“Pengalaman berharga” adalah sebuah kalimat yang umum digunakan. Namun pemilihan kata di sini memiliki makna dan penjelasan yang cukup jelas. Pengalaman berharga merupakan suatu ingatan yang kuat dalam diri yang telah berlalu dan menjadi suatu pelajaran yang sangat penting sebagai motivasi dalam diri.
Hari ini lebih baik dari pada hari kemarin, dan esok hari lebih baik dari hari ini. “Hari ini lebih baik dari pada hari kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini” merupakan suatu kalimat kiasan yang menjelaskan tentang kehidupan. Penulis juga menekankan bahwa kalimat tersebut mempertegas suatu keadaan yang buruk menjadi keadaan yang lebih baik, dan menjadi suatu pedoman untuk menjadi lebih baik.
4.3 Pembahasan
Penulis membuka tulisan ini dengan deksripsi tentang sosok Chairul Tanjung dan sekitarnya pada Bagian satu. Beberapa tokoh utama diperkenalkan
pada bagian ini, namun porsi tentang Chairul Tanjung dan sekitarnya lebih menonjol dengan adanya deskripsi Kain Halus Ibu sebagai Biaya Kuliah. Penulis juga menceritakan tentang keadaan Chairul Tanjung saat memasuki perguruan tinggi dan usaha yang dilakukannya untuk berusaha sendiri membiayai biaya kuliahnya setelah ia mengetahui bahwa uang kuliah pertamanya di dapat dari menjual kain halus milik ibu yang sangat membuat ia merasa harus berusaha sendiri.
Bagian dua ini, penulis menjelaskan mengenai pendapatan pertama Chairul
Tanjung sebesar Rp 15.000,- yang ia dapatkan dari hasil keuntungan uang fotokopi dari teman-teman sekelasnya dimana dalam setiap memfotokopi satu buku ia memperoleh keuntungan sebesar Rp 150 dengan jumlah satu kelas 100 mahsiswa yang seangkatan dengannya dan dari hasil 150 dikalikan dengan jumlah mahasiswa ia memperoleh sebesar Rp 15.000, dan ia percaya keuntungan pertama tersebut merupakan momentum pembangkit kepercayaan diri selanjutnya.
Bagian Tiga, penulis memaparkan sosok seorang Chairul Tanjung yang
menjadi juragan fotokopi di kampusnya yaitu perguruan tinggi PTN. Pada saat itu ia merupakan mahasiswa yang paling sibuk di seluruh Universitas Indonesia kala itu, semakin banyak teman dan dosen yang menyukai usaha kecil yang sedang digelutinya. Ketika ada ruangan kosong di bawah tangga, ia gunakan ruangan itu untuk bisnis fotokopi, dengan cara menghubungi teman yang mempunyai mesin fotokopi untuk menaruh mesinnya di situ. Bisa dikatakan kerjasama untuk memperoleh keuntungan bersama. Pada bagian ini merupakan sosok Chairul Tanjung yang tidak pernah menyerah ia akan selalu berusaha untuk memanfaatkan kesempatan yang ada.
Bagian Empat, bagian ini dibuka dengan suasana yang berbeda dimana
awalnya tokoh dalam cerita ini membuka usaha fotokopi sampai menjadi juragan fotokopi. Bagian ini mengisahkan tokoh yang memulai usaha dengan menjual alat kedokteran di kampus dengan mendekati salah satu junior yang ayahnya merupakan distributor langsung dalam penjualan alat-alat kedokteran.
Bagian Lima, mengisahkan sosok seorang sahabat yang mendapatkan nilai
D pada mata kuliah kewiraan, dan mereka membutuhkan bantuan untuk mendapatkan nilai yang baik, saat itu tokoh dalam cerita ini mempelajari beberapa
buku untuk mereferensikan suatu buku mengenai kewiraan, yang akhirnya setelah mendengar penjelasan tokoh teman-teman tokoh memperoleh nilai bagus tanpa menjalani test ujian.
