• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN BIOKONTROL FUNGI PATOGEN

RENELITA ARTATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

Judul Tesia : Penapisan Pseudomonas spp. dari Rizosfer Tanaman Kedelai yang Berpotensi sebagai Rizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman dan Biokontrol Fungi Patogen Nama : Renelita Artati

NIM : G351060091

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si Dr. Ir. Giyanto, M.Si Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dedy Duryadi S.,DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan kemudahan-Nya sehingga tesis dengan judul Penapisan Pseudomonas spp. dari Rizosfer Tanaman Kedelai yang Berpotensi sebagai Rizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman dan Biokontrol Fungi Patogen ini berhasil diselesaikan.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si dan Dr. Ir. Giyanto, M.Si selaku pembimbing atas bimbingan dan arahan yang diberikan. Kepada Dr. Anja Meryandini, MS selaku penguji luar komisi kami juga mengucapkan terima kasih atas saran yang diberikan. Penelitian ini didanai oleh Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KK3PT) Tahun 2007 kepada Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si dan kerjasama Departemen Agama RI-IPB, oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih. Terima kasih kepada pengelola Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi FMIPA IPB atas segala fasilitas dan penggunaan alat pengujian.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak dan Ibu, suami dan anak-anak atas segala doa, curahan kasih sayang dan pengertiannya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rika, mbak Ari, dan teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi atas diskusi, saran, dukungan, dan bantuannya. Terima kasih kepada pimpinan MAN Insan Cendekia Serpong dan teman-teman sejawat atas dukungan moril dan materilnya sehingga dapat terselesaikannya tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2008 Renelita Artati

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Maret 1965 dari ayah Suyadi dan Ibu Sudiyatmini. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IKIP Negeri Jakarta, lulus tahun 1987. Pada tahun 2006 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB melalui program beasiswa dari Departemen Agama Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai guru bidang studi Biologi di Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong Banten, sejak tahun 1996.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii DAFTAR GAMBAR... ... ... xiii PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA

Rizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman ... 3 Fungi Patogen Akar ... 9 Pseudomonas spp ... 11 Analisis Sekuen Gen 16S rRNA ... 12 BAHAN DAN METODE

Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi secara Parsial Pseudomonas spp. .. 14 Analisis Produksi Asam Indol Asetat (IAA) ... 14 Uji Pelarutan Fosfat ... 15 Uji Pemacuan Pertumbuhan Kecambah Kedelai ... 15 Uji Antagonisme Terhadap Cendawan Patogen. ... 16 Uji Reaksi Hipersensitivitas ... 16 Analisis Genetik secara Parsial Pseudomonas spp.Berdasarkan

Sekuen Gen 16S rRNA ... 17 HASIL

Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi secara Parsial Pseudomonas spp ... 18 Karakteristik Pseudomonas spp. sebagai Pemacu Pertumbuhan ... 18 Karakteristik Pseudomonas spp sebagai Agen Biokontrol ... 25 Analisis Genetik secara Parsial Pseudomonas spp. Berdasarkan

Sekuen Gen 16S rRNA ... 27 PEMBAHASAN

Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi secara Parsial Pseudomonas spp ... 29 Karakteristik Pseudomonas spp. sebagai PGPR ... 29 Analisis Genetik secara Parsial Pseudomonas spp. Berdasarkan

Sekuen Gen 16S rRNA ... 36 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 37 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38 LAMPIRAN ... 42

Halaman

1. Potensi Pseudomonas spp. dalam memproduksi IAA dan melarutkan fosfat. ... 20 2. Hasil uji pemacuan pertumbuhan tanaman kedelai varietas Slamet yang

diinokulasi dengan Pseudomonas spp. ... 22 3. Penghambatan Pseudomonas spp. pada uji antagonisme terhadap

cendawan patogen in vitro. ... 25 4. Hasil analisis homologi sekuen gen 16S rRNA dari isolat Pseudomonas

spp. pemacu petumbuhan tanaman menggunakan program BLASTN ... 28 5. Potensi isolat Pseudomonas spp. yang mampu memacu pertumbuhan

tanaman kedelai dan nonpatogen ... 35

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram alir lintasan biosintesis IAA pada bakteri ... 5 2. Penampilan Isolat Pseudomonas spp ... 19

