• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pelaksanaan Sistem Informasi Gizi Di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pelaksanaan Sistem Informasi Gizi Di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013"

Copied!
223
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH

DEVIANI WULANDHARI NIM : 108101000052

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435H

(2)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI MASYARAKAT

Skripsi, Mei 2014

Deviani Wulandhari, NIM :108101000052

Gambaran Pelaksanaan Sistem Informasi Gizi Di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013

ABSTRAK

Pada tahun 2013 pelaporan pembinaan gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang sebesar 58,33%, pelaporan kinerja pembinaan gizi tersebut masih belum mencapai 100%. Pelaporan kinerja pembinaan gizi tersebut merupakan sistem informasi gizi. Tujuan dari penelitian ini ialah melihat gambaran input, proses, dan output sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan teori Health Metric Network.

Dari hasil penelitian terdapat beberapa komponen input dari sistem informasi gizi yang belum memadai di Dinas Kesehatan Kota Tangerang yaitu sumber daya kebijakan, dan indikator, sedangkan komponen proses yang belum memadai yaitu manajemen data dan untuk komponen output yang masih belum memadai yaitu produk informasi.

(3)

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH PROGRAMS STUDY

Specialization NUTRITION SOCIETY Skripsi, May 2014

Deviani Wulandhari, NIM: 108101000052

Nutrition Information System Implementation Overview In Tangerang City Health Office in 2013

ABSTRACT

In 2013 reporting nutritional coaching Tangerang City Health Office of 58.33%, nutritional coaching performance reporting has not yet reached 100%. The purpose of this study is to see an overview of input, process and output nutrition information systems in Tangerang City Health Office. This research uses qualitative methods to approach health metrics network’s theory.

The results of this study indicate, there are several components of this input nutrition information systems is not adequate. They are the resources, policies, and indicators. The process nutrition information systems which inadequate is data management. The output component inadequate is product information.

(4)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL... i

ABSTRAK... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... iv

LEMBAR PENGESAHAN... v

LEMBAR PERNYATAAN... vi

RIWAYAT HIDUP PENULIS... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR BAGAN... xiv

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR GRAFIK... xvi

DAFTAR TABEL... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang... 1

1.2.Rumusan Masalah... 5

1.3.Pertanyaan Penelitian... 6

1.4.Tujuan... 6

1.4.1 Tujuan Umum... 6

1.4.2 Tujuan Khusus... 6

1.5.Manfaat Penelitian... 7

1.5.1 Bagi Kemenkes... 7

1.5.2 Bagi DinKes ... 7

1.5.3 Bagi Peneliti Lain... 8

1.5.4 Bagi Prodi Kesmas UIN... 8

(5)

2.1 Sistem Informasi Gizi... 10

2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Gizi ... 10

2.1.2 Tujuan Sistem Informasi Gizi... 13

2.1.3 Komponen Sistem Informasi Gizi... 14

2.2 Surveilans Gizi... 19

2.2.1 Pengertian Surveilans Gizi... 19

2.2.2 Pengertian Surveilans Gizi... 19

2.2.3 Manfaat Surveilans Gizi... 19

2.2.4Tujuan Surveilans Gizi... 20

2.2.5 Ruang Lingkup Surveilans Gizi... 21

2.2.6 Kegiatan Surveilans Gizi... 21

2.2.7 Definisi Operasional Indikator Kinerja Pembinaan Gizi... 27

2.2.8 Hubungan Surveilans Gizi dengan SIGizi... 39

2.3 Sistem Informasi Kesehatan... 42

2.3.1 Tujuan SIK... 42

2.3.2 Assesment terhadap Determinan teknis SIK...43

2.3.3 Identifikasi Kebutuhan Informasi... 44

2.4 HMN (Health Metrics Network)... 45

2.5 Analisis Sistem... 65

2.5.1 Pengertian Analisis Sistem... 65

2.5.2 Tahapan Analisis Sistem... 65

2.6 Kerangka Teori... 66

BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH 3.1 Kerangka Pikir... 69

3.2 Definisi Istilah... 72

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian... 75

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 75

4.3 Informan Penelitian... 75

4.4 Instrumen Penelitian... 77

4.5 Sumber Data... 78

4.6 Metode Pengumpulan Data dan Validasi Data... 78

4.7 Pengolahan Data... 90

(6)

4.9 Analisis Data... 91

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Tangerang... 92

5.1.1 Keadaan Umum Wilayah Kota Tangerang... 93

5.1.2 Wilayah Kerja... 93

5.1.3 Kependudukan... 95

5.1.4 Program Pembangunan Kesehatan Di Kota Tangerang...97

5.1.5 Struktur Organisasi... 98

5.1.6 Gambaran Umum Seksi Peningkatan Gizi Masyarakat ... 99

5.2 Gambaran Umum Informan Penelitian... 104

5.2.1 Karakteristik Informan... 104

5.3 Ruang Lingkup Sistem Informasi Gizi... 106

5.4 Hasil Penelitian... 108

5.4.1 Gambaran Input Sistem Informasi Gizi... 108

5.4.1.1 Gambaran Sumber Daya SIG...108

5.4.1.2 Gambaran Indikator SIG... 118

5.4.1.3 Gambaran Sumber Data SIG... 121

5.4.2 Gambaran Proses Sistem Informasi Gizi... 125

5.4.2.1 Gambaran Manajemen Data SIG... 125

5.4.3 Gambaran Output Sistem Informasi Gizi... 131

5.4.3.1 Gambaran Produk SIG... 131

5.4.3.2 Gambaran Diseminasi dan Penggunaan SI G... 134

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Peneliti... 143

6.2 Karakteristik Informan... 143

6.3 Ruang Lingkup Sistem Informasi Gizi... 144

6.4 Gambaran Input Sistem Informasi Gizi... 145

6.4.1 Gambaran Sumber Daya SIG... 145

6.4.2 Gambaran Indikator SIG... 150

6.4.3 Gambaran Sumber Data SIG... 152

6.5 Gambaran Proses Sistem Informasi Gizi... 154

6.5.1 Manajemen Data SIG... 154

6.6 Gambaran Output Sistem Informasi Gizi... 158

(7)

6.7 Gambaran Diseminasi Sistem Informasi Gizi... 160

6.8 Gambaran Sistem Informasi Gizi Berdasarkan HMN... 162

6.9 Masalah Sistem Informasi Gizi... 164

6.10Alternatif Solusi Masalah Sistem Informasi Gizi... 165

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan... 168

7.2 Saran... 171

7.2.1 Bagi Kementerian Kesehatan... 171

7.2.2 Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang... 172

7.2.3 Bagi Puskesmas... 172

(8)

DAFTAR BAGAN

No. Bagan Halaman

2.1 Kerangka Teori 68

3.1 Kerangka Pikir Sistem Informasi Gizi 71 5.1 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Tangerang 99

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

(10)

DAFTAR GRAFIK

No. Grafik Halaman

(11)

DAFTAR TABEL

No.Tabel Halaman

2.1 Penilaian Sumber Daya Sistem informasi 47 Kebijakan dan Koordinasi

2.2 Penilaian Sumber Daya Sistem informasi 48 Dana dan Tenaga Pelaksana

2.3 Penilaian Sumber Daya Sistem informasi 49 Sarana

2.4 Penilaian Sumber Daya Sistem informasi 52 Indikator

2.5 Penilaian Sumber Daya Sistem informasi 55 Sumber Data

2.6 Penilaian Sumber Daya Sistem informasi 56 Manajemen Data

2.7 Penilaian Sumber Daya Sistem informasi 59 Produk Informas

2.8 Penilaian Sumber Daya Sistem informasi 62 Diseminasi dan Penggunaan Informasi

2.9 Penilaian Sumber Daya Sistem informasi 63 Advokasi

2.10 Penilaian Diseminasi perencanaan, alokasi sumber daya 64

4.1 Triangulasi Metode 78

(12)

DAFTAR TABEL

No.Tabel Halaman

4.7 Triangulasi Sumber : Manajemen Data 86 4.8 Triangulasi Sumber : Produk Informasi 88 4.9 Triangulasi Sumber : Diseminasi 89 5.1 Distribusi Kecamatan di Kota Tangerang 94 5.2 Jumlah Pertumbuhan Penduduk di Kota Tangerang 95 5.3 Penilaian Sumber Daya: Kebijakan 96

5.4 Penilaian Sumber Daya: Dana 112

5.5 Penilaian Sumber Daya: Sarana 115

5.6 Penilaian Indikator SIG 119

5.7 Penilaia Sumber Data 122

5.8 Penilaian Manajemen Data 126

5.9 Penilaian Produk SIG 132

5.10 Penilaian Diseminasi 135

(13)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Deviani Wulandhari

Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang, 06 Desember 1990 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Jaya Negara Raya No. 87 RT 01/ RW 03, Kel. Cibodas , Kec. Cibodas Kota Tangerang, Banten.