Bagian Enam sendiri menceritakan tentang tokoh yang merupakan
mahasiswa teladan, aktivis sekaligus pebisnis dan ia juga terpilih sebagai Ketua Mahasiswa FKG Angkatan 1981 dan berlanjut menjadi ketua seluruh angkatan di Universitas Indonesia yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Ex-Officio Dewan Mahasiswa UI. Setelah diketuai oleh seorang yang aktivis, ini merupakan lompatan besar dan sejarah bagi Universitas Indonesia kala itu karena FKG sebelumnya tidak pernah tenar, apalagi terdengar gaungnya, jika dibandingkan dengan fakultas lain.
Bagian Tujuh mengisahkan tentang penyakit Talasemia yang tidak
merupakan menyakit tetapi seperti kelainan yang disebabkan faktor genetik, dan menyebabkan kondisi penderita lemah dan tidak kuat serta wajahnya pucat. Singkat cerita, untuk mereferensikan penyakit ini kepada masyarakat tokoh mencoba menggelar seminar pertama di Indonesia dengan tema “Thalasemia”.
Bagian Delapan ini penulis mencoba menceritakan kegagalan tokoh saat pertama
kali membuka usaha di luar Kampus. Setelah sukses berbisnis di dalam kampus, tokoh mencoba melebarkan sayap usaha sektor formal di luar kampus. Persaingan di luar dipastikan akan semakin ketat dan tidak semudah seperti di lingkungan kampus, dengan banyak teman yang nongkrong dan makan dengan membawa nama tokoh lama kelamaan membuat keuangan dan pendapatan merosot sampai akhirnya tutup karena lebih besar pasak daripada tiang.
Bagian Sembilan menceritakan peran pendidikan yang bermula dari
keluarga. Tokoh yang sudah terbiasa semangat dan memiliki daya juang itu bermula dari didikan keluarga yang keras dan tegas yang mengajarkan tokoh menjadi lebih tegar serta memiliki kedislinan yang baik untuk diterapkan. Kejujuran dan integritas diri betul-betul ditanamkan tidak hanya kepada anak-anaknya, tetapi juga kepada karyawan yang menjadi tolok ukur pertama dan utama dari seorang A.G. Tanjung.
Bagian Sepuluh, mendeskripsikan saat menunggu Bapak pulang demi zakat
ujung jalan yang menunggu bapaknya dengan harapan membawa uang untuk membayar zakat. Saat itu pula tetangga juga memperhatikan keluarga tokoh, serta ingin membantu membayarkan zakat mereka tetapi dalam hal ini tokoh tidak menerima bantuan itu, tokoh mencoba untuk terus sabar dan menunggu bapaknya, meskipun hal itu membuat ia tidak pernah akan lupa kejadian itu.
Bagian Sebelas, penulis menceritakan awal mula Chairul Tanjung
mengeluti dunia teater, bersama teman – temannya, dilakukan setiap peringatan 17 Agustus, sekolahnya mengadakan berbagai perlombaan antar kelas. Prita, salah satu teman tokoh sekelas memiliki kakak kandung seorang guru teater dan dia mengusulkan agar berlatih kepadanya. Pada bagian ini juga, penulis menceritakan berbagai kegiatan yang di lakukan oleh Chairul Tanjung semasa SMP.
Bagian Duabelas, penulis menceritakan ketertarikan pada seni drama
karena itu tokoh belajar soal teater hingga SMA kelas II kepada Mas Yan Daryono. Penulis juga menggambarkan dampak dari teater yang dialaminya membuat Chairul Tanjung berani menyampaikan pendapat dengan jujur. Pada bagian ini penulis juga menceritakan intensitas tokoh dalam dunia teater yang iya geluti. Ketika duduk di kelas II SMP, saya sudah membuat grup lawak dan sering tampil di depan teman – teman menghibur mereka semua. Ketika duduk di kelas III SMP, pada satu acara tujuh belasan dan saya bacakan puisi Chairul Tanjung, bisa di pastikan sangat sedikit yang tau ketikan puisi tersebut.
Bagian Tigabelas, penulis menceritakan setelah banyak berdiskusi bahan –
bahan pelajaran berat yang tidak di temukan secara formal di sekolah tokoh selalu temukan dalam dunia teater, bagian ini juga penulis menceritakan bermacam – macam kelakuan dan kegiatan yang di lakukan Chairul Tanjung seperti mengamen, dan uang hasil mengamen di kumpulkan, di bagi rata untuk makan bersama tukang becak, tukang bajaj di sekitarnya.
