

DAFTAR GAMBAR

Keterangan Hal

4.1 SMAN 1 Rogojampi ... 56

4.2 Kegiatan Pendahuluan ... 69

4.3 Guru Menyampaikan Materi ... 72

4.4 Siswa Memperagakan Materi ... 73

4.5 Kegiatan Diskusi Siswa ... 75

4.3 Kegiatan Presentasi Siswa... 76

4.4 Kegiatan Evaluasi Siswa ... 79

xii

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Pendidikan mempunyai posisi fundamental dalam kehidupan manusia.

Posisi fundamental pendidikan ini telah diatur salah satunya dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2

Dengan pendidikan, seseorang dapat mengembangkan berbagai potensi dalam rangka meningkatkan kualitas dirinya. Pendidikan juga berperan sebagai sarana untuk membentuk kepribadian seseorang menjadi lebih baik. Dalam agama Islam sendiri, pendidikan memiliki kedudukan yang penting bagi seorang muslim, sebagaimana firman Allah dalam surat Al- Mujadalah ayat 11 yang berbunyi:































































Artinya:“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu:

„Berikan kelapangan di dalam majelis-majelis‟, maka lapangkanlah,

2 Sekretariat Negara Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat (1).

(14)

niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: „Berdirilah kamu‟, maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha teliti apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Mujadalah: 11)3

Berdasarkan ayat tersebut, dapat diketahui bahwa orang yang senantiasa menuntut ilmu dan juga beriman kepada Allah, maka Allah akan mengangkat derajatnya di dunia maupun di akhirat. Ayat tersebut menjadi salah satu motivasi seseorang dalam menuntut ilmu dan juga telah menunjukkan betapa pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia, khususnya bagi seorang muslim.

Seiring dengan adanya perubahan zaman, pendidikan menjadi salah satu bidang yang terus mengalami perkembangan. Abad 21 merupakan abad transformasi yang penuh tantangan dan pendidikan berperan penting dalam menghadapi tantangan tersebut. Sebagaimana dalam karakteristik skill masyarakat abad ke-21 yang dipublikasikan oleh Partnership for 21st Century Skill yang menyatakan bahwa siswa harus dilatih untuk mengembangkan keterampilan kompetitif yang dibutuhkan di abad ke-21, seperti learning and innovation skills (keterampilan belajar dan berinovasi), life and career skills (keterampilan hidup dan karir), serta information, media and technology skills (keterampilan di bidang informasi, media dan teknologi). Pada keterampilan learning and innovation skills ini kemudian terbagi lagi menjadi 4C yang mencakup critical thinking (berpikir kritis), communication (komunikasi),

3 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Sygma Exagrafika, 2009), 543.

(15)

collaboration (kolaborasi), dan creativity and innovation (kreativitas dan inovasi).4

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka salah satu kemampuan abad 21 yang harus dimiliki siswa adalah kemampuan berpikir kritis (critical thinking). Untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, maka siswa perlu distimulasi dengan kegiatan pembelajaran yang dapat melatih kecakapan dalam cara berpikir mereka, misalnya dengan menerapkan pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa secara penuh, mengaitkan materi pembelajaran dengan konteks kehidupan nyata, atau dengan membentuk kerjasama antar siswa untuk menganalisis suatu pembahasan.

Namun, pada realitanya di lapangan masih terdapat banyak guru yang belum melaksanakan pembelajaran yang mengarah pada pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa. Sebagian besar guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional yang bersifat satu arah dimana hanya terjadi penuangan informasi dari guru ke siswa, cenderung monoton, dan menjenuhkan bagi siswanya. Kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centre learning). Siswa tidak dijadikan sebagai subjek melainkan objek pembelajaran, bahkan guru cenderung membatasi kreativitas dan partisipasi siswa selama kegiatan belajar mengajar sehingga hasil yang dicapai siswa hanya sebatas menghafal konsep, teori, prinsip, hukum, dan

4 Olivia Aliftika, Purwanto, dan Setiya Utari, “Profil Keterampilan Abad 21 Siswa SMA Pada Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Materi Gerak Lurus”, Wahana Pendidikan Fisika 4, no.2 (September 2019): 142.

(16)

semacamnya hanya pada tingkat ingatan.5 Siswa cenderung menerima materi yang ada dan terkadang sulit dalam menganalisis informasi yang terkandung dalam materi yang dipelajari. Begitupun dalam kegiatan evaluasi pembelajaran di sekolah yang tidak jarang pula masih kurang melatih kemampuan berpikir kritis siswa sehingga banyak dari mereka yang belum memperoleh kemampuan abad 21 pada saat proses kegiatan belajar mengajar tersebut.