No tlp/Hp : 085718184938

Email : muslimah_devi06@yahoo.com

Riwayat Pendidikan :

TK 17 Ramadhan 1995-1996

SDN Cibodas 1 1996-2002

SMPN 06 Tangerang 2002-2005

SMAN 05 Tangerang 2005-2008

UIN Syarif Hidyatullah 2008- sekarang

Riwayat Organisasi :

OSIS SMAN 5 Tangerang 2006-2007

(14)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat ALLAH SWT, karena dengan rahmat dan petunjuk-Nya, penelitian yang berjudul “Gambaran Pelaksanaan Sistem Informasi Gizi di

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013” dapat diselesaikan.Shalawat serta salam

tidak lupa dihaturkan kepada baginda Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya dari zaman kegelapan menju zaman penuh cahaya terang. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu upaya dari mahasiswa dalam memenuhi kewajibannya sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana masyarakat.

Terselesaikan skripsi ini tidak dapat dipungkiri melibatkan beberapa pihak yang mana telah membantu serta membimbing penulis dalam mempelancar urusan yang terkait dengan skripsi itu sendiri. Dalam kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak tersebut, diantaranya adalah:

1. Allah SWT yang selalu memberikan kemudahan dan kelancaran pada hambaNya.

2. Keluarga, terutama Ibu Sumarni,S.Pd dan Bapak Albani,M.Si selaku orang tua yang selalu mendoakan anaknya, Kakak Sari Utami,AmKeb, kakak Aditya,Amd, yang memberikan dukungan untuk adiknya, dan Sultan Nashir MK, S.I.Kom yang selalu memberikan nasehat, inspirasi dan semangat serta menemani dalam suka dan duka. 3. Bapak Prof.DR.(HC)dr.MK Tajuddin,Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatllah Jakarta.

4. Bapak Sutanto, MKM, selaku Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang, yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan kelancaran dalam menjalankan penelitian di Wilayah Kota Tangerang.

5. Ibu Febrianti,M.Si, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan selaku pembimbing skripsi yang dengan kesabaran beliau, telah memberikan bimbingan, dan nasehat, serta kelancaran pada skripsi ini.

6. Ibu Catur Rosidati,MKM, selaku Sekretaris Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan selaku pembimbing skripsi yang dengan kesabaran beliau, selalu memberikan bimbingan, dan nasehat, serta kelancaran pada skripsi ini. 7. Ibu Minsarnawati, SKM,MKM selaku pembimbing akademik yang dengan sifat keibuan

(15)

8. Ibu Puput Oktamianti, SKM,MM selaku dosen penguji, terima kasih atas bimbingan ibu dalam masa perbaikan skripsi ini.

9. Ibu Narila Mutia Nasir, Ph.D selaku dosen penguji, terima kasih atas bimbingan ibu dalam masa perbaikan skripsi ini.

10.Seluruh Dosen dan staf akademik Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memfasilitasi saya selama menjadi mahasiswa.

11.Seluruh Informan yang terlibat dalam penelitian ini, terimakasih atas partisipasinya. 12.Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak

membantu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, sehingga diharapkan penulis mendapat kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini nantinya dapat tersusun lebih baik lagi.

Jakarta, mei 2014

(16)

1 1.1. Latar Belakang

Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 menunjukan prevalensi gizi kurang di Indonesia yaitu sebesar 17,9%. Pada tahun 2013 prevalensi gizi kurang meningkat menjadi sebesar 19,6%. Hal ini menunjukan adanya peningkatan kurang gizi pada balita sebesar 1,7%. Kurang gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktifitas, menurunkan daya tahan, meningkatkan kesakitan dan kematian.

(17)

perencanaan jangka panjang, menengah, dan pendek, serta akan lebih efektif ketika disusun dengan mengacu pada informasi yang memadai, baik secara kualitas maupun kuantitas. Salah satu upaya meyediakan data dan informasi yaitu melalui sistem informasi gizi. Sistem informasi gizi adalah upaya dalam penyediaan informasi untuk memantau status gizi balita yang ada di wilayah Indonesia.

Dalam sistem informasi gizi terdapat beberapa data cakupan indikator berupa data penimbangan balita di posyandu (D/S), data kasus gizi buruk, data cakupan tablet Fe pada ibu hamil, data cakupan konsumsi garam beriodium, data cakupan pemberian vitamin A, dan data cakupan ASI eksklusif. Hasil dari sistem informasi gizi nantinya akan berguna sebagai pemantauan status gizi balita secara rutin. Dengan adanya pemantauan gizi secara rutin diharapkan dapat menurunkan angka prevalensi kasus gizi buruk dan dapat mencegah timbulnya kejadian luar biasa (KLB) gizi buruk. Dari pemantaun status gizi yang rutin akan mendapatkan hasil informasi dan data mengenai tingkat dan perkembangan status gizi di masyarakat, sehingga dengan informasi tersebut dapat mencegah kejadian luar biasa (KLB) gizi buruk.

(18)

Dalam pelaporan pembinaan gizi tersebut masih belum optimal, sebagian besar daerah belum memanfaatkan fasilitas website sistem informasi gizi secara maksimal.

Pada tingkat daerah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas ini adalah Dinas Kesehatan Provinsi untuk tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota untuk tingkat kabupaten/kota. Secara teknis pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi di tingkat daerah yaitu dilaksanakan oleh seksi gizi Dinas Kesehatan Provinsi untuk tingkat provinsi dan seksi gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk tingkat kabupaten/kota. Pemerintah daerah sebagaimana tugas dan fungsinya tersebut memiliki peran yang penting dalam sistem informasi gizi tingkat daerah. Pada tingkat provinsi pelaporan mengenai pemantauan status gizi dilaporkan ke tingkat pusat, sedangkan pada tingkat kabupaten/kota alur pelaporan dimulai dari tingkat posyandu yang melakukan kegiatan pelayanan kesehatan bagi balita, kemudian dilaporkan ke tingkat puskesmas untuk selanjutnya dilaporkan ke tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota setelah itu dilaporkan melalui Dinas kesehatan provinsi atau dapat langsung dilaporkan ke tingkat pusat.

(19)

perkembangan kecerdasan, menurunkan produktifitas, menurunkan daya tahan, meningkatkan kesakitan dan kematian.

Kota Tangerang merupakan salah satu wilayah yang berada di Provinsi Banten. Berdasarkan data dari LAKIP Dinkes Kota Tangerang pada tahun 2012 kasus kurang gizi di wilayah Kota tangerang yaitu sebesar 10,18%. Hal ini menunjukan masih cukup tinggi pula presentase kurang gizi di Kota Tangerang. Untuk menangani masalah tersebut dibutuhkan pelaporan yang baik, agar dapat mengambil keputusan dalam melakukan tindakan untuk menagani masalah kurang gizi di Kota Tangerang yang masih merupakan wilayah kerja provinsi Banten.