Bagian Empatbelas, menceritakan pertemuan Chairul Tanjung dengan
teman – temannya semasa mengeluti teater. Tahun 1987 tokoh kembali bertemu Mas Yan saat Mas Yan mengelola sebuah majalah di Hotel Hilton (kini Hotel Sultan), dan kebetulan sedang mengikuti acara Bajar Indonesia disana.
Bagian Limabelas, penulis juga menceritakan kisah cerita semasa tokoh
biologi Pak Ganjar memberi tugas praktikum, penelitian dilapangan, dan ini tidak di sekitar sekolah, tapi dipelosok Ciapus, Bogor. Dilalui dengan berjalan kaki melewati perjalanaan yang lumayan berat, pada saat itu dibutuhkan tali tambang untuk perjalanan tersebut.
Bagian Enambelas, penulis menceritakan tujuan dari reunian yang
dilakukan oleh Almamater Boedoet. Pada bagian ini juga tujuan yang dilakukan Chairul Tanjung upaya mempererat silaturahmi seperti yang dilakukan Chairul pada tahun 2006. Dengan adanya kegiatan tersebut penulis menjelaskan bahwa Chairul Tanjung ingin sekaligus membenahi infrastruktur dan fasilitas sekolah bersama para alumni. Penulis juga menggambarkan tentang keadaan SMA Boedoet.
Bagian Tujuhbelas, menceritakan kegiatan yang dilakukan tokoh dalam
Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) jaya. Pada saat itu tokoh terpilih menjadi salah satu grup fisika. Hasil diskusi internal grup fisika, kami menetapkan Mijen di Semarang sebagai lokasi untuk kegiatan bakti sosial, Mijen merupakan sebuah kecamatan dibagian barat daya Kota Semarang. Didaerah pertanian dengan ketinggian 200 hingga 400 meter dari permukaan laut ini banyak penduduknya memerlukan air.
Bagian Delapanbelas, mengisahkan awal mula pabrik sepatu yang digeluti
oleh tokoh. Bermula pada tahun 1987, kala itu tokoh menjadi kontraktor membangun pabrik sumpit di Citeureup, Bogor. Untung tak bisa diraih, malang tak bisa ditentang. Meski proses panjang telah direntang. Baru selesai setengah jalan ternyata pemilik pabrik tersebut bangkrut. Ini merupakan kegagalan yang dialami tokoh dengan waktu yang bersamaan, penulis menceritakan pertemuan tokoh dengan seorang kebangsaan Singapura, Michael Chiam.
Bagian Sembilanbelas, penulis menceritakan tentang rumah tangga Chairul
Tanjung dan peranan seorang istri yang merupakan pilar utama dalam rumahtangga. Anita, putri Jawa yang bersuara merdu merupakan istri dari Chairul Tanjung. Pertemuan mereka berawal dari seorang junior dan senior. Beberapa pertemuan saat kuliah membuat kedekatan mereka lebih intens.
Bagian Duapuluh, bagian ini menceritakan tentang kepedulian Chairul
haji. Tokoh bingung, kebingungan tokoh bukan soal biaya pergi naik haji, melainkan dengan siapa ibu harus pergi ke tanah suci sedangkan pada saat itu tokoh belum benar-benar siap secara mental untuk naik haji karena masih terlalu muda. Namun setelah lama tokoh mempertimbangkan banyak hal, akhirnya tokoh memutuskan untuk berangkat naik haji. Penulis juga menceritakan setelah tiba disana justru tokoh yang lebih khusyuk menunaikan ibadah haji.
Bagian Duapuluhsatu, Penulis menceritakan usaha yang akan mulai
ditambah oleh tokoh dalam dunia bisnisnya. Menjelang tahun 1989, saat sudah memiliki dua atau tiga pabrik dan menjelang penambahan modal berikutnya, tokoh kembali berencana meminjam ke Bank Exim. Salah satu persyaratan utamanya adalah menyerahkan laporan keuangan perusahaan secara lengkap. Dilanjutkan penulis menceritakan awal mula tokoh melanjutkan pendidikannya.
