• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRINSIP-PRINSIP SURVEI TANAH

2. Satuan peta tanah majemuk ( compound mapping unit ), terdiri atas dua satuan tanah atau lebih yang berbeda ( dissimilar soil ) Biasanya

3.3 Penamaan Satuan Peta Tanah

3.3.2 Fase Tanah

Fase merupakan pengelompokan tanah secara fungsional yang bermanfaat untuk memprediksi potensi tanah di daerah yang disurvei. Semua sifat yang memengaruhi potensi tanah yang tidak digunakan sebagai pembeda pada tingkat seri tanah atau kategori yang lebih tinggi, dapat digunakan sebagai pembeda untuk fase.

Fase yang biasa digunakan untuk seri tanah menurut Hardjowigeno, Marsoedi dan Ismangun (1993) adalah sebagai berikut:

1. Tekstur lapisan atas tanah mineral

Fase tekstur diambil dari nama tekstur lapisan atas.

Bila terdapat lapisan tipis bahan organik di permukaan, maka nama tekstur diambil dari tekstur setelah lapisan sampai kedalaman paling sedikit 12 cm(tetapi tidak lebih dari25 cm dicampur).

Untuk tanah yang mempunyai desert pavement (umumnya tanah daerah Arid) adalah tekstur setelah dicampur dengan horizon A dan E.

Contoh: Bogor lempung berliat; Cibinong liat berdebu.

Catatan: Seri tanah yang diikuti dengan fase tidak perlu ditulis kata

seri di depannya

2. Lapisan organik di permukaan tanah

Fase lapisan organik diberi narna sebagai berikut: bergambut kasar (peat), bergambut sedang (mucky peat), bergambut halus (muck).

Peat, setara dengan bahan fibrik (bahan organik kasar).

Mucky peat, setara dengan bahan hemik (bahan organik dengan tingkat dekomposisi sedang).

Muck, setara dengan bahan saprik (bahan organik halus).

Contoh:

Cintamanis bergambut kasar.

Banjar lempung berdebu, bergambut halus (lapisan mineral di permukaan yang banyak mengandung bahan organik halus)

3. Fragmen batuan di dalam tanah atas

Digunakan untuk fragmen batuan (kerikil) di dalam tanah atas yang jumlahnya lebih dari 15% volume.

Contoh:

Pakem lempung berkerikil (fragmen batuan 15 - 35 %).

Kaliurang lempung sangat berkerikil (fragmen batuan 35 – 60%). Tempel lempung amat sangat berkerikil (fragrnen batuan lebih 60%).

4. Batu di permukaan tanah

Digunakan untuk batu atau batuan dipermukaan tenah yang jumlahnya lebih dari 0.01 pers'en volume. Batu tersebut akan

memengaruhi pengolahan tanah, panen, penggunaan mesin-mesin pertanian dan sebagainya.

Tidak berbatu < 0.01 % Berbatu 0.01-0.1% Sangat berbatu 0.1-3.0% Amat sangat berbatu 3.0-15.0% Berbatuan (Rubly) 15-75% Lahan batuan >75% Contoh:

Cangkringan lempung, lereng 10 -20 persen, amat sangat berbatu. Ciapus lempung, lereng 15 - 30 persen, berbatuan (rubly).

5. Fase lereng

Fase lereng digunakan baik sebagai lereng tunggal maupun sebagai lereng majemuk.

Lereng majemuk (kompleks) adalah lereng dengan lebih dari satu arah dan ditunjukkan oleh daerah punggung dan lembah dalam satu deliniasi, sedangkan lereng tunggal relatif mempunyai arah lereng yang seragam.

Satuan peta dengan lereng tunggal menggunakan nama fase dengan selang lereng dalam persen.

Contoh:

o Darmaga lempung berdebu, lereng 4 - 8 persen, tererosi. o Kompleks Seri Darmaga Cimulang, lereng 8 - 15 persen.

Satuan peta dengan seri majemuk, biasanya menggunakan

adjective.

Contoh

o Asosiasi Darmaga Cimulang, berbukit o Seri Pakem dan Kaliurang, bergelombang.

Fase erosi tanah digunakan untuk menunjukan besarnya erosi yang telah terjadi dan bukan untuk potensi terjadinya erosi. Fase erosi tanah di tentukan berdasar atas kelas-kelas erosi yang di definisikan Soil-Survey Manual (USDA,1989) berikut:

Agak tererosi - Kelas 2 erosi. Sangat tererosi - Kelas 3 erosi.

Gullied, tanah yang mengalami erosi parit kurang dari 10%. Bila yang mengalami erosi parit lebih dari 10%, satuan peta menjadi lebih kompleks atau daerah aneka.

Agak tererosi angin - Kelas I erosi angin.

Sangat tererosi angin - Kelas 2 atau3 erosi angin.

Contoh: Turgo lempung berdebu, lereng 10 - 15 persen, sangat tererosi.

7. Fase Pengendapan

Fase pengendapan digunakan untuk bahan-bahan yang diendapkan oleh air atau angin diatas tanah lain yang tidak memenuhi syarat sebagai tanah tertimbun.(Tebal kurang dari 30 cm atau antara 30 -50 cm, tetapi kurang dari setengah dari tebal horizon penciri tanah yang tertimbun).

Contoh: Cibinong lempung berpasir, lereng 2-8 persen, endapan air.

