• Tidak ada hasil yang ditemukan

221556934 Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "221556934 Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan 1"

Copied!
274
0
0

Teks penuh

(1)

I

PENDAHULUAN

anah merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki banyak fungsi dalam ekosistem, diantaranya adalah sebagai pertumbuhan tanaman, habitat bagi jasad tanah, media bagi kontruksi (rekayasa), sistem daur-ulang bagi unsur hara dan sisa-sisa organik serta sistem bagi pasokan dan penyaringan/penjernihan air. Tanpa tanah, manusia tidak dapat bertahan hidup. Mengingat tanah memainkan peranan sangat penting dalam ekosistem kita, maka kita harus berhati-hati dalam mengelola dan melindunginya dari kerusakan. Setiap tahun beratus-ratus bahkan beribu-ribu ton tanah hilang karena erosi.

Prediksi sifat-sifat tanah dan tanggapannya terhadap pengelolaan sangat diperlukan dalam bidang pertanian dan kehutanan, untuk kajian kelayakan dan perencanaan pada proyek-proyek pengembangan wilayah serta untuk berbagai pekerjaan keteknikan (rekayasa). Menurut Dent dan Young (1991), tujuan utama survei tanah adalah untuk memprediksi lebih banyak serta lebih teliti berbagai tujuan yang lebih spesifik mengenai pengolahan tanah.

Untuk mencapai maksud tersebut, sangatlah perlu menentukan pola tutupan tanah dan membagi pola-pola tersebut ke dalam satuan-satuan yang relatif homogen; memetakan sebaran satuan-satuan-satuan-satuan tersebut sehingga memungkinkan diprediksinya daerah-daerah tersebut dan menentukan karakteristik satuan peta demikian rupa sehingga dapat di buat pernyataan yang bermanfaat tentang penggunaan lahan potensial dan tanggapannya terhadap perubahan pengelolaan.

Dalam kaitannya dengan sumber daya alam, di kenal istilah tanah

dan lahan yang pengertiannya seringkali rancu. Sesungguhnya pengertian

(2)

lahan lebih luas daripada tanah, sebagaimana dalam pengertian berikut ini. Sumber daya lahan merupakan suatu limgkungan fisik yang terdiri atas iklim, topografi, tanah, hidrologi dan vegetasi dimana pada batas-batas tertentu mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan (FAO,1976). Dengan demikian dalam pengertian lahan, tanah termasuk di dalamnya.

Menurut FAO (1955), lahan memilki banyak fungsi yaitu ;

Fungsi produksi

Sebagai basis bagi berbagai sistem penunjang kehidupan, melalui produksi biomassa yang menyediakan makanan, pakan ternak, serat, bahan kayu bakar dan bahan biotik lainnya bagi manusia, baik secara langsung melalui binatang termasuk budidaya kolam dan tambak ikan.

Fungsi lingkungan biotik

Lahan merupakan basis bagi keragaman daratan (terrestrial) yang menyediakan habitat biologi dan plama nutfah bagi tumbuhan, hewan dan jasad-mikro diatas dan dibawah permukaan tanah. Fungsi pengatur iklim

Lahan dan penggunaannya merupakan sumber (source) dan rosot (sink) gas rumah kaca dan menetukan neraca energi global berupa pantulan , serapan, dan transformasi dari energi radiasi matahari dan daur hidrologi global.

Fungsi hidrologi

Lahan mengatur simpanan dan aliran sumber daya air tanah dan air permukaan serta mempengaruhi kualitasnya.

Fungsi penyimpanan

Lahan merupakan gudang (sumber) berbagai bahan mentah dan mineral untuk di manfaatkan oleh manusia.

Fungsi pengendali sampah dan polusi

Lahan berfungsi sebagai penerima, penyaring, penyangga, dan pengubah senyawa-senyawa berbahaya.

Fungsi ruang kehidupan

(3)

Fungsi peninggalan dan penyimpanan

Lahan merupakan media untuk menyimpan dan melindungi benda-benda bersejarah dan sebagai suatu sumber informasi tentang kondisi iklim dan penggunaan lahan masa lalu.

Fungsi penghubung spasial

Lahan menyediakan ruang untuk transportasi manusia, masukan dan produksi serta untuk pemindahan tumbuhan dan binatang antara daerah terpencil dari suatu ekosistem alami.

Kesesuaian lahan untuk berbagai fungsi tersebut sangat beragam di seluruh penjuru bumi. Satuan lansekap, sebagai satuan sumber daya alami, memiliki dinamisme masing-masing tetapi campur tangan manusia mempengaruhi dinamika tersebut secara amat luas dalam ruang dan waktu kualitas lahan bagi satu atau lebih fungsi tersebut dapat di tingkatkan (misalnya melalui tindakan-tindakan pengendali erosi) tetapi seringkali lahan telah atau tengah mengalami degradasi karena tindakan manusia.

Sumber daya tanah oleh sementara kalangan di anggap sebagai sumber daya yang termasuk ‘non renewable’ yaitu yang tidak mudah di perbaharui, atau yang jika sekali mengalami kerusakan atau kehilangan akan membutuhkan waktu pemulihan yang relatif lama.

Berdasarkan kenyataan di atas, sangatlah penting untuk meneliti sifat-sifat tanah serta sebarannya sekaligus mengetahui tingkat kesesuaian dan faktor-faktor pembatasnya untuk penggunaan lahan tertentu.

Survei tanah meliputi penelitian dan pengumpulan informasi dalam rangka :

1. Menentukan karakteristik-karakteristik penting dari tanah.

2. Mengklasifikasikan tanah ke dalam satuan taksa sesuai dengan sistem klasifikasi tanah baku.

3. Menentukan dan mendelineasi batas taksa-taksa tanah pada peta. 4. Mengolerasikan dan memprediksi kesesuaian (adaptabilitas) tanah

(4)

Hasil dari survei tanah tersebut dapat di gunakan untuk meemprediksi karakteristik tanah untuk bidang pertanian, kontruksi atau teknik/rekayasa, pariwisata maupun pemanfaatan lainnya, yang lebih di kenal dengan evaluasi lahan.

Evaluasi lahan merupakan proses pendugaan keragaan (performance) lahan apabila lahan digunakan untuk tujuan tertentu

(FAO,1985) atau sebagai “metode yang menjelaskan atau memprediksi kegunaan potensial dari lahan” (van diepen et all.,1991). Apabila potensi lahan sudah dapat di tentukan, maka perencanaan penggunaan lahan dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan yang rasional, paling tidak mengenai apa yang dapat ditawarkan oleh sumber daya lahan tersebut (FAO, 1993). Dengan demikian, evaluasi lahan merupakan alat perencanaan penggunaan lahan lahan yang strategis. Evaluasi lahan memprediksi keragaan lahan mengenai keuntungan yang diharapkan dari penggunaan lahan dan kendala penggunaan lahan yang produktif serta degradasi lingkungan yang di perkirakan akan terjadi karena penggunaan lahan.

Alasan mengapa evaluasi lahan sangat penting di kemukakan oleh Rosisster(1996) sebaagi berikut:

1. Lahan memiliki sifat fisik, sosial, ekonomi dan geografi yang

bervariasi. (‘lahan di ciptakan tidak sama’).

2. Variasi tersebut mempengaruhi penggunaan lahan. Untuk masing-masing penggunaan lahan, ada daerah (areal) yang lebih atau yang kurang sesuai dalam pengertian fisik dan/atau ekonomi.

3. Variasi tersebut paling tidak sebagian terjadi secara sistematik dan sebab-sebab yang dapat di ketahui dengan pasti.

4. Variasi tersebut (fisik, politik, ekonomi dan sosial) dapat dipetakan dengan jalan survei, (daerah yang di survei di bagi menjadi satuan-satuan yang relatif homogen).

(5)

6. Kesesuaian lahan bagi berbagai penggunaan lahan aktual dan yang diusulkan dapat dideskripsikan dan dipetakan secara sistematis. 7. Pengambil keputusan seperti perencana penggunaan lahan (Badan

Pertahanan Nasional), Bapedda, Dinas Pertanian, Lembaga pemberi kredit bidang pertanian dan lain-lain, dapat menggunakan perdiksi yang di hasilkan oleh evalusi lahan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

1.1

Tujuan Dan Pengertian Survei Tanah

Jika kita mangamati tanah pada suatu tempat dan membandingkannya dengan tanah di tempat lain, maka akan terlihat beberapa perbedaan warna , tekstur keadaan permukaan dan lain-lain. Belum lagi jika kita mengamati dan mendeskripsikan profil tanahnya, jelas sekali akan terlihat perbedaan dalam susunan dan sifat horison tanah. Perbedaan-perbedaan itu kadang-kadang dapat terjadi di tempat-tempat yang berdekatan yang hanya berjarak beberapa meter saja. Adanya perbedaan tersebut menimbulkan adanya perbedaan potensi masing-masing tanah bagi pengembangan suatu tanaman atau komoditas tertentu maupun untuk kepentingan di luar pertanian.

Untuk dapat membedakan tanah satu dengan yang lain yang kemudian disajikan dalam suatu peta tanah, perlu dilakukan serangkaian kegiatan yang disebut survei tanah atau inventarisasi sumber daya tanah . oleh karena tanah tidak bisa berdiri sendiri dan selalu terkait dengan lingkungannya seperti iklim, topografi (lereng), hidrologi dan lain-lain maka kegiatan inventarisasi ini lebih tepat disebut inventarisasi sumber daya lahan.

(6)

(2000), survei tanah adalah proses menentukan pola tutupan tanah, menentukan karakteristik tanah dan menyajikannya dalam bentuk yang dapat dipahami dan diinterpreasi oleh berbagai kalangan pengguna.