Bagian Duapuluhdua, dalam hal ini penulis mengambarkan sosok Chairul
Tanjung yang memiliki cara berfikir tokoh dalam mengatasi Restrukturisasi Ekonomi, berbagai hal yang dilakukan tokoh dalam hal ini seperti berdiskusi dengan para ahli Ekonomi. Penulis juga menceritakan tentang hal yang didiskusikan oleh tokoh mengenai kegiatan perekonomian di Indonesia, Terminologi Lingkaran Kemiskinan Struktural, kemiskinan ini man made, karena struktur ekonomi, politik, dan sosial kita yang memproduksi sekelompok kecil orang kaya dan sebagian besar miskin.
Bagian Duapuluhtiga, menceritakan kepada pembaca awal bedirinyan
Komite Kemanusiaan Indonesia (KKI). Krisis moneter din Asia dan Indonesia pada tahun 1997, berlanjut kepada krisis multidimensi dimulai pada 1998, telah merontokksn hampir seluruh tatanan yang selama ini stabil. Pada bagian ini penulis menggambarkan keadaan indonesia pada saat itu.
Bagian Duapuluhempat, disini penulis menceritakan program kerja yang
dilakukan pada saat KKI mengambarkan kesuksesan tokoh dalam dunia kegiatannya, tapi semua itu tidak hanya berhenti pada saat itu juga, melainkan pada bagian ini penulis menceritakan kegiataan tokoh dalam kepedulian program ini bertujuan mengajak seluruh orang Indonesia yang kebetulan memiliki kemampuan dan kepedulian terhadap bangsanya, untuk membantu saudara – saudaranya yang tengah dalam hal kesulitan.
Bagian Duapuluhlima, menceritakan kronologis asal mula adanya Bank
Mega. Keputusan berani beresiko setelah memakan waktu dua minggu , akhirnya tokoh mendapat gambaran tentang kondisi Mega Bank. Bank kecil yang tengah sakit keras, saldo merahnya di BI mencapai Rp 90 miliar. Lebih dari 90 persen kredit macat semua, operasional Mega Bank tanpa teknologi semua mengandalkan buku – buku besar. Penulis menceritakan kondisi Bank yang ada pada saat itu.
Bagian Duapuluhenam, penulis menceritakan kepada pembaca kinerja
seorang Chairul Tanjung. Kerja Spartan Bank Mega secara fisik, de facto, tokoh ambil pada tahun 1995. Setiap hari selepas maghrib, tanpa kecuali manajemen harus bertemu dengan tokoh Bapindo Plaza. mereka bicara detail tentang apa pun yang terjadi. Sumber daya manusia keluar masuk dan proses perekrutan orang – orang andal, terbaik di bidangnya, terus lakukan.
Bagian Duapuluhtujuh, penulis menceritakan Bank Mega Syariah dan
kebangkitan Ekonomi Umat yang dilakukan tokoh dalam membangun Bank syariah. BSMI yang kemudian berganti nama menjadi Bank Mega Syariah adalah satu – satunya bank syariah yang memperkerjakan orang non-muslim untuk menjadi karyawannya.
Bagian Duapuluhdelapan, penulis menceritakan tentang kronologis
tentang Piala Thomas Terakhir bagi indonesia, yang di pimpin oleh Chairul Tanjung. Porsi Militer, ketua PBSI pada zamannya adalah jendral bintang empat. Mulai dari Pak Try Sutrisno (mantan wakil Presiden RI) sampai Pak Subgyo H.S. bulu tangkis telah dianggap olahraga paling bergengsi karena mampu berprestasi di tingkat dunia.
Bagian Duapuluhsembilan, penulis menceritakan awalmulanya pembangunan Rumah Anak Madani yang dilakukan tokoh dalam menolong korban Tsunami. Bagian ini menceritakan tentang bantuan yang di berikan Chairul Tanjung terhadap korban Tsunami.