Berdasarkan studi yang dilakukan Trilling dan Fadel (21st Century Skills: Learning for Life in Our Times), mengungkapkan bahwa tamatan sekolah menengah, diploma, dan pendidikan tinggi masih kurang kompeten dalam hal berpikir kritis dan mengatasi masalah, berkomunikasi dengan sesama, bekerja secara tim dan berkolaborasi, bekerja di dalam kelompok yang berbeda, menggunakan teknologi, etika bekerja profesionalisme, serta manajemen projek dan kepemimpinan.6

Hasil pemantauan supervisi dan pembinaan pasca evaluasi hasil belajar (EHB) SMA yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan SMA juga mengindikasikan bahwa sebagian besar guru SMA dalam menyusun pertanyaan cenderung mengukur kemampuan berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking Skills). Pertanyaan yang disusun oleh guru umumnya mengukur kemampuan mengingat (recall / C1). Jika dilihat dari

5 Rusli, “Efektivitas Model Pembelajaran Discovery Learning dalam Meningkatkan Hasil Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama”, Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Sosial, Budaya, dan Kependidikan 7, no.1 (2020): 109.

6 Iwan Fajri, Rusli Yusuf, dan Mohd Zailani Mohd Yusoff, “Model Pembelajaran Project Citizen sebagai Inovasi Pembelajaran dalam Meningkatkan Keterampilan Abad 21”, Jurnal Hurriah: Jurnal Evaluasi Pendidikan dan Penelitian 2, no.3 (September 2021): 107.

(17)

konteksnya, sebagian besar menggunakan konteks di dalam kelas (teoretis) dan jarang menggunakan konteks di luar kelas (kontekstual) sehingga tidak menampakkan keterkaitan antara pengetahuan yang diperoleh dalam pembelajaran dengan kehidupan nyata sehari-hari.7

Pembelajaran pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di abad 21 di samping memiliki tanggung jawab dalam membangun karakter religius siswa, juga bertanggung jawab dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Direktur Pendidikan Agama Islam (PAI), Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen), Kemenag RI, Dr. Rohmat Mulyana Sapdi, M.Pd. bahwa pendidikan agama Islam di sekolah harus dapat menjadi jalan pembuka kemampuan berpikir kritis siswa.

Siswa dibimbing untuk bertanya mengenai suatu hal yang dianggap sudah baku. Munculnya kesadaran mendalam berdasarkan kemampuan intelektual yang matang ini yang kemudian disebut dengan berpikir kritis, bukan untuk menggugat kebenaran agama tetapi untuk menguatkan agama.8 Dengan berpikir kritis, siswa akan dapat memilah mana informasi benar atau salah sehingga dapat menentukan pemikiran atau tindakan yang tepat.

Dalam konteks pembelajaran PAI, kemampuan berpikir kritis juga menjadi salah satu kemampuan yang ditekankan dalam kurikulum 2013.

7 Debby Eka Wulandari, “Pemahaman Guru Sejarah Alumni Program Studi S1 Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Surabaya di SMA Muhammadiyah 4 Surabaya terhadap Soal Berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skill), Avatara: e-Journal Pendidikan Sejarah 6, no.1 (Maret 2018): 76.

8 “Pendidikan Agama Islam Harus Bisa Membuka Kemampuan Berpikir Kritis Siswa”, Direktorat Pendidikan Agama Islam, diakses 15 Agustus, 2022, http://www.pendis.kemenag.go.id/pai/berita-322-pendidikan-agama-islam-harus-bisa-membuka- kemampuan-berpikir-kritis-siswa.html .

(18)

Keputusan Menteri Agama No. 183 tahun 2019 tentang Kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab pada Madrasah menegaskan bahwa salah satu alasan pengembangan kurikulum 2013 dalam mata pelajaran PAI dan Bahasa Arab ialah untuk mengembangkan pola pembelajaran kritis dan solutif. KMA menetapkan bahwa kemampuan berpikir kritis menjadi salah satu kompetensi inti yang harus dicapai dalam setiap mata pelajaran PAI.9 Dengan demikian, maka pembelajaran PAI pada kurikulum 2013 harus mampu mengakomodir pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa.

Berdasar pada beberapa pernyataan tersebut, maka seorang guru PAI dituntut untuk dapat merancang kegiatan pembelajaran yang mengarahkan siswanya agar bisa berpikir kritis. Terdapat berbagai model pembelajaran yang dapat dikembangkan oleh guru di kelas untuk melatih kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan hasil observasi peneliti, SMAN 1 Rogojampi merupakan sekolah yang menerapkan contextual teaching and learning (CTL) dalam upaya mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswanya, termasuk pada mata pelajaran PAI. Contextual teaching and learning (CTL) diterapkan dengan menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan siswa secara nyata sehingga siswa mampu mengkorelasikan materi yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari.

Unsur CTL yang meliputi contructivism, inquiry, questioning, learning community, modeling, reflection, dan authentic assesment sejalan dengan upaya mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Siswa dilatih untuk

9 Fathur Rohman dan Kusaeri, “Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Fiqih dengan Watson-Glaser Critical Thinking Appraisal (WGTCA)”, EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan 19, no.3 (November 2021): 334.

(19)

berpikir kritis terhadap permasalahan yang ada di sekitar kehidupan mereka, khususnya yang berkaitan dengan materi pendidikan agama Islam.