Menurut Soil Survey Division Staff (1993), survei tanah mendeskripsikan karakteristik tanah-tanah di suatu daerah, mengklasifikasikannya menurut sistem klasifikasi baku, memplot batas tanah pada peta dan membuat prediksi tentang sifat tanah. Perbedaan penggunaan tanah dan bagaimana tanggapan pengelolaan mempengaruhi tanah itulah yang terutama perlu di perhatikan (dalam merencanakan dan melakukan survei tanah). Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah membantu pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus mengevaluasi dan memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap lingkungan.

Hasil dari survei tanah adalah peta tanah beserta legenda peta dan laporan. Peta tanah menyajikan informasi tentang jenis (klasifikasi tanah), lokasi (sebaran) dan luasan masing-masing tanah yang terdapat pada masing-masing satuan peta. Uraian beberapa sifat tanah yang penting untuk tiap satuan peta disajikan pada legenda peta tanah. Dalam laporan hasil survei tanah, disajikan latarbelakang dan tujuan dilakukannya survei, metode serta hasil interpretasi tanah yang terdapat di daerah tersebut. Hasil interpretasi tanah merupakan prediksi tentang prilaku tanah sebagai respon terhadap berbagai jenis tanaman serta respons tanah terhadap pengelolaannya.

Dengan demikian, tujuan utama survei tanah adalah;

1. Membuat semua informasi spesifik yang penting tentang tiap-tiap macam tanah terhadap penggunaannya dan sifat-sifat lainnya sehingga dapat di tentukan pengelolaannya.

2. Menyajikan uraian satuan peta sedemikian rupa sehingga dapat diinterpretasikan oleh orang-orang yang memerlukan fakta-fakta mendasar tentang tanah.

(7)

Tiap-tiap simbol tercatat secara sistematisdalam legenda peta, yang mendeskripsikan tanah secara ringkas dan satuan petanya, serta membangun hubungan antara peta dan laporan.

Informasi yang terdapat pada masing-masing peta, ditentukan oleh skala peta. Oleh karena itu peta berdasarkan skalanya mempunyai nama (tipe) yang berbeda-beda (lihat bab 2).

Pelaksanaan survei tanah pada skala yang berbeda dilakukan dengan cara yang berbeda pula. Semakin besar skala peta yang dihasilkan, semakin banyak jumlah dan macam pengamatan yang dilakukan per-satuan luasan tertentu. Demikian pula sebaliknya.

Menurut Eyk dalam rosisster (2001) tujuan utama survei tanah adalah mengenali dan mengidentifikasikan tubuh tanah tiga dimensi yang memiliki arti penting untuk berbagai tujuan dan menentukan batas sebaran geografi tanah-tanah tersebut pada peta dasar.

Menurut Walmsley (1995), ada dua tujuan utama survei tanah yaitu:

1. Mengidentifikasi, mendeskripsi dan mengklasifikasikan tanah-tanah yang berbeda di suatu daerah.

2. Mengidentifikasi, memprediksi dan delineasi berbagai jenis atau kombinasi tanah dengan cara yang konsisten.

Berikut ini diuraikan lebih tanjut kegiatan yang tercakup dalam survei tanah:

1.

Mendeskripsi karakteristik tanah di suatu daerah

Mengingat bahwa tanah merupakan objek kajian maka karakteristiknya harus diamati dengan teliti. Tujuannya adalah

(8)

yang lainnya, tetapi pada akhirnya, survei tanah harus menyajikan kondisi tanah di daerah tersebut.

Kegiatan ini dilakukan di lapangan terhadap profil tanah, profil-mini (minipit), pemboran atau irisan (tebing) jalan dengan menggunakan pedoman-pedoman tertentu. Kegiatan ini harus disertai dengan pengambilan contoh tanah serta analisis laboratorium.

2. Mengklasifikasi tanah menurut sistem klasifikasi Tanah baku.

Tahap ini bertujuan mengorelasikan tanah di daerah tertentu dengan tanah tanah di tempat lain dan juga untuk membakukan pemetaan dalam setiap daerah yang disurvei. Pengertian sistem di klasifikasi tanah baku dapat berupa sistem klasifikasi lokal nasional ataupun internasitnal. Tujuan utama korelasi menurut Rossiter (2001) adalah agar transfer tekhnologi lebih efisien, dalam pengertian pengalaman-pengalaman di suatu daerah dapat diterapkan -di daerah lain. Beberapa kasus tanah dengan sifat serupa (yang diharapkan klasifikasinya juga sama) dapat terjadi dalam daerah geografi yang sangat luas, bahkan dapat berada pada pulau atau benua yang berlainan (discontinued) sehingga pengalaman-pengalaman disuatu daerah dapat diterapkan di daerah lain yang tanahnya 'sama' tersebut.

Klasifikasi tanah dilakukan dengan mengikuti cara-cara baku yang didasarkan pada hasil pencatatan (deskripsi) dan pencirian tanah serta data-data yang diperoleh dari analisis laboratorium.

3. Mendelineasi batas tanah pada peta

(9)

Di dalam legenda peta, masing-masing simbol tersebut dijelaskan dalam bentuk uraian. Di samping itu, dalam legenda juga disajikan informasi-informasi penting tentang sifat-sifat masing-masing jenis tanah yang terdapat dalam setiap satuan peta.

4. Memprediksi perilaku/sifat tanah (Interpretasi Survei Tanah)

Survei tanah pada dasarnya merupakan aktivitas yang mengarah kepada aspek pemanfaatan tanah. Tahap ini dapat didefinisikan secara sempit, yaitu hanyamenggunakan data tanah untuk memprediksi sifat tanah untuk tujuan aplikasi yang seringkali diistilahkan dengan interpretasi survei tanah. Dapat pula mencakup aktivitas yang lebih luas yaitu evaluasi lahan, yang mempertimbangkan karakteristik lahan yang lain selain tanah yaitu iklim, penggunaan lahan, lereng dan lain-lain. Prediksi dapat dilakukan oleh pakar dalam bidang lain, bukan oleh penyurvei tanah atau oleh penyurvei bersama-sama dengan pakar lain (yang bertugas melakukan interpretasi) yang bekerja secara bersama-sama. Umumnya dalam survei tanah selain mengamati tanah juga harus mengumpulkan informasi tentang karakteristik lahan yang penting untuk membuat prediksi.

1.2

Survei Tanah Bertujuan Umum dan Bertujuan

Khusus

(10)

Survei tanah untuk tujuan umum ditujukan untuk memberikan data sebagai dasar interpretasi untuk berbagai penggunaan yang berbeda, bahkan beberapa dari penggunaan tersebut belum diketahui. Satuan peta harus didasarkan pada morfologi tanah. Satuan yang sangat cocok adalah sekelompok tanah dengan susunan horizon yang sama, berkembang pada bahan induk serupa dan di bawah kondisi eksternal serupa. Yang terakhir merupakan definisi dari seri tanah. Tanah-tanah yang dikelompokkan dengan cara ini memiliki banyak persamaan dan seri-seri- tanah telah terbukti sebagai satuan yang bermanfaat untuk interpretasi bertujuan umum dan sebagai dasar untuk melakukan riset yang berkaitan dengan hubungan tanah tanaman.

Survei tanah bertujuan umum meliputi pembuatan peta pedologi yang menyajikan sebaran satuan-satuan tanah yang ditentukan menurut morfologi serta data sifat fisik, kimia dan biologi yang dikumpulkan di lapangan dan di laboratorium. Peta tanah bertujuan umum diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk keperluan tahap interpretasi berikutnya, yaitu evaluasi lahan yang tidak hanya mencakup berdasarkan karakteristik satuan tanah saja, melainkan juga berdasarkan atas faktor-faktor fisik, ekonomi dari sosial lainnya yang berkaitan.

(11)

Survei tanah bertujuan umum sangat bermanfaat untuk diterapkan pada wilayah-wilayah yang masih belum berkembang, yang faktor fisik lingkungannya (potensi penggunaan lahannya) belum banyak diketahui. Kisaran penggunaan-penggunaan lahan sangat luas, meliputi penggunaan untuk pertanian dan non-pertanian. Dengan demikian, informasi dasar tentang tanah harus dikumpulkan sebelum dilakukan pengambilan keputusan penggunaan lahan yang paling menguntungkan. Survei tanah untuk tujuan khusus sangat bermanfaat apabila mencantumkan informasi tentang daerah tersebut berikut pengunaan lahan yang berpotensi untuk dikembangkan telah diketahui, sehingga penggunaan khusus dapat direncanakan. Keadaan seperti ini umumnya menjadi kasus di wilayah-wilayah berkembang atau wilayah-wilayah yang berpenduduk padat.

Kelemahan survei tanah bertujuan khusus ini adalah ketidakmampuannya dalam memenuhi semua tujuan atau keperluan, tidak seperti yang berlaku pada survei bertujuan umum. Dalam survei bertujuan khusus, suatu survei khusus dilakukan untuk tujuan tertentu saja, misalnya survei yang dirancang untuk perkebunan teh, sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk merencanakan tujuan lain, misalnya untuk perkebunan tebu atau sawah irigasi. Apabila nantinya membutuhkan informasi lebih lanjut, maka perlu. Dilakukan survei tanah tambahan untuk mendapatkan informasi yang belum tersedia.

1.3

Pendekatan Mutahir dalam Survei Tanah dan

Evaluasi

Lahan

Rossiter (2000) mengemukakan bahwa disiplin survei sumber daya lahan kini memasuki era baru karena munculnya teknologi dan metode baru berikut:

Satelit penginderaan jauh (yang dalam waktu dekat hampir sama detailnya dengan foto udara) yang sangat bermanfaatuntuk persiapan peta dasar dan klasifikasi tutupan lahan.