3. Zona bening pada uji pelarutan fosfat ... 20 4. Reaksi hipersensitivitas tanaman tembakau terhadap Pseudomonas spp .. 21 5. Pertumbuhan kecambah kedelai berumur tujuh hari ... 24 6. Antagonisme antara Pseudomonas spp. dengan cendawan patogen ... 26 7. Hasil amplifikasi PCR Gen 16S rRNA isolat Pseudomonas spp. ... 27 8. Dendogram filogenetik yang memperlihatkan hubungan kekerabatan

antara isolat-isolat Pseudomonas spp. yang memacu pertumbuhan... 28

Latar Belakang

Penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan dan terus-menerus pada pertanian modern telah menimbulkan dampak negatif diantaranya terhadap kondisi tanah dan lingkungan, yaitu pencemaran dan eutrofikasi. Penggunaan pestisida juga dapat menimbulkan resistensi hama dan penyakit tumbuhan terhadap bahan beracun tersebut.

Permasalahan yang timbul pada pertanian modern tersebut dan kesadaran akan lingkungan yang sehat, mendorong penggalian berbagai potensi alam yang ramah lingkungan. Perkembangan di bidang bioteknologi telah menunjukkan hasil yang menggembirakan, diantaranya penggunaan mikroorganisme, terutama bakteri dan cendawan, yang sangat potensial sebagai agen pupuk hayati dan pengendali hayati (biocontrol).

Di bidang pertanian, penggunaan produk-produk mikroba mempunyai beberapa keuntungan dibanding penggunaan bahan kimia karena: (i) produk- produk mikroba lebih aman; (ii) senyawa kimia dan mikroba itu sendiri tidak akan terakumulasi dalam rantai makanan; (iii) pengembangbiakan mikroba dapat diatur untuk pemakaian berulang; (iv) organisme target jarang menjadi resisten seperti pada kasus ketika agen-agen kimia digunakan untuk mengeliminasi hama yang berbahaya; dan (v) sebagai agen pengembangan biokontrol tidak berbahaya baik dalam proses ekologis maupun lingkungan (Gloud 1990).

Bakteri-bakteri tertentu berperan dalam bidang pertanian diantaranya Azotobacter, Azospirillum, Pseudomonas, Acetobacter, Burkholderia dan Bacillus; karena dapat berkoloni di rizosfer, di permukaan akar, atau bahkan di ruang permukaan interseluler tanaman. Mikroorganisme ini mampu memproduksi atau mengubah konsentrasi hormon pertumbuhan asam indol asetat (indol acetic acid, IAA), asam giberelin, sitokinin dan etilen, menambat N2, menekan pertumbuhan mikroorganisme fitopatogen dengan memproduksi siderofor, -1,3-glukanase, kitinase, antibiotik dan sianida, melarutkan fosfat dan menyediakan nutrien lainnya. Bakteri-bakteri dengan karakteristik tersebut

dikelompokkan kedalam bakteri yang mampu memacu pertumbuhan tanaman (Plant Growth promoting Rhizobacteria, PGPR) (Glick 1995).

Salah satu mikroorganisme yang ditemukan secara luas di dalam ekosistem tanah rizosfer adalah Pseudomonas spp. Pseudomonas adalah bakteri berbentuk batang, lurus, atau sedikit bengkok, berdiameter 0,5 – 1, 0 μm dengan panjang 1,5 – 5,0 μm, gram negatif, motil dengan satu atau beberapa flagel, aerob, dan tidak berspora. Beberapa galur Pseudomonas mampu meningkatkan panjang akar tanaman kacang tanah secara signifikan, memproduksi siderofor dan IAA, melarutkan fosfat, dan menghambat pertumbuhan cendawan secara in vitro (Dey et al. 2004). Dengan adanya kemampuan ini, beberapa Pseudomonas spp. merupakan bakteri yang dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan sekaligus sebagai agen biokontrol mikroba patogen tanaman.