(20)

status gizi di wilayah Kota Tangerang. Oleh karena itu, penelitian ini akan dilakukan di daerah Kota Tangerang untuk mengetahui gambaran pelaksanaan dan masalah yang dialami dalam kegiatan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan data pada tahun 2012, persentase pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi, kelengkapan pelaporan kinerja pembinaan gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang baru mencapai sebesar 2,25%, dan pada tahun 2013 meningkat mencapai 58,33%, walaupun demikian, seharusnya presentase dapat mencapai 100% . Dampak dari belum 100% nya kelengkapan pelaporan, dapat membuat Kementerian Kesehatan RI kurang mengetahui informasi terkini secara cepat dan akurat mengenai status gizi di wilayah Kota Tangerang, sehingga informasi yang dihasilkan masih kurang cukup memadai dan dapat mempengaruhi keputusan dalam membuat kebijakan serta dalam melakukan tindakan terutama mengenai status gizi di wilayah Kota Tangerang.

(21)

1.3Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran pelaksanaan dan masalah yang dialami dalam kegiatan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi berbasis website di Dinas Kesehatan Kota Tangerang pada tahun 2013 ?

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran pelaksanaan dan masalah yang dialami dalam melakukan kegiatan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang pada tahun 2013.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya ruang lingkup sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013.

2. Diketahuinya gambaran input sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013.

3. Diketahuinya gambaran proses sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013.

(22)

5. Diketahuinya masalah sistem informasi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013.

6. Diketahuinya alternatif solusi sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Kementerian Kesehatan

1. Mengetahui masalah yang dihadapi oleh tingkat daerah yaitu Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat.

2. Mendapatkan masukan dan solusi dalam menangani masalah pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi di tingkat daerah sehingga dapat meningkatkan pelaksanaan pelaporan untuk tingkat nasional.

1.5.2. Bagi Dinas Kesehatan Kota

1. Mengetahui masalah yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan Kota dalam pelaksanaan pelaporan kinerja gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi.

(23)

1.5.3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan sistem informasi gizi.

1.5.4.Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan dosen mengenai sistem informasi gizi.

2. Terbentuknya kerjasama antara Dinas Kesehatan dengan Program Studi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

1.6. Ruang Lingkup

(24)
(25)

10 2.1Sistem Informasi Gizi

2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Gizi

Sistem informasi gizi adalah sistem pelaporan data gizi berbasis website, untuk mendukung pelaporan capaian indikator kegiatan pembinaan gizi dari daerah (Kemenkes, 2012). Terdapat beberapa laporan yang ada di sistem informasi gizi yaitu berupa laporan bulanan dan semesteran. Laporan ini berisi 6 indikator cakupan program pembinaan gizi masyarakat dari 8 indikator cakupan program yang telah ditetapkan, yaitu diantaranya :

1. Cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat

Gizi buruk adalah gangguan kekurangan gizi tingkat berat yang ditandai dengan adanya tanda-tanda klinis gizi buruk dan atau berat badan sangat rendah, tidak sesuai dengan tinggi anak. Kasus gizi buruk seringkali disertai dengan penyakit lain seperti hydrocephalus, cerebral palsy, kelainan jantung, TB dan HIV/AIDS sehingga bila tidak dirawat sesuai standar memiliki risiko kematian sangat tinggi.

(26)

dirawat di Puskesmas, Rumah Sakit, dan TFC. Sedangkan bagi anak gizi buruk tanpa komplikasi dapat dirawat jalan. Perawatan anak di rumah dilakukan melalui pembinaan petugas kesehatan dan kader.

2. Cakupan balita ditimbang berat badannya (D/S)

Pemantauan pertumbuhan anak yang dilakukan melalui penimbangan berat badan secara teratur dan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS), berfungsi sebagai instrumen penilaian pertumbuhan anak merupakan dasar strategi pemberdayaan masyarakat yang telah dikembangkan sejak awal 1980-an. Pemantauan pertumbuhan mempunyai 2 fungsi utama, yang pertama adalah sebagai strategi dasar pendidikan gizi dan kesehatan masyarakat, dan yang kedua adalah sebagai sarana deteksi dini dan intervensi gangguan pertumbuhan serta entry point berbagai pelayanan kesehatan anak (misalnya imunisasi, pemberian kapsul vitamin A, pencegahan diare, dll) untuk meningkatkan kesehatan anak.

3. Cakupan bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan lain kecuali obat, vitamin dan mineral. Pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan kematian bayi sebesar 13% dan dapat menurunkan balita pendek.

4. Cakupan rumah tangga mengonsumsi garam beriodium 5. Cakupan balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A

(27)

morbiditas dan mortalitas. Distribusi kapsul Vitamin A dilakukan setiap tahun pada bulan Februari dan Agustus.

6. Cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet

Tablet Fe (Tablet Tambah Darah) merupakan suplementasi gizi mikro khususnya zat besi dan folat yang diberikan kepada ibu hamil sebanyak 90 tablet untuk mencegah kejadian anemia gizi besi selama kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa pemberian tablet Fe di Indonesia dapat menurunkan kematian neonatal sekitar 20%. Pemberian tablet Fe merupakan salah satu komponen standar pelayanan neonatal.

Sedangkan dua cakupan lainnya yaitu :

1. Cakupan kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi

Tujuan penyelenggaraan surveilans gizi adalah membantu pengelolaan program pangan dan gizi di tingkat kabupaten dan kota melalui penyediaan informasi yang cepat dan akurat. Kegiatan surveilans meliputi pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi hasil pengolahan data secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan khususnya indikator yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat.

(28)

Pelaporan secara online melalui website sigizi adalah bentuk fasilitas yang disediakan agar pelaporan dari kabupaten dan kota dapat dilakukan dengan cepat, sehingga prioritas pembinaan teknis dalam hal penanggulangan masalah gizi dapat dipetakan.

2. Cakupan penyediaan buffer stock MP-ASI untuk daerah bencana

Dalam rangka mengantisipasi kejadian luar biasa yang berdampak pada status gizi dan kesehatan masyarakat, Direktorat Bina Gizi setiap tahun menyediakan MP-ASI buffer stock dalam bentuk biskuit.

MP_ASI buffer stock khususnya diberikan pada balita umur 6-24 bulan yang terkena bencana (situasi darurat) dan situasi khusus (daerah-daerah rawan gizi) dalam rangka mencegah terjadinya gizi kurang/buruk.

Untuk laporan bulanan, berisi 3 indikator cakupan program yaitu terdiri dari cakupan perawatan balita gizi buruk, cakupan pemantauan pertumbuhan (D/S) dan cakupan pemberian tablet Fe pada ibu hamil.

2.1.2 Tujuan Sistem Informasi Gizi

Terdapat beberapa tujuan dari sistem informasi gizi (Kemenkes, 2013), yaitu: 1. Menyediakan data dan informasi hasil pelaksanaan kegiatan pembinaan gizi masyarakat bagi para pengambil keputusan secara cepat dan mudah sebagai bahan evaluasi dan perencanaan lebih lanjut.

(29)

3. Meningkatkan kinerja pelaksana dan penanggungjawab pengelola program gizi di daerah melalui perbandingan gambaran informasi antar wilayah propinsi maupun kabupaten/kota.

2.1.3 Komponen Sistem Informasi Gizi (Kemenkes, 2012) 1. Input

a. Data

Data yang dikumpulkan yaitu berupa laporan pembinaan gizi masyarakat Dinas Kabupaten/Kota yang berasal dari puskesmas dimana data tersebut pelaporannya bersifat rutin dalam periode bulanan maupun semesteran yang terdiri dari data cakupan penimbangan posyandu, cakupan ASI eksklusif, kasus balita gizi buruk, cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil, cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan konsumsi garam beriodium. Data yang dikumpulkan sesuai dengan formulir pengisian yang terdiri dari formulir 1 (F1) dan formulir 6 (F6) yang berasal dari puskesmas kemudian dilaporkan ke tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. b. Tenaga Pelaksana

(30)

c. Dana

Anggaran dalam pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi tedapat dalam anggaran kegiatan suveilans yang berasal dari tingkat pusat berupa dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan Dekon. Sedangkan untuk dana yang berasal dari daerah sendiri yaitu berupa APBD dalam pemenuhan sarana penunjang dalam pelaksanaan pelaporan melalui sistem informasi gizi.

d. Sarana

Sarana yang terkait dalam pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yaitu diantaranya berupa juknis panduan operasional sistem pelaporan gizi, juknis surveilans gizi dan formulir pelaporan. Selain itu adanya perangkat pendukung sistem informasi gizi diantaranya komputer dan perangkat komunikasi lainnya seperti jaringan internet.

