KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2012
613.2 Ind p
PEDOMAN KEGIATAN GIZI
DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI 613.2
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak p Pedoman kegiatan gizi dalam penanggulangan bencana,-- Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2012.
ISBN 978-602-235-138-2 1. Judul I. NUTRITION II. FOOD III. EMERGENCY CARE IV. CIVIL DEFENSE V. DISASTER
Daftar Ralat
Halaman Tertulis Seharusnya
13 mergencies Emergencies
36 Rusum Ransum
41 gula untuk selingan
sore 0
gula untuk selingan sore 3/4 p
613.2 Ind p
PEDOMAN KEGIATAN GIZI
DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATANREPUBLIK INDONESIA
PEDOMAN KEGIATAN GIZI
DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DIREKTORAT BINA GIZI
2012
613.2 Ind
p KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
B A K
TI
HU SA
Katalog Dalam Terbitan. Kementrian Kesehatan RI 623.2
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat,
P Pedoman pelaksanaan penanganan gizi dalam situasi darurat. - Jakarta : Kementerian Kesehatan RI, 2010.
KATA PENGANTAR
Indonesia secara geografis dan demografis rentan terhadap terjadinya bencana alam dan bencana non alam, termasuk potensi bencana akibat konflik sosial. Kejadian bencana mengakibatkan korban bencana harus mengungsi dengan segala keterbatasan. Kondisi ini dapat berdampak pada perubahan status gizi korban bencana khususnya kelompok rentan yaitu bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan lanjut usia.
Untuk mengantisipasi kejadian bencana dengan segala dampaknya, Direktorat Bina Gizi telah menerbitkan buku “Pedoman Penanggulangan Masalah Gizi Dalam Keadaan Darurat, 2002” dan telah digunakan selama 1 dekade dalam penanganan kegiatan gizi di berbagai daerah bencana dengan beberapa revisi sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Buku “Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana” ini, merupakan penyempurnaan dari edisi sebelumnya, antara lain dengan melengkapi bagan kegiatan penanganan gizi mulai dari pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana.
Pedoman ini merupakan acuan bagi petugas untuk mengelola kegiatan penanganan gizi dalam situasi bencana. Terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi aktif dalam pembahasan pedoman edisi revisi ini.
Saran dan masukan konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan untuk penyempurnaan pedoman ini di masa mendatang.
Jakarta, Mei 2012
Direktur Bina Gizi,
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 3
1. Tujuan Umum ... 3
2. Tujuan Khusus ... 3
C. Definisi Operasional ... 4
BAB II RUANG LINGKUP KEGIATAN GIZI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ... 7
A. Pra Bencana ... 7
B. Situasi Keadaan Darurat Bencana ... 9
1. Siaga Darurat ... ...9
2. Tanggap Darurat ... ...9
3. Transisi Darurat ... 15
C. Pasca Bencana ... 16
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN PENANGANAN GIZI ... 17
A. Penanganan Gizi Kelompok Rentan ... 18
1. Penanganan Gizi Anak Usia 0-23 bulan ... 18
2. Penanganan Gizi Anak Balita Usia 24-59 bulan ... 25
3. Penanganan Gizi Ibu Hamil dan Ibu Menyusui ...25
4. Penanganan Gizi Lanjut Usia ... 28
BAB IV PEMANTAUAN DAN EVALUASI ... 29
1. Pra Bencana ... 29
2. Tanggap Darurat Awal dan Tanggap Darurat Lanjut ...29
3. Pasca Bencana ... 30
BAB V DAFTAR PUSTAKA ...31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Contoh Ransum Fase II Tahap Tanggap
Darurat Awal dan Cara Perhitungan
Kebutuhan Bahan Makanan Untuk Pengungsi ...32
Lampiran 2 Penyusunan Menu Pemberian Makanan Pada
Bayi Dan Anak (PMBA) Usia 6 – 59 Bulan ...37
Lampiran 3 Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan
Bagi Bangsa Indonesia (Orang/Hari) ...47
Lampiran 4 Formulir I Registrasi Keluarga, Balita
dan Ibu Hamil ...48
Lampiran 5 Formulir II Hasil Pengukuran Antropometri
dan Faktor Penyulit Pada Anak Balita ...49
Lampiran 6 Formulir III Hasil Pengukuran Antropometri
Pada Ibu Hamil ...50
Lampiran 7 Pernyataan Bersama United Nations Childrens
Fund (Unicef), World Health Organization (WHO)
dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ...51
Lampiran 8 Rekomendasi Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) Mengenai Air Susu Ibu (ASI)
dan Menyusui ...57
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Contoh Standar Ransum Fase I Tahap Tanggap
Darurat Awal ...32
Tabel 2 Contoh Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan
Mentah untuk 1500 Orang Selama 3 Hari pada Fase I
Tahap Tanggap Darurat Awal ...33
Tabel 3 Contoh Perhitungan Bahan Makanan Mentah Fase II
Tahap Tanggap Darurat Awal ... 34
Tabel 4 Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk
Dibawa Pulang (Dry Ration) orang/hari ...35
Tabel 5 Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk
Dimakan Ditempat/Dapur Umum ( Wet Ration )
g/orang/hari ...36
Tabel 6 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Bayi
6-8 Bulan (650 kkal) ... 38
Tabel 7 Contoh Menu Hari I sampai V Untuk Bayi 6-8 Bulan
(650 kkal) ... 38
Tabel 8 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk
Bayi 9-11 Bulan (900 kkal) ...39
Tabel 9 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Bayi 9 - 11
Bulan (900 kkal) ...40
Tabel 10 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk
Anak 12-23 Bulan (1250 kkal) ...41
Tabel 11 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Anak 12 - 23
Bulan (1250 kkal) ...42
Tabel 12 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk
Anak 24-47 Bulan (1300 kkal) ...43
Tabel 13 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Anak 24-47
Bulan (1300 kkal) ...44
Tabel 14 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari
Untuk Anak 48-59 Bulan (1750 kkal) ...45
Tabel 15 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Anak 48-59
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Posisi wilayah Indonesia, secara geografis dan demografis rawan terjadinya bencana alam dan non alam seperti gempa tektonik, tsunami, banjir dan angin puting beliung. Bencana non alam akibat ulah manusia yang tidak mengelola alam dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya bencana alam, seperti tanah longsor, banjir bandang, kebakaran hutan dan kekeringan. Selain itu, keragaman sosio-kultur masyarakat Indonesia juga berpotensi menimbulkan gesekan sosial yang dapat berakibat terjadi konflik sosial.
Berdasarkan data Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, pada tahun 2009 tercatat 287 kali kejadian bencana dengan korban meninggal sebanyak 1.513 orang, luka berat/rawat inap sebanyak 1.495 orang, luka ringan/rawat jalan 56.651 orang, korban hilang 72 orang dan mengakibatkan 459.387 orang mengungsi. Selanjutnya, pada tahun 2010 tercatat 315 kali kejadian bencana dengan korban meninggal sebanyak 1.385 orang, luka berat/rawat inap sebanyak 4.085 orang, luka ringan/rawat jalan 98.235 orang, korban hilang 247 orang dan mengakibatkan 618.880 orang mengungsi. Sementara itu, pada tahun 2011 tercatat 211 kali kejadian bencana dengan korban meninggal sebanyak 552 orang, luka berat/rawat inap sebanyak 1.571 orang, luka ringan/rawat jalan 12.396 orang, korban hilang 264 orang dan mengakibatkan 144.604 orang mengungsi. Dampak bencana tersebut, baik bencana alam maupun konflik sosial, mengakibatkan terjadinya kedaruratan di segala bidang termasuk kedaruratan situasi masalah kesehatan dan gizi.
bencana akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan, terputusnya jalur distribusi pangan, rusaknya sarana air bersih dan sanitasi lingkungan yang buruk.
Masalah gizi yang bisa timbul adalah kurang gizi pada bayi dan balita, bayi tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) karena terpisah dari ibunya dan semakin memburuknya status gizi kelompok masyarakat. bantuan makanan yang sering terlambat, tidak berkesinambungan dan terbatasnya ketersediaan pangan lokal dapat memperburuk kondisi yang ada.
Masalah lain yang seringkali muncul adalah adanya bantuan pangan dari dalam dan luar negeri yang mendekati atau melewati masa kadaluarsa, tidak disertai label yang jelas, tidak ada keterangan halal serta melimpahnya bantuan susu formula bayi dan botol susu. Masalah tersebut diperburuk lagi dengan kurangnya pengetahuan dalam penyiapan makanan buatan lokal khususnya untuk bayi dan balita.