Penelitian mengenai peran Pseudomonas spp. sebagai PGPR telah dilaporkan pada banyak tanaman pangan, namun pada kedelai sangatlah terbatas. Kedelai merupakan komoditas pertanian penting di Indonesia yang hingga kini produksinya belum dapat mencukupi kebutuhan. Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi kedelai adalah dengan memperbaiki kualitas pertumbuhan dan kesehatan tanaman. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengisolasi spesies Pseudomonas dari rizosfer kedelai yang mempunyai karakteristik sebagai PGPR dan biokontrol fungi patogen akar tanaman kedelai. Isolat-isolat yang mempunyai karakter khusus diidentifikasi dan dianalisis secara molekuler berdasarkan gen penyandi 16S rRNA.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengkarakterisasi rizobakteria asal rizosfer tanaman kedelai, Pseudomonas spp., yang diduga berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan biokontrol fungi patogen akar. Karakter yang diteliti meliputi kemampuannya dalam produksi IAA, pemacuan pertumbuhan in vitro, melarutkan fosfat, menghambat pertumbuhan fungi patogen, dan mengidentifikasinya berdasarkan gen penyandi 16S rRNA.

Rizobakteria Pemacu Pertumbuhan (Plant Growth-Promoting Rhizobacteria)

Mikroorganisme tumbuh subur di tanah, terutama di daerah rizosfer tanaman. Sejumlah spesies bakteri dan cendawan mempunyai hubungan dan membentuk sistem holistik dengan tumbuhan (Wu et al. 2005). Interaksi mikroba dengan tanaman di rizosfer dapat berupa hubungan yang menguntungkan, netral, berubah-ubah, atau mengganggu pertumbuhan tanaman (Husen 2003). Interaksi antara mikroorganisme tanah dan tumbuhan dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menghasilkan metabolit yang memodifikasi keadaan rizosfer (Kapulnik & Okon 2002). Pengaruh secara tidak langsung terjadi ketika mikroorganisme tersebut mengurangi atau mencegah perusakan satu atau lebih organisme fitopatogen, sedangkan pengaruh langsung terjadi ketika mikroorganisme tersebut mesintesis senyawa yang dibutuhkan tanaman atau memudahkan pengambilan nutrien tertentu dari lingkungan (Glick 1995).

Sejumlah bakteri patut mendapat perhatian di bidang pertanian karena berperan dalam berbagai proses kunci pada ekosistem seperti dalam biokontrol patogen tanaman, siklus nutrisi dan persemaian. Bakteri tersebut mempunyai karakteristik mampu memacu pertumbuhan (Plant-Growth Promoting Rhizobacteria, PGPR). Terdapat dua istilah : PGPR interseluler (iPGPR) jika bakteri terletak di dalam sel tanaman, menghasilkan bintil dan terletak dalam struktur khusus, dan PGPR ekstraseluler (ePGPR) jika bakteri hidup di luar sel tanaman dan tidak menghasilkan bintil, tetapi meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan senyawa yang secara langsung merangsang pertumbuhan tanaman, menambah resistensi tanaman terhadap penyakit, atau meningkatkan mobilisasi nutrien tanah. ePGPR dapat dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan tingkat hubungan dengan akar tanaman: yang hidup dekat akar, tetapi tidak bersentuhan dengan akar; yang mengolonisasi permukaan akar; dan yang hidup di ruang antar sel korteks akar (Gray & Smith 2005). Kelompok bakteri yang mempunyai kemampuan sebagai PGPR tersebut diantaranya

Azotobacter, Azospirillum, Pseudomonas, Acetobacter, Burkholderia dan Bacillus. (Glick 1995).

PGPR mampu memproduksi atau mengubah konsentrasi hormon pertumbuhan asam indol asetat (indol acetic acid, IAA), asam giberelin, sitokinin dan etilen, menambat N2, menekan pertumbuhan mikroorganisme fitopatogen dengan memproduksi siderofor, -1,3-glukanase, kitinase, antibiotik dan sianida, melarutkan fosfat dan menyediakan nutrien lainnya (Glick 1995).

