• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggap Darurat Awal dan Tanggap Darurat Lanjut

Dalam dokumen KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2012 PEDOMAN KE (Halaman 20-41)

BAB IV PEMANTAUAN DAN EVALUASI

2. Tanggap Darurat Awal dan Tanggap Darurat Lanjut

Kegiatan penanganan gizi pada saat tanggap darurat dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap tanggap darurat awal dan tanggap darurat lanjut.

a. Tahap Tanggap Darurat Awal 1) Fase I Tanggap Darurat Awal

Fase I Tanggap Darurat Awal antara lain ditandai dengan kondisi sebagai berikut: korban bencana bisa dalam pengungsian atau belum dalam pengungsian, petugas belum sempat mengidentifikasi korban secara lengkap,bantuan pangan sudah mulai berdatangan dan adanya penyelenggaraan dapur umum jika diperlukan. Lamanya fase 1 ini tergantung dari situasi dan kondisi setempat di daerah bencana yaitu maksimal sampai 3 hari setelah bencana. Pada fase ini kegiatan yang dilakukan adalah:

• Memberikan makanan yang bertujuan agar pengungsi

tidak lapar dan dapat mempertahankan status gizinya

• Mengawasi pendistribusian bantuan bahan makanan • Menganalisis hasil Rapid Health Assessment (RHA)

bencana mempertimbangkan hasil analisis RHA dan standar ransum. Rasum adalah bantuan bahan makanan yang memastikan korban bencana mendapatkan asupan energi, protein dan lemak untuk mempertahankan kehidupan dan beraktivitas. Ransum dibedakan dalam bentuk kering (dry ration) dan basah (wet ration). Dalam perhitungan ransum basah diprioritaskan penggunaan garam beriodium dan minyak goreng yang difortifikasi dengan vitamin A.

Contoh standar ransum pada Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1

Contoh Standar Ransum Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal

Bahan Makanan Kebutuhan/Orang/

Hari (g)

Ukuran Rumah Tangga (URT)1

Biskuit 100 10-12 bh

Mie Instan 320 3 gls (4 bks)

Sereal (Instan) 50 5 sdm (2 sachets)

Blended food (MP-ASI) 50 10 sdm

Susu untuk anak balita (1-5 tahun) 40 8 sdm

Energi (kkal) 2.138

Protein (g) 53

Lemak (g) 40

Catatan:

1. Contoh standar ransum di atas hanya untuk keperluan perencanaan secara keseluruhan

2. Perkiraan balita di pengungsian sebesar 10% dari jumlah pengungsi, perlu ada Blended food (MP-ASI) dan susu untuk anak umur 1-5 tahun di dalam standar perencanaan ransum

3. Penerimaan dan Pendistribusian melalui dapur umum

4. Perhitungan bahan makanan hendaknya ditambahkan 10% untuk hal tak terduga atau kehilangan

Contoh perhitungan kebutuhan bahan makanan sesuai standar ransum berdasarkan jumlah korban bencana dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2

Contoh Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan Mentah untuk 1500 Orang Selama 3 Hari pada Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal

Bahan Makanan Kebutuhan/

Orang/Hari (g) Kebutuhan Bahan Makanan Untuk 1500 Pengungsi Tambahan 10% (kg) Jumlah Kebutuhan (kg) Per Hari (kg) Per 3 Hari (kg) Biskuit 100 150 450 45 495 Mie Instan 320 480 1440 144 1584 Sereal (Instan) 50 75 225 22,5 247,5 Blended food (MP-ASI) 50 75 225 22,5 247,5

Susu untuk anak

balita (1-5 tahun) 40 60 180 18 198

2) Fase II Tanggap Darurat Awal

Kegiatan terkait penanganan gizi pada fase II, adalah:

a) Menghitung kebutuhan gizi

Berdasarkan analisis hasil Rapid Health Assessment (RHA) diketahui jumlah pengungsi berdasarkan kelompok umur, selanjutnya dapat dihitung ransum pengungsi dengan memperhitungkan setiap orang pengungsi membutuhkan 2.100 kkal, 50 g protein dan 40 g lemak, serta menyusun menu yang didasarkan pada jenis bahan makanan yang tersedia. Contoh menu dapat dilihat pada Lampiran 1.