Berdasarkan beberapa pemaparan di atas, maka peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul “Penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 1 Rogojampi Banyuwangi Tahun Pelajaran 2022/2023”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka yang menjadi fokus penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana penerapan contextual teaching and learning (CTL) dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 1 Rogojampi Banyuwangi tahun pelajaran 2022/2023?

2. Apa saja kendala dalam penerapan contextual teaching and learning (CTL) pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 1 Rogojampi Banyuwangi tahun pelajaran 2022/2023?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan penerapan contextual teaching and learning (CTL) dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 1 Rogojampi Banyuwangi tahun pelajaran 2022/2023.

(20)

2. Mendeskripsikan kendala dalam penerapan contextual teaching and learning (CTL) pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 1 Rogojampi Banyuwangi tahun pelajaran 2022/2023.

D. Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian dikatakan berhasil ketika penelitian tersebut dapat memberikan suatu manfaat. Manfaat penelitian berisi tentang konstribusi apa yang diberikan setelah selesai melakukan penelitian. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya dalam pembelajaran pendidikan agama Islam menggunakan contextual teaching and learning, dapat memperkaya khazanah keilmuan, dan menambah wawasan serta dapat dijadikan acuan sebagai bahan dasar bagi pelaksanaan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman tersendiri bagi peneliti serta dapat menambah wawasan pengetahuan khususnya sebagai bekal saat terjun langsung di dunia pendidikan kelak sebagai seorang guru Pendidikan Agama Islam.

(21)

b. Bagi Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan keilmuan khususnya dalam keilmuan pendidikan dan keagamaan serta dapat dijadikan referensi tambahan untuk melengkapi kajian kepustakaan yang relevan untuk peneliti lain terutama bagi mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

c. Bagi SMAN 1 Rogojampi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam pemanfaatan penggunaan model pembelajaran sehingga proses serta tujuan kegiatan belajar mengajar dapat dicapai dengan maksimal.

d. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan untuk mendapatkan wawasan pengetahuan terkait pembelajaran pendidikan agama Islam khususnya dalam menggunakan model pembelajaran contextual teaching and learning (CTL).

E. Definisi Istilah

Definisi istilah berisi tentang pengertian istilah-istilah penting yang menjadi titik perhatian peneliti di dalam judul penelitian. Tujuan definisi istilah agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap makna istilah sebagaimana dimaksud oleh peneliti.10 Definisi istilah pada penelitian ini di antaranya sebagai berikut.

10 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jember: UIN KHAS Jember, 2021), 45- 46.

(22)

1. Contextual Teaching and Learning (CTL)

Contextual teaching and learning (CTL) merupakan model pembelajaran yang diterapkan dengan cara mengaitkan antara materi pelajaran dengan situasi kehidupan nyata sehingga siswa mampu menghubungkan atau menerapkan apa yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari. CTL disini memungkinkan siswa memiliki pengetahuan yang dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lainnya.

2. Berpikir Kritis

Berpikir kritis adalah kemampuan seseorang menggalih secara lebih mendalam suatu informasi atau permasalahan yang ada secara objektif. Hal ini berkaitan dengan kegiatan siswa dalam menganalisis suatu pembahasan pada materi tertentu yang masih relate dengan fenomena yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

3. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang bertujuan mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam. Pendidikan agama Islam yang dimaksud disini adalah materi pelajaran PAI di sekolah yang bukan hanya mengajarkan teori tentang agama melainkan juga menekankan pada pembentukan karakter religius sehingga dapat membentuk siswa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak.

(23)

Berdasarkan definisi istilah di atas, maka yang dimaksud dengan penerapan contextual teaching and learning (CTL) dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Islam adalah penerapan suatu model pembelajaran dengan mengaitkan antara materi pelajaran dan situasi kehidupan nyata agar siswa memiliki kemampuan dalam menganalisis suatu pembahasan terkait materi pendidikan agama Islam yang ada di sekitar kehidupan sehari-hari mereka.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan berisi tentang deskripsi alur pembahasan yang dimulai dari bab pendahuluan sampai pada bab penutup. Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Bab I berisi pendahuluan. Bagian ini memuat komponen dasar penelitian yakni konteks penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah, serta sistematika pembahasan

Bab II berisi kajian pustaka. Bagian ini berisi ringkasan kajian penelitian terdahulu dan kajian teori yang memiliki kaitan atau relevansi dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

Bab III berisi metode penelitian. Bagian ini memuat pembahasan tentang metode yang akan digunakan, seperti pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, keabsahan data, serta tahap-tahap penelitian.

Bab IV berisi penyajian data dan analisis. Bagian ini memuat pembahasan tentang penguraian data dan hasil penelitian tentang

(24)

permasalahan yang telah dirumuskan, meliputi gambaran obyek penelitian, penyajian data dan analisis, serta pembahasan temuan.

Bab V berisi penutup. Bagian ini merupakan bagian akhir yang memuat kesimpulan dan saran. Pada bab ini, dapat diperoleh suatu gambaran dari hasil penelitian secara mudah.

