• Tidak ada hasil yang ditemukan

UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Dalam dokumen PT Vale Indonesia Tbk Annual Reports 2008 (Halaman 113-116)

undang-undang tahun 1999 tentang kehutanan ini melarang penambangan terbuka (open pit mining) dan kegiatan-kegiatan tertentu lainnya di wilayah yang ditentukan sebagai “hutan lindung”, tanpa menggabungkan ketentuan-ketentuan transisi yang mengatur status kontrak dan ijin tambang di wilayah hutan, seperti kontrak karya PT inco dengan Pemerintah indonesia. sebagian dari wilayah yang diwewenang kepada PT inco untuk ditambang dibawah kontrak karya yang diberikan dianggap sebagai hutan lindung.

untuk menghindari ketidakpastian hukum terkait kontrak-kontrak tambang dan perijinan yang pre- existing di wilayah hutan, dan untuk mengkonirmasi prinsip hukum bahwa hukum tidak berlaku retroaktif, di tahun 2004 Pemerintah indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang no. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan undang- undang no. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan (“Perpu 1/2004”). Perpu 1/2004, yang kemudian disahkan menjadi uu no. 19 Tahun 2004, menyatakan bahwa seluruh kontrak atau ijin yang sudah ada yang dimasukkan ke dalam atau diterbitkan sebelum pemberlakuan uu no. 41 Tahun 1999 dinyatakan masih berlaku hingga masa berakhirnya. selain itu, di bulan mei 2004, Pemerintah indonesia mengeluarkan keputusan Presiden 41 Tahun 2004 tentang Perijinan Tambang dan kontrak Tambang di wilayah hutan, dengan mengidentiikasi 13 ijin tambang dan kontrak yang sudah berlaku sebelum diberlakukannya uu no. 41 Tahun 1999 (termasuk milik PT inco) dan memperbolehkan perusahaan- perusahaan yang berkepentingan untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan pertambang mereka di hutan lindung hingga berakhirnya perijinan atau kontrak mereka, selama memiliki ijin pinjam pakai. legalitas dari uu no. 19 Tahun 2004 tertantang, dikaji ulang dan akhirnya didukung oleh mahkamah konstitusional. meskipun uu no. 19 Tahun 2004 telah mengkonirmasi bahwa PT inco diberikan wewenang untuk menambang di wilayah hutan di bawah kontrak karya PT inco. untuk melakukan kegiatan pertambangan di hutan lindung, PT inco masih harus menyelesaikan masalah-masalah tertentu yang berkaitan dengan keputusan Presiden no. 41 Tahun 2004, seperti yang diimplementasikan lebih lanjut dalam sebuah peraturan yang dikeluarkan oleh menteri kehutanan indonesia (“Peraturan kehutanan 2004”) pada bulan september 2004. Peraturan kehutanan mengenakan persyaratan-persyaratan baru kepada PT inco, yang pada dasarnya membatasi kegiatan-kegiatan perusahaan di wilayah hutan lindung, termasuk meminta kami untuk menyerahkan permohonan

in order to avoid legal uncertainties with respect to the pre-existing mining contracts and licenses in forest areas, and to conirm the legal principle that a law has no retroactive effect, in 2004 the indonesian government issued government regulation in lieu of law no. 1 of 2004 on amendment to law no. 41 of 1999 on forestry (“Perpu 1/2004”). Perpu 1/2004, later afirmed to be law no. 19 of 2004, provides that all existing mining contracts or licenses entered into or issued prior to the enactment of law no. 41 of 1999 are still valid until their expiry. furthermore, in may 2004 the indonesian government issued Presidential decree no. 41 of 2004 on mining licenses or mining Contracts in forest areas, identifying 13 mining licenses and contracts already in existence prior to law no. 41 of 1999 (including PT inco’s) and allowing the relevant companies to continue their mining activities in the protected forest areas until the expiry of their licenses or contracts, subject to lend use permits. The legality of law no. 19 of 2004 was challenged, reviewed and ultimately upheld by the Constitutional Court.