2. Proses

a. Pengumpulan Data

(31)

berbasis jaringan. Pengumpulan data dari puskesmas dilakukan tiap bulan, setiap tanggal 5-10 laporan sudah diberikan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota yang bersangkutan.

b. Pengolahan dan Analisis Data

Data indikator pembinaan gizi berasal dari puskesmas, dimana data tersebut berisi kinerja pembinaan gizi berdasarkan formulir 1 dan formulir 6 kemudian dilaporkan ke tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dari Dinas Kabupaten/Kota melaporkan melalui sistem informasi gizi sebagai kegiatan pelaporan kepada tingkat pusat. Data yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber data yang ada kemudian dilakukan pengolahan dan penyajian untuk memudahkan dalam proses analisis dan interpretasi data. Data yang telah diolah disajikan ke dalam bentuk tabel yang tampil pada halaman website sistem informasi gizi.

(32)

3. Output

a. Laporan Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat

Laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat yaitu data cakupan indikator pembinaan gizi masyarakat bulanan yang disajikan dalam bentuk tabel. Indikator pembinaan gizi berupa: cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat, cakupan balita ditimbang berat badannya (D/S), cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet, data cakupan konsumsi garam beriodium, data cakupan pemberian vitamin A, dan data cakupan ASI eksklusif.

Penilaian output dari sistem informasi gizi dapat dilihat berdasarkan dari kelengkapan, ketepatan waktu, aksessibilitas dan keakuratan data.

a) Kelengkapan data yaitu data yang ada tersedia sesuai dengan kebutuhan dan standar yang ada pada petunjuk teknis surveilans gizi. Data yang diperlukan untuk pemantauan status gizi dan kinerja pembinaan gizi masyarakat adalah data data cakupan penimbangan posyandu, cakupan ASI eksklusif, kasus balita gizi buruk, cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil, cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan konsumsi garam beriodium.

(33)

berguna untuk mengetahui kinerja pembinaan gizi masyarakat yang telah dilaksanakan. Data bulanan terdiri dari data data cakupan penimbangan posyandu, kasus balita gizi buruk, dan cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil dimana untuk tingkat puskesmas pelaporannya ke tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota dilakukan setiap tanggal 10, untuk tingkat dinas kesehatan ke pusat dilaporkan pada pertengahan bulan. Sedangkan untuk data semesteran terdiri dari cakupan ASI eksklusif, cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan konsumsi garam beriodium.

c) Aksessibilitas yaitu kemampuan untuk mengakses website sistem informasi gizi dalam memperoleh informasi mengenai cakupan indikator pembinaan gizi masyarakat. Informasi yang diperoleh melalui website sistem informasi gizi seharusnya dapat diperoleh lebih mudah dan cepat serta dapat dilihat oleh seluruh masyarakat.

(34)

2.2Surveilans gizi (Kemenkes, 2012) 2.2.1 Pengertian Surveilans Gizi

Surveilans gizi yaitu suatu proses pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi hasil pengolahan data secara terus menerus dan teratur tentang indikator yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat (Kemenkes, 2012).

2.2.2 Prinsip-prinsip Dasar Surveilans Gizi

1 Tersedianya data yang akurat dan tepat waktu 2 Ada proses analisis atau kajian data

3 Tersedianya informasi yang sistematis dan terus-menerus

4 Ada proses penyebarluasan informasi, umpan balik dan pelaporan 5 Ada tindak lanjut sebagai respon perkembangan informasi

2.2.3 Manfaat Surveilans Gizi

(35)

2.2.4 Tujuan Surveilans Gizi

1) Tujuan Umum Surveilans Gizi

Terselenggaranya kegiatan surveilans gizi untuk memberikan gambaran perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat dan indikator khusus lain yang diperlukan secara cepat, akurat, teratu dan berkelanjutan dalam rangka pengambilan tindakan segera, perencanaan jangka pendek dan menengah serta perumusan kebijakan.

2) Tujuan Khusus Surveilans Gizi

a. Tersedianya informasi secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan mengenai perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi:

1) Persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan; 2) Persentase balita yang ditimbang berat badannya; 3) Persentase bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif; 4) Persentase rumah tangga mengonsumsi garam beriodium; 5) Persentase balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A; 6) Persentase ibu hamil mendapat 90 tablet Fe;

7) Persentase kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi;

8) Persentase penyediaan bufferstock MP-ASI untuk daerah bencana. b. Tersedianya informasi indikator gizi lainnya secara berkala jika

diperlukan, seperti:

(36)

3) Prevalensi risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia Subur ( WUS) dan ibu hamil;

4) Prevalensi anemia gizi besi dan Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI), Kurang Vitamin A (KVA) dan masalah gizi mikro lainnya; 5) Tingkat konsumsi zat gizi makro (energi dan protein) dan mikro

(defisiensi zat besi, defisiensi iodium);

6) Data pendistribusian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT);

7) Data terkait lainnya yang diperlukan.

2.2.5 Ruang Lingkup Surveilans Gizi

Ruang lingkup surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan data dari laporan rutin atau survei khusus, pengolahan dan diseminasi hasilnya yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan atau tindakan cepat, perumusan kebijakan, perencanaan kegiatan dan evaluasi hasil kegiatan. Dalam petunjuk pelaksanaan ini ruang lingkup kegiatan surveilans gizi mencakup pencapaian indikator kinerja kegiatan pembinaan gizi masyarakat dan data terkait lainnya di seluruh kabupaten/kota dan provinsi.

2.2.6 Kegiatan Surveilans Gizi

(37)

untuk melakukan tindakan segera maupun untuk perencanaan program jangka pendek, menengah maupun jangka panjang serta untuk perumusan kebijakan, seperti pada gambar di bawah ini

Gambar 2.1. Kegiatan Surveilans Gizi

Sumber: Jahari, Abas Basuni. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), 2006 dalam Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi (Kemenkes, 2012)

Penjelasan kegiatan surveilans yang tercantum dalam gambar tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan dari berbagai kegiatan surveilans gizi sebagi sumber informasi, yaitu:

(38)

pendistribusian kapsul vitamin A balita, dan pemberian ASI Eksklusif.

b. Kegiatan survei khusus yang dilakukan berdasarkan kebutuhan, seperti konsumsi garam beriodium, pendistribusian MP-ASI dan PMT, pemantauan status gizi anak dan ibu hamil dan Wanita Usia Subur (WUS) risiko Kurang Energi Kronis (KEK) atau studi yang berkaitan dengan masalah gizi lainnya.

Dalam pelaksanaan pengumpulan data, bila ada puskesmas yang tidak melapor atau melapor tidak tepat waktu, data laporan tidak lengkap dan atau tidak akurat maka petugas Dinkes Kabupaten/Kota perlu melakukan pembinaan secara aktif untuk melengkapi data. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui telepon, Short Message Service (SMS) atau kunjungan langsung ke puskesmas.

2. Pengolahan Data dan Penyajian Informasi

Pengolahan data dapat dilakukan secara deskriptif maupun analitik, yang disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik dan peta, atau bentuk penyajian informasi lainnya

3. Diseminasi Informasi

(39)

kepentingan pada berbagai kesempatan baik pertemuan lintas program maupun lintas sektor. Sosialisasi merupakan penyajian hasil surveilans gizi dalam forum koordinasi atau forum-forum lainnya sedangkan advokasi merupakan penyajian hasil surveilans gizi dengan harapan memperoleh dukungan dari pemangku kepentingan.