(25)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Pada bagian ini, peneliti akan mencantumkan hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang hendak dilakukan. Melalui langkah ini, maka dapat dilihat sejauh mana orisinilitas dan posisi penelitian yang akan dilakukan.11 Berikut beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Rita Juliyanti tahun 2017, dengan judul skripsi “Implementasi Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Meningkatkan Prestasi Belajar PAI Peserta Didik Kelas X.1 SMA Negeri 22 Kota Makassar”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam meningkatkan prestasi belajar PAI peserta didik kelas X.1 SMA Negeri 22 Kota Makassar. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari tiga siklus. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada peningkatan prestasi belajar PAI siswa kelas X.1 yang dicapai melalui implementasi Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan nilai rata-rata siswa, yaitu dari sebelum tindakan sebesar 58 menjadi 84 setelah tindakan.12

11 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, 40.

12 Rita Juliyanti, “Implementasi Contextual Teaching and Learning dalam Meningkatkan Prestasi Belajar PAI Peserta Didik Kelas X.1 SMA Negeri 22 Kota Makassar” (Skripsi, Universitas Muhammadiyah Makassar, 2017), vi.

(26)

2. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Miftachul Khasanah tahun 2018, dengan judul tesis “Pengembangan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Rasa Percaya Diri Anak Berkebutuhan Khusus (Tunadaksa) di SDLB D Yayasan Pembinaan Anak Cacat Surabaya”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan rasa percaya diri anak berkebutuhan khusus tunadaksa di SDLB D Yayasan Pembinaan Anak Cacat Surabaya pada mata pelajaran PAI setelah menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dan pengembangan (R & D). Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan angket. Hasil penelitian dan pengembangan ini menunjukkan bahwa pengembangan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa tunadaksa di SDLB D Yayasan Pembinaan Anak Cacat Surabaya.13

3. Penelitian yang dilakukan oleh Samsul Bahri tahun 2021, dengan judul skripsi “Pengaruh Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PAI di Kelas VII SMPN 4 Panyabungan Tahun Ajaran 2020/2021”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap hasil belajar siswa pada mata

13 Siti Miftachul Khasanah, “Pengembangan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Rasa Percaya Diri Anak Berkebutuhan Khusus (Tunadaksa) di SDLB D Yayasan Pembinaan Anak Cacat Surabaya”

(Tesis, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2018), vi.

(27)

pelajaran PAI. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan jenis eksperimen. Teknik pengumpulan data melalui observasi, tes, dan dokumentasi. Hasil penelitian di analisis menggunkan rumus uji T-test. Hasil analisis data menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel (2,72 > 2,03) pada α = 0,05, dengan derajat kebebasan 40.

Berdasarkan temuan tersebut, maka dinyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap hasil belajar siswa mata pelajaran PAI di kelas VIII SMP N 4 Panyabungan.14

4. Penelitian yang dilakukan oleh Akhmad Khusyairi tahun 2021, dengan judul skripsi “Implementasi Strategi Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Menanamkan Karakter Religius Siswa di Kelas Industri SMKN 4 Malang”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam menanamkan karakter religius siswa di kelas industri SMKN 4 Malang serta faktor penghambat dan pendukung dalam pelaksanaannya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif deskriptif.

Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam menanamkan karakter religius siswa di kelas industri SMKN 4 Malang telah berjalan dengan baik. Guru menggunakan teori learning community (masyarakat belajar).

14 Samsul Bahri, “Pengaruh Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PAI di Kelas VIII SMP N 4 Panyabungan Tahun Ajaran 2020/2021” (Skripsi, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2021), i.

(28)

Dalam pembelajaran, siswa mendapatkan ilmu pengetahuan baru melalui proses interaksi dengan sesama siswa, guru, maupun lingkungan sekitarnya. Faktor pendukung meliputi sarana prasarana untuk menunjang pembelajaran siswa dalam melaksanakan praktek dan kegiatan ekstrakurikuler yang menunjang penanaman karakter religius siswa di luar materi pelajaran di kelas. Adapun faktor penghambat berasal dari perbedaan latar belakang siswa dan perkembangan teknologi informasi yang tanpa diimbangi dengan ilmu pengetahuan.15

Tabel 2.1

Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu No. Nama

dan Tahun

Judul Persamaan Perbedaan

1 Rita Juliyanti, tahun 2017

Implementasi Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam

Meningkatkan Prestasi Belajar PAI Peserta Didik Kelas X.1 SMA Negeri 22 Kota Makassar

a. Membahas

tentang contextual teaching and learning (CTL) b. Menggunakan

pendekatan penelitian kualitatif

a. Fokus penelitian lebih ditekankan pada peningkatan prestasi belajar siswa

b. Menggunakan jenis penelitian PTK

c. Lokasi penelitian

2 Siti Miftachul Khasanah, tahun 2018

Pengembangan Model

Pembelajaran Contextual Teaching and Learning pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dalam

Membahas tentang contextual teaching and learning (CTL)

a. Fokus penelitian lebih ditekankan pada rasa

percaya diri siswa

b. Menggunakan jenis penelitian dan

pengembangan (R & D)

15 Akhmad Khusyairi, “Implementasi Strategi Pembelajaran Contextual Teaching and Learning dalam Menanamkan Karakter Religius Siswa di Kelas Industri SMKN 4 Malang” (Skripsi, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2021), xx.