Bayi dan anak berumur di bawah dua tahun (baduta) merupakan kelompok yang paling rentan dan memerlukan penanganan gizi khusus. Pemberian makanan yang tidak tepat pada kelompok tersebut dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian, terlebih pada situasi bencana. Risiko kematian lebih tinggi pada bayi dan anak yang menderita kekurangan gizi terutama apabila bayi dan anak juga menderita kekurangan gizi mikro. Penelitian di pengungsian menunjukkan bahwa kematian anak balita 2-3 kali lebih besar dibandingkan kematian pada semua kelompok umur. Kematian terbesar terjadi pada kelompok umur 0-6 bulan (WHO-UNICEF, 2001). Oleh karena itu penanganan gizi dalam situasi bencana menjadi bagian penting untuk menangani pengungsi secara cepat dan tepat.
mempertahankan status gizinya, sementara penanganan kegiatan gizi pada tahap tanggap darurat lanjut adalah untuk menanggulangi masalah gizi melalui intervensi sesuai masalah gizi yang ada. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan tersebut di atas perlu memaksimalkan pemanfaatan anggaran operasional penanggulangan bencana Kementerian Kesehatan.
Buku ini merupakan acuan bagi petugas gizi dan para pemangku kepentingan lainnya yang terlibat dalam penanggulangan bencana agar penanganan gizi dapat dilakukan secara cepat dan tepat.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Petugas memahami kegiatan gizi dalam penanggulangan bencana mulai dari pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana secara cepat dan tepat untuk mencegah terjadinya penurunan status gizi korban bencana.
2. Tujuan Khusus
a. Petugas memahami kegiatan penanganan gizi pada pra bencana
b. Petugas memahami pengelolaan penyelenggaraan makanan pada situasi bencana
c. Petugas mampu menganalisis data hasil Rapid Health Assessment (RHA) kejadian bencana
d. Petugas mampu menganalisis data status gizi balita dan ibu hamil korban bencana.
C. Definisi Operasional
a. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan manusia disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
b. Korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang
menderita atau meninggal dunia
c. Pengungsi (Internal Displaced People) adalah orang atau kelompok
orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggal untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana.
d. Kelompok rentan adalah sekelompok orang yang membutuhkan
penanganan khusus dalam pemenuhan kebutuhan dasar seperti bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan lanjut usia baik dengan fisik normal maupun cacat.
e. Gizi adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang
terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
f. Surveilans gizi pada situasi bencana adalah proses pengamatan
keadaan gizi korban bencana khususnya kelompok rentan secara terus menerus untuk pengambilan keputusan dalam menentukan tindakan intervensi.
g. Makanan tambahan adalah makanan bergizi sebagai tambahan
selain makanan utama bagi kelompok sasaran guna memenuhi kebutuhan gizi.
h. Makanan tambahan bagi balita adalah makanan tambahan yang
i. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan bergizi yang diberikan disamping ASI bagi anak usia 6 – 24 bulan untuk mencapai kecukupan gizi, dengan kandungan yaitu energi minimum 400 kkal dan 8 - 12 g protein per hari makan.
j. Makanan tambahan bagi ibu hamil adalah makanan tambahan
yang diperuntukan bagi ibu hamil, dengan kandungan gizi sesuai dengan AKG, yaitu energi 300 kkal dan 17 g protein per hari makan.
k. Keadaan serius (serious situation) adalah keadaan yang ditandai
dengan prevalensi gizi balita kurus lebih besar atau sama dengan 15%, atau 10-14,9% dan disertai faktor penyulit.
l. Blanket supplementary Feeding adalah makanan tambahan yang
diberikan kepada seluruh kelompok rentan terutama balita dan ibu hamil yang diberikan pada keadaan gawat (serious situation).
m. Keadaan berisiko (risky situation) adalah keadaan yang ditandai
dengan prevalensi gizi balita kurus lebih besar atau sama dengan 10-14,9%, atau 5-9,9% dan disertai faktor penyulit.
n. Targetted supplementary feeding adalah makanan tambahan yang
diberikan kepada kelompok rentan kurang gizi terutama balita kurus dan ibu hamil risiko KEK dengan LiLA <23,5 cm yang diberikan pada keadaan kritis (risky situation).
o. Faktor penyulit (aggravating factors) adalah terdapatnya satu atau
lebih dari tanda berikut ini:
• Rata-rata asupan makanan pengungsi kurang dari 2100 kkal/
hari.
• Angka kematian kasar >1 per 10.000/hari. • Angka kematian balita > 2 per 10.000/hari.
• Terdapat Kejadian Luar Biasa (KLB) campak atau pertusis. • Peningkatan kasus ISPA dan diare.
p. Prevalensi balita kurus adalah jumlah anak berusia 0 – 59 bulan
z score <–2 SD menurut Kepmenkes Nomor 1995 Tahun 2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak tahun 2010 di bagi populasi anak usia 0-59 bulan pada suatu waktu dan tempat tertentu.
q. Prevalensi balita sangat kurus adalah jumlah anak berusia 0 –
59 bulan yang berdasarkan indeks antropometri BB/TB mempunyai nilai z score <–3 SD menurut Kepmenkes Nomor 1995 Tahun 2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak dibagi jumlah populasi anak usia 0-59 bulan pada suatu waktu dan tempat tertentu.
r. Ibu hamil risiko kurang energi kronik (KEK) adalah ibu hamil yang
BAB II
RUANG LINGKUP KEGIATAN GIZI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
Kegiatan gizi dalam penanggulangan bencana merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai sejak pra bencana, pada situasi bencana dan pasca bencana, sebagaimana digambarkan pada Bagan 1. Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana.
A. Pra Bencana
Bagan 1
Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Sumber: Diadaptasi dari The Management of Nutrition in Major Emergencies: WHO, 2000. p.75-77
Sosialisasi dan Pelatihan Petugas Pembinaan Teknis
FASE I TAHAP TANGGAP DARURAT AWAL:
Analisis data pengungsi dari hasil Rapid Health Assessment (RHA)
FASE II TAHAP TANGGAP DARURAT AWAL:
Pengumpulan data antropometri balita (BB/U, BB/PB atau BB/TB dan TB/U), ibu hamil (LiLA)
TAHAP TANGGAP DARURAT LANJUT:
Analisis hasil pengukuran antropometri dan faktor penyulit
Situasi Serius 10,0 - 14,9% disertai adanya faktor penyulit
Penanganan:
Ransum PMT untuk semua kelompok rentan terutama balita dan ibu hamil (Blanket Supplementary Feading)
Penanganan:
PMT untuk kelompok rentan kurang gizi terutama balita kurus dan ibu hamil risiko KEK dengan LiLA <23,5 cm (Targetted Suplementary <5% disertai adanya
faktor penyulit 9,9% disertai adanya faktor penyulit
Pasca - Bencana
Bencana
Sur
B. Situasi Keadaan Darurat Bencana
Situasi keadaan darurat bencana terbagi menjadi 3 tahap, yaitu siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat.
1. Siaga Darurat
Siaga darurat adalah suatu keadaan potensi terjadinya bencana yang ditandai dengan adanya pengungsi dan pergerakan sumber daya. Kegiatan penanganan gizi pada situasi siaga darurat sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada dapat dilaksanakan kegiatan gizi seperti pada tanggap darurat.
2. Tanggap Darurat
Kegiatan penanganan gizi pada saat tanggap darurat dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap tanggap darurat awal dan tanggap darurat lanjut.
a. Tahap Tanggap Darurat Awal
1) Fase I Tanggap Darurat Awal
Fase I Tanggap Darurat Awal antara lain ditandai dengan kondisi sebagai berikut: korban bencana bisa dalam pengungsian atau belum dalam pengungsian, petugas belum sempat mengidentifikasi korban secara lengkap,bantuan pangan sudah mulai berdatangan dan adanya penyelenggaraan dapur umum jika diperlukan.
Lamanya fase 1 ini tergantung dari situasi dan kondisi setempat di daerah bencana yaitu maksimal sampai 3 hari setelah bencana. Pada fase ini kegiatan yang dilakukan adalah:
• Memberikan makanan yang bertujuan agar pengungsi
tidak lapar dan dapat mempertahankan status gizinya
• Mengawasi pendistribusian bantuan bahan makanan • Menganalisis hasil Rapid Health Assessment (RHA)
bencana mempertimbangkan hasil analisis RHA dan standar ransum. Rasum adalah bantuan bahan makanan yang memastikan korban bencana mendapatkan asupan energi, protein dan lemak untuk mempertahankan kehidupan dan beraktivitas. Ransum dibedakan dalam bentuk kering (dry ration) dan basah (wet ration). Dalam perhitungan ransum basah diprioritaskan penggunaan garam beriodium dan minyak goreng yang difortifikasi dengan vitamin A.