Produksi IAA oleh PGPR

Bakteri PGPR umumnya menghasilkan fitohormon seperti auksin, sitokinin, dan giberelin dengan auksin sebagai perhatian utama. Indol Acetic Acid (IAA) merupakan hormon utama pada tanaman yang mengontrol berbagai proses fisiologis penting termasuk pertumbuhan dan pembelahan sel, diferensiasi jaringan, dan respon terhadap cahaya dan gravitasi (Leveau & Lindow 2005). IAA terdapat di akar dan di bagian tumbuhan lainnya dalam konsentrasi yang hampir sama. Karena tumbuhan mungkin tidak mensintesis IAA dalam jumlah cukup untuk pertumbuhan optimalnya, maka pemberian auksin dapat memacu pemanjangan akar, tetapi hanya pada konsentrasi yang sangat rendah (10-7 sampai 10-13 M, bergantung pada spesies dan umur akar tanaman) (Salisbury & Ross, 1992).

Bakteri penghasil IAA mempunyai kemampuan untuk membantu berbagai proses tersebut di atas dengan memasukkan IAA ke dalam pool auksin tanaman. Akar merupakan organ tanaman yang paling sensitif terhadap fluktuasi kadar IAA, dan responnya pada peningkatan jumlah IAA eksogenus meluas dari pemanjangan akar primer, pembentukan akar lateral dan akar adventif, sampai penghentian pertumbuhan (Leveau & Lindow 2005).

Pada bakteri, triptofan (Trp) merupakan prekursor utama dalam biosintesis IAA. Triptofan merupakan salah satu asam amino aromatik yang dihasilkan dari senyawa berkarbon 7, yakni 3-deoksi-7-fosfo-D-asam arabinoheptulosonat yang merupakan hasil kondensasi dari D-eritrosa-4-fosfat (senyawa berkarbon 4) dan fosfo-enol-piruvat (senyawa berkarbon 3). Biosintesis triptofan melibatkan banyak gen yang membentuk suatu kelompok di dalam kromosom. Manulis (1998) mengemukakan beberapa lintasan dalam sintesis IAA pada bakteri yang 4

melibatkan senyawa intermediet indole-3-pyruvate (IpyA), indole-3-acetamide (IAM), tryptamine, indole-3-acetonitrile. Tetapi dua jalur utama yang ada pada semua bakteri adalah lintasan IAM dan IpyA (Gambar 1). Lintasan IAM terdapat pada semua bakteri pembentuk bintil akar (Bradyrhizobium japonicum, Rhizobium fredii), Azospirillum brasilense dan Streptomyces. Menurut Brandl et al (1996) biosintesis IAA melalui IPyA dijumpai pada tanaman tingkat tinggi dan beberapa jenis bakteri meliputi Rhizobium spp, Azospirillum spp, Rolstonia solanacearum dan Enterobacter cloacae.

Reaksi awal pengubahan triptofan menjadi indol-3-piruvat dikatalisis oleh aminotransferase aromatik, dimana empat enzim berhasil diidentifikasi pada A. lipoferum. Enzim-enzim yang ditemukan ini spesifik terhadap berbagai asam amino aromatik dan tidak hanya pada triptofan, sehingga deteksi pada protein- protein ini kurang membuktikan bahwa IAA disintesis melalui indole-3-piruvat pada Azospirillum (Elmerich 1992). Produksi IAA meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi triptofan dari 1-100 g/ml (Ahmad et al. 2005) Konsentrasi IAA juga meningkat seiring dengan umur kultur sampai bakteri mencapai fase stasioner. Pengocokan lebih disukai untuk memproduksi IAA,

Triptofan

Indole-acetamide typtamine Indole-3-pyruvic acid (IpyA)

Indole-3-acetic acid (IAA) Indole-3-acetic acid

Indole-3-acetaldehyde

Indole-3-acetic acid

Gambar. 1. Diagram alir lintasan biosintesis IAA pada bakteri (Brandl et al. 1996; Manulis 1998). Gen-gen iaaM, iaaH dan ipdC masing- masing menyandikan triptofan-2-monooksigenase, indol-3- asetamid hidrolase dan indol-piruvat dekarboksilase.

iaaM

iaaH

terutama pada media yang mengandung nitrogen, sedangkan fitohormon lainnya juga terdeteksi pada medium kultur, yakni giberelin dan senyawa serupa sitokinin (Tien et al. 1979).