(29)

No. Nama dan Tahun

Judul Persamaan Perbedaan

Meningkatkan Rasa Percaya Diri Anak Berkebutuhan Khusus

(Tunadaksa) di SDLB D Yayasan Pembinaan Anak Cacat Surabaya

c. Teknik pengumpulan data disertai dengan penggunaan angket

d. Lokasi penelitian

3 Samsul Bahri, tahun 2021

Pengaruh Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PAI di Kelas VII SMPN 4 Panyabungan Tahun Ajaran 2020/2021

Membahas tentang contextual teaching and learning (CTL)

a. Fokus penelitian lebih ditekankan pada hasil belajar siswa

b. Menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif jenis eksperimen c. Teknik

pengumpulan data disertai dengan

penggunaan tes d. Lokasi penelitian 4 Akhmad

Khusyairi, tahun 2021

Implementasi Strategi Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam

Menanamkan Karakter Religius Siswa di Kelas Industri SMKN 4

Malang

a. Membahas tentang contextual teaching and learning (CTL) b. Menggunakan

pendekatan penelitian kualitatif

a. Fokus penelitian lebih ditekankan pada penanaman karakter religius siswa

b. Lokasi penelitian

(30)

Berdasarkan tabel di atas, terdapat perbedaan pada penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu terfokus pada peningkatan prestasi siswa, rasa percaya diri siswa, hasil belajar siswa, dan penanaman karakter religius siswa. Sedangkan penelitian ini lebih fokus pada pembahasan terkait penerapan contextual teaching and learning (CTL) dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Islam. Selain itu, perbedaan penelitian ini terletak pada pendekatan dan jenis penelitian, teknik pengumpulan data yang digunakan, serta lokasi penelitiannya.

B. Kajian Teori

1. Contextual Teaching and Learning (CTL)

a. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

Contextual teaching and learning (CTL) merupakan model pembelajaran yang bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan nyata. Johnson merumuskan bahwa CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, baik dalam konteks lingkungan pribadi, sosial, dan budayanya.16

16 Elaine, B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, terj. Ibnu Setiawan (Bandung: MLC, 2007), 67.

(31)

Adapun menurut Sanjaya, CTL merupakan suatu konsep pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata.17 Sedangkan menurut Nurhadi, CTL adalah konsep belajar dari guru dengan menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.18

Dalam model pembelajaran CTL, guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas yang lain. Sesuatu yang baru tersebut dimaksudkan datang dari menemukan sendiri, bukan dari apa kata guru. Pembelajaran tidak sekedar dilihat dari sisi “produk”, melainkan sebuah “proses”

sehingga siswa termotivasi untuk membangun pengetahuannya sendiri dan bukan hanya melalui transfer pengetahuan dari guru. Guru lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dengan

17 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta:

Kencana Prenadamedia Group, 2014), 255.

18 Muhamad Afandi, Evi Chamalah, dan Oktarina Puspita Wardani, Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah (Semarang: UNISSULA Press, 2013), 40.

(32)

melakukan, mencoba, atau mengalami sendiri (learning to do).19 Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik melainkan secara fungsional), apa yang dipelajari di sekolah akan senantiasa bersentuhan dengan situasi dan permasalahan kehidupan yang terjadi di lingkungan siswa.

Pembelajaran CTL yang dikembangkan memakai pendekatan substansi pelajaran ini dikontekskan pada situasi kehidupan di sekitar siswa dengan pertimbangan akan memperlancar proses belajar sekaligus membuat mereka memahami dan menyadari bahwa pengetahuan yang didapatkan di sekolah sesuai dengan apa yang dibutuhkan sehingga akan memberikan manfaat bagi kehidupannya.20 Hal ini akan menjadi pendorong siswa untuk menerapkan apa yang didapatkannya di sekolah dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kapasitasnya sebagai anggota keluarga maupun masyarakat.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa contextual teaching and learning merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan siswa secara nyata sehingga siswa mampu menghubungkan atau menerapkan apa yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari. CTL memungkinkan terjadinya kegiatan belajar

19 Nurdyansyah dan Eni Fariyarul Fahyuni, Inovasi Model Pembelajaran Sesuai Kurikulum 2013 (Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2016), 38.

20 Milan Rianto, Pendekatan, Strategi, dan Metode Pembelajaran (Malang: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 2006), 14.

(33)

mengajar yang menyenangkan karena pembelajarannya dilakukan secara alamiah sehingga siswa dapat mempraktekkan secara langsung materi yang dipelajarinya.

b. Teori Dasar Contextual Teaching and Learning (CTL)

Berikut merupakan beberapa teori dasar dari penerapan contextual teaching and learning.

1) Teori Belajar Bermakna Ausubel

Menurut Ausubel, belajar merupakan asimilasi bermakna.

Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Belajar bermakna terjadi bila siswa mencoba mengaitkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya bahan belajar itu harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa.

2) Teori Belajar Piaget

Menurut Piaget, proses belajar terjadi pada tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Proses asimilasi merupakan proses penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki oleh individu. Proses akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru. Adapun proses ekuilibrasi adalah penyesuaian berkeseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Sebagai realisasi teori ini, maka dalam kegiatan pembelajaran peserta didik haruslah bersifat aktif. CTL adalah

(34)

sebuah pendekatan pembelajaran aktif yang berorientasi pada pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas kognitif siswa, maka guru dalam melaksanakan pembelajaran harus lebih ditujukan pada kegiatan pemecahan masalah atau latihan meneliti dan menemukan.

3) Teori Belajar Vygotsky

Menurut Vygotsky, masa siswa untuk belajar konsep yang paling baik ialah ketika konsep itu berada dalam daerah perkembangan terdekat (zone of proximal development: tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan pada saat ini).

Tingkat perkembangan seseorang saat ini tidak lain adalah tingkat dimana pengetahuan awal atau pengetahuan prasyarat itu telah dikuasai yang kemudian akan memungkinkan terjadinya pembelajaran bermakna. Gagasan penting lain yang diangkat dari teori Vygotsky adalah konsep scaffolding, yakni memberikan sejumlah bantuan kepada anak pada tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian menguranginya sedikit demi sedikit, dan memberi kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab tersebut saat mereka dinilai telah mampu. Bantuan tersebut berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah pada langkah- langkah pemecahan, memberi contoh, atau hal lain yang memungkinkan siswa tumbuh mandiri.21

21 Nurdyansyah dan Eni Fariyarul Fahyuni, Inovasi Model Pembelajaran, 49-51.

(35)

c. Karakteristik Contextual Teaching and Learning (CTL)

Karakteristik dari contextual teaching and learning (CTL) adalah sebagai berikut.

1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yakni pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata (learning in real life setting).

2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).

3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing).

4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, atau saling mengoreksi antar teman (learning in a group).

5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, kerjasama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).

6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together).

7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).22

22 Muhamad Afandi, Evi Chamalah, dan Oktarina Puspita Wardani, Model dan Metode Pembelajaran, 42.

(36)

d. Komponen Utama Contextual Teaching and Learning (CTL)

CTL memiliki komponen utama yang melandasi pelaksanaan proses pembelajarannya, diantaranya yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, refleksi, pemodelan, dan penilaian nyata, berikut uraian penjelasannya.23

1) Konstruktivisme (Constructivism)

Komponen ini merupakan landasan filosofi pembelajaran CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.

Konstruktivisme berarti proses membangun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pembelajaran konstruktivisme disini menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna.

2) Inkuiri

Inkuiri berarti proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.

Komponen ini adalah kegiatan inti CTL. Dalam proses perencanaannya, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, melainkan merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Diawali dari pengamatan terhadap fenomena yang ada,

23 Muhamad Afandi, Evi Chamalah, dan Oktarina Puspita Wardani, Model dan Metode Pembelajaran, 43-48.

(37)

kemudian dilanjutkan dengan kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, melainkan hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya.

3) Bertanya (Questioning)

Bertanya dipandang sebagai suatu refleksi dari keingintahuan seseorang, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Guru menggunakan pertanyaan untuk menuntun siswa berpikir dan membuat penilaian secara kontinyu terhadap pemahaman siswa. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Siswa belajar mengajukan pertanyaan tentang gejala yang ada, belajar bagaimana merumuskan pertanyaan yang dapat diuji, belajar saling bertanya tentang bukti, interprestasi, dan penjelasan yang ada.

4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Komponen ini menyarankan bahwa prestasi belajar sebaiknya diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Prestasi belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, kelompok, dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas. Siswa yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar. Komponen ini terjadi apabila

(38)

ada proses komunkasi dua arah. Pembelajaran yang dikemas dalam diskusi kelompok dengan anggota heterogen dan jumlah yang bervariasi sangat mendukung komponen ini. Anggota kelompok yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran dapat saling belajar.

5) Pemodelan (Modeling)

Modeling merupakan suatu proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL karena melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme. Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar.

Contoh itu bukan untuk ditiru persis, melainkan menjadi acuan pencapaian kompetensi siswa. Dalam CTL, guru bukan satu-satunya model, tapi model itu dapat dirancang dengan melibatkan siswa.

Model juga dapat didatangkan dari luar.

6) Refleksi (Reflection)

Refleksi ialah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan.

Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau

(39)

pengetahuan terhadap apa yang baru diterima. Guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. Guru perlu melaksanakan refleksi pada akhir program pembelajaran. Guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Refleksi dapat berupa: pertanyaan langsung tentang sesuatu yang diperolehnya hari itu, catatan atau jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu, diskusi, hasil karya, dan catatan lain yang ditempuh guru untuk mengarahkan siswa kepada pemahaman mereka tentang materi yang dipelajari. Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.