4. Pemanfaatan Hasil Surveilans Gizi

Hasil surveilans gizi dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan sebagai tindak lanjut atau respon terhadap informasi yang diperoleh. Tindak lanjut atau respon dapat berupa tindakan segera, perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang serta perumusan kebijakan pembinaan gizi masyarakat baik di kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Contoh tindak lanjut atau respon yang perlu dilakukan terhadap pencapaian indikator adalah sebagai berikut:

1. Jika hasil analisis menunjukkan peningkatan kasus gizi buruk, respon yang perlu dilakukan adalah:

a. Melakukan konfirmasi laporan kasus gizi buruk

b. Menyiapkan Puskesmas Perawatan dan Rumah Sakit untuk pelaksanaan tatalaksana gizi buruk.

c. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dan rumah sakit dalam melakukan surveilans gizi.

(40)

e. Melakukan pemantauan kasus yang lebih intensif pada daerah dengan risiko tinggi terjadinya kasus gizi buruk.

f. Melakukan penyelidikan kasus bersama dengan lintas program dan lintas sektor terkait.

2. Jika hasil analisis menunjukkan cakupan ASI Eksklusif 0-6 bulan rendah, respon yang dilakukan adalah:

a. Meningkatkan promosi dan advokasi tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PP ASI).

b. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dan rumah sakit dalam melakukan konseling ASI.

c. Membina puskesmas untuk memberdayakan konselor dan motivator ASI yang telah dilatih.

3. Jika hasil analisis menunjukan masih banyak ditemukan rumah tangga yang belum mengonsumsi garam beriodium, respon yang dilakukan adalah:

a. Melakukan koordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten/Kota untuk melakukan operasi pasar garam beriodium.

b. Melakukan promosi/kampanye peningkatan penggunaan garam beriodium.

(41)

a. Bila ketersediaan kapsul vitamin A di puskesmas tidak mencukupi maka perlu mengirim kapsul vitamin A ke puskesmas.

b. Bila kapsul vitamin A masih tersedia, maka perlu meminta Puskesmas untuk melakukan sweeping.

c. Melakukan pembinaan kepada puskesmas dengan cakupan rendah. 5. Jika hasil analisis menunjukan cakupan distribusi TTD (Fe3) rendah, respon yang dilakukan adalah meminta Puskesmas agar lebih aktif mendistribusikan TTD pada ibu hamil, dengan beberapa alternatif: a. Bila ketersediaan TTD di puskesmas dan bidan di desa tidak

mencukupi maka perlu mengirim TTD ke puskesmas.

b. Bila TTD masih tersedia, maka perlu meminta Puskesmas untuk melakukan peningkatan integrasi dengan program KIA khususnya kegiatan Ante Natal Care (ANC).

c. Melakukan pembinaan kepada puskesmas dengan cakupan rendah. 6. Jika hasil analisis menunjukan D/S rendah dan atau cenderung menurun, respon yang perlu dilakukan adalah pembinaan kepada puskesmas untuk:

a. Melakukan koordinasi dengan Camat dan PKK tingkat kecamatan untuk menggerakan masyarakat datang ke posyandu.

(42)

2.2.7 Definisi Operasional Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat (Kemenkes, 2012)

Untuk memperoleh informasi pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan, perlu dilaksanakan kegiatan surveilans gizi di seluruh wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Pelaksananan surveilans gizi akan memberikan indikasi perubahan pencapaian indikator kegiatan pembinaan gizi masyarakat. Berikut ini merupakan definisi operasional indikator kinerja pembinaan gizi masyarakat:

A. Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan

1. Definisi operasional :

a. Balita adalah anak yang berumur di bawah 5 tahun (0-59 bulan) b. Kasus gizi buruk adalah balita dengan status gizi berdasarkan

indeks Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) dengan nilai Z-score <-3 SD (sangat kurus) dan/atau terdapat tanda klinis gizi buruk lainnya. c. Kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan adalah balita gizi

buruk yang dirawat inap maupun rawat jalan di fasilitas pelayanan kesehatan dan masyarakat.

(43)

perawatan, baik rawat inap maupun rawat jalan sesuai tata laksana gizi buruk di fasilitas pelayanan kesehatan dan masyarakat

3. Rumus :

4. Sumber informasi: Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas, Sistem Pencatatan dan Pelaporan Dinkes Kabupaten/Kota, Sistem Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit

5. Data yang dikumpulkan:

Jumlah kasus balita gizi buruk yang baru ditemukan pada bulan ini, Jumlah kasus balita gizi buruk baru ditemukan yang dirawat bulan ini baik rawat jalan dan rawat inap, Jumlah kasus balita gizi buruk baru ditemukan yang membaik atau sembuh, Jumlah kasus balita gizi buruk baru ditemukan yang meninggal, Jumlah kasus balita gizi buruk baru ditemukan yang masih dirawat

6. Frekuensi pengamatan dilakukan setiap saat termasuk investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk. Sedangkan untuk frekuensi laporan dilakukan setiap bulan

7. Alat dan Bahan yang diperlukan:

(44)

Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak (Kepmenkes Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak)

B. Balita Yang Ditimbang Berat Badannya

Balita yang ditimbang berat badannya dilaporkan dalam dua kelompok umur yaitu 0-23 bulan dan 24-59 bulan. Dalam pelaporan dicantumkan jumlah posyandu yang ada dan posyandu yang menyampaikan hasil penimbangan pada bulan yang bersangkutan.

1. Definisi operasional:

a. Baduta adalah bayi dan anak umur 0-23 bulan

b. S baduta adalah jumlah baduta yang berasal dari seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. c. D baduta adalah jumlah baduta yang ditimbang di seluruh Posyandu

yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. d. Persentase baduta yang ditimbang berat badannya (% D/S Baduta)

adalah jumlah baduta yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dibagi jumlah baduta di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dikali 100%.

(45)

f. D balita umur 24-59 bulan adalah jumlah anak umur 24- 59 bulan yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

g. Persentase balita umur 24-59 bulan yang ditimbang berat badannya (% D/S Balita 24-59 Bulan) adalah jumlah anak umur 24-59 bulan yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dibagi jumlah anak umur 24-59 bulan yang berasal dari seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dikali 100%.

h. S Balita adalah balita yang berasal dari seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

i. D Balita adalah balita yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

j. Persentase balita yang ditimbang berat badannya (% D/S Balita) adalah jumlah balita yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dibagi balita yang berasal dari seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dikali 100%.

2. Ukuran indikator: Kinerja penimbangan baduta dan balita yang ditimbang berat badannya dinilai baik bila persentase D/S setiap bulannya sesuai target.

(46)

4. Sumber data: Data berasal dari Sistem Informasi Posyandu (SIP), register penimbangan dan Kartu Menuju Sehat (KMS) balita, laporan puskesmas ke Dinkes Kabupaten/Kota

5. Pemantauan dan pelaporan dilakukan setiap bulan

6. Alat dan Bahan: Timbangan berat badan, KMS balita, Formulir SIP C. Bayi 0-6 Bulan Mendapat ASI Eksklusif

1. Definisi operasional:

a. Bayi umur 0–6 bulan adalah seluruh bayi umur 0 hari sampai 5 bulan 29 hari

b. Bayi mendapat ASI Eksklusif adalah bayi 0–6 bulan yang diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain kecuali obat, vitamin dan mineral berdasarkan recall 24 jam

(47)

d. Persentase bayi umur 0–6 bulan mendapat ASI Eksklusif adalah jumlah bayi 0–6 bulan yang diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain kecuali obat, vitamin dan mineral, berdasarkan recall 24 jam dibagi jumlah seluruh bayi umur 0 – 6 bulan yang datang dan tercatat dalam register pencatatan/KMS di wilayah tertentu dikali 100%.

2. Ukuran indikator : Kinerja dinilai baik jika persentase bayi 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif sesuai target. Rumus:

3. Data yang dikumpulkan berasal dari Kartu Menuju Sehat (KMS) balita, Sistem Informasi Posyandu, dan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas (kohor bayi)

4. Pengamatan dilakukan setiap bulan, bersamaan dengan penimbangan di Posyandu, sedangkan pelaporan dilakukan setiap 6 bulan (bulan Februari dan Agustus) Cakupan tahunan menggunakan penjumlahan data bulan Februari dan Agustus

5. Alat dan bahan yang diperlukan yaitu KMS balita dan form laporan D. Rumah Tangga Mengonsumsi Garam Beriodium

(48)

a. Garam beriodium adalah garam (NaCl) yang diperkaya dengan iodium melalui proses iodisasi sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan kandungan Kalium Iodat (KIO3).

b. Tes kit iodium (larutan uji garam beriodium) adalah larutan yang digunakan untuk menguji kandungan iodium dalam garam secara kualitatif yang dapat membedakan ada/tidaknya iodium dalam garam melalui perubahan warna menjadi ungu.

c. Rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium adalah seluruh anggota rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium, dan pemantauannya dilakukan melalui Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) pada tiap desa/kelurahan.

d. Persentase rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium adalah jumlah desa/kelurahan dengan garam baik dibagi jumlah seluruh desa/kelurahan yang diperiksa di satu wilayah tertentu dikali 100%.