Contoh standar ransum pada Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Contoh Standar Ransum Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal
Bahan Makanan Kebutuhan/Orang/
Hari (g)
Ukuran Rumah Tangga (URT)1
Biskuit 100 10-12 bh
Mie Instan 320 3 gls (4 bks)
Sereal (Instan) 50 5 sdm (2 sachets)
Blended food (MP-ASI) 50 10 sdm
Susu untuk anak balita (1-5 tahun) 40 8 sdm
Energi (kkal) 2.138
Protein (g) 53
Lemak (g) 40
Catatan:
1. Contoh standar ransum di atas hanya untuk keperluan perencanaan secara keseluruhan
2. Perkiraan balita di pengungsian sebesar 10% dari jumlah pengungsi, perlu ada Blended food (MP-ASI) dan susu untuk anak umur 1-5 tahun di dalam standar perencanaan ransum
3. Penerimaan dan Pendistribusian melalui dapur umum
4. Perhitungan bahan makanan hendaknya ditambahkan 10% untuk hal tak terduga atau kehilangan
Contoh perhitungan kebutuhan bahan makanan sesuai standar ransum berdasarkan jumlah korban bencana dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Contoh Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan Mentah untuk 1500 Orang Selama 3 Hari pada Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal
Bahan Makanan Kebutuhan/
Orang/Hari (g)
Kebutuhan Bahan Makanan
Untuk 1500
Pengungsi Tambahan 10% (kg)
Jumlah
Biskuit 100 150 450 45 495
Mie Instan 320 480 1440 144 1584
Sereal (Instan) 50 75 225 22,5 247,5
Blended food
(MP-ASI) 50 75 225 22,5 247,5
Susu untuk anak
balita (1-5 tahun) 40 60 180 18 198
2) Fase II Tanggap Darurat Awal
Kegiatan terkait penanganan gizi pada fase II, adalah:
a) Menghitung kebutuhan gizi
b) Pengelolaan penyelenggaraan makanan di dapur umum yang meliputi:
• Tempat pengolahan • Sumber bahan makanan • Petugas pelaksana
• Penyimpanan bahan makanan basah • Penyimpanan bahan makanan kering • Cara mengolah
• Cara distribusi
• Peralatan makan dan pengolahan
• Tempat pembuangan sampah sementara • Pengawasan penyelenggaraan makanan • Mendistribusikan makanan siap saji
• Pengawasan bantuan bahan makanan untuk
melindungi korban bencana dari dampak buruk akibat bantuan tersebut seperti diare, infeksi, keracunan dan lain-lain, yang meliputi:
P Tempat penyimpanan bantuan bahan makanan harus dipisah antara bahan makanan umum dan bahan makanan khusus untuk bayi dan anak P Jenis-jenis bahan makanan yang diwaspadai
termasuk makanan dalam kemasan, susu formula dan makanan suplemen
P Untuk bantuan bahan makanan produk dalam negeri harus diteliti nomor registrasi (MD), tanggal kadaluarsa, sertifikasi halal, aturan cara penyiapan dan target konsumen
Jika terdapat bantuan makanan yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, petugas harus segera melaporkan kepada Koordinator Pelaksana.
b. Tanggap Darurat Lanjut
Tahap tanggap darurat lanjut dilaksanakan setelah tahap tanggap darurat awal, dalam rangka penanganan masalah gizi sesuai tingkat kedaruratan. Lamanya tahap tanggap darurat lanjut tergantung dari situasi dan kondisi setempat di daerah bencana.
Pada tahap ini sudah ada informasi lebih rinci tentang keadaan pengungsi, seperti jumlah menurut golongan umur dan jenis kelamin, keadaan lingkungan, keadaan penyakit, dan sebagainya. Kegiatan penanganan gizi pada tahap ini meliputi:
1) A n a l i s i s f a k t o r penyulit berdasarkan hasil Rapid Health Assessment (RHA).
2) Pengumpulan data antropometri balita (berat badan, panjang badan/tinggi badan), ibu hamil dan ibu menyusui (Lingkar Lengan Atas).
Besar sampel untuk pengumpulan data antropometri :
• Populasi korban bencana sampai 3.000 orang, seluruh (total) balita
diukur
• Populasi korban bencana kurang dari 10.000 rumah tangga, gunakan
systematic random sampling dengan jumlah sampel minimal 450
balita
• Populasi korban bencana lebih dari 10.000 rumah tangga, gunakan
cluster sampling, yaitu minimum 30 cluster yang ditentukan secara
Probability Proportion to Size (PPS) dan tiap cluster minimum 30
balita
Sumber :
3) Menghitung proporsi status gizi balita kurus (BB/TB <-2SD) dan jumlah ibu hamil dengan risiko KEK (LILA <23,5 cm).
4) Menganalisis adanya faktor penyulit seperti kejadian diare, campak, demam berdarah dan lain-lain.
Informasi tentang proporsi status gizi balita selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan modifikasi atau perbaikan penanganan gizi sesuai dengan tingkat kedaruratan yang terjadi. Penentuan jenis kegiatan penanganan gizi mempertimbangkan pula hasil dari surveilans penyakit. Hasil analisis data antropometri dan faktor penyulit serta tindak lanjut atau respon yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
• Situasi Serius (Serious Situation), jika prevalensi
balita kurus ≥15% tanpa faktor penyulit atau 10-14,9% dengan faktor penyulit. Pada situasi ini semua korban bencana mendapat ransum dan seluruh kelompok rentan terutama balita dan ibu hamil diberikan makanan tambahan (blanket supplementary feeding).
• Situasi Berisiko (Risky Situation), jika prevalensi balita
kurus 10-14,9% tanpa faktor penyulit atau 5-9,9% dengan faktor penyulit. Pada situasi ini kelompok rentan kurang gizi terutama balita kurus dan ibu hamil risiko KEK diberikan makanan tambahan (targetted supplementary feeding).
• Situasi Normal, jika prevalensi balita kurus <10%
tanpa faktor penyulit atau <5% dengan faktor penyulit maka dilakukan penanganan penderita gizi kurang melalui pelayanan kesehatan rutin.
Apabila ditemukan balita sangat kurus dan atau terdapat tanda klinis gizi buruk segera dirujuk ke sarana pelayanan
kesehatan untuk mendapat perawatan sesuai Tatalaksana Anak Gizi Buruk.
5) Melaksanakan pemberian makanan tambahan dan suplemen gizi.
• Khusus anak yang menderita gizi kurang perlu
diberikan makanan tambahan disamping makanan keluarga, seperti kudapan/jajanan, dengan nilai energi 350 kkal dan protein 15 g per hari.
• Ibu hamil perlu diberikan 1 tablet Fe setiap hari,
selama 90 hari.
• Ibu nifas (0-42 hari) diberikan 2 kapsul vitamin A
dosis 200.000 IU (1 kapsul pada hari pertama dan 1 kapsul lagi hari berikutnya, selang waktu minimal 24 jam)
• Pemberian vitamin A biru (100.000 IU) bagi bayi
berusia 6-11 bulan; dan kapsul vitamin A merah (200.000 IU) bagi anak berusia 12-59 bulan, bila kejadian bencana terjadi dalam waktu kurang dari 30 hari setelah pemberian kapsul vitamin A (Februari dan Agustus) maka balita tersebut tidak dianjurkan lagi mendapat kapsul vitamin A.
• Melakukan penyuluhan kelompok dan konseling
perorangan dengan materi sesuai dengan kondisi saat itu, misalnya konseling menyusui dan MP-ASI.
• Memantau perkembangan status gizi balita melalui
surveilans gizi.
3. Transisi Darurat
C. Pasca Bencana
Kegiatan penanganan gizi pasca bencana pada dasarnya adalah melaksanakan pemantauan dan evaluasi sebagai bagian dari surveilans, untuk mengetahui kebutuhan yang diperlukan (need assessment) dan melaksanakan kegiatan pembinaan gizi sebagai tindak lanjut atau respon dari informasi yang diperoleh secara terintegrasi dengan kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat (public health response) untuk meningkatkan dan mempertahankan status gizi dan kesehatan korban bencana.