(12)

pemetaan bawah-pemukaan, serta berkembangnya model elevasi digital (DEM) untuk memprediksi karakteristik medan.

Geostatistik dan teknik interpolasi lainnya.

Sistem inforrnasi geografi (GIS) untuk penyimpanan, transfomasi, analisis dan pencetakan peta.

Dengan teknologi baru ini, umumnya tutupan tanah (maupun sumber daya lahan lainnya) dipersepsikan sebagai bidang spasial (yaitu dengan menentukan nilai pada masing- masing titik sehingga secara kontinyu terjadi keragaman dalam ruang), yang berbada dengan satuan peta yang digunakan dalam survei tanah tradisional.

Metode baru ini juga berkerja secara langsung pada titik-titik pengamatan terkuantifikasi yang berbeda dengan satuan taksonomi berhirarki, sebagaimana yang dilakukan dalam klasifikasi tanah tradisional.

(13)

time-series serta mengintegrasikannya dengan pendekatan-pandekatan tradisional.

1.4

Peranan Survei Tanah dalam Pengambilan

Keputusan Pengelolaan Sumber Daya Lahan

Survei tanah dapat memberikan informasi tentang sumber daya alam, terutama tentang sifat-sifat dan faktor-faktor pembatas tanah untuk suatu tujuan-tujuan tertentu. Informasi ini sangat diperlukan untuk keputusan pengembangan sumber daya lahan, baik untuk pertanian maupun untuk kepentingan lain, agar bermanfaat secara optimal dan berkesinambungan.

Setiap tanah mempunyai sifat dan keterbatasan masing-masing yang akan menentukan kapabilitas atau kemampuannya, sehingga untuk mengembangkannya diperlukan suatu tindakan khusus yang berbeda-beda untuk tiap-tiap jenis tanah. Misalnya untuk memutuskan tindakan konservasi dan rehabilitasi lahan yang benar dan tepat, informasi tentang tanah dan kesesuian lahannya untuk suatu penggunaan tertentu sangat diperlukan. Anjuran untuk menanam tanaman tertentu untuk konservasi lahan hanya akan berhasil jika tanaman yang dianjurkan itu memang sesuai ditanam di tempat tersebut. Kalaupun hendakmenanam tanaman tertentu karena memang dianjurkan dari segi konservasi tanah, agar tanaman tersebut bisa tumbuh dengan baik, maka informasi yang diperoleh dari hasil survei tanah dapat membantu pertumbuhan tanaman tersebut dengan resiko kegagalan yang rendah.

Kebenaran informasi akan sangat menentukan ketepatan tindakan yang akan diambil untuk pengembangan sumber daya alam yang langka itu. Untuk mendapatkan informasi yang benar dan teliti, perlu dilakukan dengan cara-cara atau metodologi tertentu yang akan dibahas dalam uraian selanjutnya

.

1.4.1 Pandangan Pengguna Survei Tanah

(14)

Beberapa pertanyaan tentang metode survei pada akhirnya dapat dipecahkan dengan jalan menyesuaikan metode survei dengan keinginan dan anggaran yang tersedia dari pihak pengambil keputusan.

Rossiter (2000), mencoba memerinci beberapa pengguna survei tanah, seperti yang diuraikan berikut;

Pengelola lahan, yaitu petani, peternak, pengelola hutan dan pengelola perkebunan. Kelompok ini akan memutuskan apa yang sebaiknya dilakukan atas lahannya, misalnya untuk apa dan bagaimana sistem pengelolaan yang tepat.

Penyuluh lapangan. Kelompok ini bertugas memberikan penyuluhan kepada pengelola lahan.

Industri jasa yang berhubungan dengan penggunaan Iahan, misalnya lembaga pemberi kredit, bank dan kelompok investor. Kelompok ini memfasilitasi penggunaan lahan dan membutuhkan informasi apakah lahan tersebut menghasilkan dan menguntungkan secara ekonomi.

Perencana penggunaan lahan pedesaan dan perkotaan.kelompok pengguna ini merekomendasikan atau memfasilitasi jenis-jenis pengunaan lahan tertentu di daerah yang berbeda.

lembaga pengendali penggunaan lahan, merupakan kelompok perencana penggunaan dengan kewenangan khusus untuk mengatur penggunaan lahan. Sebagai contoh, di Belanda jumlah pupuk kandang yang boleh diberikan setiap hektar lahan ditentukan oleh jenis tanah untuk menghindari polusi air tanah.

Badan otoritas pajak. Di beberapa negara, pajak atas lahan didasarkan pada produksi potensial lahan. semakin subur tanahnya semakin tinggi pajak yang harus di bayar pemilik lahan tersebut.

Pakar dalam bidang rekayasa. Ahli-ahli rekayasa (keteknikan) sangat memerlukan hasil survei tanah untuk menentukan apa yang harus diperhatikan dalam membangun gedung, jalan maupun pipa-pipa saluran minyak dan gas bumi agar tidak mudah mengalami korosi.

(15)

lokasi-Iokasi dalam suatu daerah yang memiliki resiko tinggi jika digunakan untuk kepentingan tertentu.

Peneliti, mengkaji tanggapan lahan terhadap berbagai penggunaan lahan dan strategi pengelolaannya. Termasuk dalam kelompok ini adalah peneliti pada plot percobaan, yang berharap bahwa satuan tanah yang berbeda akan memberikan tanggapan (respons) yang berbeda pula terhadap macam pengelolaan yang diterapkan.

Dengan demikian,hasil evaluasi lahan tidak hanya bermanfaat bagi mereka yang bergerak dalam bidang pertanian, seperti yang selama ini kita ketahui. Hasil survei tanah dan evaluasi lahan secara umum mendasari kegiatan-kegiatan perencanaan dan pengembangan wilayah.

Dalam masing-masing kasus, pengguna hanya akan bersedia menggunakan hasil survei tanah dan evaluai lahan, jika hal itu dapat meningkatkan produktivitas mereka. Dengan demikian tuntutan pengguna atas hasil survei tanah adalah:

1. Seberapa teliti dan seberapa tepat hasil survei itu dapat menjawab pertanyaan pengguna

2. Berapa banyak nilai tambah yang diberikan oleh pengambilan keputusan yang benar, yaitu yang didasarkan dari hasil survei tanah, dibandingkan dengan pengambilan keputusan yang keliru (tanpa menggunakan hasil survei tanah).

Tentu saja hal ini harus disadari sepenuhnya oleh pelaku survei tanah dan evaluasi lahan. Pengguna tidak akan memanfaatkan hasil survei dan evaluasi lahan jika ternyata tidak dapat menjawab kebutuhan mereka. untuk itulah, perlu pemahaman serta metode yang benar, yang harus diterapkan sebaik-baiknya dalam melakukan kegiatan ini.

1.4.2 Informasi Apa Saja yang Diperlukan oleh Penggambil

Keputusan

(16)

1. Menyimpulkan keseluruhan daerah kajian.

a) Apa kelas (taksa) tanah yang dijumpai di daerah yang dikaji? b) Bagaimana proporsi masing-masing kelas yang ada didaerah

tersebut?

c) Berapa persen dari daerah tersebut yang diduduki oleh tanah dengan sifat-sifat tertentu? (Misalnya tanah yang berbatu pada kedalaman kurang dari 50 cm.)

Kelompok pertanyaan pertama ini hanya memerlukan prosedur pengambilan contoh secara statistik (titik atau daerah) dan tidak memerlukan peta. Pertanyaan ini hanya bermanfaat untuk memberikan informasi di tingkat nasional.

Yang dikehendaki oleh pihak pangambil kaputusan adalah informasi tentang sebaran geografis tanah, sehingga harus ditampilkan dalam suatu peta.

Dengan menggunakan peta, diharapkan mampu men jawab beberapa pertanyaan yang akan diuraikan di bawah ini.

2. Pada lokasi tertentu (pada suatu daerah yang dipilih). a) Apa kelas (taksa) tanah pada lokasi tersebut? b) Bagaimana sifat tanah pada lokasi tersabut?

c) Bagaimana pola spasial dari kelas tanah pada dan di sekitar lokasi tersebut?

d) Bagaimana pola spasial dari sifat-sifat tanah pada atau di sekitar lokasi tersebut?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus diajukan oleh pihak pengelola lahan yang sudah memiliki atau yang sedang mengelola daerag tertentu serta oleh pihak perencana yang telah mengidentifikasi daerah tertetu yang akan dirancang penggunaan lahannya.

3. Memilih lokasi daerah yang diinginkan.

(17)

b) Dimana lokasi tanah-tanah yang memiliki sifat-sifat tertentu (misalnya berdrainase baik, KTK tinggi, pH netral, KB > 50% dll) dapat dijumpai?

c) Dimana sifat-sifat tanah dengan pola spasial tertentu (misalnya yang berdrainase baik, KB > 50%, tidak berkerikil dan lain-lain, yang berdekatan dengan tanah yang memiliki drainase buruk, KB > 50%, dekat sumber air dan lain-lain) dapat di jumpai?

Kelompok pertanyaan di atas harus dijawab oleh pihak perencana atau pengguna lahan yang akan mencari dan menggunakan lahan sesuai dengan kebutuhan mereka. Lahan tersebut dapat berupa lahan yang sudah di miliki atau telah dikelola atau bisa juga berupa lahan yang dicari untuk dikelola.

Untuk dapat menjawab dua kelompok pertanyaan terakhir di atas diperlukan peta tanah. Tanpa adanya peta tanah, mustahil pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab. Melalui survei dan pemetaan tanah yang benar dapat di buat peta tanah yang akurat sehingga sangat bermanfaat dalam perencanaan penggunaan lahan.