2. Ukuran indikator: Kinerja dinilai baik, jika persentase rumah tangga mengonsumsi garam beriodium sesuai target

3. Rumus:

(49)

5. Unit analisis: Kabupaten/Kota

6. Metode: Pemeriksaan garam dengan menggunakan tes kit iodium yang dilakukan pada murid sekolah dasar.

7. Frekuensi pengamatan: Setiap bulan Februari dan Agustus. Cakupan tahunan menggunakan data bulan Agustus

8. Frekuensi Pelaporan: Minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Dilaporkan pada bulan Februari atau Agustus menggunakan formulir F6 (6 bulanan)

9. Alat dan Bahan: Buku pedoman pelaksanaan pemantauan garam beriodium di tingkat masyarakat (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2010), larutan uji garam beriodium, formulir survei dan format pelaporan

E. Balita 6-59 Bulan Mendapat Kapsul Vitamin A 1. Definisi operasional:

a. Balita 6-59 bulan adalah balita umur 6-59 bulan yang ada di suatu wilayah kabupaten/kota

b. Bayi umur 6-11 bulan adalah bayi umur 6-11 bulan yang ada di suatu wilayah kabupaten/kota

c. Balita umur 12-59 bulan adalah balita umur 12-59 bulan yang ada di suatu wilayah kabupaten/kota

(50)

e. Persentase balita mendapat kapsul vitamin A adalah jumlah bayi 6-11 bulan ditambah jumlah balita 12-59 bulan yang mendapat 1 (satu) kapsul vitamin A pada periode 6 (enam) bulan dibagi jumlah seluruh balita 6-59 bulan yang ada di satu wilayah kabupaten/kota dalam periode 6 (enam) bulan yang didistribusikan setiap Februari dan Agustus dikali 100%

2. Ukuran indikator : Kinerja dinilai baik jika persentase balita 6-59 bulan mendapat Vitamin A sesuai target

3. Rumus:

4. Sumber data: Laporan pemberian kapsul Vitamin A untuk balita pada bulan Februari dan Agustus

5. Pengamatan dan pelaporan dilakukan setiap 6 bulan yaitu pada bulan Februari dan Agustus.

6. Alat dan Bahan: Formulir pencatatan pendistribusian kapsul Vitamin A dan formulir laporan yang sudah ada

F. Ibu Hamil Mendapat 90 Tablet Tambah Darah (TTD) atau Tablet Fe 1. Definisi:

(51)

b. TTD program adalah tablet yang mengandung 60 mg elemental besi dan 0,25 mg asam folat yang disediakan oleh pemerintah dan diberikan secara gratis pada ibu hamil

c. TTD mandiri adalah TTD atau multi vitamin dan mineral, minimal mengandung elemental besi dan asam folat yang diperoleh secara mandiri sesuai anjuran.

d. Ibu hamil mendapat 90 TTD atau tablet Fe adalah ibu yang selama masa kehamilannya minimal mendapat 90 TTD program maupun TTD mandiri

e. Persentase ibu hamil mendapat 90 TTD atau tablet Fe adalah jumlah ibu hamil yang mendapat 90 TTD atau tablet Fe dibagi jumlah seluruh ibu hamil yang ada di satu wilayah tertentu dikali 100%. 2. Ukuran indikator: Kinerja dinilai baik jika persentase ibu selama hamil

mendapat 90 tablet Fe sesuai target 3. Rumus:

Perhitungan dengan rumus di atas dilakukan untuk menghitung cakupan dalam satu tahun

4. Sumber data: Laporan Monitoring Puskesmas (Kohor Ibu)

(52)

6. Alat dan Bahan: Formulir monitoring bulanan ibu selama hamil dan jumlah tablet Fe yang dikonsumsi, dan formulir pelaporan

G. Kabupaten/Kota Melaksanakan Surveilans Gizi 1. Definisi:

a. Surveilans gizi yang dimaksud dalam petunjuk pelaksanaan ini adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi hasil pengolahan data secara terus menerus dan teratur tentang indikator yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat.

b. Persentase kabupaten/kota yang melaksanakan surveilans gizi adalah jumlah kabupaten dan kota yang melaksanakan surveilans gizi dibagi dengan jumlah seluruh kabupaten dan kota yang ada di satu wilayah provinsi pada kurun waktu tertentu dikali 100%. 2. Ukuran indikator: Kinerja dinilai baik jika persentase kabupaten/kota

yang melaksanakan surveilans gizi sesuai dengan target Rumus:

3. Sumber data berasal dari laporan kabupaten dan kota

4. Pengamatan dilaksanakan setiap saat, sedangkan pelaporan dilakukan setiap bulan.

(53)

H. Penyediaan Bufferstock MP-ASI untuk Daerah Bencana 1. Definisi:

a. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan kepada bayi dan anak umur 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi

b. Buffer stock MP-ASI adalah MP-ASI yang disediakan untuk antisipasi situasi darurat akibat bencana, KLB gizi dan situasi sulit lainnya.

c. Persentase penyediaan buffer stock MP-ASI adalah jumlah MP-ASI yang diadakan dibagi dengan jumlah buffer stock MPASI yang diperlukan untuk antisipasi situasi darurat akibat bencana, KLB gizi dan situasi sulit lainnya.

2. Ukuran indikator : Kinerja dinilai baik jika pengadaan bufferstock MP-ASI sesuai dengan target

3. Rumus:

(54)

2.2.8 Hubungan Surveilans gizi dan Sistem Informasi Gizi

Pemerintah telah mengupayakan penanggulangan masalah gizi dengan mengembangkan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK). Kegiatan utama UPGK adalah penyuluhan gizi melalui pemberdayaan keluarga dan masyarakat ( Depkes,1993 ).

Strategi lain yang dapat dilakukan adalah melalui keluarga sadar gizi atau disebut juga dengan KADARZI. Tujuan dari program KADARZI adalah meningkatkan pengetahuan dan perilaku keluarga untuk mengatasi masalah gizi. Indikator keluarga sadar gizi antara lain adalah; status gizi anggota keluarga khusunya ibu dan anak baik, tidak ada lagi bayi berat lahir rendah pada keluarga, semua anggota keluarga mengonsumsi garam beryodium, semua ibu memberikan hanya ASI saja pada bayinya sampai usia 6 bulan dan semua balita yang ditimbang naik berat badannya sesuai usia

(Depkes, 2007).

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Suatu keluarga disebut KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan:

a. Menimbang berat badan secara teratur.

b. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur enam bulan (Ekslusif ).

c. Makan beraneka ragam.

(55)

e. Minum suplemen gizi sesuai anjuran.

Jejaring KADARZI adalah suatu jaringan kerjasama aktif antar departemen terkait, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, institusi pendidikan, swasta, dunia usaha dan mitra lainnya yang bertujuan untuk secara bersama-sama melakukan promosi KADARZI. Agar Jejaring dapat berfungsi dan mencapai tujuan yang diharapkan maka perlu dilakukan koordinasi dalam Jejaring melalui:

1. Pertemuan rutin antar anggota jejaring setiap tiga bulan.

2. Pemberian informasi/data terbaru secara reguler tentang perkembangan KADARZI, masalah gizi dan penanggulangannya di Indonesia melalui website (www.gizi.net), mailing list, newsletter yang ada, seminar, lokakarya dll.

3. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam mengelola data base KADARZI ( Depkes,2007 ).