Produksi IAA tidak berfungsi nyata sebagai hormon dalam sel bakteri, dimungkinkan terdapat dalam sel bakteri karena hormon tersebut berperan penting dalam interaksi antara bakteri dan tanaman. Bakteri yang memproduksi IAA akan menstimulasi pertumbuhan sistem perakaran inang. (Patten & Glick 2002).

Pengaruh IAA pada tanaman bergantung pada konsentrasi auksin yaitu, konsentrasi IAA yang rendah dapat memacu pertumbuhan tanaman sedangkan konsentrasi IAA yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Tanaman yang berbeda dapat memberi respon yang berbeda terhadap variasi konsentrasi IAA dan tipe mikrooganisme (Ahmad et al. 2005). Campbell et al. (2006) pada penelitian pengaruh auksin pada tanaman kacang tanah mengemukakan bahwa IAA memacu pertumbuhan batang hanya dalam kisaran konsentrasi tertentu. Konsentrasi IAA diatas 0.9 g/l dapat menghambat pemanjangan batang kacang tanah, hal ini dimungkinkan karena konsentrasi IAA yang tinggi dapat menginduksi produksi etilen, hormon yang biasanya mengakibatkan efek berlawanan dengan auksin. Di lain pihak, konsentrasi auksin yang cukup tinggi untuk dapat memacu pemanjangan batang adalah kisaran konsentrasi auksin yang menghambat pemanjangan akar.

Pelarutan Fosfat oleh PGPR

Sejumlah besar fosfat anorganik terlarut yang ditambahkan ke tanah saat pemberian pupuk di lahan pertanian dengan cepat berubah menjadi bentuk yang tidak terlarut segera setelah ditaburkan dan menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Fosfor yang tersedia bagi tanaman ada di dalam larutan tanah sebagai anion- anion ortofosfat, terutama H2PO4- dan HPO42-. Fosfat anorganik dan organik padat ditemukan dalam bentuk yang labil dan sangat tidak larut di dalam tanah, sehingga tingkat efektivitas penyediaan fosfat sangat bervariasi (Rodriguez & Fraga 1999).

Mikroba pelarut fosfat adalah spesies bakteri dan cendawan yang mempunyai kemampuan untuk melarutkan senyawa fosfat anorganik yang tidak terlarut seperti trikalsium fosfat, dikalsium fosfat, hidroksiapatit, dan batuan fosfat. Beberapa bakteri pelarut fosfat diantaranya adalah Pseudomonas, Bacillus, dan Rhizobium, yang potensial dalam meningkatkan tersedianya fosfor bagi tanaman, terutama di tanah yang mengandung banyak endapan fosfat (Rodriguez & Fraga 1999). Ketika tanah kekurangan fosfat bagi tanaman dan pH tanah sangat kondusif untuk pelarutan fosfat, mikroba pelarut fosfat berperan penting dalam pertumbuhan tanaman, hasil panen dan pengambilan nutrien (Altomare et al. 1999).

Mikroba pelarut fosfat yang hidup bebas selalu ada di dalam tanah. Fallah (2006) menyatakan bahwa dari 50 sampel tanah yang dikoleksi dari bagian utara Iran mengandung bakteri dan cendawan pelarut fosfat, dengan jumlah populasi bakteri antara 106 sampai 109 sel/g tanah atau dengan rasio rata-rata bakteri pelarut fosfat terhadap total populasi bakteri adalah 3,98%.