8. Fase kedalaman

Yang dimaksud kedalaman dalam tingkat fase adalah kedalaman sampai ke lapisan dengan sifat- sifat tertentu yang berpengaruh nyata

terhadap tujuan survei tersebut, dan belum digunakan sebagai pembeda dalam seri tanah atau kategori yang lebih tinggi.

Kelas kedalaman:

Sangat dangkal <25 cm

Dangkal 25 - 50 cm

Agak dalam (agak dangkal) 50 - 100 cm

Dalam 100 - 150 cm

Sangat dalam lebih dari 150 cm.

Sebutkan di atas bahan apa kedalaman yang dimaksud!

Misalnya: Agak dalam di atas kerikil.

Agak dalam di atas pasir.

Agak dalam di atas liat.

Dangkal di atas skist.

Dalam di atas basalt.

Contoh Kaliwanglu lempung berdebu, dangkal di atas kerikil.

9. Fase substratum

Digunakan untuk substratum yang terletak dibawah control section dari seri dan famili.

Biasanya digunakan untuk substratum yang tidak padu dibawah kedalaman 100 cm.

Jenis fase substratum:

Substratumkalkareus.

Substratum liat. Substratumberkerikil. Substratumbergipsum.

Substratum endapan danau (lakustrin). Substratum bernapal (marly).

Substratumberpasir. Substratumberdebu. Substratum serpih (shale).

Contoh: Wonosari lempung berdebu, substratum bernapal, lereng 6 - 20 persen.

10.Fase yang berhubungan dengan air

Fase ini digunakan untuk membedakan sekuen dari status air tanah, permukaan air tanah dan drainase tanah.

Pada beberapa tanah, status air tanah yang ada tidak dicerminkan oleh sifat-sifat tanah yang milikinya. Misalnya tanah yang tidak menunjukkan sifat-sifat drainase buruk, padahal. tanah tersebut tergenang. Contoh: Imogiri lempung berdebu, basah.

Dalam keadaan lain, ada tanah yang masih mencerminkan pengaruh air, tetapi sudah tidak tergenang lagi karena telah dilakukan perbaikan drainase. Contoh: Rawapening lempung berdebu, didrainase.

Beberapajenis fase yang berhubungan dengan air adalah:

o Basah o agak basah o cukup basah o tergenang o didrainase

o muka air tanah tinggi

11.Fase salin

Digunakan untuk membedakan derajad salinitas yang penting untuk penggunaan dan pengelolaan tanah di dalamkisaran suatu seri tanah. Berikut adalah kelas-kelas salin:

agak salin 0.4-0.8 mmho cukup salin 0.8-1.6 mmho sangat salin > 1.6 mmho

Contoh: Kupang lempung berdebu, cukup salin.

12.Fase sodik

Beberapa tanah mempunyai sifat salin dan sodik; untuk itu fase sodik perlu ditambahkan.

Contoh: Dili lempung berdebui sangat salin, sodik.

13.Fase Fisiografi

Fase ini digunakan untuk mengelompokkan tanah yang mem punyai sifat yang sama (masuk dalam seri yang sama) tetapi ditemukan dalam satuan fisiografi yang berbeda. Misalnya tanah berpasir dari loess di atas teras dan tanah berpasir dari loess di atas dataran aluvial termasuk dalam seri yang sama, tetapi dalam peta perlu dibedakan dalam fase fisiografi.

Contoh:

o Parangtritis lempung berpasir, teras, lereng 0 - 5 persen. o Parangtritis lempung berpasir, dataran aluvial, lereng 0-

3persen.

14.Fase iklim

Fase iklim didasarkan pada suhu udara, evapotranspirasi potential (PE) dan curah hujan.

Fase iklim digunakan bila perbedaannya cukup nyata untuk tujuan survei dan dapat diidentifikasi dan dipetakan secara konsisten di lapangan.

Ada dua kemungkinan keadaan iklim untuk seri yang sama

o Keadaan iklim yang sama dengan keadaan iklim seri yang

o Terdapat penyimpangan keadaan iklim dari iklim yang

biasa ditemukan pada seri yang dimaksud. Untuk itu fase iklim perlu digunakan.

Contoh: Tawangsari lempung berpasir, dingin.

15.Fase-fase lain

Semua sifat pembeda yang berguna untuk tujuan survei dan dapat dipetakan dengankonsisten, dapat digunakan sebagai fase.

Contoh: sering banjir

kadang-kadang banjir jarang banjir

terbakar (gambut) kalkareus (berkapur) permukaan tercuci

Jenis-jenis fase yang telah diuraikan di atas biasanya digunakan untuk seri tanah dalam pemetaan tanah detail (skala 1: 10.000), sehingga dalam satu satuan peta tanah mungkin dapat ditemukan satu jenis fase secara homogen. Dalam Proyek LREP II yang pemetaan tanah dilakukan pada tingkat semi detail skala 1: 50:000, maka cukup kecil kemungkinan ditemukannya satu jenis fase yang homogen dalam satu satuan peta. Karena itu penggunaan fase seri tanah dalam peta tanah semi detail Proyek LREP II perlu lebih hati-hati. Hanya fase yang jelas penyebaranya dan dominan dalam satuan peta yang bersangkutan dapat digunakan sebagai fase seri tanah dalam satuan peta tersebut.

Dokumen terkait