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN PENANGANAN GIZI
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan penanggung jawab utama dalam penanggulangan bencana. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK) Kementerian Kesehatan merupakan unsur dari BNPB dalam penanggulangan masalah kesehatan dan gizi akibat bencana. Pengelola kegiatan gizi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan bagian dari tim penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana yang dikoordinasikan PPKK, PPKK Regional dan Sub regional, Dinas Kesehatan Provinsi serta Kabupaten dan Kota. Penanganan gizi pada situasi bencana melibatkan lintas program dan lintas sektor termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) nasional maupun internasional.
Kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana perlu dikoordinasikan agar efektif dan efisien, antara lain sebagai berikut:
a. Penghitungan kebutuhan ransum;
b. Penyusunan menu 2.100 kkal, 50 g protein dan 40 g lemak; c. Penyusunan menu untuk kelompok rentan;
d. Pendampingan penyelenggaraan makanan sejak dari persiapan sampai pendistribusian;
e. Pengawasan logistik bantuan bahan makanan, termasuk bantuan susu formula bayi;
f. Pelaksanaan surveilans gizi untuk memantau keadaan gizi pengungsi khususnya balita dan ibu hamil;
g. Pelaksanaan tindak lanjut atau respon sesuai hasil surveilans gizi; h. Pelaksanaan konseling gizi khususnya konseling menyusui dan
konseling MP-ASI;
Penanganan gizi dalam situasi bencana terdiri dari penanganan gizi pada kelompok rentan dan dewasa selain ibu menyusui dan ibu hamil. Penjelasan lebih rinci penanganan pada kelompok tersebut sebagai berikut:
A. Penanganan Gizi Kelompok Rentan
Penanganan gizi kelompok rentan diprioritaskan bagi anak usia 0-23 bulan, anak usia 24-59 bulan, ibu hamil dan ibu menyusui serta lanjut usia.
1. Penanganan Gizi Anak Usia 0-23 Bulan
Bayi dan anak usia 0-23 bulan atau di bawah dua tahun (baduta) merupakan kelompok yang paling rentan sehingga memerlukan penanganan gizi khusus. Pemberian makanan yang tidak tepat serta kekurangan gizi pada kelompok tersebut dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian yang lebih tinggi pada situasi bencana.
Penelitian di pengungsian menunjukkan bahwa kematian anak balita 2-3 kali lebih besar dibandingkan kematian pada semua kelompok umur. Kematian terbesar terjadi pada kelompok umur 0-6 bulan (WHO-UNICEF, 2001). Oleh karena itu penanganan gizi bagi kelompok ini dalam situasi bencana menjadi bagian penting untuk menangani pengungsi secara cepat dan tepat.
Penanganan gizi anak usia 0-23 bulan mengikuti prinsip Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) sebagai berikut:
a. Prinsip Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA)
1) Pemberian ASI pada bayi/baduta sangat penting tetap diberikan pada situasi bencana
2) PMBA merupakan bagian dari penanganan gizi dalam situasi bencana
4) Institusi penyelenggara PMBA adalah Pemerintah Daerah yang dibantu oleh Dinas Kesehatan setempat yang mempunyai tenaga terlatih penyelenggara PMBA dalam situasi bencana
5) Apabila Dinas Kesehatan setempat belum memiliki atau keterbatasan tenaga pelaksana PMBA dalam situasi bencana, dapat meminta bantuan tenaga dari Dinas Kesehatan lainnya
6) PMBA harus di integrasikan pada pelayanan kesehatan ibu, bayi dan anak
7) Penyelenggaraan PMBA diawali dengan penilaian cepat untuk mengidentifikasi keadaan ibu, bayi dan anak termasuk bayi dan anak piatu
8) Ransum pangan harus mencakup kebutuhan makanan yang tepat dan aman dalam memenuhi kecukupan gizi bayi dan anak
9) Susu formula, produk susu lainnya, botol dan dot tidak termasuk dalam pengadaan ransum.
b. Pelaksanaan PMBA Pada Situasi Bencana
1) Penilaian Cepat
Penilaian cepat dilakukan sebagai berikut:
a) Penilaian cepat dilakukan untuk mendapatkan data tentang jumlah dan keadaan ibu menyusui, bayi dan anak termasuk bayi piatu
b) Penilaian cepat dilakukan pada tahap tanggap darurat awal fase pertama sebagai bagian dari menghitung kebutuhan gizi
c) Penilaian cepat dilakukan oleh petugas gizi yang terlibat dalam penanganan bencana
dan melaporkan data tentang jumlah dan keadaan ibu menyusui, bayi dan anak termasuk bayi piatu
e) Instrumen penilaian cepat meliputi:
• Proil penduduk terutama kelompok rentan dan
anak yang kehilangan keluarga
• Kebiasaan penduduk terkait PMBA, termasuk
pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI serta bayi piatu
• Keberadaan susu formula, botol dan dot
• Data ASI Eksklusif dan MP-ASI sebelum bencana • Risiko keamanan pada ibu dan anak
Jika hasil penilaian cepat memerlukan tambahan informasi, dilakukan pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif sebagai bagian dari analisis faktor risiko penyebab masalah gizi dalam situasi bencana.
Data kualitatif meliputi:
• Akses ketersediaan pangan terutama bagi bayi
dan anak
• Kondisi lingkungan misalnya sumber air dan
kualitas air bersih, bahan bakar, sanitasi, MCK (Mandi, Cuci, Kakus), perumahan, fasilitas penyelenggaraan makanan
• Dukungan pertolongan persalinan, pelayanan
postnatal (ibu nifas dan bayi neonatus) serta perawatan bayi dan anak
• Faktor-faktor penghambat ibu menyusui bayi dan
PMBA
• Kapasitas dukungan potensial pemberian ASI
Ibu Menyusui, nakes terlatih, konselor menyusui, konselor MP-ASI, LSM perempuan yang berpengalaman)
• Kebiasaan PMBA termasuk cara pemberiannya
(cangkir/botol), kebiasaan PMBA sebelum situasi bencana dan perubahannya
Data kuantitatif meliputi:
• Jumlah bayi dan anak baduta dengan atau tanpa
keluarga menurut kelompok umur; 0-5 bulan, 6-11 bulan, 12-23 bulan
• Jumlah ibu menyusui yang sudah tidak menyusui
lagi
• Angka kesakitan dan kematian bayi dan anak di
pengungsian
2) Dukungan Untuk Keberhasilan PMBA
a) Penyediaan tenaga konselor menyusui dan MP-ASI di pengungsian
b) Tenaga kesehatan, relawan kesehatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat/Non Government Organization (LSM/ NGO) kesehatan memberikan perlindungan, promosi dan dukungan kepada ibu-ibu untuk keberhasilan menyusui termasuk relaktasi
c) Memberikan konseling menyusui dan PMBA di pengungsian, Rumah Sakit lapangan dan tempat pelayanan kesehatan lainnya yang ada dilokasi bencana
d) Pembentukan pos pemeliharaan dan pemulihan gizi bayi dan baduta
c. Kriteria Bayi 0-5 bulan dan Baduta (6-23 Bulan) Yang Mendapat Susu Formula atau PASI 3
3. PASI = Penganti Air Susu Ibu seperti : susu formula, makanan/minuman untuk bayi < 6 bulan, botol susu dot/empeng.
1) Bayi dan baduta yang benar-benar membutuhkan sesuai pertimbangan profesional tenaga kesehatan yang berkompeten (indikasi medis).
2) Bayi dan baduta yang sudah menggunakan susu formula sebelum situasi bencana
3) Bayi dan baduta yang terpisah dari Ibunya (tidak ada donor ASI)
4) Bayi dan baduta yang ibunya meninggal, ibu sakit keras, ibu sedang menjalani relaktasi, ibu menderita HIV+ dan memilih tidak menyusui bayinya serta ibu korban perkosaan yang tidak mau menyusui bayinya.
d. Cara Penyiapan dan Pemberian Susu Formula
1) Cuci tangan terlebih dahulu hingga bersih dengan menggunakan sabun
2) Gunakan cangkir atau gelas yang mudah dibersihkan, mencuci alat dengan menggunakan sabun
3) Gunakan selalu alat yang bersih untuk membuat susu dan menyimpannya dengan benar
4) Sediakan alat untuk menakar air dan susu bubuk (jangan menakar menggunakan botol susu)
5) Sediakan bahan bakar untuk memasak air dan gunakan air bersih, jika memungkinkan gunakan air minum dalam kemasan.