b) Pengelolaan penyelenggaraan makanan di dapur umum yang meliputi:

• Tempat pengolahan • Sumber bahan makanan • Petugas pelaksana

• Penyimpanan bahan makanan basah • Penyimpanan bahan makanan kering • Cara mengolah

• Cara distribusi

• Peralatan makan dan pengolahan

• Tempat pembuangan sampah sementara • Pengawasan penyelenggaraan makanan • Mendistribusikan makanan siap saji

• Pengawasan bantuan bahan makanan untuk

melindungi korban bencana dari dampak buruk akibat bantuan tersebut seperti diare, infeksi, keracunan dan lain-lain, yang meliputi:

P Tempat penyimpanan bantuan bahan makanan harus dipisah antara bahan makanan umum dan bahan makanan khusus untuk bayi dan anak P Jenis-jenis bahan makanan yang diwaspadai

termasuk makanan dalam kemasan, susu formula dan makanan suplemen

P Untuk bantuan bahan makanan produk dalam negeri harus diteliti nomor registrasi (MD), tanggal kadaluarsa, sertifikasi halal, aturan cara penyiapan dan target konsumen

P Untuk bantuan bahan makanan produk luar negeri harus diteliti nomor registrasi (ML), bahasa, tanggal kadaluarsa, aturan cara penyiapan dan target konsumen

Jika terdapat bantuan makanan yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, petugas harus segera melaporkan kepada Koordinator Pelaksana.

b. Tanggap Darurat Lanjut

Tahap tanggap darurat lanjut dilaksanakan setelah tahap tanggap darurat awal, dalam rangka penanganan masalah gizi sesuai tingkat kedaruratan. Lamanya tahap tanggap darurat lanjut tergantung dari situasi dan kondisi setempat di daerah bencana. Pada tahap ini sudah ada informasi lebih rinci tentang keadaan pengungsi, seperti jumlah menurut golongan umur dan jenis kelamin, keadaan lingkungan, keadaan penyakit, dan sebagainya. Kegiatan penanganan gizi pada tahap ini meliputi: 1) A n a l i s i s f a k t o r penyulit berdasarkan hasil Rapid Health

Assessment (RHA). 2) Pengumpulan data antropometri balita (berat badan,

panjang badan/tinggi badan), ibu hamil dan ibu menyusui (Lingkar Lengan Atas).

Besar sampel untuk pengumpulan data antropometri :

• Populasi korban bencana sampai 3.000 orang, seluruh (total) balita

diukur

• Populasi korban bencana kurang dari 10.000 rumah tangga, gunakan

systematic random sampling dengan jumlah sampel minimal 450

balita

• Populasi korban bencana lebih dari 10.000 rumah tangga, gunakan

cluster sampling, yaitu minimum 30 cluster yang ditentukan secara

Probability Proportion to Size (PPS) dan tiap cluster minimum 30

balita Sumber :

3) Menghitung proporsi status gizi balita kurus (BB/TB <-2SD) dan jumlah ibu hamil dengan risiko KEK (LILA <23,5 cm).

4) Menganalisis adanya faktor penyulit seperti kejadian diare, campak, demam berdarah dan lain-lain.

Informasi tentang proporsi status gizi balita selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan modifikasi atau perbaikan penanganan gizi sesuai dengan tingkat kedaruratan yang terjadi. Penentuan jenis kegiatan penanganan gizi mempertimbangkan pula hasil dari surveilans penyakit. Hasil analisis data antropometri dan faktor penyulit serta tindak lanjut atau respon yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:

• Situasi Serius (Serious Situation), jika prevalensi

balita kurus ≥15% tanpa faktor penyulit atau 10-14,9% dengan faktor penyulit. Pada situasi ini semua korban bencana mendapat ransum dan seluruh kelompok rentan terutama balita dan ibu hamil diberikan makanan tambahan (blanket supplementary feeding).