1.5 Perkembangan Survei Tanah di lndonesia

Survei tanah dimulai tahun 1999 di Amerika Serikat, yang merupakan kegiatan penelitian dalam kaitannya dengan tanah-tanah pertanian, serta penelitian hubungan antara tanah dengan iklim dan bahan organik (Soil Survei staff, 1951). Survei tanah berkembang sejalan dengan perkembangan bidang klasifikasi tanah dan teknik survei tanah.

(18)

Pada tahun 1927, survei tanah dimulai di Pulau Sumatera, yaitu di sumatera selatan, dengan aspek agrogeologi skala 1: 200.000. Pada tahun 1930 survei tanah untuk Jawa dan Madura dimulai. survei ini bertujuan untuk pertanian dan untuk pengembangan industri bata merah dan genteng, serta untuk infrastruktur jalan raya dan rel kereta api.

Pada tahun 1955, Balai Penelitian Tanah ditugaskan untuk melakukan survei secara sistematis ke seluruh Indonesia untuk kepentingan pertanian, dengan penekanan pada skala eksplorasi (1:1.000.000). Untuk pulau Jawa dan Madura, dilakukan survei skala 1:250.000 untuk mendapatkan informasi dalam rangka penggunaan lahan, perbaikan lahan dan program pemupukan.

Pada tahun 1979 - 1986 survei diprioritaskan untuk persiapan daerah transmigrasi melalui proyek Penelitian pertanian Menunjang Transmigrasi (P3MT). Setelah itu dilanjutkan dengan Proyek land resources and evaluation planning (LREP) fase I (1985-1990) dan fase II (1991-L997). Penilitian ini bertujuan mengetahui potensi lahan untuk tujuan pembangunan pertanian secara umum pada skala 1:250.000 (LREP I) dan skala 1:50.000 (LREP II).

Hampir 50% wilayah Indonesia, terutama bagian Barat Indonesia, telah dipetakan selama periode 1955 - 2004. Kegiatan pemetaan di rawa pasang surut dilakukan melalui kerjasama pusat penelitian Tanah dengan Departemen Pekerjaan Umum pada Proyek Pembukaan Persawahan Pasang Surut (P4S).

Sejak tahun 1957, sistem klasifikasi tanah di Indonesia menggunakan klasifikasi Dudal dan Supraptohardjo, yang kemudian mengalami penyempurnaan oleh suhadi (1961) dan soepraptohardjo,(1961) pada skala besar. sistem ini masih dijumpai dalam peta-peta tanah terbitan Pusat Penelitian Tanah hingga tahun 1978.

(19)

Untuk keperluan survei dan pemetaan tanah daerah transmigrasi, Pusat Penelitian Tanah menerbitkan panduan tentang jenis dan macam talah di Indonesia beserta kuncinya (Suhardjo dan Soepraptohardjo, 1981). Beberapa penamaan jenis dan macam tanah, sebagian besar diambil dari definisi sistem FAO-UNESCO, dengan berbagai penyesuaian terhadap kondisi di Indonesia (Sitorus, 1986).

Sejak kongres HITI ke IV di Medan bulan Desember 1989, menurut USDA-SCS, (1989) tetah diputuskan untuk menggunakan sistem taksonomi tanah (Soil Taxonomy) untuk semua kegiatan survei dan penelitian tanah di Indonesia. HaI ini dilakukan secara konsekuen oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimatologi (Puslittanak) dalam kegiatan survei dan pemetaan tanah dalam proyek LREP I (skala 1 : 250.000) pada tahun 1989 yang menerapkan metode fisiografi dengan satuan tanah menggunakan taksonomi tanah pada kategori sub-grup. Pada kegiatan survei dan pemetaan semi detail (skala 1: 50.000) dalam LREP II (1993 - 1995), tetap digunakan taksonomi tanah (Soil Survey Staff, I992;1994) sebagai satuan tanah pada kategori 'seri' (Hardjowigeno, 2003).

Sejak krisis moneter yang melanda Indonesia dan dunia secara umum pada tahun 1998, kegiatan survei tanah di Indonesia praktis mengalami stagnasi. Seri tanah yang direncanakan untuk diolah menjadi seri publikasi hingga saat ini (2005) terhenti sama sekali. Hal ini tentu sangat disayangkan, mengingat informasi sumber daya lahan yang akurat dan lengkap dari seluruh wilayah di Indonesia sangat menentukan keberhasilan bidang pembangunan pertanian maupun bidang rekayasa yang menunjang pengembangan wilayah.

(20)

II

TANAH, PETA TANAH DAN LEGENDA

PETA

stilah tanah menurut Arsyad (1999) memiliki 3 pengertian, yaitu: (1) tanah sebagai media tumbuh tanaman, (2) tanah sebagai benda alami tiga dimensi di permukaan bumi yang terbentuk dari interaksi antara bahan induk, iklim, organisme topografi dalam kurun waktu tertentu, (3) tanah sebagai ruangan atau tempat di permukaan bumi yang digunakan oleh manusia untuk melakukan segala macam aktivitasnya. Dalam pengertian yang pertama, perhatian lebih ditekankan kepada kualitas tanah. Dalam pengertian yang kedua, tanah diperlakukan sebagai bahan galian atau tambang dan bahan nyatakan dalam berat (ton, kg) atau volume (m3), sedangkan pada pengertian yang ketiga tanah dinilai

berdasarkan luas (ha, m2). Dalam Bahasa Inggris, dua pengertian yang

pertama setara dengan kata soil sedangkan pengertian yang ketiga setara dengan istilah land.

2.1 Tanah Sebagai Objek Survei

Sifat tanah berubah secara berangsur ke arah vertikal dan horizontal di mana perubahan satu sifat tidak selalu setahap dengan perubahan sifat lainnya, sehingga kombinasi yang identik jarang ditemukan pada bentang alam.

Meskipun demikian, tanah sebagai suatu individu juga diakui batas-batasnya, baik sebagai suatu transisi maupun sebagai intergrades. Sebagai suatu individu, tanah sangat berbeda dengan dunia hayati yang tiap individunya mempunyai ciri tersendiri. Masing-masing spesies

(21)

mempunyai kisaran sifat yang sempit, sehingga mudah dibedakan satu dengan lainnya.

Tanah menurut SoiI Survey Staff (1999; 2003) adalah kumpulan benda alami di permukaan bumi yang dimodifikasi atau bahkan dibuat oleh manusia dari bahan-bahan tanah, mengandung gejala-gejala kehidupan dan mampu menopang pertumbuhan tanaman di lapangan. Tanah meliputi horizon-horizon tanah yang terletak di atas bahan batuan dan terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dari iklim, mahluk hidup (organisme), bahan induk dan relief. Pada umumnya, tanah kearah bawah beralih ke batuan yang kukuh (amat keras) atau ke bahan tanah (yang tidak kukuh) yang tidak mengandung akar tanaman, hewan atau tanda-tanda kegiatan biologi lainnya. Konsep tanah menurut sistim taksonomi tanah merupakan suatu ‘kontinum' dan mempunyai pengertian yang lebih luas, karena mencakup juga danau yang dangkal serta tanah pertanian tua buatan manusia seperti yang terdapat di Belanda.

Batas atas tanah adalah batas antara tanah dan udara, air dangkal, tumbuhan hidup atau bahan-bahan tumbuhan yang belum mulai melapuk. Daerah yang dianggap tidak mempunyai tanah adalah apabila permukaannya secara permanen tertutup oleh air yang terlalu dalam (lebih dalam dari 2,5 meter) untuk pertumbuhan tumbuhan berakar. Batas-batas horizontal tanah adalah wilayah di mana tanah berangsur beralih ke air dalam, daerah-daerah tandus, batuan atau es (Gambar 2.1) Padasebagian wilayah, pemisahan antara tanah dan bukan-tanah sedemikian berangsur sehingga sulit ditentukan.

(22)

berangsur. Untuk tujuan klasifikasi, batas bawah tanah ditetapkan pada kedalaman 200 cm. Pada tanah yang kegiatan biologis atau proses-proses pedogeniknya sedang berlangsung dan dapat mencapai kedalaman rebih dari 200 cm, batas bawah tanah untuk tujuan klasifikasi masih tetap 200 cm.

Dalam beberapa hal, batuan-batuan yang tersementasi Iernah (bahan paralitik) harus dideskripsikan dengan teliti dan digunakan untuk membedakan seri tanah (penggal penentu seri), sekalipun bahan-bahan paralitik yang terletak di bawah kontak paralitik tidak dapat dianggap sebagai tanah dalam pengertian yang sesungguhnya. Pada wilayah di mana tanah mempunyai horizon-horizon tersementasi tipis yang tidak tembus akar, tanah meluas ke bawah hingga sedalam horizon tersementasi yang terdalam, tetapi tidak lebih dari 200 cm. Untuk tujuan-tujuan pengelolaan tanah tertentu, lapisan-lapisan yang terletak lebih dalam dari batas bawah tanah yang diklasifikasi (200 cm), harus juga dideskripsi apabila lapisan tersebut memengaruhi kandungan dan gerakan air serta udara atau apabila lapisan tersebut memengaruhi penggunaan tanah.

(23)

mampu menyokong pertumbuhan tanaman di lapangan tidak termasuk dalam pengertian tanah. Daerah yang dimaksud adalah daerah pantai, daerah perkotaan, habitat perairan dalam, singkapan batuan dan glasier. Daerah-daerah ini dutu* laporan survei tanah dipetakan sebagai daerah aneka (miscellaneous areas) .

Tanah sebagai satuan tiga dimensi dengan variasi internal disajikan dengan cara ‘multifactorial' dalam bentuk peta tanah, sebagai satuan dua dimensi digambarkan pada peta tanah, sedang dimensi vertikal (kedalaman) serta sifat-sifat internalnya disajikan dalam legenda Peta.