Penanganan Gizi Bayi 0-5 Bulan
• Bayi tetap diberi ASI
• Bila bayi piatu, bayi terpisah dari ibunya atau ibu tidak dapat
memberikan ASI, upayakan bayi mendapat bantuan ibu susu/donor, dengan persyaratan:
Permintaan ibu kandung atau keluarga bayi yang
bersangkutan
Identitas agama dan alamat pendonor ASI diketahui
dengan jelas oleh keluarga bayi
Persetujuan pendonor setelah mengetahui identitas bayi
yang di beri ASI
Pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak
mempunyai indikasi medis
ASI donor tidak diperjualbelikan
• Bila tidak memungkinkan bayi mendapat ibu susu/donor, bayi
Penanganan Gizi Anak Usia 6-23 Bulan
•
Baduta tetap diberi ASI•
Pemberian MP-ASI yang difortifikasi dengan zat gizi makro, pabrikan atau makanan lokal pada anak usia 6-23 bulan•
Pemberian makanan olahan yang berasal dari bantuan ransum umum yang mempunyai nilai gizi tinggi.•
Pemberian kapsul vitamin A biru (100.000 IU) bagi yang berusia 6-11 bulan; dan kapsul vitamin A merah (200.000 IU) bagi anak berusia 12-59 bulan“ Bila bencana terjadi dalam waktu kurang dari 30 hari setelah pemberian kapsul vitamin A (Februari dan Agustus) maka balita tersebut tidak dianjurkan lagi mendapat kapsul vitamin A”.
•
Dapur umum sebaiknya menyediakan makanan untuk anak usia 6-23 bulan (contoh menu pada lampiran 2)•
Air minum dalam kemasan diupayakan selalu tersedia di tempat pengungsiane. Pengelolaan Bantuan Susu Formula atau Pengganti Air Susu Ibu (PASI)
1) Memberikan informasi kepada pendonor dan media massa bahwa bantuan berupa susu formula/PASI, botol dan dot pada korban bencana tidak diperlukan.
2) Bantuan berupa susu formula atau PASI harus mendapat izin dari Kepala Dinas Kesehatan setempat.
3) Pendistribusian dan pemanfaatan susu formula atau PASI harus diawasi secara ketat oleh petugas kesehatan, Puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat
2. Penanganan Gizi Anak Balita 24-59 Bulan
a. Hindari penggunaan susu dan makanan lain yang penyiapannya menggunakan air, penyimpanan yang tidak higienis, karena berisiko terjadinya diare, infeksi dan keracunan.
b. Keragaman menu makanan dan jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kemampuan tenaga pelaksana. Daftar menu harian ditempel di tempat yang mudah dilihat oleh pelaksana pengolahan makanan. (contoh menu pada Lampiran 2)
c. Pemberian kapsul vitamin A.
d. Makanan utama yang diberikan sebaiknya berasal dari makanan keluarga yang tinggi energi, vitamin dan mineral. Makanan pokok yang dapat diberikan seperti nasi, ubi, singkong, jagung, lauk pauk, sayur dan buah. Bantuan pangan yang dapat diberikan berupa makanan pokok, kacang-kacangan dan minyak sayur.
3. Penanganan Gizi Ibu Hamil dan Ibu Menyusui
Tabel 3
Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Ibu Hamil dan Ibu Menyusui (2200 kkal)
Bahan Makanan Jumlah
Porsi (p) Pagi
Selingan
Pagi Siang
Selingan
Sore Malam
Nasi atau bahan makanan penukar
6 p + 1 p 1 p + 1/2 p 1 p 2 p ½ p 1,5 p + ½ p
Lauk Hewani atau bahan makanan Penukar
3 p 1 p - 1 p - 1 p
Lauk Nabati atau bahan makanan Penukar
3 p 1 p - 1 p - 1 p
Sayur atau bahan makanan Penukar
3 p 1 p - 1 p - 1 p
Buah atau bahan makanan Penukar
4 p - 1 p 1 p 1 p 1 p
Gula 2 p 1 p - - 1 p
-Minyak 5 p 1,5 p 1 p 1 p - 1,5 p
Susu 1 p - - - - 1 p
Keterangan:
1 porsi (p) nasi/penukar ditambahkan pada makanan ibu menyusui dengan rincian tambahan ½ p pada makan
Tabel 4
Contoh Menu Hari I – Hari V Untuk Ibu Hamil dan Ibu Menyusui (2200 kkal)
Mie kuah Tumis daging kaleng Selingan Bola bola
mie daging Tehmanis
Buah kaleng Biskuit Teh manis
Buah kaleng Biskuit Teh manis
Selingan Buah kaleng Biskuit Teh manis
Buah kaleng Martabak mie Teh manis
Buah kaleng
Sore Nasi Tim ikan
kaleng mie ikan sarden saos tomat
Catatan:
• Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segar seperti lauk pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh
• Tablet Fe (folat) terus diberikan dan dikonsumsi
• Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar
• Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah + biskuit, dan makan siang/sore dilengkapi dengan lauk dan sayuran segar
• Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada
Selain itu ibu hamil dan ibu menyusui perlu diberikan nasehat atau anjuran gizi dan kesehatan melalui kegiatan konseling menyusui dan konseling MP-ASI serta pendistribusian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi ibu hamil.
4. Penanganan Gizi Lanjut Usia
Usia lanjut, perlu makanan dalam porsi kecil tetapi padat gizi dan mudah dicerna. Dalam pemberian makanan pada usia lanjut harus memperhatikan faktor psikologis dan fisiologis agar makanan yang disajikan dapat dihabiskan. Dalam kondisi tertentu, kelompok usia lanjut dapat diberikan bubur atau biskuit.
B. Penanganan Gizi Kelompok Dewasa
1. Pemilihan bahan makanan disesuaikan dengan ketersediaan bahan makanan
2. Keragaman menu makanan dan jadwal pemberian disesuaikan dengan kemampuan tenaga pelaksana. Daftar Menu Harian ditempel di tempat yang mudah dilihat oleh pelaksana pengolahan makanan
3. Pemberian makanan/minuman suplemen harus didasarkan pada anjuran petugas kesehatan yang berwewenang
4. Perhitungan kebutuhan gizi korban bencana disusun dengan mengacu pada rata-rata Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan, sebagai mana terdapat pada Lampiran 3
BAB IV
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pemantauan dan evaluasi kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana merupakan kegiatan yang dilakukan mulai tahap pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana secara terus menerus dan berkesinambungan. Kegiatan ini dilakukan dengan mengevaluasi pencapaian pelaksanaan kegiatan dengan cara memantau hasil yang telah dicapai yang terkait penanganan gizi dalam situasi bencana yang meliputi input, proses dan output.
Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilaksanakan oleh pengelola kegiatan gizi bersama tim yang dikoordinasikan oleh PPKK Kementerian Kesehatan dengan menggunakan instrumen yang telah disiapkan.
1. Pra Bencana
a. Tersedianya pedoman pelaksanaan penanganan gizi dalam situasi bencana
b. Tersedianya rencana kegiatan antisipasi bencana (rencana kontinjensi)
c. Terlaksananya sosialisasi dan pelatihan petugas d. Terlaksananya pembinaan antisipasi bencana e. Tersedianya data awal daerah bencana
2. Tanggap Darurat Awal dan Tanggap Darurat Lanjut
a. Tersedianya data sasaran hasil RHA
b. Tersedianya standar ransum di daerah bencana
c. Tersedianya daftar menu makanan di daerah bencana
d. Terlaksananya pengumpulan data antropometri balita (BB/U, BB/TB dan TB/U)
f. Terlaksananya konseling menyusui
g. Terlaksananya konseling MP-ASI
h. Tersedianya makanan tambahan atau MP-ASI di daerah bencana
i. Tersedianya kapsul vitamin A di daerah bencana
j. Terlaksananya pemantauan bantuan pangan dan susu formula
3. Pasca Bencana
a. Terlaksananya pembinaan teknis pasca bencana
b. Terlaksananya pengumpulan data perkembangan status gizi korban bencana.