Mekanisme utama pelarutan fosfat pada bakteri adalah produksi asam organik dan asam fosfatase. Asam glukonat dan asam 2-ketoglukonat adalah asam-asam organik yang dihasilkan oleh Pseudomonas, Erwinia, Burkholderia, Rhizobium, dan Bacillus (Igual et al. 2001). Asam-asam organik lain seperti asam laktat, isovalerat, isobutirat, asetat, glikonat, oksalat, malonat, dan suksinat juga dihasilkan oleh berbagai bakteri pelarut fosfat (Rodriguez & Fraga 1999).

Kemampuan asam organik dalam melarutkan fosfat dapat terjadi melalui tiga mekanisme yaitu asidifikasi, pengkelatan, dan reaksi pertukaran ligan (Arcand & Schneider 2006). Pada mekanisme asidifikasi, asam organik berperan dalam menurunkan pH larutan, karena asam organik akan terdisosiasi dalam suatu kesetimbangan yang tergantung pada pH menjadi anion atau kationnya. Ion H+ akan melarutkan batuan fosfat dengan mengubah kesetimbangan. Mekanisme kedua, anion asam organik dapat melarutkan fosfat melalui reaksi pengkelatan yang melibatkan pembentukan dua atau lebih ikatan koordinat antara suatu anion atau molekul polar dan suatu kation, sehingga menghasilkan struktur cincin yang kompleks. Anion asam organik dengan hidroksil yang mengandung oksigen mempunyai kemampuan untuk membentuk kompleks yang stabil dengan kation-

kation seperti Ca2+, Mg2+, Fe3+, dan Al3+ yang sering berikatan dengan fosfat. Terbentuknya kompleks tersebut pada permukaan mineral mengakibatkan anion asam organik kehilangan ikatan kation-oksigen dari struktur mineralnya dan mengkatalisis pelepasan kation ke larutan. Anion asam organik secara terus- menerus mengubah keseimbangan reaksi pemecahan dengan membentuk kompleks dengan kation di larutan, yang secara efektif menurunkan titik jenuh larutan. Mekanisme ketiga terjadi melalui kompetisi dengan anion-anion fosfat yang terserap ke permukaan kristal Fe(OH)3 dan Al(OH)3. Anion asam organik dapat berperan memobilisasi fosfor melalui reaksi pertukaran ligan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mobilisasi fosfor berhubungan dengan pertukaran ligan antara sitrat dan fosfat yang terserap ke sisi Fe dan Al daripada hasil pemecahan dari presipitat Ca-P. Di tanah, sitrat dapat memobilisasi fosfat ketika terserap pada tingkat yang lebih besar dari 10 mol/g tanah, tetapi di bawah nilai kritis ini sitrat tidak akan mengalahkan kompetisi fosfat untuk sisi adsorbsi tanah. Sejumlah besar fosfat yang diabsorbsi dari tanah digunakan untuk menghasilkan ATP, salah satu di antaranya dibutuhkan dalam fiksasi nitrogen (Dey et al. 2004).

PGPR sebagai Agen Biokontrol yang Prospektif

Secara umum istilah biokontrol mengacu pada penggunaan organisme hidup untuk membatasi pertumbuhan dan proliferasi organisme lainnya yang tidak diinginkan. Mikrorganisme rizosfer dapat menjadi garis pertahanan terdepan melawan serangan patogen sehingga ideal digunakan sebagai agen biokontrol. Biokontrol melibatkan mikroorganisme penekan penyakit untuk meningkatkan kesehatan tanaman. Penekanan penyakit oleh agen biokontrol adalah manifestasi interaksi antara tanaman, patogen, agen biokontrol, komunitas mikroba disekitar tanaman, dan lingkungan fisik (Siddiqui 2006).

Banyak PGPR yang menguntungkan karena meningkatkan produksi pertanian melalui mekanisme antibiosis dan biokontrol; serta mampu menekan sejumlah bakteri, cendawan, nematoda, dan virus yang bersifat patogen pada tanaman ( Whipps 2001). Spesies Pseudomonas yang berfluoresen dan Bacillus dapat mensekresi metabolit ekstraseluler yang berperan aktif dan sangat efektif dalam menghambat dan menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen.