• Situasi Berisiko (Risky Situation), jika prevalensi balita

kurus 10-14,9% tanpa faktor penyulit atau 5-9,9% dengan faktor penyulit. Pada situasi ini kelompok rentan kurang gizi terutama balita kurus dan ibu hamil risiko KEK diberikan makanan tambahan (targetted supplementary feeding).

• Situasi Normal, jika prevalensi balita kurus <10%

tanpa faktor penyulit atau <5% dengan faktor penyulit maka dilakukan penanganan penderita gizi kurang melalui pelayanan kesehatan rutin.

Apabila ditemukan balita sangat kurus dan atau terdapat tanda klinis gizi buruk segera dirujuk ke sarana pelayanan 2. Tanda Klinis = Kwashiorkor, Marasmus dan Marasmik-Kwashiorkor

kesehatan untuk mendapat perawatan sesuai Tatalaksana Anak Gizi Buruk.

5) Melaksanakan pemberian makanan tambahan dan suplemen gizi.

• Khusus anak yang menderita gizi kurang perlu

diberikan makanan tambahan disamping makanan keluarga, seperti kudapan/jajanan, dengan nilai energi 350 kkal dan protein 15 g per hari.

• Ibu hamil perlu diberikan 1 tablet Fe setiap hari,

selama 90 hari.

• Ibu nifas (0-42 hari) diberikan 2 kapsul vitamin A

dosis 200.000 IU (1 kapsul pada hari pertama dan 1 kapsul lagi hari berikutnya, selang waktu minimal 24 jam)

• Pemberian vitamin A biru (100.000 IU) bagi bayi

berusia 6-11 bulan; dan kapsul vitamin A merah (200.000 IU) bagi anak berusia 12-59 bulan, bila kejadian bencana terjadi dalam waktu kurang dari 30 hari setelah pemberian kapsul vitamin A (Februari dan Agustus) maka balita tersebut tidak dianjurkan lagi mendapat kapsul vitamin A.

• Melakukan penyuluhan kelompok dan konseling

perorangan dengan materi sesuai dengan kondisi saat itu, misalnya konseling menyusui dan MP-ASI.

• Memantau perkembangan status gizi balita melalui

surveilans gizi.

3. Transisi Darurat

Transisi darurat adalah suatu keadaan sebelum dilakukan rehabilitasi dan rekonstruksi. Kegiatan penanganan gizi pada situasi transisi darurat disesusaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, dapat dilaksanakan kegiatan gizi seperti pada tanggap darurat

C. Pasca Bencana

Kegiatan penanganan gizi pasca bencana pada dasarnya adalah melaksanakan pemantauan dan evaluasi sebagai bagian dari surveilans, untuk mengetahui kebutuhan yang diperlukan (need assessment) dan melaksanakan kegiatan pembinaan gizi sebagai tindak lanjut atau respon dari informasi yang diperoleh secara terintegrasi dengan kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat (public health response) untuk meningkatkan dan mempertahankan status gizi dan kesehatan korban bencana.

BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN PENANGANAN GIZI

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan penanggung jawab utama dalam penanggulangan bencana. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK) Kementerian Kesehatan merupakan unsur dari BNPB dalam penanggulangan masalah kesehatan dan gizi akibat bencana. Pengelola kegiatan gizi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan bagian dari tim penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana yang dikoordinasikan PPKK, PPKK Regional dan Sub regional, Dinas Kesehatan Provinsi serta Kabupaten dan Kota. Penanganan gizi pada situasi bencana melibatkan lintas program dan lintas sektor termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) nasional maupun internasional.

Kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana perlu dikoordinasikan agar efektif dan efisien, antara lain sebagai berikut:

a. Penghitungan kebutuhan ransum;

b. Penyusunan menu 2.100 kkal, 50 g protein dan 40 g lemak; c. Penyusunan menu untuk kelompok rentan;

d. Pendampingan penyelenggaraan makanan sejak dari persiapan sampai pendistribusian;

e. Pengawasan logistik bantuan bahan makanan, termasuk bantuan susu formula bayi;

f. Pelaksanaan surveilans gizi untuk memantau keadaan gizi pengungsi khususnya balita dan ibu hamil;

g. Pelaksanaan tindak lanjut atau respon sesuai hasil surveilans gizi; h. Pelaksanaan konseling gizi khususnya konseling menyusui dan

konseling MP-ASI;

i. Suplementasi zat gizi mikro (kapsul vitamin A untuk balita dan tablet besi untuk ibu hamil);

Penanganan gizi dalam situasi bencana terdiri dari penanganan gizi pada kelompok rentan dan dewasa selain ibu menyusui dan ibu hamil. Penjelasan lebih rinci penanganan pada kelompok tersebut sebagai berikut:

A. Penanganan Gizi Kelompok Rentan

Penanganan gizi kelompok rentan diprioritaskan bagi anak usia 0-23 bulan, anak usia 24-59 bulan, ibu hamil dan ibu menyusui serta lanjut usia.

1. Penanganan Gizi Anak Usia 0-23 Bulan

Bayi dan anak usia 0-23 bulan atau di bawah dua tahun (baduta) merupakan kelompok yang paling rentan sehingga memerlukan penanganan gizi khusus. Pemberian makanan yang tidak tepat serta kekurangan gizi pada kelompok tersebut dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian yang lebih tinggi pada situasi bencana.

Penelitian di pengungsian menunjukkan bahwa kematian anak balita 2-3 kali lebih besar dibandingkan kematian pada semua kelompok umur. Kematian terbesar terjadi pada kelompok umur 0-6 bulan (WHO-UNICEF, 2001). Oleh karena itu penanganan gizi bagi kelompok ini dalam situasi bencana menjadi bagian penting untuk menangani pengungsi secara cepat dan tepat.

Penanganan gizi anak usia 0-23 bulan mengikuti prinsip Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) sebagai berikut:

a. Prinsip Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA)

1) Pemberian ASI pada bayi/baduta sangat penting tetap diberikan pada situasi bencana

2) PMBA merupakan bagian dari penanganan gizi dalam situasi bencana

3) PMBA dalam situasi bencana harus dilakukan dengan benar dan tepat waktu

4) Institusi penyelenggara PMBA adalah Pemerintah Daerah yang dibantu oleh Dinas Kesehatan setempat yang mempunyai tenaga terlatih penyelenggara PMBA dalam situasi bencana

5) Apabila Dinas Kesehatan setempat belum memiliki atau keterbatasan tenaga pelaksana PMBA dalam situasi bencana, dapat meminta bantuan tenaga dari Dinas Kesehatan lainnya

6) PMBA harus di integrasikan pada pelayanan kesehatan ibu, bayi dan anak

7) Penyelenggaraan PMBA diawali dengan penilaian cepat untuk mengidentifikasi keadaan ibu, bayi dan anak termasuk bayi dan anak piatu

8) Ransum pangan harus mencakup kebutuhan makanan yang tepat dan aman dalam memenuhi kecukupan gizi bayi dan anak

9) Susu formula, produk susu lainnya, botol dan dot tidak termasuk dalam pengadaan ransum.

b. Pelaksanaan PMBA Pada Situasi Bencana 1) Penilaian Cepat

Penilaian cepat dilakukan sebagai berikut:

a) Penilaian cepat dilakukan untuk mendapatkan data tentang jumlah dan keadaan ibu menyusui, bayi dan anak termasuk bayi piatu

b) Penilaian cepat dilakukan pada tahap tanggap darurat awal fase pertama sebagai bagian dari menghitung kebutuhan gizi

c) Penilaian cepat dilakukan oleh petugas gizi yang terlibat dalam penanganan bencana

dan melaporkan data tentang jumlah dan keadaan ibu menyusui, bayi dan anak termasuk bayi piatu

e) Instrumen penilaian cepat meliputi:

• Proil penduduk terutama kelompok rentan dan

anak yang kehilangan keluarga

• Kebiasaan penduduk terkait PMBA, termasuk

pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI serta bayi piatu

• Keberadaan susu formula, botol dan dot

• Data ASI Eksklusif dan MP-ASI sebelum bencana • Risiko keamanan pada ibu dan anak

Jika hasil penilaian cepat memerlukan tambahan informasi, dilakukan pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif sebagai bagian dari analisis faktor risiko penyebab masalah gizi dalam situasi bencana.