c. Terlaksananya analisis kebutuhan (need assessment) kegiatan gizi pasca bencana
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Edisi Revisi. Jakarta. PPKK-Kemenkes RI. 2011
2. The Management of Nutrition in Major Emergencies. Geneva. WHO. 2000
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta. Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana. 2007
4. Himpunan Peraturan Perundangan Tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2008
5. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar. Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2008
Lampiran 1
CONTOH RANSUM FASE II TAHAP TANGGAP DARURAT AWAL DAN CARA PERHITUNGAN KEBUTUHAN BAHAN MAKANAN UNTUK
PENGUNGSI
Tabel 1
Contoh Standar Ransum Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal
Bahan Makanan Jumlah/Orang/Hari (g)
Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4 Tipe 5
Sereal (beras, terigu,
jagung, bulgur) 400 420 350 420 450
Kacang-kacangan 60 50 100 60 50
Minyak goreng 25 25 25 30 25
Ikan/daging kaleng - 20 - 30
-Gula 15 - 20 20 20
Garam beriodium 5 5 5 5 5
Buah dan Sayur - - - - 100
Blended Food
(MP-ASI) 50 40 50 -
-Bumbu - - - - 5
Energi (kkal) 2113 2106 2087 2092 2116
Protein (g; % kkal) 58 g; 11% 60 g; 11% 72 g; 14% 45 g; 9% 51 g; 10%
Lemak (g; % kkal) 43 g; 18% 47 g; 20% 43 g; 18% 38 g; 16% 41 g; 17%
Sumber: UNHCR, Handbook for Emergencies
Catatan :
Tabel 2
Contoh Standar Ransum Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal Tipe 1
Bahan Makanan
Kebutuhan/Orang/Hari
(g)
Ukuran Rumah Tangga
(URT)
Sereal (beras, terigu, jagung) 400 2 gls
Kacang-kacangan 60 6-9 sdm
Minyak goreng 25 2-3 sdm
Ikan/daging kaleng
-Gula 15 1-2 sdm
Garam beriodium 5 1 sdm
Buah dan Sayur
-Blended Food (MP-ASI) 50 10 sdm
Energi (kkal) 2.113
Protein (g; % kkal) 58 g; 11%
Lemak (g; % kkal) 43g; 18%
Catatan:
Tabel 3
Contoh Perhitungan Bahan Makanan Mentah Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal
Jika jumlah pengungsi sebanyak 1500 orang, maka perhitungan kebutuhan bahan makanan pada Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal untuk selama 10 hari adalah sebagai berikut:
Bahan Makanan
Sereal (beras, terigu,
jagung) 400 600 6.000 6600
Kacang-kacangan 60 90 900 990
Minyak goreng 25 37,5 375 412,5
Ikan/daging kaleng
-Gula 15 22,5 225 247,5
Garam beriodium 5 7,5 75 82,5
Buah dan Sayur
-Blended Food
(MP-ASI) 50 75 750 825
Energi (kkal) 2.113
Protein (g; % kkal) 58 g; 11%
Tabel 4
Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk Dibawa Pulang (Dry Ration) g/orang/hari
Bahan Makanan Ransum 1 Ransum 2
Blended Food Fortified/MP-ASI 250 200
Sereal
Biskuit tinggi energi
Minyak yang sudah difortifikasi dengan vitamin A 25 20
Biji-bijian
Gula 20 15
Garam beriodium
Energi (kkal) 1.250 1.000
Protein (g) 45 36
Tabel 5
Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk Dimakan Ditempat/ Dapur Umum (Wet Ration) g/orang/hari
Bahan Makanan R1 R2 R3 R4 R5
Blended Food Fortified/MP-ASI bubuk 100 125 100
Sereal 125
Biskuit Tinggi energi 125
Minyak yang sudah difortifikasi dengan
vitamin A 15 20 10 10
Biji-bijian 30 30
Gula 10 10
Garam beriodium 5
Energi (kkal) 620 560 700 605 510
Protein(g) 25 15 20 23 18
Lemak % (kkal) 30 30 28 26 29
Catatan :
Lampiran 2
PENYUSUNAN MENU PEMBERIAN MAKANAN PADA BAYI DAN ANAK (PMBA) USIA 6– 59 BULAN
Kebutuhan gizi:
Bayi 6-11 bulan, 100-120 kkal/kg berat badan, makanan terdiri dari Air Susu Ibu (ASI) + Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
Anak 12-23 bulan, 80-90 kkal/kg berat badan, makanan terdiri dari ASI + MP-ASI/makanan keluarga
Anak 24-59 Bulan, 80-100 Kal/kg berat badan, makanan terdiri dari makanan keluarga
Menu MP-ASI dan makanan keluarga dibawah ini terdiri dari 2 bagian. Bagian satu adalah menu 5 hari pertama setelah keadaan darurat terjadi, dimana bantuan bahan makanan masih terbatas. Lima (5) hari berikutnya diharapkan keadaan sudah mulai teratasi dan bantuan bahan makanan segar sudah ada, sehingga menu dapat ditambah bahan makanan segar berupa lauk, sayur dan buah sesuai kebutuhannya
Bila dari awal keadaan darurat sudah tersedia bahan makanan segar seperti daging/ikan/telur, sayur dan buah, maka harus diutamakan untuk diberikan pada bayi dan balita
Tabel 6
Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Bayi 6-8 Bulan (650 kkal)
Bahan Makanan Jumlah
Porsi (p) Pagi
Multi vitamin dan mineral (Taburia)
1 sachet (1 g)
Tabel 7
Contoh Menu Hari I sampai V Untuk Bayi 6-8 Bulan (650 kkal)
Waktu Makan
Menu Hari
I II III IV V
Setiap
Waktu ASI ASI ASI ASI ASI
Pagi Bubur siap saji
rasa pisang
Bubur siap saji rasa apel
Bubur siap saji rasa jeruk
Bubur siap saji rasa pisang
Bubur siap saji rasa jeruk
Siang Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi
Sore Bubur siap saji
rasa ikan
Bubur siap saji rasa ayam
Bubur siap saji rasa kacang hijau
Bubur siap saji rasa daging sapi
Bubur siap saji rasa kacang merah
Catatan:
• ASI diteruskan sekehendak bayi
• Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segar seperti lauk pauk,
sayuran dan buah belum dapat diperoleh
• Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar, sehingga menu lebih bervariasi
dengan diberikan makanan selingan berupa buah+biskuit, dan makan sore dilengkapi dengan lauk pauk dan sayuran segar
• Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada
• Lauk hewani dapat diberikan bervariasi sesuai dengan bahan makanan segar yang tersedia, seperti
ayam, ikan, daging, ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan
• Sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya
Tabel 8
Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Bayi 9-11 Bulan (900 kkal)
Bahan Makanan Jumlah
Porsi (p) Pagi
Selingan
Pagi Siang
Selingan
Sore Sore
ASI Sekehendak
Nasi/penukar 2 p 1/2 p ½ p ¼ p ½ p ¼ p
Lauk/Penukar 1 p 1/3 p - 1/3 p - 1/3 p
Buah 1 p - ½ p - ½ p
-Susu 1 p 1/3 p - 1/3 p - 1/3 p
Minyak ½ p - - ¼ p - ¼ p
Multi vitamin dan mineral (Taburia)
Tabel 9
Contoh Menu Hari I – Hari V Untuk Bayi 9-11 Bulan (900 kkal)
Waktu Makan Menu Hari
I II III IV V
Setiap Waktu ASI ASI ASI ASI ASI
Pagi Bubur siap saji rasa
pisang
Bubur siap saji rasa apel
Bubur siap saji rasa jeruk
Bubur siap saji rasa pisang
Bubur siap saji rasa jeruk
Selingan Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi
Siang Bubur Sumsum Bubur Sumsum Bubur Sumsum Bubur Sumsum Bubur Sumsum
Selingan Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi
Sore Bubur siap saji rasa
ikan
Bubur siap saji rasa ayam
Bubur siap saji rasa kacang hijau
Bubur siap saji rasa daging sapi
Bubur siap saji rasa kacang merah
Catatan:
• ASI diteruskan sekehendak bayi
• Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segarseperti lauk pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh • Bubur sumsum dapat dibuat bila tersedia tepung beras, santan/ susu dan gulamerah/ putih
• Setelah hari ke 5-diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar
• Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah + biskuit, dan makan siang/ sore dilengkapi dengan lauk dan sayuran segar • Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada
• Lauk hewani untuk tim saring dapat diberikan bervariasi sesuai dengan bahan makanan segar yang tersedia, seperti ayam, ikan, daging, ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan • Sayuran untuk tim saring dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya
Tabel 10
Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Anak 12-23 Bulan (1250 kkal)
Bahan Makanan Jumlah
Porsi (p) Pagi
Selingan
Pagi Siang
Selingan
Sore Sore
ASI Sekehendak
Nasi/penukar 2,5 p 3/4 p 1/4 p ½ p ¼ p ¾ p
Lauk/Penukar 3 p 1 p - 1 p - 1 p
Buah 2 p - 1 p - 1 p
-Susu 1,5 p 1/2 p - ½ p - ½ p
Minyak 1 p p - - ½ p - ½ p
Gula 1,5 p - ¾ p - -
-Multi vitamin dan mineral (Taburia)
- 1 sachet
(1 g)
-Tabel 11