7) Penilaian Nyata (Authentic Assesment)

Pada hakikatnya, penilaian yang benar adalah menilai apa yang seharusnya dinilai. Penilaian nyata ialah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.

Prinsip yang dipakai dalam penilaian serta ciri-ciri penilaian autentik yakni harus mengukur semua aspek pembelajaran (proses dan produk); dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung; menggunakan berbagai cara dan berbagai sumber; tes

(40)

hanya menjadi salah satu alat pengumpul data penilaian; tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan bagian kehidupan siswa yang nyata setiap hari; serta penilaian harus menekankan ke dalam pengetahuan dan keahlian siswa, bukan keluasannya (kuantitas).

Dalam CTL, hal-hal yang bisa dipakai sebagai dasar menilai prestasi siswa, antara lain: proyek atau kegiatan dan laporannya, pekerjaan rumah, kuis, karya siswa, presentasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis, serta karya tulis.24

Adapun lima elemen yang perlu diperhatikan untuk melaksanakan CTL menurut Zahorik (1995), di antaranya yaitu sebagai berikut.

1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).

2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan mempelajari secara keseluruhan terlebih dulu, kemudian memperhatikan detailnya.

3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) dengan cara menyusun konsep sementara (hipotesis), melakukan diskusi kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan suatu konsep direvisi dan dikembangkan.

4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).

24 Trianto Ibnu Badar Al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2017), 152.

(41)

5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.25 d. Kelebihan dan Kekurangan Contextual Teaching and Learning

(CTL)

Dalam menerapkan CTL, guru tidak hanya menyampaikan materi belaka, melainkan juga mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa termotivasi untuk belajar.

Dengan penerapan CTL, hasil pembelajaran diharapkan akan lebih bermakna bagi siswa. Kelebihan dari contextual teaching and learning adalah sebagai berikut.

1) Pembelajaran kontekstual dapat menekankan aktivitas berpikir siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.

2) Pembelajaran kontekstual dapat menjadikan siswa belajar bukan dengan menghafal, melainkan proses berpengalaman dalam kehidupan nyata.

3) Kelas dalam kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, melainkan sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan siswa.

4) Materi pelajaran ditentukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian orang lain.26

25 Milan Rianto, Pendekatan, Strategi, dan Metode Pembelajaran, 17-18.

26 Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013 (Yogyakarta: Ar- Ruzz Media, 2017), 44.

(42)

Adapun kekurangan dari contextual teaching and learning yaitu sebagai berikut.

1) Bagi siswa yang lambat dalam berpikir, maka akan sulit mengikuti pola dalam pembelajaran seperti ini.

2) Guru harus terlebih dahulu memahami materi secara luas dan mendalam karena bisa saja terdapat temuan baru dari siswa ketika proses belajar. Apabila guru tidak benar-benar paham terkait materi ajar, maka kemungkinan besar akan terjadi kekeliruan.27

2. Berpikir Kritis

a. Pengertian Berpikir Kritis

Secara sederhana, berpikir ialah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan pikirannya untuk menghasilkan sebuah pemikiran. John Dewey mengatakan bahwa pikiran ialah segala sesuatu yang masuk dalam pikiran kita dan segala sesuatu yang ada di kepala kita. Pikiran semacam itu dapat dipicu oleh atau dengan observasi yang kita lakukan, sesuatu yang kita baca, atau yang ada dalam ingatan kita.28 Berpikir juga dapat didefinisikan sebagai proses eksplorasi pengalaman yang dilakukan secara sadar dalam mencapai suatu tujuan. Tujuan dapat berbentuk pemahaman, pengambilan keputusan, perencanaan, pemecahan masalah, tindakan, dan penilaian. Arti lain dari kegiatan

27 Amelia Firmansyah, Hasanuddin, dan Zulkifli Nelson, “Pengaruh Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan Pengetahuan Awal Siswa”, JURING (Jurnal for Research in Mathematics Learning) 1, no. 1 (Juni 2018): 5.

28 Herman Yosep Sunu Endrayanto, Strategi Menilai Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) (Yogyakarta: PT Kanisius, 2021), 14.

(43)

berpikir yaitu kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang seksama.29

Sementara kata kritis, secara etimologi berasal dari Bahasa Yunani krites (turunan kata critikos) yang berarti orang yang memberikan pendapat beralasan atau analisis, pertimbangan nilai, interpretasi, atau pengamatan. Adapun berpikir kritis berarti suatu proses dimana segala pengetahuan dan keterampilan dikerahkan untuk memecahkan permasalahan yang muncul, mengambil keputusan, menganalisis semua asumsi yang muncul dan melakukan investigasi atau penelitian berdasarkan data dan informasi yang telah diperoleh sehingga menghasilkan informasi atau simpulan yang diinginkan.30 Izhab mengartikan berpikir kritis sebagai suatu proses mental untuk menganalisis informasi. Informasi yang dimaksud, didapatkan melalui pengamatan, pengalaman, komunikasi, dan membaca.31 Berikut definisi dari berpikir kritis menurut beberapa tokoh.