Bagian Tigapuluh, penulis menjabarkan mengenai syarat-syarat memasuki
Sekolah CTF yang akan mereka didik secara khusus dan disiapkan agar diterima di berbagai universitas dalam dan luar negeri ternama. Dalam hal ini CTF hanya membuka kelas IPA, tidak ada kelas IPS. Calon siswa harus memiliki nilai
minimal rata-rata 7 pada mata pelajaran utama, Matematika dan IPA, akumulatif selama kelas VII sampai IX.
Bagian Tigapuluhsatu, penulis menceritakan perjuangan Chairul Tanjung
menyongsong “Indonesia Bisa” saat mengalami krisis global yang terulang kembali di tahun 2008. Krisin moneter ini merupakan krisis yang terbesar dengan disusul bencana alam berupa gempa dan tsunami yang menewaskan banyak umat manusia. Bagian Tigapuluhdua, menceritakan sosok seorang Chairul Tanjung “si pemimpi besar” yang bermimpi memperbaiki perekonomian Indonesia tahun 2030 dengan tidak terlalu menghiraukan berbagai pandangan sinikal justru hal itu memacu Chairul Tanjung untuk bisa menganalisis secara rasional sekaligus membuktikan kebenaran proyeksi tersebut.
Bagian Tigapuluhtiga, menceritakan sejarahnya Islam yang sangat jaya
dari segi keduniaan, khususnya pada era Otonom Turki, menguasai sebagian besar dunia. Namun oleh kelompok lain keduaniaan itu meninggalkan unsur keakhiratan. Harusnya ada keseimbangan, itulah yang menyebabkan pada saat ceramah hanya menjelaskan kehidupan di akhirat dan mengabaikan kehidupan di dunia.
Bagian Tigapuluhempat, penulis menceritakan “Transformasi Dunia
Televisi Indonesia, penulis menegaskan perkembangan televisi di Indonesia yang berawal dari perusahaan Bank Exim, yang mengambil alih kredit macetnya, berupa satu gedung beserta isinya, yakni peralatan lengkap sebuah studio di kawasan kemang, Jakarta.
Bagian Tigapuluhlima, penulis menceritakan setelah pemerintahan Orde
Reformasi di bawah Presiden B.J. Habibie memberikan izin baru kepada lima stasiun televisi untuk dikelola. Padabagian ini penulis juga mengisahkan awal mulanya berdiri Stasiun Televisi yaitu Trans 7. Bagian Tigapuluhenam, kembali menceritakan awal mulanya sosok seorang Chairul Tanjung yang membeli Carrefour yang merupakan perusahaan ritel terbesar di Indonesia.
Bagian Tigapuluhtujuh, penulis menceritakan secara singkat
perkembangan Era Baru Indonesia yang dimulai dari pemerintahan Pak Harto yang berpendapat bahwa saya menjalankan roda usaha dengan uang ABRI, hanya karena Pak Rudini (almarhum) sebagai salah satu pengurus dan pemakaian nama
Para Group yang dikaitkan. Pada bagian ini penulis juga menjelaskan bahwa era baru adalah kolusi pemerintah dengan pengusaha adalah sebuah kolusi untuk membuat ekonomi Indonesia lebih maju, dan sebuah kolusi untuk menghadirkan kesejahteraan ke tengah masyarakat secara nyata.
Bagian Tigapuluhdelapan, menceritakan sosok Chairul Tanjung yang
mengembangkan perekonomian dengan meningkatkan sektor bisnis suatu perusahaan. Salah satu kunci di dalam bisnis yang ia kembangkan adalah strategi dalam menjalankan bisnis tersebut. Serta ada keterkaitan dan kerja sama usaha antara satu perusahaan dan perusahaan lainnya.
Bagian Tigapuluhsembilan, menceritakan awal perjalanan Chairul
Tanjung memulai bisnisnya yang dimulai dari bisnis formal pada tahun 1987 sampai akhirnya sekarang yang telah diberi jalan dan kemampuan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk membangun industri besar di berbagai lini yang fokus pada bidang consumers.