although law no. 19 of 2004 has conirmed that PT inco is authorized to mine in forest areas under its Cow, in order to conduct mining in protected forest, PT inco must still resolve certain issues relating to Presidential decree no. 41 of 2004, as further implemented by a regulation issued by the indonesian minister of forestry (the “2004 forestry regulation”) in september 2004. The 2004 forestry regulation imposed new requirements on PT inco, which basically restrict the Company’s activities in protected forest, including requiring it to submit an application for an additional license (the so- called “lend use permit”) to conduct such activities, subject to certain compensation.

perijinan tambahan (yang disebut “ijin pinjam pakai”) untuk melakukan kegiatan-kegiatan tersebut akan dikenakan kompensasi tertentu.

Pada tahun 2006, peraturan kehutanan kedua dikeluarkan yang memberikan pilihan apabila pemohon tidak dapat menyerahkan kompensasi dua kali lebih besar seperti yang diwajibkan oleh Peraturan kehutanan 2004. Pilihan ini adalah untuk kepentingan pembayaran tahunan pada formulir Pendapatan negara bukan Pajak (PnPb).

setelah diterbitkannya peraturan kehutanan tahun 2006, Peraturan Pemerintah disahkan pada bulan februari 2008, yang menetapkan tingkat PnPb dan ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan umum (Peraturan Pemerintah no. 2 Tahun 2008). sebagai peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah, departemen kehutanan mengeluarkan Peraturan kehutanan no. 56/menhut-ii/2008 yang menjelaskan perhitungan dasar PnbP. departemen kehutanan juga mengeluarkan Peraturan kehutanan no. P.43/menhut-ii/2008 yang menggantikan Peraturan-peraturan kehutanan lainnya mengenai ijin pinjam pakai.

berdasarkan hal-hal tersebut di atas, terlihat bahwa Pemerintah indonesia merancang solusi legislatif dan regulasi yang mengijinkan kegiatan operasional tambang di samping menyelesaikan masalah tumpang tindih wilayah tambang dengan memberlakukan zona hutan. namun demikian, hal ini menyebabkan suatu persyaratan bagi PT inco untuk mengajukan permohonan untuk perijinan penggunaan wilayah hutan yang berlokasi di wilayah kontrak karya. meskipun kami telah sebelumnya menjelaskan posisi kami bahwa ketentuan- ketentuan dalam kontrak karya telah memberikan kami seluruh kewenangan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan pertambangan di wilayan ini. Pada bulan agustus 2008, kami mengajukan permohonan perijinan untuk menggunakan lahan hutan yang berlokasi di dalam wilayah kontrak karya dengan pemahaman bahwa hak-hak kami di bawah kontrak karya akan dihargai.

in 2006, a second forestry regulation was issued that presents an option if an applicant cannot provide the required double size compensation land required by the 2004 forestry regulation. The option is to make an annual payment in the form of non-Tax state revenue (the indonesian abbreviation is “PnbP”). subsequent to the 2006 forestry regulation, a government regulation was issued in february 2008, which sets out PnbP rates and general terms and conditions (government regulation no. 2 of 2008). as an implementing regulation to the government regulation, the forestry department issued forestry regulation no. 56/menhut-ii/2008 which clarifies the baseline calculation for PnbP. The forestry department also issued forestry regulation no. P.43/menhut-ii/2008 which superseded previous forestry regulations regarding lend use permits.

based on the foregoing, it appeared that the indonesian government devised a legislative and regulatory solution that permits continuing mining operations while resolving the issue of overlap in mining areas with forest zoning. This has, however, resulted in a requirement for PT inco to apply for permits to use forestry land located within the Contract of work area. although we had previously taken the position that the terms of the Contract of work provided us with all authorizations needed to conduct mining activities within this area, in august 2008 we applied for permits to use forestry land located within the Contract of work area, on the understanding that our rights under our Contract of work would be respected.

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Dalam dokumen PT Vale Indonesia Tbk Annual Reports 2008 (Halaman 113-116)

Dokumen terkait