Peta tanah merupakan peta yang dibuat untuk memperlihatkan sebaran taksa tanah dalam hubungannya dengan kenampakan fisik dan budaya dari permukaan bumi. Gambar 2.2 menyajikan ilustrasi sederhana tentang tanah di alam dan kenampakannya pada Peta tanah.

(24)

Dalam setiap peta tanah selalu berisikan lebih dari satu satuan peta tanah. Pada setiap satuan peta tanah, dapat terdiri atas satu satuan (taksa) tanah tertentu atau dapat pula terdiri atas dua atau lebih taksa tanah, baik berupa asosiasi maupun kompleks tanah yang didefinisikan dalam istilah taksonomi tanah atau sistem klasifikasi tanah lainnya. Hal ini perlu ditegaskan, karena dengan demikian, peta yang hanya menyajikan karakteristik-tunggal (single value) bukanlah merupakan peta tanah.

2.2

Macam-macam Peta Tanah

Survei tanah menghasilkan sebaran geografi kelas-kelas (taksa) tanah atau sifat-sifat tanah yang disajikan dalam peta. Peta tanah dapat dibedakan atas bermacam-macam jenis, tergantung dari berbagai sudut pandang yaitu berdasarkan penyajian, tujuan (intensitas pengamatan) dan teknik pelaksanaannya.

2.2.1 Berdasarkan Cara Penyajian

Berdasarkan cara penyajiannya, peta tanah dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Peta tanah bersimbolkan titik (Point soil maps). Peta yang menunjukkan lokasi titik-titik pengamatan yang sesungguhnya dilakuaan, disertai dengan nama taksa (kelas) tanah atau satu atau lebih sifat-sifat tanah. Peta ini memberikan beberapa keuntungan, yaitu dapat menyajikan secara langsung apa saja dan di mana telah dilakukan pengamatan. Pengamatan hanya dilakukan pada beberapa lokasi, sehingga tidak seluruh daerah survei diamati. Pada peta ini tidak dapat diberlakukan pemodelan keragaman spasial.

(25)

memenuhi model diskrit variasi spasial. Variasi yang memotong lansekap dapat dibedakan dengan batas yang tegas dalam daerah yang di petakan ke dalam m kelas dan kemudian ke dalam delineasi individual. Masing-masing delineasi termasuk dalam hanya satu kelas legenda.

Nama lain dari peta ini adalah peta tanah ‘chloropleth’ (yaitu peta yang menggunakan gradasi rona atau warna yang berbeda untuk menyajikan perbedaan satuan peta. Misalnya peta kebutuhan kapur, peta kesesuaian tahan untuk tanaman tertentu dan lain-lain).

3. Peta Lapangan Kontinyu yang dibuat dengan metode interpolasi. Peta ini umumnya di sajikan dengan isoline atau pada grid halus (Model Raster pada SIG). Peta ini memperlihatkan kontinyuitas sebaran sifat tanah yang diduga dengan jalan interpolasi. Secara konseptual, peta ini memenuhi model kontinyu dari variasi spasial. Tidak ada batas yang tegas, semua variasi yang memotong lansekap dianggap kontinyu

(26)

2.2.2 Berdasarkan Teknik Pelaksanaannya

Terdapat dua pendekatan yang dapat ditempuh oleh pemeta,dalam membagi permukaan tanah sebagai suatu 'kontinum' kedalam suatu satuan-satuan tertentu dalam membuat peta tanah. Kedua pendekatan tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Mengamati, mendeskripsi dan mengklasifikasikan profil-profil tanah (pedon) pada beberapa lokasi di daerah survei. Kemudian membuat (mendelineasi) batas di sekitar daerah yang mempunyai profil tanah yang serupa (memiliki taksa tanah yang sama), sesuai dengan kriteria klasifikasi yang digunakan. Pendekatan ini disebut pendekatan sintetik (synthetic approach).

2. Membagi kontinum' atas persil-persil atau satuan-satuan berdasarkan pada pengamatan,perubahan dalam sifat-sifat tanah 'eksternal' (sifat bentang-alam), melalui interpretasi foto udara, yang diteruskan dengan melakukan pengamatan dan pengklasifikasian tanah untuk masing-masing satuan yang dibuat tersebut. Pendekatan ini disebut pendekatan analitik (analytical approach).

(27)

2.2.3 Berdasarkan Tujuan (lntensitas Pengamatan)

Tanah yang diamati dalam kegiatan survei tanah, setelah diklasifikasikan berdasarkan sistem klasifikasi tanah yang digunakan perlu digambarkan penyebarannya dalam peta tanah. Sebagai dasar pembuatan peta tanah digunakan peta dasar yang umumnya berupa peta topografi atau peta rupa bumi.

(28)

Survei dan pemetaan tanah tidak hanya dapat memberikan gambaran tentang macam tanah yang dijumpai, tetapi harus dapat menggambarkan secara tepat di mana tanah tersebut dijumpai. Hal ini tidak berarti bahwa tanah yang dijumpai haruslah homogen, melainkan harus dapat menggambarkan bahwa pada suatu poligon yang dicantumkan dalam satuan peta tanah (SFT) dapat diketahui satuan tanah utama (yang mendominasi) dan satuan tanah pendamping. Untuk menghindari rumitnya satuan dalam peta tanah, Van Wambeke (1986) menyarankan luasan terkecil suatu satuan peta tanah (SPT) yang masih diperbolehkan untuk disajikan dalam peta tanah adalah seluas 0,4 cm2.

Berdasarkan tujuannya (yang akan menentukan intensitas pengamatan), survei tanah dibedakan atas 6 macarn, yaitu peta tanah bagan, eksplorasi, tinjau, semi-detail, detail dan sangat detail (Tabel 2.1). Masing-masing peta tersebut memiliki skala peta yang berbeda-beda.

Skala peta menunjukkan perbandingan jarak antara dua tempat (titik) pada peta, dengan jarak sebenarnya di lapangan. Berikut ini akan diuraikan secara singkat tentang masing-masing peta tersebut.

1. Peta Tanah Bagan

Peta ini dibuat sebagai hasil kompilasi dan generalisasi peta-peta tanah eksplorasi atau peta tanah tinjau. Peta ini hanya digunakan untuk memperoleh gambaran umum tentang sebaran tanah secara nasional. Dalam pembuatannya tidak dilakukan pengamatan lapangan. Skala peta sama atau lebih kecil dari 1: 2.500.000.

2. Peta Tanah Eksplorasi

(29)
(30)
(31)

Skala peta bervariasi dari 1:500.000 hingga 1:5.000.000. Peta ini hanya menggambarkan sebaran tanah secara umum untuk penyusunan atlas nasional dan tidak dapat digunakan untuk keperluan praktis, karena informasi tentang sifat-sifat tanah sangat minim.

3. Peta Tanah Tinjau

Umumnya peta ini dibuat pada skala 1:250.000. Satuan peta didasarkan atas satuan tanah-bentuk lahan atau sistem lahan yang didelineasi melalui interpretasi foto udara dan atau citra satelit. Pengamatan di lapangan kurang lebih 1 untuk 12,5 km2.

Peta ini dapat menggambarkan daerah-daerah yang berpotensi untuk dapat dikembangkan lebih lanjut.

4. Peta Tanah Semi-detail

Peta ini umumnya dibuat dengan skala 1:50.000, dengan intensitas pengamatan sekitar 1 untuk setiap 50 hektar, tergantung dari kerumitan bentang lahan. Biasanya dilakukan dengan sistim grid yang dibantu oleh hasil interpretasi foto udara dan citra satelit. Peta ini memberi gambaran tentang potensi daerah secara lebih terperinci serta dapat menunjukkan lokasiproyek yang akan dilaksanakan. Peta ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi pertanian serta penggunaannya untuk berbagai bentuk pengelolaannya

5. Peta Tanah Detail

(32)

Batas satuan peta tanah didelineasi di lapangan dengan bantuan foto udara yang didasarkan pada kemiringan lereng.

Jumlah pengamatan untuk adalah sekitar 1 untuk setiap 2 ha hingga 12,5 ha (Tabel2.1).

6. PetaTanah Sangat Detail

Peta tanah sangat detail mempunyai skala Pengamatannya atau lebih untuk setiap hektarnya. Peta ini ditujukan untuk penelitian khusus, misalnya untuk petak percobaan pertanian guna mempelajari variabilitas responstanaman terh adap pemupukan atau perlakuan tertentu dan lain-lain.

2.3 Legenda Peta Tanah

Setiap peta tanah selalu disertai dengan suatu daftar atau tabel penjelasan yang disebut legenda peta yang sangat bermanfaat, untuk memudahkan dalam membaca peta tersebut. Legenda peta tanah berfungsi mengidentifikasikan satuan peta serta memberikan informasi tentang satuan-satuan yang terdapat dalam suatu peta tanah. satuan peta tanah dalam setiap peta ditandai dengan simbol yang unik yang dapat berupa warna, nama atau atribut lainnya.

(33)

Relif mikro

Informasi di atas sangat diperlukan oleh pemakai yang bukan ahti tanah. Sedangkan informasi lain yang sangat penting bagi ahli tanah ialah nama taksa tanah yang ditunjukkan oleh nama tanah menurut sistem klasifikasi tanah yang digunakan (misalnya menurut Taksonomi Tanah USDA atau Klasifikasi Tanah FAO) yang terdapat dalam satuan tersebut.

Pada satuan peta majemuk (lihat Bab 3), komposisi satuan klasifikasi tanah, haruslah dijelaskan. Perlunya mencantumkan klasifikasi tanah ini adalah memudahkan tujuan korelasi dengan tanah-tanah di tempat lain.