Dengan demikian untuk dapat mengetahui keberhasilan dari program KADARZI tersebut, upaya pemerintah dalam monitoring yaitu dengan melakukan kegiatan surveilans gizi. Menurut Kemenkes (2012) surveilans gizi adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi hasil pengolahan data secara terus menerus dan teratur tentang indikator yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat.

(56)

Dalam Renstra 2010-2014 terdapat strategi untuk mencapai visi dan misi Kementerian kesehatan. Kementerian kesehatan memiliki Visi dan Misi tahun 2010 - 2014, yaitu:

a. Visi : “masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan” b. Misi

1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.

2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan.

3.Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan. 4.Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

Dalam rangka pencapaian Visi dan Misi 2010–2014 tersebut, Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan empat strategi utama. Keempat strategi tersebut adalah: Pertama, menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, Kedua, meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, Ketiga, meningkatkan sistem Survailans, monitoring dan informasi kesehatan, Keempat, meningkatkan pembiayaan kesehatan.

(57)

2.3Sistem Informasi Kesehatan

Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan (Sutabri, 2005).

Sistem Informasi merupakan sistem yang mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan informasi dari semua sumber dan menggunakan berbagai media untuk menampilkan informasi (Mc. Leod, 2008).

Menurut The encyclopedia of management yang dikutip oleh Malayu. Hasibuan (2007) sistem informasi manajemen adalah pendekatan- pendekatan yang direncanakan dan di susun untuk memberikan bantuan yang piawai yang memudahkan proses manajerial kepada pejabat pimpinan.

Menurut WHO (2000) sistem informasi kesehatan mengintegrasikan pengumpulan data, pengolahan, pelaporan, dan penggunaan informasi yang diperlukan untuk meningkatkan manajemen layanan kesehatan yang efektif dan efisien di semua tingkat pelayanan kesehatan.

2.3.1 Tujuan Sistem Informasi Kesehatan

(58)

1. pengambilan keputusan diseluruh tingkat administrasi dalam rangka perencanaan, penggerakkan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan penilaian

2. mengatasi masalah-masalah kesehatan melalui isyarat dini dan upaya penanggulangannya

3. meningkatkan peran masyarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri

4. meningkatkan penggunaan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan

2.3.2 Assessment terhadap Determinan Teknis Sistem Informasi Kesehatan Upaya pengembangan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) harus dimulai dengan kegiatan penilaian secara menyeluruh kondisi sistem kesehatan yang ada serta kebutuhan terhadap pengembangan ke depan. Assessment tersebut akan determinan teknis SIK yang meliputi (Depkes, 2007) :

1. input data : yang mencakup keakuratan dan kelengkapan pencatatan dan pengumpulan data

2. analisis, pengiriman dan pelaporan data : meliputi efisiensi, kelengkapan dan mutunya di semua tingkatan

(59)

4. sumber daya sistem informasi : meliputi ketersediaan, kecukupan dan penggunaan sumber daya esensial, anggaran, staff yang terdidik dan terampil, fasilitas untuk penyimpanan data, peralatan untuk komunikasi data, penyimpanan, analisis, dan penyiapan dokumen (fax,komputer,printer, dll)

2.3.3 Identifikasi Kebutuhan Informasi

Terdapat tahapan dalam mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan yaitu sebagai berikut (WHO,2000) :

1. Melakukan analisis fungsional pada setiap tingkat manajemen sistem pelayanan kesehatan yaitu mendefinisikan kebutuhan informasi dimulai dengan analisis fungsi dari tingkat manajemen yang berbeda dari sistem kesehatan. Analisis fungsional ini harus fokus pada prioritas masalah kesehatan, strategi dan tujuan nasional, pelayanan dasar dan manajemen, sumber daya kesehatan untuk melaksanakan pelayanan, dan proses manajemen yang dibutuhkan untuk merencanakan, memantau, dan mengendalikan layanan dan sumber daya baik yang meliputi perawatan individu maupun pusat kesehatan masyarakat. 2. Identifikasi informasi yang dibutuhkan dan pilih indikator yang layak.

(60)

dengan melihat validitas, spesifisitas dan sensitivitasnya; sumber daya yang dibutuhkan untuk pengumpulan data; dan keputusan yang dihasilkan dari indikator tersebut relevan.

Informasi yang dibutuhkan pada tiap tingkatan manajemen kesehatan (tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota) memiliki manfaat yang bervariasi. Pada tingkat pusat informasi dibutuhkan untuk formulasi kebijakan dan rencana strategi. Pada tingkat regional atau provinsi, kebutuhan informasi diarahkan untuk mendukung dalam perencanaan jangka menengah. Sedangkan pada tingkat daerah atau kabupaten/kota informasi dibutuhkan untuk kebutuhan operasional dalam mengukur fungsi sistem kesehatan kabupaten/kota.

2.4 Health Metrics Network/ HMN (WHO, 2008)

HMN menggunakan kekuatan dari sebuah jaringan global untuk mengkoordinasi dan penyelarasan dari mitra di seluruh kerangka yang harmonis untuk mengembangkan dan memperkuat sistem informasi kesehatan negara. Bagian dari kerangka HMN ini menggambarkan enam komponen sistem informasi kesehatan dan standar yang dibutuhkan untuk masing-masing sistem informasi kesehatan. Terdapat nilai yang jelas dalam mendefinisikan apa itu sistem informasi kesehatan dan bagaimana komponennya saling terkait satu sama lain untuk menghasilkan informasi yang lebih baik untuk keputusan yang lebih baik dan kesehatan yang lebih baik.

(61)

bagaimana indikator dan sumber data yang dipilih dan data yang dikumpulkan dan dikelola, sedangkan output menjelaskan mengenai penyebaran, produksi dan penggunaan informasi yang dihasilkan.

Enam komponen dari sistem informasi kesehatan serta penilaian komponen tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sumber daya

Terdiri dari peraturan legistatif dan kerangka kerja perencanaan yang diperlukan untuk memastikan informasi kesehatan yang berfungsi penuh, dan sumber daya yang merupakan prasyarat untuk suatu sistem untuk menjadi fungsional.

Sumber daya juga melibatkan personil, pembiayaan, dukungan logistik, informasi dan teknologi komunikasi (ICT) serta mekanisme koordinasi di dalam dan antar enam komponen.

a.) Kebijakan dan Koordinasi

(62)

Tabel 2.1–Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Kebijakan dan Koordinasi

Item Sangat

Memadai

Memadai Ada tetapi kurang

1 Dinas Kesehatan Kabupaten memiliki regulasi yang up-to-data berisi kerangka kerja untuk sistem informasi kesehatan

2 Ada kegiatan rutin untuk pemantauan kinerja sistem

3 Terdapat kebijakan resmi untuk melakukan

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

b.) Dana dan Tenaga Pelaksana

(63)

staf informasi kesehatan harus bertanggung jawab untuk pengumpulan data, pelaporan dan analisis.

Tabel 2.2– Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Dana dan Tenaga Pelaksana

2 Aktivitas kapasitasi tenaga telah terjadi

(64)

data

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

c.) Sarana

Kebutuhan infrastruktur nasional seperti pensil dan kertas, web-terhubung, ICT. Pada tingkat paling dasar pencatatan, ada kebutuhan untuk menyimpan, file dan mengambil catatan. Namun, ICT memiliki potensi untuk meningkatkan ketersediaan, penyebaran dan penggunaan data yang berhubungan dengan kesehatan. Sementara teknologi informasi dapat meningkatkan jumlah dan kualitas data yang dikumpulkan, teknologi komunikasi dapat meningkatkan ketepatan waktu, analisis dan penggunaan informasi.

Tabel 2.3– Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Sarana

Item Sangat

Memadai

Memadai Ada tetapi kurang memadai

Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

1 Formulir, kertas, pensil dan

(65)

Tabel 2.3– Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Sarana (lanjutan)

Item Sangat

Memadai

Memadai Ada tetapi kurang lain tapi ini tidak mempengaruhi

(66)

Tabel 2.3– Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Sarana (lanjutan)

Item Sangat

Memadai

Memadai Ada tetapi kurang

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

2. Indikator

(67)

keputusan di tingkat pengumpulan data, atau dimana kebutuhan yang jelas ada untuk data di tingkat yang lebih tinggi.