Data kualitatif meliputi:

• Akses ketersediaan pangan terutama bagi bayi

dan anak

• Kondisi lingkungan misalnya sumber air dan

kualitas air bersih, bahan bakar, sanitasi, MCK (Mandi, Cuci, Kakus), perumahan, fasilitas penyelenggaraan makanan

• Dukungan pertolongan persalinan, pelayanan

postnatal (ibu nifas dan bayi neonatus) serta perawatan bayi dan anak

• Faktor-faktor penghambat ibu menyusui bayi dan

PMBA

• Kapasitas dukungan potensial pemberian ASI

Ibu Menyusui, nakes terlatih, konselor menyusui, konselor MP-ASI, LSM perempuan yang berpengalaman)

• Kebiasaan PMBA termasuk cara pemberiannya

(cangkir/botol), kebiasaan PMBA sebelum situasi bencana dan perubahannya

Data kuantitatif meliputi:

• Jumlah bayi dan anak baduta dengan atau tanpa

keluarga menurut kelompok umur; 0-5 bulan, 6-11 bulan, 12-23 bulan

• Jumlah ibu menyusui yang sudah tidak menyusui

lagi

• Angka kesakitan dan kematian bayi dan anak di

pengungsian

2) Dukungan Untuk Keberhasilan PMBA

a) Penyediaan tenaga konselor menyusui dan MP-ASI di pengungsian

b) Tenaga kesehatan, relawan kesehatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat/Non Government Organization (LSM/ NGO) kesehatan memberikan perlindungan, promosi dan dukungan kepada ibu-ibu untuk keberhasilan menyusui termasuk relaktasi

c) Memberikan konseling menyusui dan PMBA di pengungsian, Rumah Sakit lapangan dan tempat pelayanan kesehatan lainnya yang ada dilokasi bencana

d) Pembentukan pos pemeliharaan dan pemulihan gizi bayi dan baduta

e) Melakukan pendampingan kepada keluarga yang memiliki bayi atau anak yang menderita masalah gizi

c. Kriteria Bayi 0-5 bulan dan Baduta (6-23 Bulan) Yang Mendapat Susu Formula atau PASI 3

3. PASI = Penganti Air Susu Ibu seperti : susu formula, makanan/minuman untuk bayi < 6 bulan, botol susu dot/empeng.

1) Bayi dan baduta yang benar-benar membutuhkan sesuai pertimbangan profesional tenaga kesehatan yang berkompeten (indikasi medis).

2) Bayi dan baduta yang sudah menggunakan susu formula sebelum situasi bencana

3) Bayi dan baduta yang terpisah dari Ibunya (tidak ada donor ASI)

4) Bayi dan baduta yang ibunya meninggal, ibu sakit keras, ibu sedang menjalani relaktasi, ibu menderita HIV+ dan memilih tidak menyusui bayinya serta ibu korban perkosaan yang tidak mau menyusui bayinya.

d. Cara Penyiapan dan Pemberian Susu Formula

1) Cuci tangan terlebih dahulu hingga bersih dengan menggunakan sabun

2) Gunakan cangkir atau gelas yang mudah dibersihkan, mencuci alat dengan menggunakan sabun

3) Gunakan selalu alat yang bersih untuk membuat susu dan menyimpannya dengan benar

4) Sediakan alat untuk menakar air dan susu bubuk (jangan menakar menggunakan botol susu)

5) Sediakan bahan bakar untuk memasak air dan gunakan air bersih, jika memungkinkan gunakan air minum dalam kemasan.