Bagian Empatpuluh, Pada bagian ini berisi epilog singkat sejarah sosok
Chairul Tanjung yang dulunya disekolahkan oleh neneknya di sekolah Belanda, SD dan SMP Van Lith, Jakarta, yang sangat disiplin, yang mengajarkan pertama kali tentang bisnis, kejujuran, kedisplinan, dan tanggung jawab. Ketika SD, Chairul Tanjung sudah diajarkan berjualan es mambo, kacang, dan kue-kue. Kelihatannya sepele, hanya jualan kudapan, tetapi saya harus menghitung sekaligus mempertanggungjawabkan hasil penjualan kudapan itu kepada guru secara jujur dan apa adanya. Sejak itu saya mulai mengenal nilai uang dan prinsip ekonomi.
Secara keseluruhan tulisan ini menceritakan secara kronologis sosok Chairul Tanjung mulai dari awal ia memasuki sekolah SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Awalnya ia memulai usaha kecil, menjadi seorang enterpreneurship, pebisnis sampai akhirnya menguasai sebagai besar perusahaan ritel terbesar di Indonesia yaitu Carrefour.
Penulis juga memberikan informasi atas apa yang diberitakan media pada saat itu, sekaligus menceritakan kisahnya sesuai dengan apa yang dialami langsung oleh Chairul Tanjung mulai dari kehidupannya yang pahit sampai ia mempunyai kehidupan yang bagus hingga sekarang ini. Selain itu penulis juga
menjabarkan semua pihak-pihak yang terlibat di dalam cerita ini baik itu keluarga, rekan bisnis, maupun orang-orang penting yang mendukung dalam penulisan cerita ini.
Tulisan ini memang mengisahkan tentang sosok Chairul Tanjung yang bijaksana, peduli akan sekitar serta memperlakukan umat manusia secara sama, selain itu Chairul Tanjung juga tidak membeda-bedakan siapapun yang berhubungan langsung dengannya karena ia merupakan sosok yang selalu memperhatikan rakyat kecil dan berusaha untuk meningkatkan perekonomian rakyat agar menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia.
Pemaparan-pemaparan seperti ini mengesankan tulisan ini merupakan yang apa adanya, tanpa pemikiran yang lain. Tulisan ini menceritakan tentang sosok seorang yang patut untuk diteladani karena perjuangan yang ia lakukan mulai ia merintis dari awal sampai akhir ia bisa menjadi seorang yang sukses. Penulis juga hanya memaparkan apa yang dialami oleh sang tokoh Chairul Tanjung yang merupakan kisah nyata yang dialaminya.
Penulis memang tidak secara rinci menceritakan kisah yang dialami Chairul Tanjung, namun cerita singkat dapat menambahkan pengetahuan dan kemandirian dalam diri bahwa kemauan dalam diri itu merupakan penyongsong yang kuat dalam meraih apapun itu baik kebahagiaan dalam hidup di dunia ini. Dan terus berjuang untuk membela serta membanggakan Indonesiaku.
Penelitian ini dapat dikatakan sebagai analisis framing karena dalam analisis ditemukan empat struktur dalam pembingkaian analisis framing yaitu pertama struktur Sintaksis yang menjelaskan bagaimana wartawan menyusun berita kedalam bentuk susunan umum berita yang mudah dipahami oleh pembaca. Kedua struktur Skrip yaitu struktur yang berisikan tentang bagaimana wartawan mengisahkan kisah Chairul kedalam buku Biografi dengan menggunakan standar jurnalistik 5W 1H (who, what, where, when, why dan how). Ketiga struktur Tematik yaitu struktur yang berisikan bagaimana wartawan atas kisah Chairul Tanjung kedalam proposisi kalimat atau mengenai hubungan kalimat yang berbentuk teks secara keseluruhan. Dan keempat struktur Retoris yaitu menjelaskan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam suatu cerita dengan memberikam gambar atau foto yang mendukung tulisan.
Hasil penelitian ini sudah dapat dikatakan analisis framing karena sudah dilakukan perbandingan oleh penulis dengan hasil laporan yang berjudul Laporan Jurnalisme Sastrawi dengan studi kasus Analisis Framing tentang Konstruksi Aceh dalam Laporan Jurnalisme Sastrawi yang sama-sama menggunakan empat struktur yang terdapat dalam analisis framing.
BAB V