Dalam pemetaan tanah yang menggunakan metode fisiografi (dengan bantuan interpretasi foto udara atau citra inderaja lainnya), biasanya menggunakan legenda eksptilatif,sedangkan dalam survei dengan metode grid, umumnya menggunakan legenda taksonomikal dan kadang legenda mekanikal. Metode grid dan fisiografi akan dijelaskan dalam Bab 3.

(34)
(35)

2.4 Peta Dasar

Peta dasar adalah peta yang digunakan sebagai dasar untuk membuat peta tanah atau wadah untuk menggambarkan delineasi satuan peta tanah.

Sebagai peta dasar dapat digunakan peta vegetasi/ penggunaan lahan, peta iklim atau peta lainnya yang tersedia, asal diterbitkan oleh instansi resmi dan mempunyai ketelitian yang tinggi baik isi maupun skalanya. Dalam praktik umunnya menggunakan peta topografi atau peta rupa bumi sebagai peta dasar.

Namun demikian, karena belum seluruh daerah di Indonesia terliput oleh peta topografi (rupa bumi), kadang-kadang perlu disediakan peta dasar dari citra penginderaan jauh (remote sensing), baik dari foto udara (untuk skala besar) maupun citra satelit (untuk skala kecil).

Instansi pemerintah maupun swasta yang bergerak dalam pembuatan peta di Indonesia, umunnya menghasilkan peta yang berbeda kualitas maupun akurasinya untuk peta daerah yang sama. Hal ini disebabkan karena belum adanya keseragaman di antara instansi-instansi tersebut. Pembuatan peta terpaksa dilakukan tanpa koordinasi karena terdesak oleh kebutuhan akan peta.

(36)

Saat ini Bakosurtanal (Badan Koordinasi Pemetaan Nasional) yang merupakan instansi yang bertanggung jawab dalam penyediaan peta (topografi/rupa bumi), telah dapat menyediakan peta rupa bumi untuk sebagian besar wilayah di Indonesia sekalipun dengan skala yang beragam. Beberapa diantara peta tersebut juga tersedia dalam format peta digital. Pada Gambar 2.4 disajikan contoh liputan peta rupa bumi untuk Pulau sumatera yang diterbitkan oleh Bakosurtanal (2004).

Dalam memutuskan memilih peta dasar untuk pembuatan peta tanah, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:

1. Waktu pembuatan Peta.

Semakin muda umur peta, semakin baik karena tanda-tanda yang terdapat pada peta umumnya lebih sesuai dengan kondisi lapangan.

(37)

Hal ini terutama terkait dengan pengukuran-pengukuran di lapangan yang menyangkut jarak, luasan dan lain-lain.

3. Skala

(38)

2.5 Kualitas Peta Tanah

Pusat Penelitian Tanah dan agroklimat (1995) mengemukakan bahwa kualitas peta tanah ditentukan oleh sifat mudah dibaca, batas ukuran minimum, dan tekstur peta. uraian rebih rinci akan dikemukakan di bawah ini.

2.5.1 Sifat mudah Dibaca (

Map legibility

)

Sifat mudah dibaca menunjukkan mudah tidaknya pengguna peta membaca informasi yang terdapat pada petal peta tanah harus dapat menyajikan infomasi secara jelas, padat dan menarik. Mudah tidaknya suatu peta tanah untuk dibaca ditentukan oleh:

Jumlah poligon satuan peta tanah

Warna yang membedakan satuan peta yang satu dengan lainnya Gambaran topografi yang digambarkan pada peta

Kualitas penyajian peta

Peta yang menyajikan banyak poligon berukuran kecil sulit dibaca. Warna yang dipilih untuk masing-masing satuan peta dibuat agar menarik dan sedapat mungkin mencerminkan sifat tanah. Misalnya Mollisol diberi warna hijau, oxisol berwarna merah dan sebagainya.

Pada peta tanah harus disajikan informasi yang memudahkan untuk orientasi peta di lapangan seperti sungai, jalan, gunung, desa, garis kontur, nama-nama (tempat, sungai, gunung dan sebagainya). Namun demikian, gambaran topografi tersebut jangan disajikan terlalu banyak karena akan menyulitkan pembacaan peta.

Selain itu map legibitity dipengaruhi oleh kualitas cetakan, kertas,

(39)

2.5.2 Delineasi Ukuran Minimal (Minimum Size Delineation)

Delineasi atau batasan ukuran minimal merupakan suatu luasan terkecil yang masih dapat digambarkan pada peta. Pada dasarnya ukuran tersebut merupakan parameter kartografi, karena setiap poligon pada suatu peta harus tertulis simbol satuan petanya. Simbol tersebut harus tertulis dengan ukuran tertentu, sehingga masih dapat dibaca.

Batasan ukuran poligon minimal sebagaimana dikemukakan sebelumnya adalah 0,4 cm2 (untuk yang berbentuk bulat), sedangkan

untuk poligon berbentuk memanjang dan sempit, harus lebih besar (dari aspek luasannya) agar dapat memuat simbol satuan peta.

2.5.3 Tekstur Peta Tanah

Tekstur peta tanah mencerminkan banyaknya sebaran poligon-poligon satuan peta tanah yang terdapat pada suatu peta. Suatu peta dikatakan bertekstur kasar apabila poligon-poligonnya berukuran besar, sedangkan jika sebagian besar poligonnya merupakan poligon-poligon kecil, disebut bertekstur halus.

Selain itu apabila poligon-poligon yang ada di dalam peta tersebut merata disebut ber"intensitas mono", sedangkan apabila dalam suatu peta terdapat dua atau lebih kelompok tekstur peta tanah maka disebut

ber”intensitas multi". Tekstur peta tanah tersebut mencerminkan kerumitan keadaan tanah di lapangan. wilayah yang homogen akan memperlihatkan intensitas mono, sedangkan wilayah yang variasi landformnya sangat beragam akan menunjukkan intensitas multi.

Peta tanah bertekstur halus sulit dibaca, sebaliknya peta tanah yang bertekstur kasar mudah dibaca.

(40)

III

PRINSIP-PRINSIP SURVEI TANAH

alam melakukan survei tanah, terdapat beberapa prinsip dasar yang harus dipahami. Prinsip-prinsip tersebut akan diuraikan di bawah ini.

3.1 Satuan Peta Tanah dan Satuan Taksonomi

Satuan peta tanah (satuan peta) dan satuan taksonomi merupakan dua istilah yang berbeda. satuan peta tanah merupakan satuan yang dibatasi di lapangan berdasarkan pada kenampakan bentang alam (Iandscape). Satuan taksonomi (satuan tanah) merupakan satuan yang diperoleh dari menentu-kan suatu selang sifat (range in characteristic) tertentu dari sifat-sifat tanah yang didefinisikan oleh suatu sistem klasifikasi tanah. Setiap satuan peta tanah bisa berisi satu atau lebih satuan taksonomi tanah.

3.1.1

Satuan peta Tanah

Satuan peta tanah (soil mapping unit) atau satuan peta terdiri atas kumpulan semua delineasi yang di tandai oleh simbol, warna, nama atau lambang yang khas padi suatu peta. Delineasi tanah (soil delineation) adalah daerah yang dibatasi oleh suatu batas tanah pada suatu peta. umumnya peta tanah terdiri atas lebih dari satu satuan peta. Data atau informasi dari masing-masing satuan peta yang terdapat dalam peta tanah dijelaskan dalam legenda peta.

Satuan peta ialah satuan lahan yang mempunyai sistem fisiografi/landform yang sama, yang dibedakan satu sama lain dilapangan oleh batas-batas alami dapat dipakai sebagai satuan evaluasi lahan. Satuan-satuan yang dihasilkan umumnya berupa tubuh lahan yang

(41)

memiliki ciri-ciri tertentu yang dibedakan oleh batas-batas alami di tempat terjadinya perubahan ciri-ciri yang paling cepat ke arah lateral. Pendekatannya merupakan pendekatan fisiografis.

Satuan peta tanah disusun untuk menampung informasi penting dari suatu luasan (poligon) tentang hal-hal yang berkaitan dengan survei tanah. Satuan peta tanah harus dengan mudah dapat dikenali, diukur, dan dapat dipetakan pada skala yang tersedia dari peta dasarnya, waktu yang tersedia, kemampuan dari para pemetanya, dan tujuan dari survei tersebut.

Dalam taksonomi tanah dikenal istilah pedon dan poipedon. Pedon dianggap terlalu kecil untuk dapat menunjukan kenampakan yang lebih luas seperti lereng dan permukaan berbatu. Polipedon, seperti dikemukakan dalam taksonomi tanah, merupakan suaatu satuan klasifikasi, tubuh tanah dan homogen pada tingkat seri dan cukup luas untuk menggambarkan semua karakteristik tanah yang dipertimbangkan dalam deskripsi dan klasifikasi tanah (Gambar). Polipedon jarang bertindak sebagai sesuatu yang nyata untuk klasifikasi karena amat sangat sulit menemukan batas suatu polipedon di lapangan dan karena adanya kontradiksi dan circular nature dari konsep tersebut. Ahli tanah mengklasifikasikan pedon tanpa memperhatikan batasan ukurannya, yang secara sadar atau tanpa disadari mengaitkan berbagai sifat-sifat yang lebih luas yang dibutuhkan dari daerah sekitar tanah tersebut ke pedon. Polipedon mengaitkan tubuh tanah nyata di alam kepada konsep mental dari klas taksonomi.