Contoh Menu Hari I – Hari V Untuk Anak 12-23 Bulan (1250 kkal)
Waktu Makan Menu Hari
I II III IV V
Setiap Waktu ASI ASI ASI ASI ASI
Pagi Bubur beras
Abon
Nasi
Ikan kaleng saos tomat
Mie goreng campur daging kaleng
Nasi goring Abon
Nasi uduk
Perkedel daging kaleng
Selingan Biskuit Buah kaleng Biskuit Buah kaleng Biskuit
Siang Nasi
Sup jamur kaleng dan teri
Ikan Sarden sambal goreng
Nasi
Tim teri bumbu tomat
Catatan:
• ASI diteruskan sekehendak bayi
• Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segarseperti lauk pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh • Tambahkan Taburia dalam makanan anak 1 sachet per hari
• Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar
• Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah + biskuit, dan makan siang/sore dilengkapi dengan lauk pauk dan sayuran segar • Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada
• Bila makanan segar sudah dapat diperoleh, makanan kaleng seperi ikan kaleng, daging kaleng supaya segera diganti dengan bahan makanan segar ataupun tempe, tahu, kacang kacangan • Sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya
Tabel 12
Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Anak 24-47 Bulan (1300 kkal)
Bahan Makanan Jumlah Porsi
(p) Pagi
Selingan
Pagi Siang
Selingan
Sore Sore Malam
Nasi/penukar 3,25 p ¾ p ½ p ¾ p ½ p ¾ p
-Lauk/Penukar 3 p 1 p - 1 p - 1 p
-Buah 2 p - 1 p - 1 p -
-Susu 2 p 1 p - - - - 1 p
Minyak 1,5 p ½ p - ½ p - ½ p
-Gula 2 p ½ p ½ p - ½ p - ½ p
Multi vitamin dan mineral (Taburia)
-Tabel 13
Contoh Menu Hari I – Hari V Untuk Anak 24-47 Bulan (1300 kkal)
Waktu Makan Menu Hari
I II III IV V
Pagi Bubur beras
Abon Susu
Nasi
Ikan kaleng saus tomat Susu
Mie goreng Campur daging kaleng
Selingan Biskuit
Minuman manis (teh, sirup, jus dll)
Buah kaleng
Minuman manis (teh, sirup, jus dll)
Biskuit
Minuman manis (teh, sirup, jus dll)
Buah kaleng
Minuman manis (teh, sirup, jus dll)
Biskuit
Minuman manis (teh, sirup, jus dll)
Siang Nasi
Ikan tuna kaleng tumis bawang
Nasi
Daging kaleng bumbu santan
Nasi uduk Abon ikan
Nasi
Sup jamurkaleng danteri Nasi
Tumis Dendeng manis
Selingan Buah kaleng
Minuman manis (teh,sirup, jus dll)
Biskuit
Minuman manis (teh,sirup, jus dll)
Buah kaleng
Minuman manis (teh,sirup, jus dll)
Biskuit
Minuman manis (teh,sirup, jus dll)
Buah kaleng
Minuman manis (teh,sirup, jus dll)
Sore Nasi
Sup jamur kaleng dan teri Susu
Nasi
Tumis Dendeng manis Susu
Nasi
Sup daging kaleng Susu
Nasi
Ikan sarden bumbu sambal goreng
Susu
Nasi
Tim teri bumbu tomat Susu
Catatan:
• Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segarseperti lauk pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh
• Susu diberikan 2 kali sehari karena anak sudah disapih
• Menu sama dengan makanan usia 12-24 bulan, hanya porsi lebih besar
• Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar
• Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah + biskuit, dan makan siang/sore dilengkapi dengan lauk dan sayuran segar
• Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada
• Bila makanan segar sudah dapat diperoleh, makanan kaleng seperti ikan kaleng, daging kaleng supaya segera diganti dengan bahan makanan segar ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan
• Sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya
Tabel 14
Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Anak 48-59 Bulan (1750 kkal)
Bahan Makanan Jumlah
Porsi (p) Pagi
Selingan
Pagi Siang
Selingan
Sore Sore Malam
Nasi/penukar 4 p 1 p ½ p 1 p ½ p 1 p
-Lauk/Penukar 4,5 p 1 p ½ p 1,25 p ½ p 1,25 p
-Buah 3 p - 1 p 1 p - 1 p
-Susu 3 p 1 p ½ p - ½ p - 1 p
Minyak 1,5 p ½ p - ½ p - ½ p
-Gula 2 p ½ p ½ p - ½ p - ½ p
Multi vitamin dan mineral (Taburia)
-Tabel 15
Contoh Menu Hari I – Hari V Untuk Anak 48-59 Bulan (1750 kkal)
Waktu
Selingan Biskuit
Minuman manis (teh, sirup, jus dll)
Buah kaleng
Minuman manis (teh, sirup, jus dll)
Biskuit
Minuman manis (teh, sirup, jus dll)
Buah kaleng-Minuman manis (teh, sirup, jus dll)
Biskuit
Minuman manis (teh, sirup, jus dll)
Siang Nasi
Ikan tuna kaleng tumis bawang Nasi
Daging kaleng bumbu santan
Nasi uduk Abon ikan
Nasi
Sup jamurkaleng danteri
Nasi
Tumis Dendeng manis
Selingan Buah kaleng-Minuman manis (teh, sirup, jus dll)
Biskuit
Minuman manis (teh, sirup, jus dll)
Buah kaleng
Minuman manis (teh, sirup, jus dll)
Biskuit
Minuman manis (teh, sirup, jus dll)
Buah kaleng
Minuman manis (teh, sirup, jus dll)
Sore Nasi
Sup jamur kaleng dan teri Susu
Nasi
Tumis dendeng manis Susu
Nasi
Sup daging kaleng Susu
Nasi
Ikan sarden bumbu sambal goreng
Susu
Nasi
Tim teri bumbu tomat Susu
Catatan:
• Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segar seperti lauk pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh • Susu diberikan 2 kali sehari karena anak sudah disapih
• Menu sama dengan makanan usia 12-24 bulan, hanya porsi lebih besar • Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar
• Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah + biskuit, dan makan siang/sore dilengkapi dengan lauk dan sayuran segar • Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada
• Bila makanan segar sudah dapat diperoleh, makanan kaleng seperti ikan kaleng, daging kaleng supaya segera diganti dengan bahan makanan segar ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan • Sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya
• Tambahkan taburia 1 sachet (1 g)/ hari dalam salah satu makanan anak
1Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1593/Menkes/SK/XI/2005 tanggal 24 Nopember 2005, tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia
ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA (ORANG/HARI)1
Lampiran 4
FORMULIR I. REGISTRASI KELUARGA DAN IBU HAMIL
Tanggal : Kecamatan :
Jumlah Balita Menurut Kelompok Usia
dan Jenis Kelamin Jumlah Jiwa ≥ 5 Tahun
Total Jiwa
Jumlah Jiwa ≥ 5 Tahun
(1) (2) (3) (4) (5=3+4) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17=14+15+16) (18=3+14) (19=4+15+16) (20=18+19)
Catatan: L=Laki-laki; P=Perempuan
Lampiran 5
FORMULIR II. HASIL PENGUKURAN ANTROPOMETRI DAN FAKTOR PENYULIT PADA ANAK BALITA2
Tanggal : Kecamatan :
Diare ISPA Campak Malaria Lain-lain
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)
1
2
: <11,5 cm = Severely Acute Malnutrition (SAM); ≥11,5 cm sampai <12,5 cm = Moderate Acute Malnutrition (MAM); ≥12,5 cm = Normal
Score ≥ Score ≥ Score ≥+2 SD)
Kategori LiLA: <11,5 cm = Severely Acute Malnutrition (SAM); ≥11,5 cm sampai <12,5 cm = Moderate Acute Malnutrition (MAM); ≥12,5 cm = Normal
BB/PB atau BB/TB: Sangat Kurus (Z-Score <-3 SD); Kurus (Z-Score ≥-3 SD sampai <-2 SD); Normal (Z-Score ≥-2 SD sampai <+2 SD); Gemuk (Z-Score ≥+2 SD) ISPA: Infeksi Saluran Pernafasan Akut
Klinis Gizi Buruk : M = Marasmus, K = Kwashiorkor, M+K = Marasmik-Kwashiorkor 3
FORMULIR III. HASIL PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA IBU HAMIL3
Tanggal : Kecamatan :
Nama Posko : Kabupaten/Kota :
Desa/Kelurahan : Provinsi :
No Nama Kepala Keluarga Nama Ibu hamil Tanggal Lahir Umur (Tahun)
Umur Kehamilan (Trimester) Antropometri I II III LiLA Kategori
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1
2
3
4
5
6
: <23,5 cm = risiko Kurang Energi Kronis (KEK); ≥23,5 cm = Normal
Form II
: : n :
3Keterangan:
Kategori Lingkar Lengan Atas (LiLA) Ibu Hamil: <23,5 cm = risiko Kurang Energi Kronis (KEK); ≥23,5 cm = Normal
Lampiran 6
7 8 9 10
Jumlah
Lampiran 7
Pernyataan Bersama United Nations Children,s Fund (Unicef), World Health Organization (WHO)
dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Jakarta, 7 Januari 2005
Rekomendasi Tentang Pemberian Makanan Bayi Pada Situasi Darurat
A. Kebijakan Tentang Pemberian Makanan Bayi
1. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) segera setelah lahir dalam waktu 1 jam pertama.
