• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2.4. Nilai Tambah

Pengertian nilai tambah (value added) itu sendiri adalah pertambahan nilai yang terjadi pada suatu komoditi karena komoditi tersebut telah mengalami proses pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan dalam suatu proses produksi. Menurut Hardjanto dalam Dewi (2011) nilai tambah merupakan suatu pertambahan nilai yang terjadi karena adanya input fungsional yang diperlakukan pada komoditi yang bersangkutan.

Sedangkan Brunnield dan Burton dalam Nurwilis dalam Dewi (2011) mendefinisikan nilai tambah dari segi output dikurangi beberapa bagian dari input dalam bentuk bahan baku, bahan setengah jadi maupun barang jadi yang masuk kedalam proses produksi ditambah semua persediaan dan pembelian jasa dari perusahaan lain. Kadariah et al dalam Dewi (2011) menyatakan nilai tambah sebagai selisih nilai dari satuan-satuan hasil produksi dengan nilai dari setiap sarana produksi yang masuk dalam proses produksi hasil tersebut. Sedangkan Simatupang dalam Dewi (2011) mendefinisikan nilai tambah sebagai penerimaan upah pekerja dan keuntungan pemilik modal atau nilai produksi dikurangi pengeluaran barang antara. Dengan demikian Simatupang dalam Dewi (2011) tidak memperhitungkan unsur-unsur lain dalam proses pembentukan nilai tambah, seperti bahan baku dan bahan penolong.

Sumber-sumber nilai tambah diperoleh dari pemanfaatan faktor-faktor produksi (tenaga kerja, modal, sumber daya alam, dan manajemen). Oleh karena itu untuk menjamin agar produksi terus berjalan secara efektif dan efisien nilai tambah yang diciptakan perlu didistribusikan secara adil. Analisis nilai tambah dapat dipandang sebagai usaha untuk melaksanakan prinsip-prinsip distribusi di atas dan berfungsi sebagai salah satu indikator keberhasilan sektor agribisnis. Analisis ini merupakan metode perkiraan sejauh mana bahan baku yang mendapat perlakuan mengalami perubahan nilai.

Nilai tambah dipengaruhi oleh faktor teknis dan non teknis. Faktor teknis yang mempengaruhi nilai tambah meliputi unsur kualitas produk, penerapan teknologi kapasitas produksi, penggunaan unsur tenaga kerja, jumlah bahan baku

13

dan input penyerta. Faktor teknis ini mempengaruhi harga jual output. Sedangkan faktor non teknis (faktor pasar) meliputi harga jual output, upah kerja, harga bahan baku, informasi pasar, modal investasi, teknologi, nilai input lainnya dan sebagainya. Faktor non teknis dapat mempengaruhi faktor konversi dan biaya produksi.

Dalam bentuk matematika, fungsi nilai tambah dapat dituliskan sebagai berikut :

Nilai tambah = f(K, B, T, U, h, L)………(1)

Dimana K : kapasitas produksi

B : jumlah bahan baku yang digunakan T : Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan H : Harga output

U : Upah kerja h : Harga bahan baku L : Nilai input lain

Nilai input lain mencakup nilai dari semua korbanan selain bahan baku dan tenaga kerja yang digunakan selama proses produksi berlangsung. Nilai ini mencakup biaya modal (bahan penolong dan biaya overhead pabrik lainnya) dan gaji pegawai tidak langsung.

Gittinger dalam Dewi (2011) mendefinisikan nilai tambah sebagai selisih harga penjualan barang dan jasa dengan biaya bahan dan pengeluaran untuk jasa- jasa. Gittinger membedakan nilai tambah atas nilai kotor dan nilai tambah bersih. Nilai tambah kotor merupakan selisih harga jual dengan pembayaran untuk pajak, bunga modal, sewa tanah, laba, penyusutan, manajemen, asuransi, jaminan sosial lainnya dan upah karyawan. Pengurangan nilai tambah kotor dengan biaya penyusutan disebut dengan nilai tambah bersih.

Menurut Hayami dalam Maimun (2009), terdapat dua cara dalam menghitung nilai tambah, yaitu dengan menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran. Tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku sistem (pengolah) dan kesempatan kerja yang diciptakan oleh sistem tersebut. Besaran nilai tambah yang dihasilkan dapat digunakan untuk menduga/menaksir

14

besarnya balas jasa yang diterima faktor produksi yang digunakan dalam proses perlakuan tersebut.

Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengukur nilai tambah suatu komoditi pertanian, diantaranya :

1. Metode Hayami

Metode ini merupakan salah satu metode analisis nilai tambah yang sering dipakai. Metode ini disebut metode Hayami karena dikemukakan oleh Hayami. Hayami menerapkan analisis ini pada subsistem pengolahan (produksi sekunder). Produksi sekunder merupakan kegiatan produksi yang mengubah bentuk produk primer.