1) John Dewey

Dewey mengartikan berpikir kritis sebagai pertimbangan yang aktif, terus-menerus, dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau

29 Andi Muhamad Iqbal Akbar Asfar, Muhammad Arifin Ahmad, dan Anshari, Model Pembelajaran Active Knowledge Sharing untuk Meningkatkan High Order Thinking Skills (Bandung: Media Sains Indonesia, 2021), 14-15.

30 Yoki Ariyana, dkk., Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, 2018), 12.

31 Pratiwi Bernadetta Purba, dkk., Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (Medan: Yayasan Kita Menulis, 2022), 75.

(44)

bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja. Keyakinan atau bentuk pengetahuan itu dikaji dengan mencari alasan yang mendukung suatu kesimpulan. Disini Dewey menekankan karakter kritis pada keaktifan seseorang dalam berpikir. Secara singkat dapat dikatakan, orang berpikir kritis tidak diam dan tidak menerima begitu saja apa yang didapat dari luar dirinya, melainkan menyaringnya terlebih dahulu.

2) Edward Glaser

Menurut Glaser, karakter orang berpikir kritis terletak pada kemampuan menggunakan metode berpikir. Dua metode berpikir yang perlu dikuasai sebagai ciri berpikir kritis adalah metode berpikir deduktif dan berpikir induktif. Dengan metode berpikir deduktif, seseorang dilatih mengasah penalarannya dengan menerapkan prinsip silogisme dalam berargumentasi. Sedangkan dengan metode berpikir induktif, seseorang dilatih untuk meningkatkan ketelitian dalam mengamati gejala-gejala dan mengelompokkannya sebagai dasar untuk menyimpulkan sesuatu.

Dengan demikian, orang berpikir kritis tidak asal berbicara, melainkan memiliki dasar rasional dalam mengambil kesimpulan.

3) Robert Ennis

Robert Ennis mendefinisikan berpikir kritis sebagai pemikiran yang reflektif dan kemampuan untuk mengambil keputusan. Penekanan Ennis disini yakni pada proses refleksi. Hal ini berarti sikap kritis tidak hanya berhenti pada kemahiran dalam

(45)

menyimpulkan atau berargumen, tetapi juga pada kemampuan untuk melakukan evaluasi terhadap suatu pernyataan. Daya kritis orang bukan hanya pada nalarnya, tetapi juga pada kemampuan merefleksikan diri sendiri dan orang lain. Dengan evaluasi, orang bisa memilah-milah mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk.32

Dengan demikian, maka berpikir kritis dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempertimbangkan segala sesuatu dengan menggunakan metode berpikir secara konsisten dan merefleksikannya sebagai dasar mengambil suatu keputusan. Sederhananya, berpikir kritis sama dengan kemampuan seseorang menggalih secara lebih mendalam suatu informasi atau permasalahan yang ada secara objektif.

b. Tujuan Berpikir Kritis

Seseorang yang berpikir kritis tidak menerima begitu saja suatu cara mengerjakan sesuatu hanya karena selama ini memang begitulah cara mengerjakannya dan mereka juga tidak menganggap suatu pernyataan benar hanya karena orang lain membenarkannya. Mereka akan mengevaluasi pemikiran tersirat dari apa yang mereka dengar atau baca dan mereka meneliti proses berpikir mereka sendiri saat menulis, memecahkan masalah, membuat keputusan, atau mengembangkan suatu proyek.33

Berpikir kritis dimaksudkan untuk menggali kejelasan dengan mempertanyakan segala hal yang berhubungan dengan informasi yang diperoleh secara detail sehingga ditemukan kebenaran atas informasi

32 Kasdin Sihotang, Berpikir Kritis: Kecakapan Hidup di Era Digital (Yogyakarta: PT Kanisius, 2019), 36-37.

33 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning, 187-188.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah mendapatkan perlakuan layanan konseling kelompok strategi self management kelompok eksperiman yang awalnya pada saat pre-test masuk dalam kategori rendah

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh lama penyimpanan dan konsentrasi natrium benzoat pada suhu berbeda terhadap kadar vitamin C cabai

Semua membran sel terdiri atas dua komponen utama, yaitu lemak (lipid) dan protein yang terikat secara non kovalen dan tersusun dalam suatu struktur yang menyerupai lembaran.

Struktur modal adalah perbandingan hutang dan modal sendiri dalam struktur finansial perusahaan. Salah satu fundamental yang mempengaruhi aktivitas suatu perusahaan

Untuk meraih gelar sarjana S1, Dianing menulis skripsi dengan judul Gaya Hidup Posmodern Tokoh- Tokoh Dalam Novel Mata Matahari Karya Ana Maryam Sebuah Tinjauan

The PhET sims are designed to allow students to construct their own conceptual understanding of physics through exploration.. This makes the sims useful learning tools for

The writer has done the interview to two students each room that has lowest score to get information clearly about their problem generally in English subject and especially in

Secara umum proses sertifikasi mencakup : peserta yang telah memastikan diri kompetensinya sesuai dengan standar kompetensi untuk paket/okupasi Operator Boiler Kelas Dua