Oleh karena itu, batasan dari polipedon ini secara konsepsional awal sama dengan batasan dari seri tanah, yaitu yang merupakan kategori terendah dari sistem klasifikasi taksonomi tanah. Dengan demikian, setiap polipedon dapat diklasifikasikan kedalam seri tanah, hanya saja bahwa seri tanah mempunyai selang sifat yang lebih lebar daripada polipedon. Polipedon memiliki luasan minimal > 1 m2 dan maksimalnya tidak

(42)
(43)

Masing-masing daerah (luasan) pada peta tersebut disebut delineasi. Satuan peta terdiri atas 1 atau lebih komponen (taksa) tanah. Komponen individu dari suatu satuan peta mewakili kumpulan polipedon-polipedon atau bagian-bagian dari polipedon yang merupakan anggota dari taksa tersebut atau macam dari daerah aneka.

Pada Gambar 3.1 disajikan ilustrasi kaitan antara bentang lahan ( soil-scape), polipedon (tanah individu), pedon, dan profil tanah. Lanskap dapat disamakan dengan satuan peta tanah.

Satuan peta (mapping unit) berbeda dengan satuan taksonomi tanah (taxonomic unit), seperti yang akan diuraikan pada Gambar 3.1.

3.1.2 Satuan Taksonomi

Satuan taksonomi adalah sekelompok tanah dari suatu sisten klasifikasi tanah; masing-masing di-wakili oleh suatu profil tanah yang mencerminkan 'central concept' (konsep pusat) dengan sejumlah kisaran penyimpangan sifat-sifat dari konsep pusat tersebut. Jadi satuan taksonomi tanah menentukan suatu selang tertentu dari sifat-sifat tanah dalarn kaitannya dengan selang sifat tanah secara total dalam suatu sistem klasifikasi tanah tertentu. Pendekatannya merupakan pendekatan morfologik.

(44)

Hampir tidak mungkin mendelineasi secara akurat padapeta daerah-daerah yang benar-benar termasuk ke dalam satu kelas taksonomi di lapangan. Artinya tidak seorangpun yang mampu memetakan tanah dengan satuan taksonomi. Semua tanah tersembunyi dibawah permukaan. Hanya kenampakan permukaan dan sifat-sifat permukaan tanah yang terlihat. Dengan demikian tidak mungkin menelusurinya di lapangan.

Menurut van Wambeke dan Forbes (19g6), perbedaan yang prinsip antara satuan taksonomi dan satuan peta adalah satuan taksonomi merupakan suatu konsep yang dihasilkan dari membagi tanah sejagat (soil universal), sedangkan satuan peta merupakan hasil dari pengelompokan delineasi tanah yang mempunyai nama, simbol, warna, atau lambang khas lainnya yang sama pada suatu peta yang dapat dikenali, diukur, dan dipetakan di lapangan dengan mudah.

(45)

pengamatan yang dilakukan dan semakin rendah kategori dari satuan taksonomi.

Untuk menggambarkan perbedaan keduanya, dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan Gambar 3.4. Kenampakan permukaan bentang-alam sangat membantu pemeta dalam mendelineasi satuan peta tanah. Tanah-tanah yang berada dalam suatu delineasi (satuan) peta, seringkali tidak semuanya dapat dikelompokkan kedalam satu satuan taksonomi, melainkan termasuk dua atau lebih satuan taksonomi yang berbeda.

Karena satuan peta mengikuti kenampakan bentang-alam, dapat dikatakan bahwa satuan peta itu benar-benar terdapat di alam dan dapat dilihat serta diraba, sedangkan satuan taksonomi merupakan sesuatu yang abstrak.

Klasifikasi (taksonomi) tanah merupakan pengembangan konsep fikiran manusia. Dalam hal ini satuan taksonomi tanah adalah buatan mantsia, sedangkan satuan peta merupakan batas tanah sesungguhnya (merupakan tubuh tanah alami).

Berikut adalah fungsi sistem klasifikasi tanah:

- Sebagai media komunikasi bagi para pakar tanah, penyuluh, Peneliti, dan lain-lain.

- Mengekstrapolasikanhasil-hasil penelitian.

(46)

3.2 Satuan Peta Tanah dalam Survei Tanah

(47)

1. Satuan peta tanah sederhana (simple mapping unit). Satuan peta ini hanya mengandung satu satuan tanah saja atau terdapat tanah lain yang disebut sebagai inklusi. Satuan peta tanah ini banyak dijumpai pada survei tanah detail, dari daerah yang relatif seragam. Satuan peta ini disebut konsosiasi. Menurut Wambeke dan Forber (1986), konsosiasi merupakan satuan peta yang didominasi oleh satu satuan tanah dan tanah yang mirip (similar soil). Sekurang-kurangnya 50% dari pedon-pedon yang ada di dalam satuan peta tersebut sama dengan yang tertulis dalam satuan peta tanah, sedangkan pedon-pedon atau tanah-tanah yang berbeda (dissimilar soil) yang disebut inklusi, dalam satuan peta konsosiasi tidak lebih dari 25%, l5% atau l0%, tergantung dari sifatnya yang diuraikan sebagai berikut:

Jika tanah yang berbeda tersebut lebih baik atau sama dengan tanah utamanya, maka diperkenankan 25%.

Jika tanah yang berbeda tersebut bersifat sebagai pembatas untuk penggunaannya, maka hanya diperkenankan hingga 15%.

Jika tanah yang berbeda tersebut berbeda kontras dan merupakan faktor pembatas yang berat, maka hanya diperbolehk an hingga 10%.

(48)

2. Satuan peta tanah majemuk (compound mapping unit),terdiri atas dua satuan tanah atau lebih yang berbeda (dissimilar soil). Biasanya satuan peta tanah ini digunakan pada survei tinjau atau survei lainnya yang berskala kecil pada daerah yang rumit/ heterogen. Satuan peta tanah majemuk dibedakan menjadi:

(49)

tertentu yang dapat diduga posisinya, tetapi karena kecilnya skala peta, taksa-taksa tanah itu tidak dapat dipisahkan.

Setiap komponen dideskripsi secara terperinci tanpa ada perbedaan.

Posisi geografis masing-masing anggota satuan peta dalam bentang-alam diterangkan dengan jelas, sehingga memungkinkan untuk diperhalus oleh pemakai peta.

b. Kompleks tanah, merupakan sekelompok tanah dari taksa yang berbeda, yang berbaur satu dengan lainnya dalam suatu delineasi (satuan peta) tanpa memperlihatkan pola tertentu atau menunjukkan pola yang tidak beraturan.

Meskipun ada komponen tanah yang berasosiasi secara geografis, tetapi tidak dapat dipisahkan kecuali pada tingkat amat detail.

Menurut Wambeke dan Forbes (1986), satuan peta tanah dikatakan kompleks jika komponen utama dalam satuan peta kompleks tidak dapat membentuk satuan peta tersendiri jika dipetakan pada skala 1 : 24.000. Pada skala tersebut luasan 0,4 cm2

pada peta adalah 2,3 ha dilapangan. Komponen utama dalam satuan peta asosiasi jika dipetakan pada skala tersebut dapat membentuk satuan peta tersendiri.

Dengan perkataan lain, jika komponen satuan-satuan tanah dalam satuan tanah tersebut didelineasi dan luasnya lebih dari 2,3 hektar maka satuan tanah tersebut adalah asosiasi; sedangkan apabila kurang dan2,3 hektar maka termasuk ke dalam kompleks.

(50)

terjal, berbatu, mengalami pengaruh banjir yang cukup parah sehingga membatasi penggunaan dan pengelolaaanya.

Ketentuan proporsi dari masing-masing tanah yang menyusunnya sama dengan asosiasi atau kompleks.

Beberapa kriteria untuk menetukan satuan peta menurut Dent dan Young (1991) adalah:

1. Satuan peta hendaknya sehomogen mungkin (tidak perlu mempunyai karakteristik yang seragam, tetapi variasi dalam satu satuan peta dipertahankan dalam batasan yang telah dibuat). Macam variasi hendaklah tetap konsisten dengan semua satuan peta yang mempunyai nama yang sama.

2. Pengelompokan hendaknya mempunyai nilai praktis.

3. Harus memungkinkan untuk memetakan satuan secara konsisten. 4. Pemetaan hendaklah diselesaikan dalam waktu yang layak dan dengan

peralatan yang umum. Sifat tanah yang digunakan dalam pemetaan haruslah (terutama) dapat diamati dan dirasakan seperti warna dan tekstur. Banyak sifat-sifat tanah penting didalam praktek seperti unsur hara misalnya, tidak dapat langsung diamati dan dipetakan di lapangan. Hubungan sifat tanah yang dapat diamati dan sifat tanah penting lainnya harus ditemukan selama survei.

5. Sifat tanah yang reratif stabil, seperti tekstur dan litologi, hendaklah digunakan untuk memberi batasan satuan taksonomi, bukan sifat yang cepat berubah dengan pengelolaan, seperti struktur atau bahan organik tanah-atas.

Satuan taksonomi tanah pada masing-masing satuan peta tanah, baik satuan sederhana maupun majemuk, tergantung dari skala peta final yang akan dihasilkan. Makin besar skala makin rendah kategori klasifikasi (taksonomi) tanah yang digunakan (lihat Tabei 2.1).

(51)

1. Seri tanah, merupakan sekelompok tanah yang memiliki ciri dan perilaku serupa, berkembang dari bahan induk yang sama dan mempunyai sifat-sifat dan susunan horizon, terutama di bagian bawah horizon olah dan sama dalam rezim kelembaban dan suhu tanah. Nama seri diambil dari nama lokasi pertama kali ditemukan seri tanah tersebut. Misal Seri Labuanteratak.

2. Fase tanah, merupakan pembagian lebih lanjut dari seri tanah sesuai dengan ciri-ciri penting bagi pengelolaan/penggunaan lahan, seperti drainase, erosi.