6) Lakukan pendampingan untuk memberikan konseling menyusui.

Penanganan Gizi Bayi 0-5 Bulan

• Bayi tetap diberi ASI

• Bila bayi piatu, bayi terpisah dari ibunya atau ibu tidak dapat

memberikan ASI, upayakan bayi mendapat bantuan ibu susu/donor, dengan persyaratan:

 Permintaan ibu kandung atau keluarga bayi yang

bersangkutan

 Identitas agama dan alamat pendonor ASI diketahui

dengan jelas oleh keluarga bayi

 Persetujuan pendonor setelah mengetahui identitas bayi

yang di beri ASI

 Pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak

mempunyai indikasi medis

 ASI donor tidak diperjualbelikan

• Bila tidak memungkinkan bayi mendapat ibu susu/donor, bayi

diberikan susu formula dengan pengawasan atau didampingi oleh petugas kesehatan

Penanganan Gizi Anak Usia 6-23 Bulan

Baduta tetap diberi ASI

Pemberian MP-ASI yang difortifikasi dengan zat gizi makro, pabrikan atau makanan lokal pada anak usia 6-23 bulan

Pemberian makanan olahan yang berasal dari bantuan ransum umum yang mempunyai nilai gizi tinggi.

Pemberian kapsul vitamin A biru (100.000 IU) bagi yang berusia 6-11 bulan; dan kapsul vitamin A merah (200.000 IU) bagi anak berusia 12-59 bulan

“ Bila bencana terjadi dalam waktu kurang dari 30 hari setelah pemberian kapsul vitamin A (Februari dan Agustus) maka balita tersebut tidak dianjurkan lagi mendapat kapsul vitamin A”.

Dapur umum sebaiknya menyediakan makanan untuk anak usia 6-23 bulan (contoh menu pada lampiran 2)

Air minum dalam kemasan diupayakan selalu tersedia di tempat pengungsian

e. Pengelolaan Bantuan Susu Formula atau Pengganti Air Susu Ibu (PASI)

1) Memberikan informasi kepada pendonor dan media massa bahwa bantuan berupa susu formula/PASI, botol dan dot pada korban bencana tidak diperlukan.

2) Bantuan berupa susu formula atau PASI harus mendapat izin dari Kepala Dinas Kesehatan setempat.

3) Pendistribusian dan pemanfaatan susu formula atau PASI harus diawasi secara ketat oleh petugas kesehatan, Puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat

4) Selalu perhatikan batas kadaluarsa kemasan susu formula untuk menghindari keracunan dan kontaminasi

2. Penanganan Gizi Anak Balita 24-59 Bulan

a. Hindari penggunaan susu dan makanan lain yang penyiapannya menggunakan air, penyimpanan yang tidak higienis, karena berisiko terjadinya diare, infeksi dan keracunan.

b. Keragaman menu makanan dan jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kemampuan tenaga pelaksana. Daftar menu harian ditempel di tempat yang mudah dilihat oleh pelaksana pengolahan makanan. (contoh menu pada Lampiran 2)

c. Pemberian kapsul vitamin A.

d. Makanan utama yang diberikan sebaiknya berasal dari makanan keluarga yang tinggi energi, vitamin dan mineral. Makanan pokok yang dapat diberikan seperti nasi, ubi, singkong, jagung, lauk pauk, sayur dan buah. Bantuan pangan yang dapat diberikan berupa makanan pokok, kacang-kacangan dan minyak sayur.