Kelebihan analisis nilai tambah dengan metode Hayami adalah:

a. produktivitas produksi (rendemen, pangsa ekspor dan efisiensi tenaga kerja) dapat diestimasi,

b. balas jasa terhadap pemilik-pemilik faktor produksi juga dapat diestimasi, dan c. prinsip analisis nilai tambah menurut Hayami dapat digunakan pula untuk

subsistem lain selain pengolahan. 2. Sistem Pembagian Nilai Tambah

Metode ini dikembangkan oleh A.W. Rucker, sehingga metode ini disebut juga Rucker Plan. Berdasarkan laporan akuntansi, nilai tambah dapat dihitung sebagai berikut: Nilai tambah = pendapatan tenaga kerja + pendapatan operasi. Berdasarkan laporan laba rugi, nilai tambah menurut sistem ini dinyatakan sebagai nilai tambah = penjualan netto – ((biaya bahan baku + ongkos yang dibayar + biaya depresiasi) (persediaan awal – persediaan akhir +/- nilai penyesuaian nilai tambah)). Nilai tambah bruto dikurang biaya depresiasi sama dengan nilai tambah netto.

3. Metode M. Dawam Rahardjo

Menurut Dawam Rahardjo dalam Dewi (2011), value added merupakan selisih nilai produk bruto dengan total pengeluaran. Nilai produk bruto yang dimaksud disini adalah nilai output ditambah dengan nilai jasa yang diberikan. Total pengeluaran yang dimaksud meliputi gaji/upah, bahan baku, bahan bakar dan biaya lainnya.

15

2.4.1 Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE)

MCE merupakan ukuran yang menunjukkan persentase value added activities yang terdapat dalam suatu aktivitas yang digunakan oleh seberapa besar non value added activities dikurangi dan dieliminasi dari proses pembuatan produk menurut Mulyadi dalam Ardiansyah (2010)

Manufacturing Cycle Effectiveness merupakan alat analisis terhadap aktivitas-aktivitas produksi, misalnya berapa lama waktu yang dikonsumsi oleh suatu aktivitas mulai dari penanganan bahan baku, produk dalam proses hingga produk jadi (cycle time). MCE dihitung dengan memanfaatkan data cycle time atau throughput time yang telah dikumpulkan. Pemilihan cycle time dapat dilakukan dengan melakukan activity analysis. Menurut Saftiana, Ardiansyah (2010) cycle time terdiri dari value added activity dan non value added activities. Value added activity yaitu processing time dan non value added activities yang terdiri dari waktu penjadwalan (schedule time), waktu inspeksi (inspection time), waktu pemindahan (moving time), waktu tunggu (waiting time), dan waktu penyimpanan (storagetime).

Mulyadi (2005) memformulasikan waktu siklus yang digunakan untuk menghitung MCE adalah:

Waktu siklus = waktu proses + waktu menunggu + waktu bergerak

+ waktu inspeksi………..(2)

dan

siklus efektivitas manufaktur = ………..….…(3)

Menurut Mulyadi dalam Ardiansyah (2010) suatu proses pembuatan produk menghasilkan cycle effectiveness sebesar 100%, maka aktivitas bukan penambah nilai telah dapat dihilangkan dalam proses pengolahan produk, sehingga customer produk tidak dibebani dengan biaya-biaya untuk aktivitas-aktivitas yang bukan penambah nilai. Apabila proses pembuatan produk menghasilkan cycle effectiveness kurang dari 100%, maka proses pengolahan produk masih mengandung aktivitas-aktivitas yang bukan penambah nilai bagi customer.

16

Menurut Saftiana, dalam Ardiansyah (2010) proses produksi yang ideal adalah menghasilkan waktu siklussama dengan waktu proses.

2.4.2 Nilai Tambah Metode Hayami

Nilai tambah yang dihasilkan dari suatu pengolahan pada barang dan jasa, merupakan selisih antara nilai akhir suatu produk (nilai output) dengan nilai bahan baku dan input lainnya. Nilai tambah tidak hanya melihat besarnya nilai tambah yang didapatkan, tetapi juga distribusi terhadap faktor produksi yang digunakan. Sebagian dari nilai tambah merupakan balas jasa (imbalan) bagi tenaga kerja, dan sebagian lainnya merupakan keuntungan pengolah. Metode analisis Hayami adalah metode yang umum digunakan untuk menganalisis nilai tambah pada subsistem pengolahan.

Dokumen terkait