Fase dapat juga digunakan pada tingkat kategori lainnya seperti famili, sub-group dan lain-lain. Uraian selanjutnya disajikan dalam subbab 3.3.

3. ‘Soil variant’, merupakan tanah-tanah yang sangat mirip dengan seri yang sudah ditemukan, tetapi berbeda dalam beberapa sifat penting. Hal ini mengurangi banyaknya seri tanah yang mungkin ditemukan dalam suatu survei, dimana perbedaannya tidak terlalu besar. 'Soil variant' dapat menjadi seri tersendiri, jika pengkajian lapangan telah dilakukan lebih intensif.

3.3 Penamaan Satuan Peta Tanah

Penamaan satuan tanah yang dikemukakan dalam hal ini adalah penamaan menggunakan sistem klasifikasi Taksonomi Tanah USDA (Soil Survey Staff, 1990; 2003), seperti dikemukan dalam Hardjowigeno, Marsoedi dan Ismangun (1993).

Satuan peta tanah terdiri atas satuan tanah dan fasenya. Kategori untuk penamaan satuan tanah tergantung dari skala pemetaan skala besar (pemetaan detail) menggunakan kategori rendah (famili atau seri), sedangkan skala,kecil menggunakan kategori tinggi (sub-grup, great-group, sub-ordo atau ordo). Masing-masing kategori dapat menggunakan satuan fase.

(52)

tanah lainnya dalam kategori klasifikasi tanah. Misalnya tekstur lapisan atas, kemiringan lahan (lereng), batuan di atas permukaan maupun di dalam profil tanah dan sebagainya.

1. Konsosiasi

Cara penamaannya mengikuti ketentuan sebagai berikut:

Nama pertama terdiri dari satuan tanah atau taxon yang kemudian diikuti dengan fase.

Untuk fase tekstur lapisan atas atau lapisan bahan organik di permukaan tidak disertai dengan tanda ‘koma’. Contoh: Ciawi liat. Tidak ditulis Ciawi,liat.

Jika fase tekstur lapisan atas juga berbatu, berkerikil dan sebagainya, maka penulisannya adalah Cobanrondo skeletal berliat.

Jika fase tekstur lapisan atas tidak digunakan tetapi karena berbatu, berkerikil dsbnya, maka penulisannya menggunakan 'koma'. Contoh: Cobanrondo, berbatu.

Untuk dua atau tiga fase, digunakan 'koma'. Contoh: Pujian liat, lereng 15-20%, tererosi.

Penulisan fase erosi, ditulis paling belakang.

Penulisan fase lereng ditulis paling belakang kecuali jika ada fase erosi. contoh: Pujian skeletal berliat, substratum padas, lereng l5-30%o, tererosi.

2. Kompleks

Ditulis kata 'kompleks; jika fase dari masing-masing taxon tersebut tidak sama, misalnya tekstur lapisan atas tidak sama. Contoh : Kompleks Cobanrondo-Sebaluh.

Kata 'kompleks' tidak ditulis jika fase tekstur lapisan atas seri-seri tanah yang menyusunnya sama. Contoh: Jeho-Cula liat.

(53)

Kompleks Sedep-Pali, berbatu (kedua seri tsb mempunyai fase berbatu di permukaan).

Kompleks Batu-Tandem, Iereng 5 – 8% (keduanya mempunyai fase lereng sama).

Tandem-Toki liat, lereng 5 – 8% (keduanya mempunyai fase tekstur lapisan atas dan lereng sama).

Kompleks Toki berbatu-Lante (hanya seri Toki yang mempunyai fase berbatu).

3. Asosiasi

Berbeda dengan kompleks, maka kata Asosiasi selalu digunakan. Perhatikan contoh berikut:

Asosiasi Cangar-Batu, terjal (dua seri tanah dengan fase lereng terjal).

Asosiasi Cangar, terjal-Batu (fase lereng terjal hanya pada seri Cangar).

Asosiasi Typic Fragiochrepts-Aeric Fragioaquepts (asosiasi sub-grup).

4. Kelompok tak dibedakan ('Undifferentiated groups')

Untuk penamaan, digunakan kata dan guna menggabungkan satu seri dengan seri lainnya. Atau digunakan kata 'tanah' didepan nama seri tanah tersebut. Contoh:

Batu dan Cangar lempung berdebu, atau tanah Batu dan Cangar Tanah Ciasem dan ldo, sangat terjal

Tanah Pendem dan Dau, sangat berbatu.

3.3.1

lnklusi dalam Satuan Peta Tanah

(54)

Inklusi tersebut terlalu kecil untuk dideliniasi tersendiri, atau kadang memang tidak teramati dengan metode survei yang dilakukan. Hal ini berkaitan dengan ketentuan bahwa deliniasi terkecil datam peta adalah 0'4 cm2 (USDA, 1989).

Inklusi dapat berupa tanah yang serupa atau tanah yang tidak serupa dengan tanah yang digunakan sebagai nama satuan peta tersebut. Tanah yang tidak serupa dapat pula berupa tanah tanah penghambat (limiting) atau tanah yang bukan penghambat (non limiting).

1. Inklusi tanah serupa

Mempunyai beberapa sifat penciri yang sama dengan sifat tanah utama.

Berperilaku dan berpotensi serupa dengan tanah utama.

Memerlukan usaha konservasi dan pengelolaan yang sama dengan tanah utama.

Contoh: Typic Argiaquolls dan Udollic Ochraqualfs. Kedua tanah ini mempunyai persamaan sifat dalam hal:

Kelembaban tanah Kejenuhan basa

Kandungan bahan organik

Memiliki perbedaan tidak lebih dari 2 atau 3 kriteria.

Kesamaan sifat dapat terjadi pada sembarang tingkat kategori (fase, seri, famili, subgroup)

2. Inklusi tanah tidak serupa

Tidak mempunyai kesamaan terhadap sifat-sifat peneiti penting atau memerlukan pengelolaan yang berbeda dengan tanah utama. Perbedaan antara tanah yang tidak serupa dapat dalam arti banyaknya sifat tanah yang berbeda atau besarnya tingkat perbedaan, atau kedua-duanya.

(55)

Contoh: Tanah sempit dengan lereng I5 - 25 persen yang merupakan inklusi dalam satuan peta tanah dengan lereng dominan 4 - 8 persen dapat merupakan penghambat serius penggunaan tanah di daerah tersebut. Inklusi ini disebut inklusi penghambat.

Berikut adalah keterangan dari dua macam inklusi, yaitu:

Inklusi penghambat

Adalah inklusi tanah tidak serupa yang mempunyai faktor penghambat lebih besar dari tanah utama atau memengaruhi tingkat pengelolaannya.

Inklusi bukan penghambat

Adalah inklusi tanah tidak serupa dengan faktor penghambat lebih rendah daripada tanah utama. Tidak akan mempengaruhi interpretasi terhadap potensi satuan peta tersebut.

3.3.2 Fase Tanah

Fase merupakan pengelompokan tanah secara fungsional yang bermanfaat untuk memprediksi potensi tanah di daerah yang disurvei. Semua sifat yang memengaruhi potensi tanah yang tidak digunakan sebagai pembeda pada tingkat seri tanah atau kategori yang lebih tinggi, dapat digunakan sebagai pembeda untuk fase.

Fase yang biasa digunakan untuk seri tanah menurut Hardjowigeno, Marsoedi dan Ismangun (1993) adalah sebagai berikut:

1. Tekstur lapisan atas tanah mineral

Fase tekstur diambil dari nama tekstur lapisan atas.

Bila terdapat lapisan tipis bahan organik di permukaan, maka nama tekstur diambil dari tekstur setelah lapisan sampai kedalaman paling sedikit 12 cm(tetapi tidak lebih dari25 cm dicampur).

Gambar

Gambar 5.7
Tabel 5.3 Jenis analisis tanah untuh keperluan klasifikasi berdasarkan taksonomi tanah
Tabel 6.3. menyajikan sifat-sifat penciri tanah, untuk masing-masing kategori dalam Taksonomi Tanah (USDA)
tabel persyaratan tumbuh (contoh dalam Tabel 8.2.). Dengan melakukan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil risk assessment yang dilakukan masih ditemukan 24% kegiatan yang memiliki risiko rendah( low risk ), 48% memiliki potensi bahaya sedang ( moderate

Citra yang dihasilkan dari sensor satelit atau yang ditempatkan di dalam pesawat udara, merupakan sumber informasi spasial yang lebih kaya dengan tingkat resolusi spasial

Dapat dilihat pada Tabel 5 memperlihatkan hasil perhitungan nilai erosi yang diklasifikasikan sesuai dengan pembagian kelas erosi sehingga didapatkan peta tingkat bahaya erosi

Tujuan dari studi ini untuk mengetahui besarnya laju erosi di Sub DAS Lesti, mengetahui kondisi Tingkat Bahaya Erosi (TBE), dan konservasi lahan yang sesuai dengan

Melalui pemetaan tanah, minimal pada tingkat semidetail, akan dapat diketahui secara akurat lahan yang potensial berikut jenis komoditas yang prospektif untuk dikembangkan, serta

Peneliian ini juga merupakan peneliian korelasional, yaitu peneliian yang berusaha untuk melihat apakah antara dua variabel atau lebih memiliki hubungan atau idak, dan seberapa

Dengan melihat aturan asosiasi atau kombinasi yang telah terbentuk, maka peneliti dapat memberikan usulan solusi yang berkaitan dengan katalog produk, kupon atau diskon yang dapat

Bahaya erosi Sebagian besar wilayah Lombok Tengah memiliki lereng lebih dari3% yaitu seluas 75.418,23 ha atau 64,71% dari total luas wilayah, sedangkan kelas sangat sesuai untuk