3. Penanganan Gizi Ibu Hamil dan Ibu Menyusui

Ibu hamil dan menyusui, perlu penambahan energi sebanyak 300 kkal dan 17 g protein, sedangkan ibu menyusui perlu penambahan energi 500 kkal dan 17 g protein. Pembagian porsi menu makanan sehari dan contoh menu makanan untuk ibu hamil dan ibu menyusui dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3

Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Ibu Hamil dan Ibu Menyusui (2200 kkal)

Bahan Makanan Jumlah

Porsi (p) Pagi

Selingan

Pagi Siang

Selingan

Sore Malam

Nasi atau bahan makanan penukar

6 p + 1 p 1 p + 1/2 p 1 p 2 p ½ p 1,5 p + ½ p

Lauk Hewani atau bahan makanan Penukar

3 p 1 p - 1 p - 1 p

Lauk Nabati atau bahan makanan Penukar

3 p 1 p - 1 p - 1 p

Sayur atau bahan makanan Penukar

3 p 1 p - 1 p - 1 p

Buah atau bahan makanan Penukar 4 p - 1 p 1 p 1 p 1 p Gula 2 p 1 p - - 1 p -Minyak 5 p 1,5 p 1 p 1 p - 1,5 p Susu 1 p - - - - 1 p Keterangan:

1 porsi (p) nasi/penukar ditambahkan pada makanan ibu menyusui dengan rincian tambahan ½ p pada makan pagi dan ½ p pada makan malam

Tabel 4

Contoh Menu Hari I – Hari V Untuk Ibu Hamil dan Ibu Menyusui (2200 kkal)

Waktu Makan

Menu Hari

I II III IV V

Pagi Nasi kuning

Abon

Nasi Ikan kalengbumbu tomat

Mie kuah Tumis daging kaleng Nasi goreng Perkedel kornet Nasi uduk Bakwan ikan kaleng Selingan Bola bola

mie daging Tehmanis

Buah kaleng Biskuit Teh manis

Buah kaleng Biskuit Teh manis Siang Nasi Ikan

asin pedas (cabekering) Nasi Mie goreng Opor daging kaleng Nasi Ikan bumbu kari Nasi Sup Bola daging kaleng Nasi Tumis Dendeng manis

Selingan Buah kaleng Biskuit Teh manis

Buah kaleng Martabak mie Teh manis

Buah kaleng

Sore Nasi Tim ikan

kaleng

Nasi gurih Dendeng balado

Nasi Mie kuah siram daging kaleng

Nasi Sambal goreng ikanteri

Nasi Fuyunghai mie ikan sarden saos tomat

Catatan:

Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segar seperti lauk pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh

Tablet Fe (folat) terus diberikan dan dikonsumsi

Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar

Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah + biskuit, dan makan siang/sore dilengkapi dengan lauk dan sayuran segar

Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada

Bila makanan segar sudah dapat diperoleh, makanan kaleng seperti ikan kaleng, daging kaleng supaya segera diganti dengan bahan makanan segar ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan, sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya

Selain itu ibu hamil dan ibu menyusui perlu diberikan nasehat atau anjuran gizi dan kesehatan melalui kegiatan konseling menyusui dan konseling MP-ASI serta pendistribusian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi ibu hamil.

4. Penanganan Gizi Lanjut Usia

Usia lanjut, perlu makanan dalam porsi kecil tetapi padat gizi dan mudah dicerna. Dalam pemberian makanan pada usia lanjut harus memperhatikan faktor psikologis dan fisiologis agar makanan yang disajikan dapat dihabiskan. Dalam kondisi tertentu, kelompok usia lanjut dapat diberikan bubur atau biskuit.

B. Penanganan Gizi Kelompok Dewasa

1. Pemilihan bahan makanan disesuaikan dengan ketersediaan bahan makanan

2. Keragaman menu makanan dan jadwal pemberian disesuaikan dengan kemampuan tenaga pelaksana. Daftar Menu Harian ditempel di tempat yang mudah dilihat oleh pelaksana pengolahan makanan 3. Pemberian makanan/minuman suplemen harus didasarkan pada

anjuran petugas kesehatan yang berwewenang

4. Perhitungan kebutuhan gizi korban bencana disusun dengan mengacu pada rata-rata Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan, sebagai mana terdapat pada Lampiran 3

5. Menyediakan paket bantuan pangan (ransum) yang cukup untuk

Dalam dokumen KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2012 PEDOMAN KE (Halaman 20-41)

Dokumen terkait