2. Memberikan hanya ASI saja atau ASI eksklusif sejak bayi lahir sampai umur 6 bulan.
3. Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi mulai umur 6 bulan.
4. Tetap memberikan ASI sampai anak umur 2 tahun atau lebih.
B. Pemberian ASI (Menyusui)1
1. Pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik, terutama pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain juga bermanfaat bagi ibu.1
2. ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya.
3. Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
4. Setelah umur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30% dari kebutuhan bayi, akan tetapi pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih memberikan manfaat.
DALAM SITUASI DARURAT:
a. Menyusui menjadi lebih penting karena sangat terbatasnya sarana untuk penyiapan susu formula, seperti air bersih bahan bakar dan kesinambungan ketersediaan susu formula dalam jumlah yang memadai.
b. Pemberian susu formula akan meningkatkan risiko terjadinya diare, kekurangan gizi dan kematian bayi.
c. Sumbangan susu formula dari donor, maka distribusi maupun penggunaannya harus dimonitor oleh tenaga yang terlatih, sesuai dengan beberapa prinsip di bawah ini:
Susu formula hanya boleh diberikan pada keadaan sangat terbatas, yaitu:
1) Telah dilakukan penilaian terhadap status menyusui dari ibu, dan relaktasi tidak memungkinkan. Diberikan hanya kepada anak yang tidak dapat menyusu, misalnya: anak piatu, dll.
2) Bagi bayi piatu dan bayi yang ibunya tidak lagi bisa menyusui, persediaan susu formula harus dijamin selama bayi membutuhkannya.
3) Diusahakan agar pemberian susu formula dibawah supervisi dan monitoring yang ketat oleh tenaga kesehatan terlatih.
konseling tentang cara penyajian susu formula yang aman dan praktek pemberian makan bayi yang tepat.
5) Hanya susu formula yang memenuhi standar Codex Alimentarius yang bisa diterima.
6) Sedapat mungkin susu formula yang diproduksi oleh pabrik yang melanggar Kode Internasional Pemasaran Susu Formula jangan/tidak diterima.
7) Jika ada pengecualian untuk butir di atas, pabrik tersebut sama sekali tidak diperbolehkan mempromosikan susu formulanya.
8) Susu Kental Manis dan Susu cair tidak boleh diberikan kepada bayi berumur kurang dari 12 bulan.
9) Susu formula diberi label dengan petunjuk yang jelas tentang cara penyajian, masa kadaluwarsa minimal 1 tahun, dalam bahasa yang dimengerti oleh ibu, pengasuh atau keluarga.
10) Botol dan dot tidak boleh di distribusikan dan tidak dianjurkan untuk digunakan. Pemberian susu formula hendaknya menggunakan cangkir atau gelas.
11) Susu bubuk skim tidak boleh diberikan sebagai komoditas tunggal atau sebagai bagian dari distribusi makanan secara umum, karena dikhawatirkan akan digunakan sebagai pengganti ASI.
12) Untuk mengurangi bahaya pemberian susu formula, beberapa hal di bawah ini sebisa mungkin dipenuhi:
a) Gunakan cangkir atau gelas yang mudah dibersihkan, diberikan sabun untuk mencuci.
b) Alat yang bersih untuk membuat susu dan menyimpannya.
c) Sediakan alat untuk menakar air dan susu bubuk (jangan gunakan botol susu).
e) Kunjungan ulang untuk perawatan tambahan dan konseling.
f) Lanjutkan promosi menyusui untuk menghindari penggunaan susu formula bagi bayi yang ibunya masih bisa menyusui.
C. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
1. MP-ASI hanya boleh diberikan setelah bayi berumur 6 bulan.
2. MP-ASI sebaiknya disediakan berdasarkan bahan lokal (bila memungkinkan).
3. MP-ASI harus yang mudah dicerna.
4. Pemberian MP-ASI disesuaikan dengan umur dan kebutuhan gizi bayi.
5. MP-ASI harus mengandung kalori dan mikronutrien yang cukup.
D. Perawatan dan Dukungan Bagi Ibu Menyusui
1. Ibu menyusui membutuhkan perhatian dan perawatan ekstra.
2. Kondisi yang mendukung pemberian ASI eksklusif mencakup:
a. Perawatan ibu nifas.
b. Rangsum makanan tambahan.
c. Air minum untuk ibu menyusui.
d. Tenaga yang terampil dalam konseling menyusui.
E. Menepis Mitos
Mitos tentang menyusui dapat mengurangi rasa percaya diri ibu maupun dukungan yang diterimanya. Empat mitos yang paling sering adalah:
i. Stres menyebabkan ASI kering
aliran ASI, akan tetapi keadaan ini biasanya hanya sementara, sebagaimana reaksi fisiologis lainnya. Bukti menunjukkan bahwa menyusui dapat menghasilkan hormon yang dapat meredakan ketegangan kepada ibu dan bayi dan menimbulkan ikatan yang erat antara ibu dan anak.
ii. Ibu dengan gizi kurang tidak mampu menyusui
Ibu menyusui harus mendapat makanan tambahan agar dapat menyusui dengan baik dan mempunyai kekuatan untuk juga merawat anaknya yang lebih besar. Jika kondisi gizi ibu sangat buruk, pemberian susu formula disertai alat bantu menyusui diharapkan dapat meningkatkan produksi ASI.
iii. Bayi dengan diare membutuhkan air atau teh
Berhubung ASI mengandung 90% air, maka pemberian ASI eksklusif pada bayi dengan diare biasanya tidak membutuhkan cairan tambahan seperti air gula atau teh. Apalagi, dalam situasi bencana seringkali air telah terkontaminasi. Pada kasus diare berat, cairan oralit (yang diberikan dengan cangkir) mungkin dibutuhkan disamping ASI.
iv. Sekali menghentikan menyusui, tidak dapat menyusui
Lampiran 8
REKOMENDASI IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA (IDAI)
MENGENAI AIR SUSU IBU (ASI) DAN MENYUSUI
Air Susu Ibu (ASI) dan menyusui bukan hanya bermanfaat bagi bayi, melainkan juga bagi ibu, keluarga, masyarakat, rumah sakit, dan lingkungan. Menyusui juga memiliki pengaruh positif terhadap kesehatan fisik dan emosional baik ibu maupun bayi. ASI bukan hanya sumber nutrisi optimal, melainkan juga mengandung antibodi yang melindungi bayi terhadap berbagai penyakit. Oleh karena manfaatnya yang sedemikian besar, baik jangka pendek maupun jangka panjang, sudah sepantasnya setiap tenaga kesehatan maupun anggota masyarakat turut mendukung dan menggalakkan pemakaian ASI.
Manfaat ASI dan menyusui
Air susu ibu tidak hanya bermanfaat bagi bayi, melainkan juga bagi ibu, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
Manfaat bagi ibu
1. Proteksi kesehatan ibu. Oksitosin yang dilepaskan sewaktu menyusui menolong uterus untuk kembali ke ukuran semula dan mengurangi perdarahan pasca-persalinan.1
2. Menyusui mengurangi risiko kanker payudara dan kanker ovarium pada ibu. Analisis data dari 47 studi epidemiologi di 30 negara menunjukkan bahwa risiko relatif kanker payudara menurun sebanyak 4,3% untuk setiap tahun menyusui.2
3. Menjarangkan kehamilan. Selama enam bulan pertama setelah melahirkan, jika seorang wanita belum mendapat kembali haidnya dan