PGPR Pseudomonas spp. menghasilkan berbagai antibiotik termasuk antifungi (fenazin, pirolnitrin, pioluteorin, diasetil floroglusinol, ramnolipid, dll), antibakteri (asam pseudomonat, azomisin), antitumor (FR901463, sepafungins), dan anti virus (karalisin) (Fernando et al. 2006). Senyawa-senyawa tersebut dapat menyebabkan modifikasi struktural dinding sel dan perubahan biokimiawi/fisiologis pada sintesis protein yang terlibat dalam mekanisme pertahanan tanaman. Lipopolisakarida, siderofor, dan asam salisilat adalah faktor utama pada PGPR yang menginduksi sistem pertahanan (Antoun & Prevost 2006, Siddiqui 2006). Whipps (2001) melaporkan bahwa galur P. fluorescence tipe liar mampu melindungi tanaman ketimun dari Pythium ultimum. Pseudomonas spp. dapat menghasilkan hidrogen sianida yang menghambat beberapa cendawan fitopatogen. Strain PGPR lainnya dapat menghasilkan enzim hidrolase yang menghidrolisis dinding sel cendawan. P. stutzeri menghasilkan kitinase dan laminarinase ektraseluler yang mampu menghancurkan miselium cendawan Fusarium solani (Lim et al. 1991).

Enzim kitinase yang diproduksi oleh Serratia marcescens digunakan untuk melawan Sclerotium rolsfii. -1,3-glukanase yang disintesis oleh Paenibacillus sp. galur 300 dan Streptomyces sp. galur 385 dapat melisis dinding sel Fusarium oxysporum f. Sp. cucumerinum. Bacillus cepacia mensintesis -1,3- glukanase untuk menghancurkan dinding sel Rizoctonia solani, S. rolsfii, dan Pythium ultimum (Chompant et al. 2005).

Fungi Patogen Akar

Interaksi patogenik dapat terjadi antar mikroorganisme, seperti parasitisme antara satu fungi dengan fungi lainnya (mikoparasitisme) maupun produksi antibiotik oleh organisme yang menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya. Interaksi patogenik lainnya melibatkan mikroorganisme dan akar tanaman yang mengakibatkan penyakit tanaman. Penyakit tanaman yang bersumber dari tanah dapat disebabkan oleh nematoda, kutu, bakteri, virus, dan fungi. Beberapa fungi menyebabkan kerusakan lebih parah pada tanaman pertanian dan interaksinya dengan patogen tanaman lainnya umumnya mempunyai efek sinergis pada penyakit tanaman.

Fusarium oxysporum adalah fungi saprofit yang tumbuh dan dapat bertahan hidup dalam periode yang lama pada bahan organik, di dalam tanah dan di rizosfer berbagai tanaman. Beberapa spesies Fusarium menyebabkan layu atau busuk akar sedangkan yang lainnya nonpatogen. Baik yang patogen maupun yang nonpatogen dapat melakukan penetrasi pada akar tanaman (Bolwerk & Lugtenberg 2006). Fumonisin dan trikotekanes merupakan toksin utama yang diproduksi oleh Fusarium. Cendawan ini menyerang tanaman pada bagian akar tanaman dengan menggunakan pembuluh sporangia dan miseliumnya. Serangan tersebut terjadi melalui ujung akar, luka pada akar, atau melalui akar lateral (Gonsalves et al. 1993). Hasil penelitian terdahulu menyatakan bahwa Pseudomonas flourescent dapat berperan sebagai agen biokontrol terhadap Fusarium sp. pada tanaman tomat. B. cepacia dan B. gladioli di dalam rizosfer memiliki kemampuan menyerang F. oxysporum f. sp cubense yang menginfeksi tanaman tersebut dengan mengkolonisasi permukaan hifa dan makrospora (Dikin et al. 2006).

Cendawan Sclerotium rolfsii dapat menyebabkan busuk akar pada berbagai tanaman termasuk kedelai dengan gejala infeksi layu pada pucuk tanaman akibat kerusakan pada pangkal batang dan akar. Fitopatogen ini dicirikan dengan pertumbuhan miselia yang menyerupai kapas dan adanya

Dokumen terkait