Indikator sangat penting untuk memperkuat sistem informasi kesehatan dan dapat dipandang sebagai tulang punggung dari sistem, menyediakan paket informasi minimum yang diperlukan untuk mendukung fungsi sistem kesehatan.

Data diperlukan untuk berbagai kebutuhan, termasuk informasi untuk meningkatkan penyediaan layanan kepada klien individu, statistik untuk perencanaan dan pengelolaan Layanan Kesehatan, dan pengukuran untuk memformulasikan dan penilaian kebijakan kesehatan.

Tabel 2.4 Penilaian Indikator Sistem Informasi Kesehatan Nasional

Item Sangat

Memadai

(68)

dalam set Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system

(WHO, 2008)

Tabel 2.4 Penilaian Indikator Sistem Informasi Kesehatan Nasional (lanjutan) Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi

kurang

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

3. Sumber data

Sumber data dibagi menjadi dua kategori utama yaitu data berbasis populasi (sensus, pencatatan sipil, dan survey populasi) dan data berbasis lembaga (catatan individu, catatan layanan dan catatan sumber daya). Satu set dasar standar untuk setiap sumber dan elemen strategis dalam mencapai standar ini yaitu data sistem informasi kesehatan biasanya dihasilkan baik secara langsung dari populasi atau dari operasi kesehatan dan lembaga lainnya, selain itu untuk data yang berbasis lembaga menghasilkan data sebagai akibat dari administrasi dan kegiatan operasional.

(69)

(seperti workrelated cedera), dan makanan dan catatan pertanian (seperti tingkat produksi pangan dan distribusi). Perlu dicatat bahwa sejumlah pendekatan pengumpulan data dan sumber lainnya ada yang tidak cocok dengan salah satu kategori diatas, tetapi dapat memberikan informasi penting yang mungkin tidak tersedia di tempat lain. Dalam hal ini termasuk survey kesehatan, penelitian, dan informasi yang dihasilkan oleh organisasi berbasis masyarakat.

Sistem informasi kesehatan Nasional harus menggambarkan seperangkat sumber data. Dalam banyak kasus, pengukuran indikator yang sama dengan data dari berbagai sumber dapat berkontribusi untuk informasi berkualitas lebih baik sambil mempertahankan efisiensi. Dalam kasus lain, itu lebih efisien untuk menghindari duplikasi. Pilihan optimal akan tergantung pada berbagai faktor termasuk epidemiologi, karakteristik tertentu dari instrumen pengukuran, biaya dan kapasitas pertimbangan, dan kebutuhan program.

(70)

Tabel 2.5 – Penilaian Sumber Data Sistem Informasi Kesehatan Nasional

1 Terdapat surveilans yang representatif dalam mengukur persentase penduduk yang relevan mengenai pelayanan kesehatan ibu dan anak (misalnya, keluarga berencana, antenatal care, persalinan, imunisasi)

Ya Tidak

2 Terdapat surveilans yang representatif rencana tahunan untuk mengkoordinasikan waktu, variabel yang diukur yang mengukur indikator kesehatan Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system

(WHO, 2008)

(71)

Manajemen data adalah satu set prosedur untuk pengumpulan, Penyimpanan, jaminan kualitas dan aliran, pengolahan dan analisis data. Negara-negara harus memiliki penyimpan data (sebaiknya elektronik) terpusat yang menyatukan semua informasi untuk sistem informasi kesehatan nasional dan dibuat tersedia untuk semua , idealnya melalui Internet. Ketersediaan penyimpan data seperti yang memfasilitasi referensi silang data di antara program-program, mempromosikan kepatuhan terhadap standar definisi dan metode, dan membantu mengurangi pengumpulan data berlebihan dan tumpang tindih.

Ini juga menyediakan sebuah forum untuk memeriksa dan memahami data inkonsistensi dan untuk memfasilitasi rekonsiliasi data yang dilaporkan melalui sistem yang berbeda. Didefinisikannya persyaratan yang spesifik untuk priodisitas dan ketepatan waktu seperti dalam kasus surveilans penyakit.

Tabel 2.6– Penilaian Manajemen Data Sistem Informasi Kesehatan Nasional Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi

kurang

(72)

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

Tabel 2.6– Penilaian Manajemen Data Sistem Informasi Kesehatan Nasional (lanjutan)

Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi

kurang

2 Unit sistem informasi kesehatan di tingkat nasional menjalankan data yang terintegrasi yang berisi data dari seluruh populasidan sumber data dan memiliki utilitas yang user-friendly yaitu

3 Pada tingkat subnasional, ada gudang data yang setara dengan Nasional

4 Terdapat kamus yang menyediakan definisi yang komprehensif tentang data. Definisi ini meliputi informasi di bidang-bidang berikut: (1) penggunaan data dalam indikator; (2)

(73)

spesifikasi metode

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

Tabel 2.6– Penilaian Manajemen Data Sistem Informasi Kesehatan Nasional (lanjutan)

Item Sangat

Memadai

Memadai Ada tetapi kurang

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

5. Produk informasi

(74)

dan harus memperbaiki kualitas pengumpulan data. Ketika komunikasi elektronik fasilitas tersedia, data bisa masuk di desentralisasi daerah untuk menyediakan langsung melaporkannya kepada semua tingkat.

Data harus diubah menjadi informasi yang akan menjadi bukti dasar dan pengetahuan untuk membentuk tindakan kesehatan. Sistem informasi kesehatan yang kuat dapat memastikan bahwa data yang memenuhi standar tinggi kehandalan, transparansi dan kelengkapan. Hal ini penting untuk menilai sumber data dan statistik teknik dan metode estimasi yang digunakan untuk

Memadai Ada tetapi kurang memadai

Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

1 Secara sistematis ditinjau pada setiap 2 Dilaporkan setiap

bulan

Ya Tidak

3 Beberapa kali diukur dalam 10 tahun terakhir

3 atau lebih 2 1 Tidak sama

(75)

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system

Memadai Ada tetapi kurang memadai

4 Data cakupan yang paling baru menjadi dasar

5 Estimasi data dipisahkan oleh: (1) karakteristik demografis(misalnya, usia); (2) status sosial ekonomi (misalnya,

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

6. Diseminasi dan penggunaan informasi

Gambar

Gambar 2.1.
Tabel indeks BB/PB atau BB/TB sesuai jenis kelamin berdasarkan
Tabel 2.1–Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional:
Tabel 2.2–  Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Dana
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cakupan Bayi, Balita Yang mendapat Pelayanan Kesehatan Menurut Kecamatan Dan Puskesmas Kota Metro Tahun 2006.. Jumlah Ibu Hamil Yang Mendapatkan Tablet Fe1, Fe3, Imunisasi TT1 Dan

4 Data Balita Yaitu Backup data dari hasil pengolahan data, seperti Laporan Status Gizi Balita Menurut Jenis Kelamin, Laporan Jumlah Balita yang ditimbang menurut

keaktifan kunjungan ibu balita dalam kegiatan pemeriksaan balita gizi buruk di Rumah Gizi Dinas Kesehatan Kota Semarang. 3) Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pencapaian program kegiatan pembinaan gizi pada balita di Kota Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur tahun

Prevalensi kasus gizi di seluruh wilayah dalam Kota Banda Aceh adalah sebesar 0,4% balita gizi buruk dan 1,0% balita gizi kurang, karena Kota Banda Aceh

Subjek yang terpilih berjumlah 22 balita gizi buruk yang masuk dalam kriteria inklusi di Dinas Kesehatan Kota Semarang selama 60 hari (2 bulan). PMT-P yang diberikan dalam

Cakupan Komplikasi Kebidanan dan Neonatal Pelayanan yang diberikan oleh tenaga bidan di desa dan puskesmas untuk kasus ibu hamil yang memiliki resiko tinggi yang tidak mampu

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan sistem informasi pemantauan status gizi (PSG) balita di Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali.. Jenis penelitian ini